Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 234373 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bima Yogie Purnama
"Pada saat ini kepemilikan hak atas tanah di Indonesia bukan hanya bertujuan untuk keperluan rumah tinggal dan tempat usaha saja, melainkan untuk keperluan investasi bagi para investor baik investor lokal maupun investor asing. Pengaturan mengenai kepemilikan hak atas tanah di Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, baik kepemilikan oleh perorangan, badan, maupun kepemilikan oleh pihak asing. Namun dengan alasan ingin mempermudah mendapat keuntungan lebih, dan hal lainnya yang bersifat menguntungkan dalam proses kepemilikan hak atas tanah di Indonesia, ada saja celah yang digunakan oleh para pihak, dalam hal ini pihak asing, untuk memiliki hak atas tanah yang tidak sesuai dengan yang seharusnya ada di dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Salah satunya dengan perjanjian Nominee. Singkatnya, perjanjian Nominee adalah perjanjian yang biasa dilakukan oleh para pihak asing dengan pihak Nominee, pihak Nominee itu sendiri yaitu orang berkewarganegaraan Indonesia yang dipinjam namanya untuk memiliki suatu hak atas tanah. Perlindungan notaris dalam hal ini menjadi sangat penting untuk dikaji lebih dalam terutama adanya kemungkinan pihak asing dan pihak Nominee membuat perjanjian Nominee dalam bentuk akta-akta otentik berupa akta pengakuan hutang, surat kuasa menjual, perjanjian pengikatan jual beli, surat pernyataan, dan lainnya. Perjanjian –perjanjian tersebut secara formil bisa saja terlihat benar menurut hukum seperti tidak melanggar aturan, namun secara materiil tidak dapat dibenarkan, kemudian pada prakteknya notaris bisa saja tidak mengetahui adanya pemindahan kempemilikan hak atas tanah secara terselubung kepada pihak asing yang jelas merupakan penyelundupan hukum .

Nowadays, the land rights ownership in Indonesia is not only aiming for the purposes of residential or business premises only, but rather for an investment purposes owned by both local and foreign investor. The regulation of land rights ownership in Indonesia has already set in the Law Number 5 of 1960 regarding Land, either the individual, corporate entities, or foreign party ownership. However, with an aim for getting more profit easier, or getting anything more profitable on the process of land rights ownership in indonesia, there's always been some loopholes used by the parties, in this case the foreign parties, to get a land rights ownership which is not in accordance with the Law Number 5 of 1960 regarding Land. One of them is called the nominee agreement. Given this, nominee agreement is an agreement entered by a foreign party with a nominee, an indonesian citizen whose name being used to hold a land rights ownership. The protection for public notaries becoming very important to be studied profoundly then, primarily with a possibility of a nominee agreement made by the foreign and nominee party in a form of authentic deeds as debt acknowledgement, turn over procuration, sale and purchace agreement, statement letter, and others. Those agreements could be seen as formally right without any violation under such laws, but is materially unjustified indeed, and in practice the notary may not be aware of any land rights ownership substitution to a foreign party which is shrouded and actually an act of smuggling laws."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rogabe, Ruth Lina
"Nominee merupakan suatu perjanjian sepihak yang hanya membebankan kewajiban dan/atau prestasi pada salah satu pihak saja. Apabila berpedoman pada asas kebebasan berkontrak tentunya suatu perjanjian nominee dapat dibuat oleh para pihak dan mempunyai kekuatan hukum dan mengikat bagi para pihak yang membuatnya sepanjang memenuhi syarat subjektif dan objektif sahnya suatu Perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata. Perjanjian dan/atau Pernyataan Nominee yang dibuat dalam suatu akta autentik sebelum berlakunya UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, sepanjang akta tersebut memenuhi ketentuan hukum yang berlaku dan memenuhi syarat sahnya perjanjian maka akta tersebut sah dan berkekuatan hukum mengikat. Namun demikian setelah berlakunya UU No. 25 Tahun 2007 perjanjian nominee sudah tidak dimungkinkan lagi untuk dibuat karena Undang-Undang Penanaman Modal secara tegas menyatakan bahwa perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam Perseroan Terbatas untuk dan atas nama orang lain dinyatakan batal demi hukum.

Nominee is an unilateral agreement which only imposes obligations for one party only. When we guided by the freedom of contract principle, therefore a nominee agreement can be made by the parties and therefore has a legal force and binding for a parties who created as long as the nominee agreement has fulfilled the subjective and objective requirement of a legal and valid agreement which regulated in Article 1320 Indonesian Civil Code. Nominee Agreement and/or Nominee Statement which made ​​in an Authentic Deed before the effectuation of Law no. 25 of 2007 regarding of Capital Investment is valid, binding and has a legal force as long as the Deed has complied to the applicable laws and has fulfilled the requirement of legal and valid agreement. However, after the effectuation of Law no. 25 of 2007, nominee agreement is no longer possible to be made due to the Capital Investment Law explicitly states that the agreement and/or a statement confirming that the ownership of shares in the Limited Liability Company for and on behalf of others parties shall be void by law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42158
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Palepi Naradam
"Tesis ini membahas mengenai perjanjian nominee yang dimuat didalam suatu Akta Pernyataan dan Perjanjian dimana para pihak yang melakukan perjanjian ini adalah sesama warga negara Indonesia didalam kepemilikan Tanah dan Bangunan. Lazimnya perjanjian  dilakukan pada waktu dahulu adalah untuk sarana penyeludupan hukum yang dilakukan oleh Warga Negara Asing guna memiliki suatu hal yang mana terdapat suatu hambatan didalam kepemilikan tersebut yang mana dalam hal ini adalah Undang-Undang. Masalah yang dibahas adalah mengenai kekuatan mengikat dari perjanjian nominee yang didukung dengan Akta Pernyataan dan Perjanjian, dan juga membahas mengenai kekuatan pembuktian atas kepemilikan tanah yang beralaskan perjanjian nominee dalam sengketa tanah dengan studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 73 K/PDT/2019. Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian Yuridis Normartif yang bersifat deskriftif analistis dengan menggunakan data sekunder yang di analisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa halnya perjanjian nominee ini mengikat kedua belah pihak yang membuat perjanjian tersebut. Adapun kekuatan pembuktian dari kepemilikan tanah yang beralaskan perjanjian nominee ini hanya mengikat kepada kedua belah pihak tersebut dan ahli waris dari pihak tersebut dan tidak mengikat ke pihak ketiga.

This thesis discusses the agreement of the nominees on a statement and agreement where the parties who make this agreement are fellow Indonesians in the possession of land and building. Usually, the agreement was made in the first time is for the means of smuggling laws committed by foreign nationals in order to have a matter of which there is a barrier in the possession which in this case is the law. The discussion that will be discussed is about the binding force of the nominee agreement supported by the Deed of statement and agreement, and also discusses the strength of proof of land ownership that is based on the nominee agreement in land disputes with the study of the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 73 K/PDT/2019. This study uses the Normartif juridical method of research which is an analytical nature by using secondary data in analysis using a qualitative approach. The result of this study is that this nominee agreement is binding on both parties that make up the agreement. As for the proving power of land ownership based on this nominee agreement it only binds to both parties and the heirs of such parties and does not bind to any third party."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54788
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miggi Sahabati
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan mengenai Perjanjian Nominee dalam ketentuan hukum di Indonesia; menganalisis sejauh mana ketentuan hukum di Indonesia dapat memberikan kepastian hukum bagi pihak pemberi kuasa dalam Perjanjian Nominee; dan untuk mengetahui apakah dalam pengembangan investasi Indonesia Perjanjian Nominee dapat menjadi suatu alternatif yang menguntungkan, mengingat kerjasama internasional antar negara telah menjadi suatu kebutuhan dalam perekonomian dunia. Penelitian ini bersifat kepustakaan dengan metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif. Adapun berdasarkan uraian latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian serta berdasarkan hasil analisis dalam penelitian dapat dikemukakan kesimpulan bahwa pada dasarnya Perjanjian Nominee sebagai salah satu bentuk dari Perjanjian Innominaat tidak diatur secara tegas dan khusus. Namun dalam pelaksanaannya Perjanjian Innominaat harus tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam Buku III KUHPerdata termasuk asas-asas yang terkandung di dalam KUHPerdata yang berkaitan dengan Hukum Perjanjian. Sehingga untuk memberikan kepastian hukum bagi pihak pemberi kuasa dalam Perjanjian Nominee perlu diperhatikan asas pacta sunt servanda, prinsip itikad baik, konsep ?sebab yang halal?, dan perjanjian tambahan lainnya yang diperlukan untuk meng-eliminate tingkat risiko yang akan timbul. Di samping itu, Perjanjian Nominee dapat menjadi suatu alternatif yang menguntungkan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berasal dari penanaman modal asing. Hal ini terlihat dari masih adanya praktik Nominee di wilayah Indonesia, khususnya dalam bidang pariwisata. Dengan demikian, meskipun saat ini Undang-undang Penanaman Modal telah cukup memberi insentif bagi para investor asing, namun perlu untuk dipertimbangkan adanya konsep Nominee di Indonesia khususnya bagi sektor pariwisata, agar Indonesia dapat bersaing dengan negara ? negara lainnya dalam bidang investasi. Hal ini juga menjadi dasar pertimbangan perlunya dibuat suatu ketentuan tambahan yang mengatur mengenai Perjanjian Nominee dalam hukum Indonesia, serta perlunya dilakukan suatu kajian atas pelaksanaan investasi di negara lain yang menggunakan konsep Nominee sebagai perbandingan dan pembelajaran bagi sistem investasi di Indonesia.

This Thesis aims to understand on Nominee Agreement arrangement within Indonesia law provisions; to analize the extent of Indonesia law in giving legal certainty for the beneficiary of Nominee Agreement; and to understand whether Nominee Agreement can be a viable alternative for investment growth in Indonesia, which taken from a consideration that international cooperation among countries has become a necessity in worldwide economy. This research is a literature-based, with normative research methode applied. As describe by the back ground, problem formulation, research purpose and analysis of this research, it is conclude that basically Nominee Agreement is one of Innominaat Agreement forms which is not specificly and explicitly regulated. Though in practise Innominaat Agreement should be in accordance to the provisions of Book III of Indonesia Civil Law including its principles which related to Agreement Law. Thus to provide legal certainty to beneficiary party in the Nominee Agreement, we need to emphasize on sunt servada pact, goodwill principle, ?legal cause? concept, and other required additional agreement to eliminate the degree of risk arises.Thus, although Investment Law has currently provide enough incentives to foreign investors, however it is necessary to consider the existance of Nominee in Indonesia especially for tourism sector, in order for Indonesia to compete with other countries in investment area. The aforementioned thing also become one of the basic consideration on the necessity to construe an additional provision in regulating Nominee Agreement in Indonesian Law, also the necessity to conduct a study on the implementation of investment in other countries which use the concept of Nominee as a comparison to and lesson for Indonesia investment system."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28910
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Januari Gunari
"Seiring dengan berkembangnya zaman bertambah pula kebutuhan akan jasa Notaris. Pengguna jasa Notaris pun semakin beragam, termasuk dengan penggunaan kuasa dalam pembuatan akta. Pembuatan kuasa tidak hanya sebatas kuasa umum melainkan kuasa khusus termasuk kuasa substitusi. Notaris memiliki kewenangan untuk membuat surat kuasa substitusi, namun perlu Notaris perhatikan bahwa dibutuhkan sifat hati-hati agar tidak melakukan kesalahan yang mengakibatkan batalnya surat kuasa substitusi yang dibuatnya seperti kasus dalam putusan Nomor 199/PDT/2018/PT.MDN. Pokok masalah dalam tesis ini adalah peran Notaris dalam pembuatan surat kuasa subtitusi dan tanggung jawabnya pada putusan Nomor 199/PDT/2018/PT.MDN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis Normatif. Tipologi penelitian ini adalah deskriptif-analitis dimana menggunakan data sekunder dengan alat pengumpulan data berupa studi literatur.
Hasil dari penelitian ini, ialah Notaris memiliki kewenangan untuk membuat surat kuasa substitusi namun pembuatan surat kuasa subtitusi dalam Putusan Nomor 199/PDT/2018/PT MDN tidak dibenarkan, karena sebelum surat kuasa subtitusi dibuat terdapat surat kuasa khusus yang melarang penerima kuasa mensubtitusikan kuasanya sehingga surat kuasa subtitusi yang dibuat oleh penerima kuasa batal, selanjutnya pertanggungjawaban yang dapat dimintakan dalam Putusan Nomor 199/PDT/2018/PT MDN adalah pertanggungjawaban administrasi dan perdata. Saran dari penulis adalah Notaris harus lebih berhati-hati dan teliti sebelum membuat surat kuasa subtitusi serta sebaiknya Majelis Pengawas Daerah mengingaktkan kepada para Notaris untuk seksama dalam menjalankan jabatannya.

Along the times, the need for Notary services increasing. Notary service users are also increasingly diverse, including the use of power of attorney in making the deed. The making of power is not limited to general power but special power including the power of substitution. The notary has the authority to make a substitution power of attorney, but it is necessary for the notary to note that caution is needed in order not to make a mistake which results in the cancellation of the substitution power of attorney he made as in the case in the decision of Number 199/PDT/ 2018/PT.MDN. The main problem in this thesis is the role of the Notary in making the power of attorney for substitution and its responsibility in decision Number 199/PDT/2018/ PT.MDN. The research method used in this study is Normative Juridical. The typology of this research is descriptive-analytical which uses secondary data with data collection tools in the form of literature studies.
The results of this study, the Notary has the authority to make a substitution of power of attorney, but the substitution of power of attorney in Decision No.199/PDT/2018/PT MDN is not justified, because before the power of attorney was made there was a special power of attorney that prohibits the power of attorney from substituting their power of attorney so letter of substitution of attorney made by the recipient of the power of attorney is canceled, furthermore the responsibility that can be requested in Decision Number 199/PDT/2018/PT MDN is administrative and civil liability. The suggestion from the author is that the Notary must be more careful and thorough before making a substitution of attorney and the Regional Supervisory Council should notify the Notaries to be careful in carrying out their positions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54560
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andira Permata Sari
"Ketentuan dalam UU Pokok Agraria menyatakan bahwa tanah dengan status hak milik hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia. Namun sebagaimana yang terjadi dalam Putusan Mahkamah Agung No. 1208 PK/PDT/2022, Orang Asing ternyata menggunakan konsep pinjam nama (nominee arrangement) untuk dapat memiliki tanah hak milik di Gianyar, Bali. Konsep tersebut dituangkan ke dalam bentuk perjanjian yaitu Surat Pernyataan dan Perikatan yang dibuat di hadapan notaris. Penelitian ini dilakukan dengan mengangkat 2 (dua) rumusan masalah, yaitu kedudukan hukum penggunaan pinjam nama (nominee arrangement) yang dibuat dalam bentuk perjanjian di hadapan notaris dan kesesuaian pertimbangan majelis hakim dalam menggunakan Surat Edaran Mahkamah Agung sebagai dasar hukum penggunaan pinjam nama (nominee arrangement). Penelitian ini dilakukan berdasarkan metode doktrinal dengan
menggunakan data sekunder yang didukung oleh data primer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep pinjam nama (nominee arrangement) tidak diatur dalam perundang-undangan di Indonesia, sehingga untuk menentukan kedudukan hukumnya menggunakan aspek perikatan dan perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan aspek larangan pengasingan tanah dalam UU Pokok Agraria. Berdasarkan kedua peraturan tersebut konsep penggunaan pinjam nama (nominee arrangment) dianggap melanggar Pasal 1337 KUHPerdata dan Pasal 26 ayat (2) UU Pokok Agraria. Sedangkan terhadap notaris yang turut serta membuat akta autentik terkait pinjam nama telah tidak memenuhi kewajibannya dalam UU Jabatan Notaris dan Kode Etik Profesi untuk bersikap cermat dan menjaga kepentingan para pihak. Selain itu, penggunaan Surat Edaran Mahkamah Agung sebagai dasar hukum penggunaan pinjam nama (nominee arrangement) oleh majelis hakim sesuai dengan putusan-putusan pengadilan terdahulu yang memutuskan bahwa kepemilikan hak milik atas tanah tetap menjadi milik WNI sebagai pihak yang namanya tercantum dalam sertipikat. Namun ketentuan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut berbeda dengan akibat hukum yang diatur dalam Pasal 26 ayat (2) UU Pokok Agraria.

Agrarian Law (UU Pokok Agraria) stated that land with freehold status can only be owned by Indonesian citizens. However, as happened in Supreme Court Decision No. 1208 PK/PDT/2022, foreigners apparently use the concept of nominee arrangement to be able to own freehold land in Gianyar, Bali. This concept made in the form of a notarial agreement. This research was carried out by raising 2 (two) research questions, namely the legal position of nominee arrangements made in the form of a notarial agreement and the suitability of the panel of judges' considerations in using Supreme Court Circular (Surat Edaran Mahkamah Agung) compared to Agrarian Law (UU Pokok Agraria) as the legal basis for nominee arrangements. This research employs doctrinal legal methods using secondary data and alo supported by primary data. The results of the research shows that the concept of nominee arrangement is not regulated in Indonesian law, so to determine its legal position need to use the agreement aspect in the Civil Code (KUHPerdata) and the prohibition aspect of land alienation in the Agrarian Law (UU Pokok Agraria). Based on these two regulations, the concept of using nominee arrangements is considered to violate Article 1337 of the Civil Code (KUHPerdata) and Article 26 paragraph (2) of the Agrarian Law (UU Pokok Agraria). Meanwhile, notaries who participate in making authentic deeds related to nominee arrangements have not fulfilled their obligations in the Notary Law and the Professional Code of Ethics to be careful and safeguard the interests of the parties. Apart from that, the use of Surat Edaran Mahkamah Agung as a legal basis for determining the subject who has the right to own land in a nominee arrangement case by a panel of judges is correct. However, the provisions in the Supreme Court Circular (Surat Edaran Mahkamah Agung) are different from the legal consequences regulated in Article 26 paragraph (2) of the Agrarian Law (UU Pokok Agraria)."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivander Flavian Irawan
"ABSTRAK
Tesis ini membahas implikasi hukum penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham RUPS yang dilakukan berdasarkan perjanjian nominee. Permasalahan tesis ini adalah membahas Surat Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan sebagai Objek Tata Usaha Negara dan tanggung jawab Notaris dalam RUPS yang tidak memenuhi kuorum akibat perjanjian nominee tersebut. Metode penelitian yang digunakan merupakan metode penelitian hukum normatif dengan studi kepustakaan serta menggunakan data sekunder, baik dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Perjanjian nominee merupakan perjanjian yang dilarang dalam penanaman modal di Indonesia, oleh karenanya apabila terdapat perjanjian nominee dalam perseroan penanaman modal asing di Indonesia, perjanjian tersebut batal demi hukum. Perjanjian nominee lazim digunakan untuk menghindari peraturan yang membatasi kepemilikan saham asing dalam Perseroan Terbatas PT di Indonesia. Tentunya sebagaimana diketahui bahwa PT wajib mengadakan RUPS minimal satu tahun sekali, yang mana telah ditentukan batas kuorum yang harus dicapai agar RUPS tersebut dapat diselenggarakan. Batalnya perjanjian nominee tersebut membuat Notaris perlu memperhatikan kembali ketentuan kuorum yang ada. Apabila kourumnya tidak memenuhi ketentuan peraturan perundangan, maka Notaris sebaiknya menggunakan mekanisme RUPS kedua atau mekanisme lainnya. Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 56 K/TUN/2017, Notaris lalai dalam menerapkan mekanisme tersebut sehingga atas Surat Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan akibat RUPS yang tidak sah tersebut diajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Pengadilan menolak dengan dalil kompetensi absolut. Pada dasarnya Surat Penerimaan Pemberitahuan bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara karena sifatnya hanya administratif semata dan perbuatan hukum tersebut berlaku mengikat saat RUPS ditutup atau pada saat tanggal yang ditentukan dalam RUPS.

ABSTRACT
This thesis analyze the legal implications of the General Meeting of Shareholders GMS that are based on nominee agreement. The legal questions in this thesis are whether the Receipt of Notice Letter of the Company rsquo s Data Amendment is fall within the Object of State Administration and the liability of Notary in the GMS that has no quorum due to nominee arrangement. This thesis uses the juridical normative methods along with literature study which is based on the secondary data, from many sources such as primary, secondary, and tertiary sources. In the context of investment in Indonesia, nominee arrangement basically is an unforceable agreement, thus if there was a nominee arrangement in foreign direct investment company in Indonesia, the agreement itself is void by law. The nominee arrangement is commonly made in order to avoid the regulation that limits the foreign owned shares percentage in limited liability companies in Indonesia. It is a well known fact that limited liability companies in Indonesia shall hold the General Meeting of Shareholders hereinafter referred to as ldquo GMS rdquo minimum once a year, which in the GMS itself contains various type of quorum requirements that shall be fulfilled. The nominee arrangement is void by law, so the Notary shall take account of the provisions of the quorum. If the quorum does not meet the regulations requirements, then the Notary shall take the second GMS mechanism or any other way. In the Supreme Court Stipulation Number 56 K TUN 2017, the Notary defaulted because he did not apply the second GMS mechanism, so the Receipt of Notice Letter of the Company rsquo s Data Amendment which was caused by non quorum GMS was sued to the State Administrative Court by the plaintiffs. The Court finally overruled and argued on the basis on absolute jurisdiction argument. Basically the Receipt of Notice Letter of the Company rsquo s Data Amendment is not an object of State Administrative Decree because of its administrative only nature and the legal action itself was already legally binding when the GMS was closed or the pointed date in the GMS. "
2018
T51105
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cecilia Rina Esti Rahayu
"Konsep nominee masuk ke Indonesia sebagai suatu perjanjian karena adanya asas kebebasan berkontrak dan sistem hukum perjanjian yang sifatnya terbuka. Berkaitan dengan nominee hak atas tanah bagi warga negara asing, pada Pasal 26 ayat (2) UUPA telah ditegaskan mengenai larangan bagi warga negara asing untuk memiliki hak atas tanah yang dilarang bagi warga negara asing baik secara langsung maupun tidak langsung. Walaupun demikian praktik nominee hak atas tanah bagi warga negara asing di Indonesia masih terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai kewenangan dan tanggung jawaban notaris berkaitan dengan pembentukan struktur nominee hak atas tanah bagi warga negara asing. Penulisan tesis ini menggunakan bentuk penelitian hukum yuridis normatif dengan metode kualitatif untuk menganalisis data dan tipe penelitian deskriptif analitis. Dari peraturan yang ada diketahui bahwa dalam perjanjian yang membentuk struktur nominee hak atas tanah bagi warga negara asing adalah perjanjian yang batal demi hukum. Notaris tidak berwenang dalam praktik nominee hak atas tanah dan wajib memberikan penilaian terhadap isi akta serta memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. Praktik nominee hak atas tanah bagi warga negara asing dapat menimbulkan kerugian bagi para pihak sebagai akibat dari kebatalan demi hukum sehingga notaris harus bertanggung jawab dan dapat dikenai sanksi berupa sanksi perdata, administrasi dan kode etik jabatan notaris. Sehingga dalam menjalankan jabatannya notaris harus memahami betul hukum yang berlaku berkaitan dengan akta dan bagi notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam menjalankan jabatannya, sebaiknya notaris dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan peraturan.

The concept of nominees entered Indonesia as an agreement because of the principle of freedom of contract and an open legal agreement system. In connection with the nominee of land rights for foreign nationals, Article 26 paragraph (2) of the LoGA has emphasized the prohibition for foreign nationals to have rights to land which are prohibited for foreign citizens either directly or indirectly. However, the practice of nominating land rights for foreign nationals in Indonesia still occurs. This study aims to provide an explanation of the notaries' authority and responsibilities relating to the establishment of a nominee structure for land rights for foreign nationals. The writing of this thesis uses a form of normative juridical law research with qualitative methods to analyze data and types of analytical descriptive research. From the existing regulations it is known that in agreements that form a nominee structure for land rights for foreign citizens are agreements that are null and void. Notary is not authorized in the practice of nominee land rights and is obliged to provide an assessment of the contents of the deed and provide legal counseling in connection with the making of the deed. Nominee practice of land rights for foreign nationals can cause harm to the parties as a result of the cancellation by law so that the notary must be responsible and can be subject to sanctions in the form of civil sanctions, administration and notary position codes. So that in carrying out his position the notary must fully understand the applicable law relating to the deed and for the notary who commits an unlawful act in carrying out his position, the notary should be held accountable in accordance with the regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florencia
"Dalam menjalankan jabatannya, notaris memiliki batasan-batasan yang dituangkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris serta kode etik notaris. Tapi kenyataannya masih terjadi penyelundupan hukum yang dilakukan oleh para notaris, salah satunya kita kenal dengan nama perjanjian nominee. Pada putusan nomor 510/Pdt.G/2012/PN.Dps, konsep nominee disini sangat jelas menjadi sebuah penyelundupan hukum. Perjanjian yang dibuat seakan-akan bahwa tanah hak milik merupakan milik dari Warga Negara Indonesia akan tetapi sebenarnya merupakan milik Warga Negara Asing.
Penelitian ini mencoba untuk mengetahui bagaimana peran dan pertanggung jawaban notaris di dalam pembuatan perjanjian nominee berkaitan dengan pemilikan tanah hak milik, bagaimana keabsahan perjanjian nominee tersebut dilihat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, khususnya berkaitan pengtauran mengenai sahnya perjanjian yang diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320 serta ketentuan yang termaktub di dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yang secara jelas menentukan hanya Warga Negara Indonesia saja yang berhak memiliki tanah dengan status hak milik di Indonesia dan ada batasan-batasan yang jelas diatur mengenai Warga Negara Asing yang ingin memiliki tanah di Indonesia. Disamping permasalahan tersebut penelitian ini juga hendak membahas mengenai perlindungan hukum bagi notaris yang membuat akta perjanjian nominee tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu mengkaji berbagai literatur, baik berupa buku-buku maupun peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, sehingga diperoleh jawaban atas permasahana yang diteliti.
Berdasarkan hasil penelitian ternyata pada dasarnya perjanjian nominee sampai saat ini belum diatur dalam perundangan di Indonesia, akan tetapi banyak dilakukan di dalam praktek. Perjanjian nominee ini juga dipertanyakan keabsahannya, karena perjanjian ini tidak memenuhi salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu suatu sebab yang halal. Tidak ada perlindungan hukum bagi notaris yang melakukan pelanggaran. Seringkali yang terjadi adalah notaris yang membuatkan perjanjian ini. Padahal jika dibaca dengan cermat pasti notaris mengerti kalau perjanjian ini tidak diperbolehkan.

Notaries have boundaries, which are explicitly mentioned in the Regulations of Notary and ethical codes of Notary, in doing their work. However, in reality, there are still many law smuggling being practices by notaries and one of them is known as nominee agreement. In the decision number 510/Pdt.G/2012/PN.Dps, it is clearly mentioned that the concept of nominee equals to smuggling of law. The agreement is made as if the land is owned by ab Indonesian, while it actually is owned by a foreigner.
This research is trying to review the role and responsibilities of notary in the making of nominee agreement related to property right of land ownership; and the validity of nominee agreement seen from the perspective of the legislation in Indonesia, specifically in relations with the validity of nominee agreement regulated by the Code of Civil Law No. 1320 and the provisions contained in the Basic Agrarian Law, which clearly mentioned only Indonesian citizens have the right to own land with the status of property rights in Indonesia and there are clear boundaries set on foreign nationals who wishes to own land in Indonesia.
This research is using the normative juridical research method, which is reviewing the literature, both in the form of books as well as related laws and regulations, to obtain answers of the case study.
Based on the research, writer found that in principle, the nominee agreement has yet to be regulated under the Indonesian legislation as of now. However, it has become a common practice. The validity of the nominee agreement is also questionable because the agreement does not comply one of the conditions to validate an agreement that is the halal cause. Furthermore, there is no legal protection for the notary who commits an offense. What happens often is the notary is the one who drafts and prepares the agreement. Meanwhile, if we examine it closely, the notary clearly understands that this agreement is prohibited.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46702
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sasha Brilliani Trison
"Larangan untuk orang asing mempunyai hak milik atas tanah sudah diatur secara tegas pada berbagai pasal dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Namun, masih banyak orang asing yang berusaha mempunyai tanah dengan hak milik. Mereka mengesampingkan larangan dalam UUPA tersebut dengan melakukan praktik nominee arrangement, yakni membuat seperangkat perjanjian antara warga negara Indonesia dengan orang asing yang memberikan orang asing kewenangan untuk melakukan segala perbuatan hukum terhadap tanah. Praktik semacam ini sebagaimana dapat dilihat dalam 5 (lima) putusan yang menjadi bahan analisis, yakni putusan antara Karpika Wati melawan Alain Maurice Pons dan Eddy Nyoman Winarta, S.H. (PN Denpasar, 2014), Dodi Usman melawan dr. Marc van Loo, Notaris H. Abdul Rahman, S.H., Elias Ola Perlolon (PN Tanjung Pinang, 2020), Louise Marie France Sumadi melawan Desak Nyoman Karmini, PT Bank Perkreditan Rakyat Padma, Alfred Victor Weiss, Notaris Ida Ayu Trisna Winarti Kusuma, S.H., Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Badung, dan Kho Tjauw Tiam (PN Denpasar, 2020), Lambertus Hugo Johannes Maria Pruest melawan Shinta Purnamawati (PN Depok, 2019), serta putusan antara Antoni Suyanto melawan Marcus Lerijen dan Kantor Pertanahan Kabupaten Lombok Barat (PN Mataram, 2017). Praktik ini menimbulkan persoalan Hukum Perdata Internasional (HPI) akibat adanya unsur asing. Prof. Maria Sumardjono dan Prof. Sudargo Gautama menyebut praktik terkait sebagai penyelundupan hukum. Berdasarkan latar belakang tersebut, dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, diadakanlah penelitian yang bertujuan untuk menganalisis bagaimana praktik ini dilakukan di Indonesia beserta aspek-aspek HPI yang ada di dalamnya. Selain itu, untuk mengidentifikasi bidang hukum apa yang terjadi dalam penyelundupan hukum yang dimaksud kedua ahli tersebut.

The prohibition for foreigners having the right of land ownership has been strictly regulated in various articles in Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles (UUPA). However, there are still many foreigners who try to have land with ownership rights. They overrule the mentioned prohibition in UUPA by carrying out the practice of a nominee arrangement, namely making a set of agreements with Indonesian citizens that give foreigners the authority to take all legal actions upon the related land. This kind of practice can be seen in 5 (five) decisions which become the analysis materials, namely the decisions between Karpika Wati against Alain Maurice Pons and Eddy Nyoman Winarta, S.H. (Denpasar District Court, 2014), Dodi Usman against dr. Marc van Loo, Notary H. Abdul Rahman, S.H., Elias Ola Perlolon (Tanjung Pinang District Court, 2020), Louise Marie France Sumadi against Desak Nyoman Karmini, PT Bank Perkreditan Rakyat Padma, Alfred Victor Weiss, Notary Ida Ayu Trisna Winarti Kusuma, S.H. , Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency for Badung Regency, and Kho Tjauw Tiam (Denpasar District Court, 2020), Lambertus Hugo Johannes Maria Pruest against Shinta Purnamawati (Depok District Court, 2019), as well as the decision between Antoni Suyanto against Marcus Lerijen and the Land Office West Lombok Regency (PN Mataram, 2017). This practice gives rise to a Private International Law (PIL) issue due to the presence of foreign elements. Prof. Maria Sumardjono and Prof. Sudargo Gautama called the related practice as a legal smuggling. Based on this background, using the juridical-normative research method, this paper is conducted which aims to analyze how this practice is carried out in Indonesia and the PIL aspects contained therein. In addition to that, to identify what field of law occurs in the legal smuggling referred to by the two experts."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>