Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160837 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andi Junaedi Satya Wicaksana
"[ABSTRAK
Penyebaran Bahasa Inggris di Indonesia dimulai setelah lengsernya Presiden Republik Indonesia
Soeharto pada zaman Pasca-Orde Baru. Pada saat itu pula, banyak kata-kata atau ungkapan dalam bahasa Inggris
yang mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia di dalam setiap aspek kehidupan, termasuk media massa
seperti internet, televisi, radio dan lain sebagainya. Pada akhirnya, bahasa Inggris pun mempengaruhi sebagian
besar orang Indonesia terutama bagi para remaja metropolitan di Jakarta yang bahasa percakapan sehari-harinya
bergaya kebarat-baratan. Dalam penelitian ini, penulis ingin menjelaskan bagaimana bahasa Inggris seringkali
disisipkan di dalam percakapan bahasa Indonesia, yang tentunya memiliki tujuan tersendiri. Kita dapat
menjumpai percakapan seperti itu dalam pergaulan kaula muda Jakarta yang mendefinisikan diri mereka sebagai
anak gaul. Selain itu, penulis juga akan menjabarkan bagaimana kaula muda ini mengidentifikasi diri mereka
pada situasi tersebut. Oleh karena itu, pengaruh bahasa Inggris ini dapat terhubung dengan aspek-aspek budaya
mengenai kehidupan kaula muda Jakarta sejak zaman Soeharto sampai saat ini.ABSTRACT The spread of English in Indonesia began after the President Soeharto?s fall or pasca-Orde Baru (post-
New Order). At that time, many English words affected Indonesian language and bombarded the use of
Indonesian language in every aspect. This includes electronic media such as, the internet, television, radio, etc.
and printed media like newspaper and magazine which become media for the spread of English in Indonesia.
Eventually, this foreign language affects most of Indonesian people, especially the Jakarta metropolitan
teenagers whose daily conversations are really westernized. In this research, I want to explain how English is
frequently asserted in Indonesian language conversations for several reasons. We can find the insertion of
English among Jakarta metropolitan teenagers who identify themselves as gaul (socialized) people. Besides, I
also want to explain how these teenagers identify their identities given this situation that has been a phenomenon
for years. Thus, this can be connected to the cultural aspects that study the Jakarta metropolitan teenagers?
lifestyles in post-authoritarian Soeharto regime in 1998 up to now.;The spread of English in Indonesia began after the President Soeharto?s fall or pasca-Orde Baru (post-
New Order). At that time, many English words affected Indonesian language and bombarded the use of
Indonesian language in every aspect. This includes electronic media such as, the internet, television, radio, etc.
and printed media like newspaper and magazine which become media for the spread of English in Indonesia.
Eventually, this foreign language affects most of Indonesian people, especially the Jakarta metropolitan
teenagers whose daily conversations are really westernized. In this research, I want to explain how English is
frequently asserted in Indonesian language conversations for several reasons. We can find the insertion of
English among Jakarta metropolitan teenagers who identify themselves as gaul (socialized) people. Besides, I
also want to explain how these teenagers identify their identities given this situation that has been a phenomenon
for years. Thus, this can be connected to the cultural aspects that study the Jakarta metropolitan teenagers?
lifestyles in post-authoritarian Soeharto regime in 1998 up to now., The spread of English in Indonesia began after the President Soeharto’s fall or pasca-Orde Baru (post-
New Order). At that time, many English words affected Indonesian language and bombarded the use of
Indonesian language in every aspect. This includes electronic media such as, the internet, television, radio, etc.
and printed media like newspaper and magazine which become media for the spread of English in Indonesia.
Eventually, this foreign language affects most of Indonesian people, especially the Jakarta metropolitan
teenagers whose daily conversations are really westernized. In this research, I want to explain how English is
frequently asserted in Indonesian language conversations for several reasons. We can find the insertion of
English among Jakarta metropolitan teenagers who identify themselves as gaul (socialized) people. Besides, I
also want to explain how these teenagers identify their identities given this situation that has been a phenomenon
for years. Thus, this can be connected to the cultural aspects that study the Jakarta metropolitan teenagers’
lifestyles in post-authoritarian Soeharto regime in 1998 up to now.]"
Lengkap +
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Immaculatus Djoko Marihandono
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Amalia Hanifah
"Penelitian ini menjabarkan gambaran seorang perempuan keturunan imigran Turki yang terbelenggu oleh budaya Turki tradisional yang dianut keluarganya dalam novel Ein Schnelles Leben Karya Zoë Jenny. Ayse sebagai tokoh utama dalam novel mengalami tekanan yang berasal dari keluarga imigran Turki yang memiliki habitus budaya pingit kepada perempuan. Habitus budaya pingit yang dimaksud merujuk pada pola kehidupan keluarganya yang terus mengatur dan membelenggu anggota keluarga perempuannya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif yang berfokus pada analisis data dengan menggunakan serta mencari informasi-informasi dari jurnal, buku, artikel dan literatur-literatur lainnya yang sesuai dengan topik pembahasan. Hal yang menjadi fokus utama dalam penelitian adalah bagaimana bentuk habitus budaya pingit dialami oleh perempuan keturunan imigran Turki dan upaya tokoh utama keluar dari kungkungan keluarganya. Penjabaran kisah yang tertuang pada novel ini didukung oleh teori Pierre Bourdieu mengenai habitus dan ruang sosial. Hasilnya adalah tokoh utama yang mengalami tekanan karena hidup sebagai perempuan keturunan imigran Turki yang dipingit akhirnya bisa menemukan keberanian untuk menentukan pilihan di hidupnya sendiri.

This study lays out the image of a woman of Turkish immigrant descent who is shackled by the traditional Turkish culture her family adheres to in Zoë Jenny's Ein Schnelles Leben novel. Ayse as the main character in the novel experiences pressure that comes from a family of Turkish immigrants who have a pingit culture to women. The pingit culture in question refers to the pattern of life of her family who continues to control and shackle female family members. In this study, the author use qualitative method, that focuses on data analysis from journals, books, articles, and other literature that is relevant with the topic of discussion. The main focus of the study is how pingit culture is experienced by women of Turkish immigrant and the efforts of the main character to get out of the confines of his family. The description of the story contained in this novel is supported by Pierre Bourdieu's theory of habitus and social space. The result is that the main character who is under pressure from living as a shackled woman of Turkish immigrant can finally find the courage to make choices of her own."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Suryatni Harthayasa
"Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dapat merupakan lembaga pendidikan informal yang menampilkan berbagai bentuk peragaan tentang Indonesia. Meskipun demikian sampai seberapa jauh kegiatan dan penyelenggaraannya memperoleh tanggapan dari para pengunjung. Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis perwujudan TMII sebagai lembaga pendidikan informal (2) menganalisis berbagai peragaan yang dilaksanakan oleh TMII melalui anjungan-anjungan daerah (3) menganalisis efektivitas kegiatan dan cara-cara penyelenggaraannya (4) menilai tanggapan masyarakat pengunjung terhadap berbagai hal yang ditampilkan oleh TMII melalui anjungan-anjungan daerah. Metoda yang digunakan ialah metoda deskriptif analisis dengan data kualitatif dan kuantitatif.
Data yang digunakan ialah data primer dan data sekunder. Obyek observasi antara lain: (1) Kualitas dan kuantitas misi dan kegiatan TMII melalui anjungan-anjungan daerah (2) Kualitas dan kuantitas hambatan dari pengelola obyek wisata budaya TMII (3) Kualitas kondisi Astagatra sebagai ketahanan budaya secara integral, holistik dan sistemik merupakan ketahanan nasional.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) perwujudan TMII sebagai lembaga pendidikan informal adanya perubahan prilaku individu atau masyarakat yang diakibatkan terjadinya proses interaksi informasi tanpa adanya pengaturan tertentu dan sering dilakukan tanpa sadar mencapai tujuan tertentu. Dalam merealisasikan proses tersebut diperlukan berbagai cara dari TMII dalam mengemas potensi yang ada sehingga dapat menarik masyarakat untuk berrekreasi. 2) Berbagai bentuk peragaan yang ditampillcan melalui anjungan-anjungan daerah pada umumnya sama baik yang bersifat statik maupun yang bersifat dinamis. Tetapi dalam melaksanakan aktivitasnya sangat bervariasi. (3) Efektivitas kegiatan dan cara-cara penyelenggaraannya pada umumnya sama antar anjungan daerah baik berupa pameran pertunjukan maupun pendidikan dan latihan, begitu pula dengan cara penyelenggaraannya baik secara mingguan atau bulanan, khusus dan insidentil, tetapi yang menjadi perbedaan adalah kualitas dan kuantitasnya. Disisi lain masing-masing Pemerintah Daerah mempunyai kemampuan yang berbeda sehingga dalam perkembangannya kurang baik yang dapat menimbulkan kecemburuan antar anjungan. (4) Tanggapan masyarakat pengunjung terhadap berbagai hal yang ditampilkan oleh TMII melalui anjungan-anjungan daerah secara bersama antara gatra geografi, gatra budaya dan gatra ekonomi sebesar 70% sedangkan 30% lagi dipengaruhi oleh faktor lain.
Pemeriksaan secara statistik untuk koefisien-koefisien ini sangat signifikan dengan uji statistik t, pengembangan dan pelestarian obyek wisata budaya TMII disarankan antara lain: (1) Keberadaan obyek wisata budaya TMII berpotensi untuk saling mengerti dan memahami perbedaan yang ada diharapkan partisipasi dan proaktif dari masyarakat luas dan khusus kepada pengelola TMII dalam melaksanakan misinya perlu ditingkatkan sesuai dengan dinamika masyarakat. (2) Perkembangan pembangunan obyek wisata budaya TMII hams memperhatikan ciri khas daerah dan tidak merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat maupun obyek wisata yang sudah ada. (3) Untuk lebih dikenal oleh masyarakat luas promosi perlu ditingkatkan dan khusus bagi anjungan daerah lebih banyak menampilkan pertunjukan atau pagelaran yang bemuansa budaya daerah. (4) Kontribusi TMII sebagai obyek wisata budaya dalam membina sating pengertian di dalam masyarakat majemuk Indonesia cukup positip sehingga dapat mempengaruhi wawasan nusantara dan ketahanan nasional, perkembangan lebih lanjut perlu diantisipasi budaya global yang berdampak negatif."
Lengkap +
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T2472
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Topik penelitian ini mengangkat tentang Survivalitas Masyarakat Adat terhadap Intervensi Negara : Studi di kampung Kuta, Ciamis. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa peran mereka dalam mengelola pemerintahan asli (pemerintahan adat) dapat disederhanakan dalam peran mengatur, melayani dan memberdayakan masyarakatnya.
Peran-peran tersebut diantaranya pengaturan pendirian rumah, penentuan mata pencaharian, pembatasan ekplorasi hasil alam, penyelesaian konflik. Dalam bidang pemberdayaan, pemimpin adat Kuta berupaya menstimulan generasi penerus kehidupan
adat mereka, ketangkasan atau kegagahan, kemampuan seni. Di bidang pelayanan pemimpin adat berperan dalam menjaga kesehatan warganya, fasilitator dalam berbagai ritual adat, pelayanan lainnya dalam berbagai lini kehidupan. Keseluruhan peran yang
terbentuk ini menjadikan mereka sebagai pemimpin yang kredibel dan responsif, disegani dan memiliki kharisma tersendiri yang membedakannya dengan masyarakat adat biasa. Hal tersebut secara tidak langsung melahirkan masyarakat yang sejahtera
(welfare community) dengan tercukupinya segala kebutuhan. "
Lengkap +
320 JIPP 1:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Habib Akbar
"Domestikasi adalah salah satu teknik penerjemahan yang memiliki fungsi untuk membuat pembaca mudah memahami teks target dengan menghilangkan kesulitan yang disebabkan oleh istilah budaya dalam teks sumber. The Land of Five Towers adalah novel versi bahasa Inggris dari Negeri 5 Menara Ahmad Fuadi yang menceritakan kisah tentang seorang remaja laki-laki yang belajar di pesantren atau pesantren. Studi ini meneliti teknik domestikasi yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan istilah budaya pesantren yang ditemukan di Tanah Lima Menara Ahmad Fuadi. Data dikumpulkan dan dianalisis menggunakan teori domestikasi Venuti 1995 dan konsekuensinya terhadap representasi identitas dalam istilah budaya pesantren yang diklasifikasikan menjadi dua teknik; Persamaan fungsional Nida 1995 dan kelalaian. Analisis data menunjukkan bahwa semua istilah pesantren dalam novel ditandai dengan italisasi. Hasilnya menunjukkan bahwa terjemahan dari ST ke TT mengurangi identitas budaya melalui teknik domestikasi yang diterapkan.

Domestication is the one of translation techniques which has a function to make the reader easily understand the target text by removing the difficulty caused by cultural terms in the source text. The Land of Five Towers is an English-version novel from Ahmad Fuadi rsquo;s Negeri 5 Menara which tells a story about a teenage boy who studied in Islamic boarding school or pesantren. This study examines the domestication technique which is applied by the translator in translating the pesantren cultural terms found in Ahmad Fuadi rsquo;s The Land of Five Towers. The data are collected and analyzed using Venuti rsquo;s theory of domestication 1995 and its consequence towards identity representation in pesantren cultural terms which are classified into two techniques; Nida rsquo;s functional equivalence 1995 and omission. The data analysis shows that all pesantren terms in novel are marked with italicization. The result shows that the translation from ST into TT reduces cultural identity through domestication techniques which are applied in the translation.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Maulana Thalib
"ABSTRAK
Budaya telah ditemukan mempengaruhi terjadinya Social Loafing dalam sebuah kelompok. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji pengaruh budaya terhadap Social Loafing dalam kondisi kerja kolektif. Melalui 2x2 independent group
design, 40 mahasiswa (20 berkewarganegaraan cina dan 20 berkewarganegaraan australia) yang mewakili budaya
Individualism dan Collectivism berdasarkan dimensi budaya Hofstede. Partisipan ditugaskan untuk bekerja secara
individu (koaktif) atau dalam kelompok yang terdiri dari lima orang (kolektif) untuk menghasilkan sebanyak mungkin
kegunaan sendok dalam tiga menit, dimana hasilnya akan mewakili kinerja mereka. Hasil penelition menunjukkan
bahwa peserta dari budaya kolektivis lebih banyak menemukan kegunaan sednok daripada peserta yang berasal dari
budaya individualis. Studi ini menunjukkan bahwa budaya memang berpengaruh pada kemunculan social loafing dalam
kondisi kerja kolektif. Studi selanjutnya perlu melibatkan prosedur tugas yang lebih sulit agar bisa lebih tepat
mengidentifikasi performa dalam kondisi kerja kolektif dan mengidentifikasi penyebab social loafing.

ABSTRACT
Culture has been found to affect the occurrence of social loafing in groups. This study aims to examine the effect of
culture on social loafing in collective working condition. Via a 2x2 independent group design, 40 university students (20
Chinese Citizen and 20 Australians Citizens) based on their culture determined by Hofstede cultural dimensions index of
Individualism vs. Collectivism. They were assigned to work individually (coactive) or in groups of five (collective) to
generate as many uses of a spoon in three minutes, as their results would represent performance. Results revealed that
participants from collectivist culture generated more uses of a spoon than those from individualist culture. The finding
suggest that culture does has an effect on social loafing in collective working condition. Future studies should use a
more challenging task to examine social loafing precisely."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Paramesti Rahayu
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai analisis penerjemahan idiom bahasa Indonesia
dalam novel Laskar Pelangi ke dalam bahasa Korea. Penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan desain analisis deskriptif. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui teknik apa yang digunakan oleh penerjemah ketika
menerjemahkan idiom bahasa Indonesia sebagai bahasa sumber ke dalam bahasa
Korea sebagai bahasa sasaran, serta menganalisis apakah ada kesepadanan makna
dan pergeseran bentuk untuk menjaga kesepadanan maknanya. Dari hasil analisis,
diperoleh simpulan berupa enam data idiom BSu diterjemahkan menjadi BSa;
delapan data Idiom BSu diterjemahkan menjadi bukan idiom BSa; empat data
idiom BSu tidak diterjemahkan dalam BSa; dan dua data bukan idiom BSu
diterjemahkan menjadi idiom BSa.

Abstract
The focus of this study is the analysis of Indonesian idiom?s translation within
Laskar Pelangi into Korean. This study is a qualitative study using analysis
deskriptive design. The purpose of this study is to know what techniques are used
by the translator when translating idioms in Indonesian as a source language into
Korean as a target language, analyze whether is there a meaning equivalence and
translation shift to maintain it?s meaning equivalence. The result is six source
language idioms translated to target language idioms; eight source language
idioms translated no into target language idioms; four source language idioms
were not translated into target language; and two non source language idioms
were translated into target language idioms."
Lengkap +
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
14-17-099425561
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Masyarakat multikultur adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam perbedaan seperti suku bangsa, kebudayaan, agama, RAS dan lain sebagainya yang tinggal dalam sebuah permukiman tertentu. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultur dengan kemajemukan masyarakat serta mengakui adanya perbedaan dalam upaya mewujudkan persamaan dan kebersamaan dari masing-masing suku yang ada."
2014
902 JPSNT 21:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ully Puriandari
"Otaku mengacu pada orang-orang yang tenggelam pada sekelompok subkultur yang saling sangat berkaitan satu sama lain, seperti komik, anime, game, PC, science fiction (tema perang luar angkasa dalam anime, komik, dll), tokusatsu (tema kepahlawanan dalam film yang diperankan oleh manusia), figure (patung kecil dari tokoh suatu anime), dan lain sebagainya (Azuma Hiroki). Subkultur sendiri memiliki makna sebagai sebuah cabang kebudayaan atau kebudayaan cabang yang memiliki nilai dan norma yang khas, yang berbeda dengan masyarakat dominan. Parameter sebuah kebudayaan untuk dapat digolongkan sebagai subkultur adalah memiliki otonomi namun tetap memiliki ketergantungan, serta memiliki karya yang merupakan hasil dari pengekspresian diri (Ina Masato). Seseorang akan dapat dikatakan sebagai seorang otaku apabila orang tersebut menggemari subkultur-subkultur Jepang seperti anime, komik, dsb secara mendalam dalam kehidupan mereka. Bahkan kegemaran mereka yang berlebihan terhadap hal-hal tersebut dapat mempengaruhi hubungan mereka dengan masyarakat sekitarnya. Tingginya intensitas seorang otaku melakukan berbagai kegiatan mereka menyebabkan semakin minimnya komunikasi mereka dengan masyarakat sekitar, bahkan keluarga mereka. Seperti masyarakat pada umumnya, otaku bekerja dan mencari nafkah, tetapi sebagian besar panghasilannya dihabiskan untuk melakukan kegiatan-kegiatan otakunya. Kegiatan otaku antara lain, berburu barang koleksi yang berkaitan dengan kegemaran mereka, chatting di Internet dengan teman-teman dunia mayanya, mengunjungi maid cafe (kafe dengan pelayanan yang unik), menghadiri komike (comic market), dan lain sebagainya. Otaku sering melakukan kegiatan-kegiatan otakunya di Akihabara, di Tokyo. Dalam kaitannya dengan subkultur Jepang seperti anima, komik, dsb, otaku berperan sebagai penggemar subkultur-subukltur tersebut. Akan tetapi, dengan melihat parameter sebuah kebudayaan yang digolongkan ke dalam subkultur, pada perkembangannya, otaku dapat juga disebut sebagai subkultur Jepang itu sendiri. Karena otaku terbebas dari sistem masyarakat yang berlaku dominan dengan memisahkan diri mereka dari masyarakat. Tetapi otaku masih tetap tergantung pada sistem ekonomi, karena mereka membutuhkan uang untuk melakukan kegiatan mereka. Selain itu otaku juga menghasilkan karya yang berupa pengekspresian diri mereka, karena tidak sedikit otaku yang membuat anima atau komik yang terkenal di Jepang."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S13953
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>