Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184664 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simarmata, Destiny Marisa
"ABSTRAK
Tidak dapat dipungkiri, dalam suatu kota yang terus berkembang tentunya
akan selalu ada ruang-ruang kota yang kehilangan fungsi dan identitasnya, atau
dapat juga disebut lost space. Kehadiran lost space membuat berbagai elemen
yang ada dalam suatu kawasan menjadi kurang terintegrasi dan mengakibatkan
orang-orang yang tinggal di dalamnya kehilangan kesempatan untuk beraktivitas
secara efektif dan berinteraksi dengan penduduk lainnya. Secara khusus pada
kawasan neighborhood, kehadiran suatu ruang publik sangat berpengaruh
terhadap terbentuknya ikatan sosial (neighborhood social ties) yang memiliki
sense of community. Berdasarkan fenomena tersebut, para perancang urban
menggunakan konsep placemaking untuk memanfaatkan lost space pada kawasan
neighborhood sebagai ruang publik untuk meningkatkan interaksi sosial dan
ikatan sosial dalam suatu kawasan neighborhood.
Berdasarkan studi kasus yang dilakukan, ruang sisa pada kawasan
neighborhood dapat dimanfaatkan menjadi ruang terbuka publik melalui konsep
redesign dan placemaking. Hal tersebut dilakukan dengan melihat potensi konteks
tidak hanya dari segi dua dimensi, tapi juga tiga dimensi serta kondisi masyarakat
sebagai pengguna ruang. Selain itu, karakteristik neighborhood juga
mempengaruhi penggunaan serta interaksi sosial yang terjadi dalam suatu ruang
publik.

ABSTRAK
It is undeniable that in a developing city there will always some city spaces
which lose their function and identity, called as lost space. Lost space presence
makes city elements become less integrated and causes the people who lives there
to lose their opportunity for doing their activities effectively and interacting with
other people. Especially in inner-city neighborhood, the presence of public space
is highly influential to the formation of neighborhood social ties which have sense
of community within it. Due to those phenomenon, urban designers use
placemaking concept to utilize lost space in inner-city neighborhood as public
space to increase neighborhood social interaction and social ties.
Based on the analysis of case studies, lost space in inner-city neighborhood
can be utilized as public open space through redesigning and placemaking
concepts. The concepts are performed by analyzing the potential of context not
only two dimentionally but also three dimentionally and observing the condition
of the people who lives in there. Moreover, the neighborhood characteristics also
determine the usage of public space and social interaction within it."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60582
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Halim Adiputro
"Jakarta yang semakin padat baik dikarenakan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan dengan keterbatasan lahan yang ada memaksa warga Jakarta untuk mencari daerah baru untuk dijadikan tempat tinggal. Warga Jakarta mulai keluar dari daerah-daerah yang sejak lama dianggap ideal sebagai kawasan hunian seperti Bintaro, Pondok Indah dan sebagainya. Namun petumbuhan penduduk Jakarta telah memicu pengembang untuk membangun di daerah-daerah yang semula dihindari. Seperti daerah yang sejak dulu dianggap sebagai daerah terbuang atau daerah dengan potensi terbatas sehingga dianggap daerah kelas bawah. Salah satu contohnya adalah Kelapa Gading sebuah kota baru yang berumur 30 tahun. Dalam 30 tahun, daerah Kelapa Gading berubah dari daerah rawa-rawa menjadi sebuah kota baru yang sangat padat. Bagaimanapun padatnya, kelapa gading tetap perlu menyediakan ruang publik sebgai sebuah tempat bersosialisasi antar warga. Apakah Kelapa Gading sudah menyediakan ruang publik yang cukup bagi warga yang tinggal disana. Terlebih lagi, warga kelapa gading terdiri dari berbagai macam kelas. Dari kelas menengah sampai kelas atas. Terdapat cluster-cluster tersendiri yang memperjelas kelas-kelas tersebut. Begitu juga dari segi usia, apakah tersedia tempat-tempat "e;hang out"e; yang ideal bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula. Bagaimana pengembang bisa membuat ruang publik yang bersifat menjual. Sehingga penghuni yang terdiri dari berbagai kelas tersebut dapat mengikuti rancangan dari pengembang. Dan apakah ruang-ruang tersebut dapat digunakan dengan baik atau hanya sebagai pemanis belaka.

Jakarta is getting crowded which means that there are more people needs home. It became the trigger for many developers to develop new area in Jakarta to be the new housing area. One of the most successful areas is Kelapa Gading Permai which located in north Jakarta. Former Kelapa Gading was swamp area but today Kelapa Gading is an urban neighborhood which lived by people from all around Indonesia. Kelapa Gading's development was started in 1976 by Summarecon Agung who has transformed Kelapa Gading into a luxurious housing area. Just like the others, it is necessary for Kelapa Gading to have a public space as an outdoor social activities area. But the matter is whether the area has been used properly or it just a symbol of wealthy people and decorative element. An ideal public space must have the sense of public ness for whole people who live nearby. Is the area provided in Kelapa Gading already enough for the inhabitants? Moreover, it comes from different class of citizens, from middle to upper (high) class, from children, teenager, adult and elderly. How the developer make that place commercially so that the inhabitants which came from different class can follow the design."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48564
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anzalika Tri Pujayana
"Urban Sketching merupakan aktivitas membuat sketsa secara langsung di lokasi. Dalam proses melakukan urban sketching, sketchers menjadi pengamat yang mengamati ruang urban dan karakteristik visual pemandangan perkotaan yang ada. Saat membuat sketsa secara langsung, banyak faktor yang mempengaruhi prosesnya, salah satunya adalah townscape yang ada di ruang urban. Townscape menerangkan pentingnya elemen-elemen visual dalam menciptakan pengalaman visual yang memuaskan. Saat suatu kelompok urban sketcher berada dalam satu kawasan yang sama, pemandangan yang ditangkap ke dalam sketsa dapat berbeda, hal itu dapat terjadi karena cerita personal yang ingin dituangkan ke dalam sketsa saat mengamati ruang, cerita tersebut selalu memiliki komponen townscape pada ruang urban yang dapat dieksplorasi dan dituangkan dengan berbagai cara berbeda ke dalam bentuk sketsa. Pada skripsi ini dilakukan studi kasus di area semi outdoor untuk pejalan kaki, yaitu Gading Walk, dan membandingkan elemen townscape yang ada di setiap sketsa.

Urban Sketching is an activity to make sketches directly on location. In the process of urban sketching, sketchers become observers who observe urban space and the visual characteristics of existing urban scenery. When sketching directly on the location, many factors influence the process, one of which is the townscape of urban spaces. Townscape explains the importance of visual elements in creating a satisfying visual experience. When a group of urban sketchers are in the same area, the scenery captured in the sketches can be different, this can happen because of the personal story that they want to put into the sketch when observing spaces, the story always has townscape components in urban space which can be explored and poured in many different ways into sketches. In this thesis, a case study is carried out in a semi-outdoor pedestrian area, namely Gading Walk, and compares the townscape elements in each sketch."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Milka Vincentiya
"Skripsi ini mengenai hubungan antara aktor, dalam konteks ini antara stranger dengan stranger, dan aktor dengan lingkungan sekitarnya.  Dengan adanya perubahan makna dari stranger yang awalnya stranger adalah, orang yang tidak termasuk dalam lingkungan tempat seseorang tinggal, menjadi orang lain yang memiliki kesamaan umum dengan seseorang tersebut. Karena, sekarang kita berada pada tahap appearance dari spectacle, yang mana kita akan menilai sesuatu berdasarkan apa yang kita lihat atau tampak, skripsi ini menggunakan teori coding appearance, yang mana aktor akan beraktivitas berdasarkan tiga hal, yaitu: lokasi (location), appearance, dan sikap (behavior). Para aktor ini akan bersikap dan membawa properti menyesuaikan dengan ruang publik (lokasi), sebaliknya ruang publik juga dapat memengaruhi aktor dalam bersikap dan properti yang dibawa. Lalu, interaksi yang terjadi antar-stranger dalam ruang publik ini dapat terlihat dari keberadaan shield of privacy yang tidak bisa dilihat secara fisik namun, dapat diukur secara keruangan.

This study focusing in the relationship between actor, in this context stranger with stranger, and actor with the surrounding. Stranger then was categorized by those who did not live in someons living territory, and now stranger categorized as the people who have the same commonness with someone. With the state of appearance in spectacle, where we judge based on what we see (what appear in front of us), this study mainly use the theory about coding appearance, where actor will act based on three things: location, appearance, and behavior. They behave (behavior) and bring property (appearance) as what supposed in that public space (location), also the public space may affect the behavior and appearance of the actor. In the same location, interaction between stranger could be seen in the existence of shield of privacy, that is not physical but it is there with a measurement in space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Dara Fitriani
"Pesatnya pembangunan kota membuat penggunaan media tanah semakin terbatas, ada baiknya untuk mengoptimalkan seluruh ruang yang dimiliki termasuk ruang sisa. Hal ini agar ruang sisa dapat bermanfaat dan membantu memenuhi kebutuhan masyarakat. Pendekatan yang dilakukan terhadap fenomena ini adalah dengan mengkaji teori ruang sisa oleh Trancik (1986) dan Loukaitou-Sideris (1996), serta teori dari Gehl (2010) dan Gehl (2011) mengenai ruang publik. Dalam mengumpulkan data, metode yang dilakukan adalah analisis studi kasus dengan mengamati langsung ruang dan aktivitas yang ada. Temuan dari hasil analisis pengamatan disampaikan secara naratif yang menjelaskan kondisi ruang. Pengamatan menunjukan ruang sisa bisa berubah menjadi ruang aktif apabila ada pemasukan program dan penambahan elemen ruang. Sementara faktor dan elemen yang mempengaruhinya adalah lokasi, ciri fisik, pengguna, aksesibilitas, dan pemeliharaan ruang.

The rapid development of the city makes land-use become more limited, it is better to optimize all the space owned including lost space. Thus, lost space can be useful and help meet the needs of the community. The approach taken to this phenomenon is by examining the theory of lost space by Trancik (1986) and Loukaitou-Sideris (1996), also with theory by Gehl (2010) and Gehl (2011) about public space. In collecting data, the method used is study case analysis by directly observing the space and activities. The findings from the observation analysis are presented in a narrative manner that explains the condition of the space. The observations reveal that lost space can be transformed into active space if there is program insertion and space elements addition. While the factors and elements that affect it are locations, physical characteristics, users, accessibility, and space maintenance."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Revianti Oksinta
"Remaja mempunyai kecenderungan untuk berkumpul dengan kelompoknya dalam mengisi waktu luang mereka. Kelompok remaja yang berkegiatan di kota memiliki tujuan untuk bertemu dengan kelompok remaja lainnya serta masyarakat luas sehingga mereka dapat menunjukkan identitas mereka bersama kelompoknya sekaligus belajar dari masyarakat kota itu sendiri. Kegiatan berkumpul yang dilakukan pada suatu ruang publik kota ini disebut sebagai kegiatan hang out. Umumnya kegiatan hang out ini dilakukan dengan disertai pengekspresian semangat dan ciri budaya populer melalui kegiatan atau ciri yang ditampilkan oleh mereka.
Ruang publik kota yang digunakan dalam melakukan kegiatan hang out mempunyai karakteristik tertentu yang berhubungan dengan kondisi fisik, psikologis dan sosial mereka sebagai remaja. Karakteristik tersebut bisa diklasifikasikan berdasarkan empat aspek, yaitu: aspek ukuran, batas, aksesibilitas dan lokasi, serta dimensi kegiatan. Sebagai studi kasus dilakukan survey untuk menelusuri kondisi pemanfaatan ruang publik terbuka oleh remaja pada tiga ruang publik terbuka di Jakarta, sebagai salah satu kota besar di Indonesia, yaitu ruang luar GOR Bulungan, Taman Situ Lembang dan Taman Surapati.
Berdasarkan hasil survey dan analisis, ketiga tempat tersebut memiliki karakter serta kondisi pemanfaatan yang berbeda satu sama lain. GOR Bulungan merupakan contoh dari ruang publik yang bisa memfasilitasi remaja dalam berkegiatan hang out sekaligus mengekspresikan budaya populer mereka dalam berbagai aktivitas terutama olahraga dan seni sehingga kondisi pemanfaatannya oleh remaja pun bisa dikatakan bervariasi. Sedangkan pada Taman Surapati, sesuai dengan sifatnya sebagai one dimensional space, sangat sedikit dikunjungi. Kondisi yang bertentangan terlihat pada Taman Situ Lembang sebagai one dimensional space yang tidak sesuai dengan karakteristik ruang publik bagi remaja, tetapi justru pada kenyataannya tempat ini ramai dikunjungi oleh kelompok-kelompok remaja.
Dari kondisi yang terjadi pada beberapa ruang publik di Jakarta sehubungan dengan pemanfaatannya oleh remaja, dapat disimpulkan bahwa tidak semua karakteristik dari suatu ruang publik kota bagi remaja mutlak harus dipenuhi supaya menjadi area publik yang ramai oleh remaja.

Teenagers have tendency to crowd around their peer groups during their leisure time. Groups of teenagers who crowd in the city have purpose to meet other peer groups and wide society so they can show their group identity and also learn from the society itself. This kind of gathering activity takes place in the city public space and is called hang out. Generally, in this hang out activity, teenagers do not only gathered, but also express themselves by doing the activity and showing the feature of popular culture.
The city public space that is used by teenagers has several characteristics due to the teenager's physical, psychological and social condition. As a case study, surveys are done to three public spaces in the city of Jakarta, which are outdoor space of GOR Bulungan, Taman Situ Lembang and Taman Surapati.
Based on the surveys and analysis, these three public spaces have different characters and also different condition of the usage by the teenagers. Outdoor space of GOR Bulungan is one example of public space that can facilitate teenagers in hang out activities and the expression of popular culture, especially sport and art, all at once. Meanwhile, Taman Surapati as a one dimensional space, is less visited by the teenagers. In contradiction, Taman Situ Lembang, as a one dimensional space that is not suitable for the characteristic of public space for teenagers, is visited by many of groups of teenagers.
From these conditions, we can conclude that in Jakarta, public space doesn't have to fulfill all of the characteristics of suitable public space for teenagers in order to be a teenager's place for hang out.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miktha Farid Alkadri
"Skripsi ini membahas pemanfaatan ruang dikolong jembatan dan jalan layang bila dimanfaatkan sebagai ruang publik dengan mengambil studi kasus ruang kolong jembatan layang Tanjung Barat. Pembahasan mencakup mengenai ruang publik, ruang-ruang tidak terpakai atau lost space, perilaku manusia berkaitan dengan penguasaan ruang atau defensible space serta elemen-elemen arsitektur pembentuk ruang, termasuk pembentuk ruang publik.
Kesimpulannya adalah bahwa ruang kolong jembatan layang atau fly over, khususnya studi kasus fly over Tanjung Barat sebagai ruang sisa memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang publik. Penggunaan warna, lighting, material, dan instalasi seni menjadi sebuah gagasan yang berarti dalam hal intervensi menuju ruang publik. Pemnafaatan lahan sisa dengan intervensi yang tepat akan memberikan wajah baru bagi sebuah kota dan membentuk ruang publik yang terintegrasi dengan lingkungannya.

This study investigates the utilization of space located under flyover and elevated roads of public space. The case used is the space under the Tanjung Barat flyover. The investigation includes the nature of public space, the underutilized space or lost space, human behavior related to space or defensible space, and the architectural elements that make the space, especially related to public space.
The conclusion of this study is that underutilized space under flyovers, including those located under the Tanjung Barat flyover potentially can be utilized as public space. The use of color, lighting, building materials, and art installation can be included in the architectural intervention create good public space.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1479
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nirissa Arviana Fardani
"Ruang publik terbuka khususnya taman di dalam ruang kota memiliki potensi yang dapat memicu interaksi yang dapat dikembangkan pengguna di dalamnya. Potensi ruang dan interaksi antar pengguna dalam taman tersebut kemudian mendorong terciptanya komunitas. Skripsi ini bertujuan memahami bagaimana peran ruang publik terbuka terhadap terbentuknya aktivitas komunitas. Pembahasan mencakup taman sebagai ruang publik, persepsi pengguna terhadap ruang tersebut, aktivitas di dalamnya hingga tercipta komunitas dan studi kasus pada Taman Menteng dan Taman Suropati. Temuan skripsi ini adalah potensi dari elemen fisik ruang publik terbuka memicu persepsi dan interaksi pengguna hingga terbentuknya komunitas.

Open public space, especially parks in urban space has potential to develop user interaction. Interaction between user and potential space in the park could encourage community existance. This study aims to understand the role of open public space in order to form activities of community. The study examines furter regarding park as public space, user perception, the occur activity and how the community formed. It uses Taman Menteng and Taman Suropati. Findings show that a physical element of open public space able to encourage perception and user interaction to formed community."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59015
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Hadi Yassin
"Perkembangan kota saat ini mengarah pada terbentuknya ruang sisa, karena proses pembangunan yang memperlakukan bangunan sebagai entitas terisolasi tanpa keterhubungan dengan jalanan dan lingkungan sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman perancang kota dalam mengaitkan hubungan antara bangunan, ruang, dan perilaku manusia dalam desain kota. Akibatnya, kota cenderung mengalami pembangunan yang tidak berkelanjutan, dengan penurunan performa lingkungan, keterasingan sosial, dan peningkatan kejahatan. Istilah ruang sisa dapat menggambarkan ruang kota yang tidak memberikan dampak positif pada masyarakat dan lingkungannya, terbentuk secara tidak sengaja selama tahap perencanaan, terisolasi dari jaringan jalan utama, dan tidak diinginkan oleh pengguna dan lingkungan sekitar. Ruang sisa ini banyak ditemui di perkotaan terutama di area bawah jembatan layang. Meskipun telah dilakukan upaya revitalisasi di area bawah jembatan layang, masih saja ditemukan ruang yang tidak digunakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, penulisan ini akan membahas mengenai pemahaman lebih lanjut tentang aspek yang dapat menunjang keberhasilan suatu ruang sisa yang sudah direvitalisasi menjadi ruang publik.

The development of cities today leads to the formation of lost spaces, due to the development process that treats buildings as isolated entities with no connection to the streets and the surrounding environment. This is due to the lack of understanding of urban designers in linking the relationship between buildings, spaces, and human behavior in urban design. As a result, cities tend to experience unsustainable development, with reduced environmental performance, social alienation, and increased crime. The term lost space can be described as urban spaces that do not have a positive impact on the community and its environment, formed unintentionally during the planning stage, isolated from the main road network, and undesirable to users and the surrounding environment. The existence of these lost space can be found under bridges. Although revitalization has been done to this under bridge, there are still under bridge that have been revitalized with little visitors that can be found. Therefore, this paper will discuss further understanding of the aspects that can support the success of a lost space that has been revitalized into a public space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prillia Indranila
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai affordance pada taman yang merupakan ruang
terbuka publik sebagai ruang untuk aktivitas bermain anak-anak. Selain sebagai
ruang hijau, taman digunakan oleh anak-anak untuk bermain. Penelitian dilakukan
dengan mengkaji elemen fisik taman dan melihat bentuk aktivitas bermain anak
yang terjadi. Berdasarkan studi kasus pada Taman Tebet-Honda, karakteristik
elemen-elemen taman memiliki affordance yang dapat memberikan keberagaman
pengalaman bermain bagi anak-anak. Keberagaman tidak selalu tergantung dari
jumlah alat permainan yang tersedia, tetapi lebih berkaitan dengan kemungkinankemungkinan
untuk melakukan berbagai macam hal. Dalam bermain, anak-anak
menggunakan tubuh mereka untuk memanfaatkan elemen yang ada. Selain itu,
taman yang merupakan ruang publik juga berperan sebagai penunjang kegiatan
bermain yang bersifat sosial.

ABSTRACT
The focus of this study is to analyze the affordance in the park which is an urban
open space as a space for children's play activities. Besides its function as a green
space, park is also used by children to play. The study is done by by analyzing
physical elements of the park and forms of children's play activities happened.
Based on the case study in Tebet-Honda Park, its elements' characteristics have
affordances that give the children various play experiences. The variety of
activities doesn't always depend on the amount of play equipments available, but
it's related to the possibility of doing many things. Children use their body while
using the elements when they play. Park as an urban open space also has a role to
support social play.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42431
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>