Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149705 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eni Maftu'ah
"Peat land has specific character, depends on depth of peat and peat decomposition rate. Earthworms has a role in decomposition, carbon cycle of nutrient. The aim of the research was to identify the population and diversity of earthworms on peat soil in central Kalimantan and to get species of dominant earthworm in peat land. The research was carried out in several peat land use in basarang and kalampangan, Central Kalimantan within dry and rainy season. The collection of earthworms was by using hand sorting method. The result showed that population of earthworms on mulch was higher than the deep peat. Land use influenced population and diversity of earthworm. The population and diversity of earthworms were highest on pineapple (shallow peat soil). The dominant species earthworm in peat land was pontoscolex corethurus. "
Bogor: Pusat Penelitian Biologi, 2009
BBIO 9:4 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mahardika Fadmastuti
"ABSTRAK
Kebakaran lahan gambut 2015 merusak 2,6 juta ha lahan gambut Indonesia, dengan wilayah kerusakan terluas di Provinsi Kalimantan Tengah. Intervensi infrastruktur pembasahan perlu didukung dengan upaya partisipasi masyarakat dalam keberlanjutan restorasi lahan gambut. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model kualitatif partisipasi masyarakat dalam restorasi lahan gambut menggunakan
analisis jejaring. Pendekatan partisipasi yang diteliti di 7 desa dalam penelitian ini berfokus pada kajian partisipasi pada faktor pemahaman, peran, dan kedudukan masyarakat dalam rewetting. Partisipasi masyarakat mencapai tingkat yang paling tinggi ditemukan pada desa yang memiliki kepercayaan bahwa lahan gambut yang dikelola adalah aset untuk masa depan. Kepercayaan masyarakat terhadap nilai atas
lahan gambut adalah komponen utama dalam partisipasi masyarakat danmenjadikan restorasi lahan gambut berpotensi untuk berkelanjutan. Model kualitatif yang dibuat menunjukkan bahwa interaksi langsung antara masyarakat dengan restorasi lahan gambut dimana partisipasi masyarakat menjadi salah satu faktor kunci dalam keberlanjutan restorasi lahan gambut.

ABSTRACT
Peatland fires in 2015 damaged 2.6 million ha of Indonesia's peatlands, with the largest area of damaged peat in Kalimantan Tengah Province. The hydroulic infrastructure intervention requires support from community participation in order to reach the sustainability of peatland restoration. This study aims to create a qualitative model of community participation in peatland restoration using network analysis method. In this research, community participations are focused on the community understanding, the role and position of the community in rewetting
intervention as part of the peat restoration program which is studied in 7 villages in Kabupaten Pulang Pisau. Community participation is achieving the highest level is found in villages that have a local believe of peatland as an asset for the future. Community faith in the value of land is the most important component in community participation and acquires land restoration is potentially sustainable. A qualitative model in this research depicts the direct interaction between communities and peat restoration where community participation is one of the key factors in the sustainability of peatland restoration."
Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Gurning, Edy Halomoan
"ABSTRAK
Lahan gambut di Kabupaten Nagan Raya telah beralih fungsi dari Hutan Rawa Gambut Tripa menjadi perkebunan kelapa sawit. Kondisi lahan semakin terdegradasi menuju kerusakan saat pengelolaan dan pemanfaatan tidak dilaksanakan dengan baik. Perlu upaya perbaikan lahan gambut, salah satunya dengan revegetasi. Untuk mencapai upaya tersebut harus diketahui terlebih dahulu model revegetasi yang tepat, komponen revegetasi yang dibutuhkan, dan nilai ekonomi pelaksanaan upaya revegetasi. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode campuran (mixed methods). Teori hutan berkelanjutan akan digunakan untuk dampak dari upaya revegetasi. Hasil yang didapat adalah model revegetasi berupa agroforestri dan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan upaya revegetasi lahan gambut sebesar Rp. 225,25 miliar dan biaya tertinggi adlah sebesar Rp. 275,29 miliar. Proyeksi selama 10 (sepuluh) tahun setelah penanaman, upaya revegetasi berdampak terhadap aspek lingkungan yang mencakup pada ketersediaan cadangan karbon, penyerapan karbon, penghasil oksigen, dan ketersediaan air. Dampak terhadap aspek ekonomi,berupa nilai cadangan karbon, produk hutan non-kayu, penghasil oksigen, ketersediaan air, nilai atas dasar penggunaan, nilai kayu, penyerap karbon, nilai pencegah banjir, dan nilai keanekaragam hayati. Dampak terhadap aspek sosial berupa penyerapan tenaga kerja dan sebanyak 1400 orang akan menerima pendidikan dan pelatihan guna peningkatan pengetahuan dan keterampilan terhadap upaya revegetasi.

ABSTRACT
The function of peatland in Nagan Raya District has been changed as the Tripa Peatland Forest has been changed to a palm oil plantation. The land condition has been degraded as its management and utilization has not been well implemented. One type of the peatland restoration is revegetation. To be able to apply a proper revegetation process, an appropriate revegetation model should be developed to calculate the implementation cost. This study used a qualitative approach with mixed methods. Theory on sustainable forestry is used to measure the impact of revegetation effort. The result of this study shows that appropriate revegetation model for study area is agroforestry model and the lowest cost needed for revegetation process in the peatland is Rp225,25 billion and the highest cost is Rp275,29 billion. The ten-year projection after revegetation process shows that this revegetation process has certain impacts on environmental aspects, which are: carbon storage, carbon absorption, carbon producer, and water supply. Impacts on economic aspect are: value of carbon storage, non-timber products of the forest, oxygen producer, water supply, value on basic utilization, value of timber, carbon absorption, the value of flood mitigation, and the value of biodiversity. Impacts on social aspect are: employment opportunity and a total of 1400 people will be trained improving their knowledge and skill on revegetation process."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sephy Noerfahmy
"Sebuah studi tentang komunitas kelelawar pemakan serangga telah dilakukan di hutan rawa gambut dan hutan dataran rendah di provinsi Kalimantan Barat. Studi ini dilakukan dengan menggunakan perangkap harpa untuk membandingkan keragaman antara ekosistem ini dan untuk menemukan preferensi habitat di antara spesies di setiap ekosistem. Ditemukan sebanyak 1699 individu yang terdiri dari 33 spesies, 12 genera, dan 6 familia. Familia Vespertilionidae, subfamilia dari Kerivoulinae terdistribusi secara merata di kedua ekosistem, meskipun ditemukan dominan di rawa gambut sementara Rhinolophidae dan Hipposideridae di hutan dataran rendah. Sistem gua yang lebih sering ditemukan di ekosistem ini diduga mempengaruhi kelimpahan mereka. Kerivoula intermedia adalah spesies yang paling banyak tertangkap di rawa gambut diikuti oleh Hipposideros cervinus di hutan dataran rendah. Berdasarkan dua indeks keanekaragaman, indeks keanekaragaman Shannon-Wiener menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada indeks fisher alpha relatif terhadap sensitivitasnya pada variasi kelimpahan. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener masuk dalam kategori sedang (1

Study on insectivorous bat community had been conducted in peat swamp forest and lowland forest in West Kalimantan Province. This study was carried out by using harp traps to compare diversity between these ecosystems and to discover habitat preferences among species in each ecosystem. There are 1699 individual consisting 33 species, 12 genera, and from 6 families. Vespertilionidae family, subfamily of Kerivoulinae was evenly distributed in both ecosystems, eventhough it’s dominant in Peat swamp while Rhinolophidae and Hipposideridae in lowland forest. Cave system that more often found in this ecosystem was thought to affect their abundance. Kerivoula intermedia was the most caught species in peat swamp followed by Hipposideros cervinus in lowland forest. Based on two diversity index, Shannon-Wiener diversity index show more appropriate result than Fisher alpha index relative to it sensitivity with abundance variation. Shannon-Wiener diversity index categorize as medium (1"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miqdad Anwarie
"Hidrologi hutan rawa gambut merupakan faktor penting yang menjadi kunci keberadaan dan kelestarian gambut itu sendiri. Perubahan hidrologi pada gambut terutama yang diakibatkan oleh kanalisasi mengakibatkan adanya fluktuasi tinggi muka air tanah yang dapat berdampak pada peningkatan pelepasan CO2, kekeringan yang berakibat kebakaran dan banjir yang lebih cepat terjadi sehingga perlu adanya upaya mitigasi untuk mengurangi risiko tersebut. Pengolahan citra Landsat TM dan ETM serta SPOT 4 menggunakan teknik klasifikasi segmentasi berbasis objek yang dipadukan dengan hasil pengukuran tinggi muka air dan elevasi permukaan tanah dilakukan untuk menghasilkan pola perubahan genangan air hutan rawa gambut di SubDAS Bakung, Kalimantan Tengah. Berdasarkan hasil analisis, pola perubahan genangan air sebagian besar terjadi di bagian hilir subDAS dengan faktor pengontrol berupa ketinggian dan lereng. Analisis multitemporal dari tahun 1998 – 2012 menjelaskan bahwa parameter curah hujan yang paling tinggi pengaruhnya terhadap perubahan genangan air adalah curah hujan dua bulanan sebelumnya dengan R sebesar 0,669. Adapun kerapatan aliran lebih berpengaruh terhadap genangan air di bagian hulu SubDAS Bakung.

Hydrology of peat swamp forest is an important factor that is a key to the existence and preservation of the peat. Therefore, with the change in the hydrology of peat mainly caused by canalization it may result in fluctuations in ground water level that can impact on increasing the release of CO2, resulting in drought and peat fires, and early flood so it is need mitigation effort to reduce the risk. Processing of Landsat TM and ETM and SPOT 4 imagery using object-based classification technique are performed to produce pattern of water body change of peat swamp forest in Bakung Sub-watershed, Central Kalimantan. According to analysis, water body change pattern mostly occur in downstream area with controlled factor is topography. analysis conducted by multi-temporal in 1998 - 2012 found that rainfall parameters that influence the changes in water body is 2-monthly rainfall before observation time with R of 0.669. In addition, drainage density is more influence for occurring water body changes in the upstream area of Bakung Sub-watershed.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Indonesia, 2013
S58125
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aloysius Eko Hascaryanto
"ABSTRAK
Untuk mendukung pencapaian swasembada pangan khususnya beras, maka pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden R. l Nomor 82 tanggal 26 Desember 1995, yang menetapkan adanya perubahan , pengembangan dan pemanfaatan lahan gambut di Propinsi Kalimantan Tengah seluas satu juta hektar. Kegiatan Pengembangan Lahan Gambut tersebut dikaitkan dengan program penyiapan dan penempatan transmigran dengan pola tanaman pangan.
Pengembangan kawasan ini tentunya akan mempunyai implikasi pada program penyiapan lahan usaha transmigrasi yang intensif, sehingga memerlukan pengadaan traktor tangan sebagai sarana produksi pengoiah tanah dalam usaha tani transmigran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah dan kebutuhan traktor tangan yang sesuai untuk pengalahan lahan gambut, dan menganalisis peluang pasar produk traktor tangan pada Kawasan Pengembangan Lahan Gambut (PLC) satu juta hektar. Dari hasil analisis dan pembahasan diketahui, bahwa prakiraan daya tampung lahan di kawasan Pengembangan Lahan Gambut (PLG) yang sesuai untuk pengembangan pertanian adalah 586.700 Ha, yang dapat diperuntukan menampung ± 200.000 KK. Jumlah kebutuhan traktor tangan yang diperlukan untuk pengolahan lahan yaitu 35.000 unit apabila menggunakan traktor tangan jenis "A" atau 73.000 unit apabila menggunakan traktor tangan jenis "B", sehingga peluang pasar produk traktor tangan di Kawasan tersebut cukup potensial.
Peluang pasar produk traktor tangan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kontinuitas pelaksanaan program tahunan penempatan transmigran, kondisi fisik lahan dan budaya usaha tani dalam pengolahan lahan, pengembangan jaringan distribusi, partisipasi perusahaan dalam pembinaan dan penyuluhan transmigran serta kebijaksanaan pemerintah dalam menetapkan subsidi paket pembinaan usaha tani transmigran.
Untuk memasuki pasar bisnis traktor tangan perusahaan/pengusaha disarankan melaksanakan strategi bersaing yang meliputi : strategi cost leadership biaya dengan kapasitas skala ekonomi yang besar, serta strategi pemasaran yang difokuskan pada jaringan distribusi sampai tingkat unit pemukiman transmigrasi serta dukungan layanan purna jual yang meliputi penyediaan suku cadang , layanan pemeliharaan dan perbaikan dengan bengkel keliling, serta monitoring penggunaan alat/mesin selama musim tanam. Selain itu juga mengupayakan diferensiasi produk peralatan tambahan pada traktor tangan yang sesuai untuk lahan gambut dan diperlukan pendidikan marketing bagi transmigran mengenai product knowledge traktor tangan di Unit Pemukiman Transmigrasi.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugraheni Setyaningrum
"ABSTRAK
Kebakaran lahan gambut berkaitan erat dengan perubahan sifat alamiah gambut yang mudah kering, sehingga diperlukan monitoring besaran tinggi muka air TMA pada Kesatuan Hidrologis Gambut KHG . Keberadaan alat observasi SESAME dengan sensor yaitu TMA, kelembaban tanah, curah hujan dan suhu permukaan dapat membantu dalam memperoleh informasi real time karakteristik fisik lahan gambut. Pendekatan data penginderaan jauh dengan citra Terra MODIS dan data CHIRPS digunakan dalam memperoleh kondisi karakteristik fisik untuk area cakupan yang lebih luas. Kelembaban tanah TVDI dari citra Terra MODIS diperoleh dari hasil hubungan indeks vegetasi EVI dan suhu permukaan LST , sedangkan data curah hujan diperoleh dari data CHIRPS. Tujuan utama penelitian adalah menganalisa variasi spasial dan temporal data TMA serta hubungannya dengan variabel kelembaban tanah, curah hujan, tingkat kehijauan dan suhu permukaan baik itu yang terpasang pada alat observasi maupun penginderaan jauh. Analisa data secara statistik dengan metode korelasi pearson product moment dan regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui hubungan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara TMA dan variabel kelembaban tanah dari sensor di alat observasi, dengan nilai R tertinggi di Kecil1 sebesar 0,885. Ditinjau dari gabungan semua data diperoleh nilai R sebesar 0,357. Sedangkan hubungan TMA dan variabel dari data penginderaan jauh menunjukkan kelembaban tanah dan curah hujan memiliki hubungan signifikan, dengan nilai R untuk gabungan semua data sebesar 0,779. Persamaan yang dihasilkan untuk KHG Provinsi Kalimantan Tengah adalah Y = -7.321 ndash; 0.710 EVI 0.021 LST 0.277 TVDI 0.069 CHIRPS. Berdasarkan gambaran sebaran spasial dan temporal 16 harian tahun 2017 TMA di KHG Provinsi Kalimantan Tengah secara umum berada di ambang batas 0,4 meter, terutama pada musim kemarau.

ABSTRACT
Peatland fire closely related to natural changes of water balance condition, in this case, we need to monitor groundwater level in peatland hydrological unit KHG .The existence of SESAME observation ground station with sensors ie groundwater level TMA , soil moisture, rainfall and surface temperature can assist in obtaining real time information of physical characteristics of peatlands. The study uses remote sensing data Terra MODIS and CHIRPS to obtain conditions of physical characteristics for a wider coverage area. Soil moisture data TVDI from Terra MODIS was derived from the relationship of vegetation index EVI and surface temperature LST , while rainfall data generated from CHIRPS data. The main objectives of the study are to analyze the spatial and temporal variations of groundwater level and their relation to soil moisture variables, rainfall, vegetation index, and surface temperatures of both those attached to SESAME observation and remote sensing data. Statistical data analysis with Pearson product moment correlation method and multiple linear regression is used to know the relationship. The results showed that there is a significant relationship between groundwater level and soil moisture variables from the sensor in the observation tool, with the highest R value in SESAME Kecil1 of 0.885. Judging from the combination of all data obtained R value of 0.357. While the relationship of TMA and variable from remote sensing data shows soil moisture and rainfall have significant relation, with R value for all data combination equal to 0,779. The resulting equation for KHG of Central Kalimantan Province is Y 7.321 0.710 EVI 0.021 LST 0.277 TVDI 0.069 CHIRPS. Based on the description of the spatial and temporal distribution of 16 daily 2017 TMAs in KHG Central Kalimantan Province is generally at the threshold of 0.4 meters, especially in the dry season. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T50854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Zulkifli
"ABSTRAK
Disertasi ini membahas gejala environmentaliti friksional dalam upaya-upaya pengendalian kebakaran lahan gambut yang berulangkali terjadi sejak 1990an di areal gambut eks Proyek PLG, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Upaya-upaya pengendalian kebakaran yang sudah banyak dilakukan pemerintah dan pihak-pihak lain melalui beragam program belum berhasil menyelesaikan masalah kebakaran berulang. Studi ini berusaha mencari penjelasan mengapa program-progam yang ada belum mampu melahirkan subjek-subjek peduli lingkungan atau mengubah kultur membakar menjadi anti-membakar dalam konteks pengelolaan lahan gambut.
Suatu kajian etnografi multi-aktor menggunakan perspektif/governmentaliti environmentaliti dilakukan di desa-desa partisipan proyek KFCP (Kalimantan Forests and Climate Partnership) di kawasan Mantangai, Kabupaten Kapuas. Pengumpulan data dilakukan dalam kurun waktu 2010-2015, menggunakan metode pengamatan berpartisipasi, wawancara mendalam, dan dukungan penelaahan bahan-bahan sekunder.
Temuan kajian menunjukkan bahwa upaya kepenatakelolaan lingkungan melalui intervensi regulasi dan program rehabilitasi tidak berhasil membentuk subjek-subjek peduli perlindungan lingkungan, sebaliknya lebih cenderung melahirkan aktor-aktor yang berpandangan miopik dan bertindak pragmatik. Gejala budaya environmentaliti friksional itu menjadi hambatan bagi efektivitas upaya-upaya pengendalian kebakaran berulang di lahan gambut.

ABSTRACT
This dissertation discusses on the phenomenon of lsquo frictional environmentality rsquo in the efforts of controlling peatland fires that have repeatedly occurred since the 1990s in the peatland area of ex PLG Project in Kapuas District, Central Kalimantan. Fire control efforts that have been conducted numerously by the government and other parties through a variety of programs have not been able to solve the problem of recurrent fire events. This study aims to examine why the existing programs are still unable to create environmental subjects who care about environmental protection.
A multi actor ethnographic study by using the perspective of governmentality environmentality was conducted in the KFCP Kalimantan Forest and Climate Partnership participative villages in the region of Mantangai, Kapuas District. Data collection was done in the period of 2011 2015 using participant observation, in depth interviews and the support of secondary materials studies.
The findings of this study show that environmental management efforts through the intervention of regulations and rehabilitation programs are unsuccessful in forming environmental subjects, instead, it is more leanings to create myopic viewed and pragmatically actioned actors. The cultural phenomenon of lsquo frictional environmentality rsquo thus become a hindrance to the effectiveness of fire control efforts in peatland areas. Keywords frictional environmentality, multi actor ethnography, regulations, rehabilitation programs, ex PLG Project, Central Kalimantan.
"
2017
D2386
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wihartini
"Penelitian ini membahas studi tentang deteksi perubahan penutup lahan Kalimantan Tengah, menggunakan multi-temporal Synthetic Aperture Radar (SAR) JERS-i. Penggunaan citra SAR untuk observasi muka bumi dimana kondisi berawan dan kabut merupakan hambatan utamanya, mempunyai potensi yang sangat besar dalam memonitor perubahan area. Tetapi adanya proses koherensi data SAR membuat citra tersebut dengan mudah akan tercemar oleh bising speckle, yang merupakan.sinyal tak bebas dan berlaku sebagai bising multiplikatif.
Pokok bahasan dari penelitian ini yang pertama adalah meminimumkan bising (denoising) speckle dengan menggunakan algoritma a trous. Selanjutnya kesulitan penggunaan citra optis untuk identifikasi obyek pada daerah yang sering berawan dan hujan lebat akan digantikan dengan citra SAR dengan memanfaatkan sifat transfcrmasi dari algoritma wavelet a troust. Transformasi ini akan menghasilkan satu set citra detail dari skala yang berbeda, sehingga citra SAR yang merupakan single band akan mendapatkan tambahan band dari citra-citra detail tersebut. Dengan demikian pemrosesan citra SAR dapat dianalogikan sebagai pemrosesan multiband dari citra optis, sehingga dapat menggali lebih banyak informasi untuk identifikasi obyek. Tahap berikutnya dilakukan pengklasteran pada citra detail tersebut dengan teknik Pemetaan Swa-Atur (Self-Organizing Map (SOA4)") karena tidak tersedianya data groundtruth. Tahap lerakhir adalah deteksi perubahan area menggunakan teknik Pcrbedaan Citra ("Image Differenciing") dan Analisa Komponen Utama ("Principle Component Analysis (PCA)").
Proses denoising pada pra-pengolahan akan dilakukan dengan menggunakan pemodelan bising. Pada citra SAR karena bisingnya adalah speckle yang bersifat multiplikatif maka perlu dilakukan proses homomorphik, yaitu proses untuk memisahkan komponen deterministik (sinyal) dengan komponen statistik (bising) sehingga bising dapat dimodelkan dalam bentuk Gaussian. Untuk itu sebelum denoising citra akan di log-kan terlebih -dahulu sehingga terpisah antara kompcnen sinyal dan komponen bisingnya. Transformasi a trous adalah transformasi wavelet multiresolusi yang dilakukan skala (resolusi) per skala tanpa ada desimasi. Hasilnya adalah satu set citra detail wt (dimana i menyatakan tingkat skala, I 1,2.j ) dan satu citra approksimasi pada skala tertinggi c1, tanpa terjadi peruoahan ukuran citra pada setiap skala. Dalam transformasinya harga piksel ke-k ditentukan oleh c;+r(k) = ., h(n) c;(kl 2'n), dimana h adalah koefisien filter 133 spline dengan -2 n < +2 , menyebabkan harga pixel tersebut menjadi berkurang atau bertambah ditentukan oleh 5 harga pixel yang ke-(k+2'n). Secara analitis korelasi citra detail pada skala (i-1) dengan citra detail pada skala I dapat dibuktikan melalui w; = c(,.0 - c; dan secara eksperimen dapat dibuktikan melalui matriks korelasi dari PCA. Dengan adanya korelasi menyebabkan persoahan obyek dalam citra-citra detail dapat diamati. Citra detail dari transformasi a trous yang masih mengandung bising speckle akan di denois menggunakan teknik Multiresolution Support, yaitu teknik untuk uji signifikansi bising pada setiap pixel dari citra. Signifikansi bising didasarkan pada nilai standard deviasi 6; dari citra detail pada skala j dikalikan dengan konstanta K, yaitu K6.j. Hal inilah yang menyebabkan pemilihan harga K dipengaruhi oleh daerah observasi. Pada penelitian ini di lakukan percobaan dengan harga K = 2, 2.5, 3, 3.5 dan hasilnya yang terbaik adalah K = 3. Hasil rekonstruksi setelah uji signifikansi Multiresolulion Support adalah citra dengan residual artifact atau citra dengan struktur yang tidal: sebenarnya, oleh karena itu perlu dilakukan proses guna mengurangi efek residual artifact tersebut. Proses pengurangan residual artifact adalah suatu proses iterasi dimana akan dihitung citra residu, yaitu pengurangan citra asli dikurangi dengan citra dengan residual artifact. Pada setiap iterasi citra residu akan ditransformasi menggunakan a trous menjadi satu set citra detail residu dan citra appraksimasi residu. Selanjutnya ditentukan koefisien wavelet signifikan dan dilakukan rekonstruksi kembali. Bila residu masih dinyatakan signifikan maka citra residu akan ditambahkan ke citra residual artifact pada proses sebelumnya. Selanjutnya dilakukan proses iterasi kembali sampai harga residu sudah tidak signifikan lagi. Pada penelitian ini diambil toleransi error a 5 0.002 dan hasilnya adalah citra yang telah di denois atau citra denoising. Pada kelompok wavelet, hasil denoising menggunakan trous dapat menekan bising sampai 43% tanpa ada kerusakan struktur dan penurunan nilai rata-rata yang sangat rendah sampai 0.005%. Meskipun hasil denoising tidak sebaik Haar (50%) atau Daubechies (481') tapi trous mempunyai kekhususan dimana nilai variannya masih cukup tinggi, tidak mengalami pengerutan ukuran pada saat transformasi dan terdapat redundansi pada citra detaiinya sehingga tidak banyak kehilangan informasi. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa transformasi a Emus mempunyai performansi yang cocok untuk aplikasi deteksi perubahan penutup laltan, karena obyek dalam citra, dapat diamati dalam skala yang berbeda. Makin tinggi tingkat resolusinya maka obyek dengan frekuensi rendah (misal sungai) akan makin jelas struktumya, sedang obyek dengan frekuensi tinggi (misal pohon-pohon yang bergerombol) akan nampak pada beberapa skala rendah dan selanjutnya akan menghilang. Hal ini terjadi karena dalam transfonnasinya harga pixel pada skala-(j+ I) ditentukan berdasarkan harga pixel ke-(k+2'n).
Selanjutnya untuk identifikasi obyek, citra denoising akan ditransforrnasi menggunakan wavelet a trous sampai skala 4, karena pada skala 5, terlihat pembesaran obyek sungai sudah tidak proporsional Iagi. Citra detail ini akan di analogikan sebagai band-band seperti pada teknik pemrosesan multiband dari citra optis. Selanjutnya dilakukan pengklasteran pada masing-masing citra detail menggunakan teknik Pentetaan Swa-Atur (SCM), Untuk melakukan deteksi perubahan penutup lahan, akan dilakukan dua cars pemrosesan yaitu pertama akan dilakukan proses Perbedaan Citra pada satu set citra detail yang sudah terklaster dan yang kedua menggunakan PCA, Pada proses PCA dilakukan penseleksian band berdasarkan harga eigenvalue kovariannya. Pertama dipilih band dengan eigcn value terbesar, selanjutnya dipilih band lain yang mempunyai harga eigenvalue kovarian ? 10% dari harga eigenvalue band terbesar. PCA terpilih akan diklasterkan dan dilakukan proses Perbedaan Citra. Hasilnya diperoleh bahwa ada kemiripan antara basil dari proses PCA dan yang langsung dari Perbedaan Citra. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa telah terjadi perubahan pada daerah rawa, scattered trees dan tropical grass, sedangkan untuk obyek sungai, baik yang dalam maupun yang dangkal, sedikit sekali perubahannya. Verifikasi obyek dilakukan menggunakan peta thematik dengan skala 1:250.000 dan citra Landsat TM Kalimantan tengah yang diambil pada Maret (97).

Wavelet A. Trolls Algorithm Aided Synthetic Aperture Radar Image Analyses Applied to Land Cover C1-Imange Detection in Central Kalimantan This research studied the land coverage change detection in Central Kalimantan using multi-temporal Synthetic Aperture Radar (SAR) MRS-I. The use of SA.R image for earth surface observation where haze and cloud coverage become a problem, has great potentiality in monitoring the area change. Due to coherence process of the SAR data, this makes the image easily contaminated by speckle noise, which is an independent signal and act as multiplicative noise.
The main topic of this research is to minimize the speckle noise (denoising) by using the trout algorithm. Subsequently, to identify objects, SAR image processing is analogue with multiband process of the optical image. Because SAR is single band, a trous wavelet transformation is used to obtain the additional band for a set of detail image. The next step is clustering on the detail image with Self-Organizing Map {SOM} technique due to the unavailability of ground truth. The final step is area change detection with Image Differencing and Principle Component Analysis (PGA) techniques.
The denoising in pre-process is performed with noise modeling. In SAR image, since the noise is speckle that is multiplicative in nature, homomorphism process or the process to separate deterministic (signal) and statistic (noise) components is performed so the noise can be modeled in Gaussian. Therefore, before denoising process, image has to take its logarithm first so the signal component is separated from the noise component. A trous transformation is a multiresolution wavelet transformation done in scale (resolution) by scale without decimation. The result is a set of detail image wt (where i represents scale level, r = 1,2.j ) and one approximation image in highest scale e without change in image size in all scales. This did not occur in known wavelet transforms, like Haar and Daubechies, where the transformation has one specific direction and suffering from the shrinking of the image size with the increase of the scale resolution. In the transformation, the value of the 11f' pixel determined by c;+r(k) = 2, h(n) c;(k+2'n), where h is the B3 spline filter coefficient with -2 5 n 5 +2, causing the value of the pixel to decrease or increase according to five (k+2'n) pixel values. The detail image on scale i is obtained from w, = c(1_J) - c,, so there are redundancy of the detail image scale (i-i) with the scale i. This causes the object changes in detail images to become observable. The detail image from a trous transformation that still contain speckle noise is denoised with Multiresolution Support technique, which is a technique for noise significancy testing on each image pixels. The noise significance is based on the standard deviation value of the detail image on the scale j (cr) multiplied with the constant K, that is K6;. This causes the choice of K value affected by the observation area. In this research, experiments are performed with the value of K = 2, 2.5, 3, 3.5 and, the best result is at the K value of 3. The reconstruction result after Multiresolution Support significance test is an image with residual artifact; therefore, it is needed to perform a process to reduce the effect of the residual artifact. The process to reduce the residual artifact is an iteration process where residual image is counted, which is original image reduction subtracted by image with residual artifact. During each iteration, residual image is transformed with a trous into a set of residual detail images and a residual approximation image. Subsequently, significant wavelet coefficient is determined, and the reconstruction is performed. If the residue still significant, then the residual image is added to the residual artifact image of the previous process, and the iteration is performed until the residual value is not significant. In this research, error tolerance is taken at e 5 0,002 and the result is a denoised image.
In a wavelet group, the denoising result with a trous can suppress the noise down to 43% without structural damage and very low average devaluation of 0.005%. Although the denoising result is not as good as Haar (50%) or Daubechies (48%), a trous have specification that the transformed image result did not suffer the shrinking in size and have redundancy on the detail image so it's not lose much information. While in wavelet transformation with Haar and Daubechies, the higher the scale will result in structural damage, where visually indicated by boxed shape in Haar, and spots in Daubechies. The result of this research also shown that 'a trous transformation have suitable performance for land coverage area change detection application, and since the objects are in images, it's observable in different scales. Low-frequency objects will become clearer when the resolution is higher, while higher-frequency objects visible in some lower scales and subsequently disappearing. This happens because in the transformation the pixel value in the scale -0+1) is determined by the value of the pixel -(k+ 2'n).
For the object identification, denoised image is transformed with a trous wavelet resulting in a set of detail images. Image transformation is done to 4U' scale, since in the 5u' scale, the object magnification is no longer proportional. This detail image is analog as bands like in multib and processing of optical image. Clustering is done on each detail images with. Self-Organizing Map technique. To detect the area coverage change, two processes are performed. First is direct Image Differencing process on a set of clustered detail images, second is with the PCA. In the PCA process, the first step is band selection based on the eigen value co-variant. The band with the biggest eigen value is chosen first, then pick another band with co-variant eigenvalue ? 10% of the biggest. eigen value band. The chosen PCA from March 97 and August 98 images are clustered and processed with image Differencing. So, to process the area change detection with SAR image could be done right away with a trolls wavelet transformation, and for the area detection is using Image Differencing. The result indicates that there are similarities between the result with PCA and without PCA. The observation result shown that there are changes on swamps, scattered trees, and tropical grass areas. While for rivers, either deep or shallow, there is very little change. Object verification is done with thematic map on 1:250000 scale and Landsat TM image taken on March 97."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
D430
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrew Rizky Prabowo
"Presbytis rubicunda merupakan satwa endemik Kalimantan dengan status konservasi vulnerable (VU) pada tahun 2020, yang sebelumnya berada pada status konservasi least concerned (LC) pada tahun 2008. Perubahan status konservasi ini diakibatkan oleh adanya kerusakan habitat alaminya, yaitu hutan gambut. Upaya telah dilakukan untuk menanggulangi atau mencegah kerusakan hutan gambut. Katingan Mentaya Project (KMP) merupakan usaha restorasi dan konservasi ekosistem gambut yang berlokasi di Kalimantan Tengah. KMP berusaha untuk mewujudkan pemulihan fungsi ekologis lahan gambut sebagai habitat alami bagi satwa-satwa salah satunya Ordo Primata. Telah dilakukan penelitian mengenai deteksi keberadaan P. rubicunda di wilayah selatan kawasan restorasi gambut KMP untuk mengetahui lokasi titik-titik perjumpaan dan jumlah P. rubicunda di wilayah tersebut. Penelitian dilakukan dengan metode line transect yang dikombinasi dengan metode-metode lainnya, seperti penggunaan camera trap dan melakukan wawancara dengan beberapa responden. Hasil menunjukkan bahwa terdapat 8 titik dengan frekuensi jumlah individu mencapai 11 individu dengan total effort line transect sejumlah 72.800 m. Selain itu, terdapat hasil deteksi P. rubicunda menggunakan camera trap. Penggunaan camera trap dinilai kurang efektif karena mekanisme pemasangan dan pelepasan camera trap cukup sulit dilakukan dan memiliki banyak risiko kerusakan atau gagal, serta data yang didapatkan sedikit. Wawancara dengan beberapa staff KMP dilakukan untuk membandingkan effort dalam menjumpai P. rubicunda.

Presbytis rubicunda is a Kalimantan endemic animal with a vulnerable conservation status (VU) in 2020, which was previously in the least concerned conservation status (LC) in 2008. This change in conservation status was caused by damage to its natural habitat, namely peat forests. Efforts have been made to mitigate or prevent damage to peat forests. The Katingan Mentaya Project (KMP) is an effort to restore and conserve peat ecosystems located in Central Kalimantan. KMP is trying to realize the restoration of the ecological function of peatlands as a natural habitat for animals, one of them is Order of Primate. Research has been carried out on the detection of P. rubicunda in the southern region of the KMP peat restoration area to determine the location of the encounter points and the number of P. rubicunda in the area. The research was conducted using the line transect method in combination with other methods, such as using camera traps and conducting interviews with several respondents. The results show that there are 8 points with a frequency of up to 11 individuals with a total effort line transect of 72,800 m. In addition, there are results of P. rubicunda detection using camera traps. The use of camera traps is considered ineffective because the mechanism for attaching and removing camera traps is quite difficult to do and has a lot of risk of damage or failure, and less data is obtained. Interviews with several KMP staff were conducted to compare efforts in finding P. rubicunda."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>