Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117911 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sawitri Dhewi
"Latar belakang: Rinitis alergi (RA) merupakan penyakit respiratori kronik utama dengan prevalens yang semakin meningkat di seluruh dunia. Pada anak, masalah health-related quality of life (HRQL) antara lain gangguan belajar, ketidakmampuan bergaul dengan teman sebaya, kecemasan, dan disfungsi keluarga. Penting untuk mengenali dan menatalaksana RA pada anak sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Tujuan: (1) Mendapatkan karakteristik pasien RA di RSCM. (2) Mengetahui kualitas hidup dan faktor-faktor yang berhubungan pada pasien RA.
Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada 92 anak RA usia 6-17 tahun yang datang ke Klinik Alergi Imunologi Departemen IKA dan THT-KL RSCM, sejak bulan Mei hingga Agustus 2015. Penelitian menggunakan Pediatric Rhinoconjunctivitis Quality of Life Questionnaire (PRQLQ) dan Adolescent Rhinoconjunctivitis Quality of Life Questionnaire (ARQLQ) untuk menilai HRQL.
Hasil: Proporsi pasien rinitis alergi di RSCM pada anak (6-11 tahun) sebesar 45,7% dan remaja (12-17 tahun) sebesar 54,3% dengan jenis terbanyak pada kedua kelompok tersebut adalah rinitis alergi persisten sedang-berat (39,1%). Rerata skor total kualitas hidup RA anak 1,5 (SB 1,16) dan RA remaja 1,9 (SB 1,28). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup adalah gejala klinis (p = 0,031 pada anak; dan 0,014 pada remaja) dan respons klinis (p = 0,000). Pada analisis multivariat, faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas hidup adalah respons klinis (p = 0,000).
Simpulan: Proporsi pasien rinitis alergi di RSCM pada anak lebih sedikit dibanding remaja, dengan jenis terbanyak adalah rinitis alergi persisten sedangberat. Kualitas hidup pada pasien rinitis alergi usia anak lebih baik dibanding remaja dan faktor yang paling berhubungan dengan kualitas hidup pasien adalah respons klinis.

Background: Allergic rhinitis is a major chronic respiratory disease in children, its prevalence is increasing in the world. In children, health-related quality of life (HRQL) issues include learning impairment, inability to integrate with peers, anxiety, and family dysfunction. It is important to recognize and treat AR in children to enhance quality of life.
Objectives: (1) To identify the characteristics of AR in children patients at Cipto Mangunkusumo Hospital. (2) To measure quality of life in children with AR and to assess the correlation of contributing factors.
Methods: A cross-sectional study was performed among 92 children with AR age 6-to-17-year-old visiting Allergy Immunology Outpatient Clinic Departement of Pediatric and ENT at Cipto Mangunkusumo Hospital from May to August 2015. The Pediatric Rhinoconjunctivitis Quality of Life Questionnaire (PRQLQ) and Adolescent Rhinoconjunctivitis Quality of Life Questionnaire (ARQLQ) was used to assess HRQL.
Results: The proportion of allergic rhinitis in CM Hospital in children (6-to-12-year-old) and 54.3% in adolescents (12-to-17-year-old) with the most type was the moderate-severe persistent group (39,1%). The mean quality of life score was 1.5 (SD 1.16) in children and 1.9 (SD 1.28) in adolescents. The correlated factors were clinical symptom (p = 0.031 in children; and 0.014 in adolescents) and clinical response (p = 0.000). A multivariate study, the most correlated factor was clinical response (p = 0.000).
Conclusions: The proportion of allergic rhinitis in CM Hospital in children was less than that in adolescents with the most type was the moderate-severe persistent group. Quality of life in children with allergic rhinitis was better than adolescents and the most correlated factors was clinical response.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulidza Silta
"Rinitis alergi (RA) merupakan penyakit kronis paling umum pada anak dan remaja. RA seringkali muncul bersamaan dengan entitas alergi lain berupa asma dan/atau eskim dapat menyebabkan multimorbiditas alergi. RA dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup yang berdampak pada performa belajar dan sosial anak. Perlu diketahui lebih lanjut kualitas hidup remaja dengan RA dan hubungan multimorbiditas alergi terhadap kualitas hidup remaja dengan RA. Penelitian potong lintang dilakukan pada 104 pelajar SMPN 9 Kendari. Penelitian ini menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) untuk menilai entitas alergi dan Mini Rhinoconjuctivitis Quality of Life Questionnaire (MiniRQLQ) untuk menilai kualitas hidup. RA ditemukan pada 30.6% pelajar dengan proporsi laki-laki dan perempuan sebesar 35.6% dan 64.4%. Multimorbiditas alergi terdapat pada 62.5% subjek. Median skor total kualitas hidup untuk remaja RA pada penelitian ini yaitu 3 (1–6). Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara multimorbiditas alergi dan kualitas hidup remaja RA (p=0.286). Proporsi perempuan dengan RA lebih banyak dibanding laki-laki. Sebagian besar subjek penelitian merasa cukup terganggu dengan kondisi RA dan tidak terdapat hubungan antara multimorbiditas alergi dengan kualitas hidup remaja.

Allergic rhinitis (AR) is a common chronic condition in children and adolescents, often coexisting with asthma and/or eczema and leading to allergic multimorbidity. AR affects quality of life, potentially decreasing academic and social performance. Understanding the impact of AR and allergic multimorbidity on adolescents' quality of life is crucial. A cross-sectional study was conducted with 104 students at SMPN 9 Kendari. The International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) questionnaire assessed allergic conditions, and the Mini Rhinoconjunctivitis Quality of Life Questionnaire (MiniRQLQ) measured quality of life. AR was found in 30.6% of students, with a gender distribution of 35.6% males and 64.4% females. Allergic multimorbidity was present in 62.5% of participants. The median total quality of life score for adolescents with AR was 3 (1–6). No significant association was found between allergic multimorbidity and quality of life (p=0.286). Females had a higher prevalence of AR than males. Most participants reported moderate disruption from their AR symptoms. No significant relationship was found between allergic multimorbidity and quality of life in adolescents with AR. Keywords: adolescents, allergic multimorbidity, allergic rhinitis, quality of life. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Salma Fadhila
"Cetirizine HCl sebagai obat untuk terapi alergi memiliki tanggal kedaluwarsa pada kemasan sediaan, namun data mengenai beyond use date (BUD) dari cetirizine HCl masih terbatas. Oleh karena itu, tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk memperoleh BUD dari sediaan sirup cetirizine HCl berdasarkan kadar zat aktif dengan KCKT detektor UV-Vis. Metode ini dilakukan menggunakan fase gerak asetonitril-dapar fosfat pH 3 (50:50 v/v), laju alir 1 ml/menit dengan elusi isokratik dan dianalisis pada panjang gelombang 232 nm. Metode yang digunakan selektif dan spesifik. Hasil linearitas menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9998 pada rentang konsentrasi 4-32 µg/ml. Nilai LOD dan LOQ sebesar 0,5 µg/ml dan 1,7 µg/ml berturut-turut. Metode ini memenuhi persyaratan akurasi, presisi, uji kekuatan, dan ketangguhan. Penetapan kadar dilakukan selama 5 minggu dan BUD dari sampel sediaan cetirizine HCl adalah 25 hari. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

Cetirizine HCl as a drug for allergy therapy has an expiration date on it’s packaging, but for the data regarding beyond use date (BUD) of cetirizine HCl is still limited. Therefore, the purpose of this study is to obtain the BUD of cetirizine HCl syrup based on its active substance concentration using HPLC with UV-Vis detector. This method was carried out using mobile phase acetonitrile-phosphate buffer pH 3 (50:50 v/v), flow rate 1 ml/min with isocratic elution and analyzed at a wavelength of 232 nm. This method is selective and specific. The linearity results show the correlation coefficient (r) of 0.9998 in the concentration range of 4-32 g/ml. The LOD and LOQ values were 0.5 g/ml and 1.7 g/ml, respectively. This method satisfies accuracy, precision, robustness and ruggedness criteria. Concentration determination was carried out within 5 weeks and the BUD of cetirizine HCl syrup sample was 25 days. Further research needs to be done to obtain better results."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Youngson, Robert
London: Sheldon Press, 1995
616.202 YOU c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Lestari
"ABSTRAK
Latar belakang: Rinitis alergi RA merupakan masalah kesehatan global dengan prevalensi tinggi pada anak. Akhir-akhir ini, kekurangan vitamin D pada anak dipercaya berhubungan dengan disregulasi sistem imun, yang berujung pada makin beratnya RA. Analisis hubungan antara kadar vitamin D dan keparahan RA diperlukan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Tujuan: 1 Mengetahui rerata kadar vitamin D pada anak dengan rinitis alergi; 2 Membandingkan rerata kadar vitamin D pada anak dengan rinitis alergi dan anak pada populasi normal; 3 Mengetahui rerata kadar 25 OH D serum sesuai dengan tingkat keparahan rinitis alergiMetode: Penelitian potong lintang pada 60 anak usia 6-18 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan berkunjung ke RSCM dan RSI Pondok Kopi. Seluruh subyek dibagi menjadi kelompok rinitis alergi n=30 dan kontrol n=30 . Kemudian, dilakukan pemeriksaan kadar 25 OH D serum dengan cara CLIA chemiluminescence immunoassay . Kadar 25 OH D serum normal, insufisiensi, dan defisiensi lalu dihubungkan dengan RA berdasarkan lama gejala yaitu intermiten dan persisten. Hasil: Rerata kadar vitamin D pada anak dengan rinitis alergi didapatkan 17,75 SB 5,60 ng/mL. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara rerata kadar vitamin D di kelompok RA 17,75 5,60 ng/mL dengan kelompok kontrol 19,22 6,11 ng/mL , p=0,336. Didapatkan hubungan bermakna antara rerata kadar vitamin D pada rinitis intermiten 22,82 4,59 ng/mL dengan rinitis persisten 15,22 4,19 ng/mL , p

ABSTRACT
Background. Allergic rhinitis AR was a global health problem with high prevalence in children. Recently, vitamin D deficiency in children was found to have a correlation with immune system dysregulation, which leads to more severe symptoms of AR. Association between vitamin D serum level and AR incidence is needed to prevent further complications.Aim. 1 to recognize mean vitamin D serum level in children with AR 2 to compare mean vitamin D serum level in children with AR and normal children population 3 to find out mean vitamin D serum level according to severity level of AR.Methods. A cross sectional study was performed in 60 children aged 6 18 years old, who meet the inclusion criteria and visit CM hospital and Islamic Pondok Kopi hospital. All subjects were divided into 2 groups AR group n 30 and control group n 30 . Blood were taken for 25 OH D serum level examination with CLIA method. Association between 25 OH D serum level normal, insufficiency, deficiency and severity level of AR intermittent and persistent was then being analyzed.Results. Mean vitamin D serum level in children with AR was 17,75 SD 5,60 ng mL. There was no significant difference between mean vitamin D serum level in AR group 17,75 5,60 ng mL and control group 19,22 6,11 ng mL , p 0,336. Association was found between mean vitamin D serum level in intermittent rhinitis 22,82 4,59 ng mL and persistent rhinitis 15,22 4,19 ng mL , p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Brostoff, Jonatham
London: Bloomsbury pubishing Limited, 1993
616.202 BRO h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rosita Febriyanti Chusniah
"Menurut World Health Ranking 2020, kematian epilepsi di Indonesia mencapai 706 orang dari total kematian dan menempatkan Indonesia pada peringkat 183 di dunia. Kualitas hidup pasien epilepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup anak epilepsi. Menggunakan metode cross sectional dengan accidental sampling dan didapatkan 94 responden, yaitu orang tua anak epilepsi berumur 4-18 tahun. Uji yang digunakan adalah Chi Square dengan Quality of Life in Childhood Epilepsy Questionner (QOLCE-16). Hasil penelitian menunjukan rata-rata nilai QOLCE-16 anak epilepsi adalah 42.25 dimana 52.1% anak memiliki kualitas hidup buruk. Faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup anak epilepsi, yaitu usia orang tua, tingkat pendidikan orang tua, status pendidikan anak, lama pengobatan, frekuensi kejang, jenis OAE, dan durasi epilepsi. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam pengembangan pengkajian keperawatan pada pasien epilepsi terkait kualitas hidup.

According to the 2020 World Health Ranking, Indonesia ranked 183rd with 706 epilepsy-related fatalities out of total deaths. Various factors impact the life quality experienced by those with epilepsy. Finding the variables affecting children with epilepsy's life quality is the goal of this study. 94 parents of children with epilepsy between the ages of 4 and 18 were selected from the population using an unintentional sampling technique. Chi Square with Life quality in Childhood Epilepsy Questionner (QOLCE-16) was the test utilized. The study finds 52.1% of children with epilepsy reported a low life quality, with an average QOLCE-16 score of 42.25. AED type, length of therapy, frequency of seizures, length of parental education, and length of epilepsy are all factors that affect the life quality for children with epilepsy. These findings can be referenced when creating life quality nursing assessments for patients with epilepsy."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh
"Demam merupakan respon tubuh terhadap infeksi, menyebabkan rasa tidak nyaman, gelisah, gangguan fisiologis pada anak. Tatalaksana demam dilakukan dengan metode farmakologi dan non farmakologi. Asuhan keperawatan menggunakan model konservasi Levine bertujuan untuk mempertahankan konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal dan konsevasi integritas sosial. Tepid water sponging (TWS) merupakan salah satu intervensi keperawatan mengatasi masalah demam, kombinasi TWS dengan terapi farmakologi lebih cepat menurunkan demam dibanding terapi farmakologi saja. Hasil pemberian asuhan keperawatan menggunakan model konservasi Levine dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan demam.

Fever is the body's response to infection, causing discomfort, anxiety, physiological disorders in children. Management of fever performed with pharmacological and non-pharmacological methods. Nursing care using the model of conservation Levine aims to maintain energy conservation, structural integrity conservation, personal integrity conservation and social integrity conservation. Tepid Water sponging (TWS) is one of the nursing interventions to overcome the problem of fever, TWS combination with pharmacological treatment more quickly reduce fever than pharmacological treatment alone. The results of nursing care using Levine?s conservation model can be used as a reference in providing nursing care in children with fever.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febrini Agasani
"Latar belakang: Hemofilia merupakan salah satu penyakit kronik yang dapat memengaruhi kualitas hidup. Penilaian kualitas hidup merupakan indikator keberhasilan terapi, dasar pengembangan strategi pengobatan dan penilaian pelayanan kesehatan. Belum ada data mengenai kualitas hidup anak dengan hemofilia di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo RSCM.
Tujuan: Mengetahui prevalens, gangguan kualitas hidup, kesesuaian kualitas hidup berdasarkan laporan anak dan laporan orangtua serta pengaruh faktor sosiodemografis dan faktor medis terhadap kualitas hidup anak hemofilia di RSCM.
Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada pasien hemofilia usia 5-18 tahun di Poliklinik Hematologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM selama bulan September-Desember 2016. Pengisian kuesioner PedsQLTM 4.0 modul generik dilakukan dengan metode wawancara. Faktor-faktor risiko yang dianggap berpengaruh dianalisis secara multivariat.
Hasil: Gangguan kualitas hidup 52,9 rerata 64,37 11,75 menurut laporan anak dan 60,8 rerata 64,37 13,87 menurut laporan orangtua dari total 102 anak hemofilia. Dimensi yang paling terganggu adalah dimensi fisik menurut kelompok 5-7 tahun, sedangkan menurut kelompok 8-18 tahun adalah dimensi fisik dan sekolah. Terdapat ketidaksesuaian antara laporan kualitas hidup anak dan orangtua pada kelompok usia 5-7 tahun. Kekakuan sendi merupakan faktor risiko terjadinya gangguan kualitas hidup menurut laporan anak p=0,005, RP 4,335, IK 95 1,550-12,126 dan orangtua p=0,04, RP 2,902, IK 95 1,052-8,007.
Simpulan: Terdapat 52,9 laporan anak dan 60,8 laporan orangtua anak hemofilia yang kualitas hidupnya terganggu. Kekakuan sendi merupakan faktor yang paling memengaruhi kualitas hidup anak dengan hemofilia. Untuk menilai kualitas hidup anak usia 5-7 tahun diperlukan laporan anak dan orangtuanya, sedangkan untuk anak usia 8-18 tahun cukup laporan anak atau orangtua saja.

Background Hemophilia is a chronic disease that can affect quality of life QoL . Assessment of QoL is an indicator of therapeutic success, base for development of the treatment strategy, and assessment of health services. There are no data for QoL of children with hemophilia in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital CMH.
Aim To evaluate the prevalence, QoL, congruence of QoL based on self report and parents proxy report as well as the influence of sociodemographic and medical factors on the QoL of children with hemophilia in CMH. Method A cross sectional study was conducted in patients with hemophilia aged 5 18 years old who visited the outpatient clinic of Pediatric Hematology Division of CMH from September to December 2016. Data questionnaire PedsQLTM 4.0 generic scale were collected by interviewing children and their parents. Risk factors were analyzed with multivariate analysis.
Result From a total of 102 children with hemophilia, there were 52.9 self report and 60.8 parent proxy report of children with impairment of QoL with mean score 64.37 11.75 and 64.37 13.87, respectively. The most impaired dimension were the physical dimension for age group 5 7 years whereas for age group 8 18 years, there was impairment on the physical and school dimensions. There is a discrepancy report the QoL of children and parents in the age group 5 7 years. Joint stiffness is a risk factor for impaired QoL according to the self report p 0.005, PR 4.335, 95 CI 1.550 to 12.126 and parent proxy report p 0.04, PR 2.902, 95 CI 1.052 to 8.007.
Conclusion There were 52.9 self report and 60.8 parent proxy report of children with hemophilia who had impaired QoL. Joint stiffness is a factor that mostly affect the QoL of children with hemophilia. Assessment of QoL for children aged 5 7 years required reports from both children and parents, while for aged 8 18 years required either child report or the parents report alone."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Esti Cahyaningrum
"ABSTRAK
Salah satu masalah kesehatan yang umum dialami oleh anak adalah demam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua tentang demam dan manajemen demam anak di rumah. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi dengan cross sectional di RSUD Cibinong pada bulan Mei-Juni 2014. Alat penelitian yang gunakan yaitu kuesioner.. Uji hipotesis dalam penelitian ini adalah menggunakan uji Fihser’s Exact. Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian adalah 56 orang, 77% diantaranya jenis kelamin perempuan, 91% kategori dewasa awal, 57% memiliki tingkat pendidikan SMA/SMK dan 64%-nya tidak bekerja/Ibu Rumah Tangga (IRT). Tingkat pengetahuan tentang demam yang diperoleh pada penelitian ini adalah 0% kategori baik, 50% kategori cukup dan 50% kategori kurang. Sebanyak 86% tidak mampu melakukan manajemen demam di rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan orang tua tentang demam dan manajemen demam anak di rumah (p=0,0022). Oleh sebab itu diperlukan usaha peningkatan tingkat pengetahuan orang tua mengenai demam, sehingga kemampuan manajemen demam juga akan ikut meningkat.

ABSTRACT
One of the common diseases sufferred by children is fever. This research aims at finding out the relationship of the knowledge of parents about fever and children’s fever management at home. This research was conducted with the descriptive-coorelative research design with the cross sectional in RSUD Cibinong on May-June 2014. The tools of this research was questionnaire. The hypothesis examination done for this research was Fisher’s Exact test. The number of respondents involved in this research were 56 parents, with 77% female respondents, 91% were categorized as early adults, 57% with Senior High School/ Vocational School education, and 64% were unemployed/ housewives. The data for the knowledge of these parents about fever that was collected in this research were 0% for good category, 50% for sufficient category, and 50% for insufficient. There were 86% of parents could not do the fever management at home. This result showed that there was a meaningful relationship between the parents’ knowledge about fever and the children fever management at home (p=0,0022). Therefore efforts to improve the level of knowledge of parents about fever until fever management capability will also follow up."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S56334
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>