Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174802 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyu Asmara Permana
"ABSTRAK
Gated community merupakan salah satu fenomena global mengenai pemukiman di daerah perkotaan dan sekitarnya. Namun perumahan gated community hanya dihuni oleh masyarakat kelas menengah ke atas sehingga semakin mencerminkan kesenjangan sosial. Penelitian ini bertujuan menjelaskan bagaimana distingsi masyarakat kelas menengah dalam gated community dengan tinggal di dalamnya. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Hasil temuan menunjukkan bahwa masyarakat kelas menengah melakukan distingsi di dalam gated community untuk menekankan posisi sosial mereka. Penghuni memiliki habitus sebagai pekerja yang sibuk dari pagi sampai malam sehingga harus meninggalkan keluarganya di rumah. Penghuni juga memiliki modal untuk digunakan dalam arena sosial yaitu modal budaya dengan memiliki pendidikan tinggi, modal ekonomi dengan memiliki pekerjaan dan kepemilikan unit rumah, modal sosial sebagai anggota dalam ikatan perumahan, dan modal simbolik dengan identitas mereka sebagai penghuni gated community. Penghuni melakukan distingsi dalam arena sosial dengan habitus dan modal yang mereka miliki untuk menegaskan posisi kelas sosial mereka sebagai kelas menengah.

ABSTRACT
Gated community is one of global phenomenon about housing in urban area and its surrounding area. But gated community is only inhabited by upper middle class that increasingly reflect social inequalities. This study aims to explain how the distinction of middle class by living in it. The research approach in this study is qualitative approach.
The findings show that middle class do their distinction in gated community to emphasize their social position. Occupants have their habitus as busy worker that work from morning till night so had to leave their family at home. Occupants also have capitals to be used in social arena including cultural capital as highly educated person, economic capital as a worker and home ownership, social capital as a member of housing group, and symbolic capital as a resident of gated community. Occupants do their distinction in social arena with their habitus and capital to assert their class as middle social class.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S61746
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Christopher Rumphius
"ABSTRAK
Fungsi makanan sudah bergeser sangat jauh, berawal dari makanan sebagai nutrisi, gizi, pemenuhan rasa lapar mengalami pergeseran hingga makanan sebagai representasi suatu kebudayaan, sebagai seni, sebagai penentu kelas sosial dan sebagainya. Makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat sangat ditentukan oleh posisi mereka dalam kelas sosial, dimana kelas bisa ditentukan dari apa yang dimakan seseorang. Namun dalam budaya milenial, makanan sudah berada dalam barisan depan kebudayaan ini. Makanan sudah tidak lagi dianggap sebagai nutrisi dan pemenuhan gizi, namun sebagai suatu bentuk karya ekspresi seseorang. Budaya milenial menuntut perlombaan masyarakat untuk masuk atau tetap berada dalam kelas sosial teratas, sehingga pergantian trend yang selalu berubah dengan cepat terus-meneruus dikejar demi keberadaan kelas sosial seseorang. Usaha masyarakat untuk menetapkan kelas mereka dalam masyarakat dengan selalu memperbaharui pengetahuan mereka tentang makanan, mengakibatkan tindakan konsumerisme berhasil terjadi. Menurut Baudrillard, kita adalah apa yang kita beli, karena menurutnya seseorang mengonsumsi sesuatu bukan lagi karena value , namun karena sign yang dikandung dalam obyek yang dikonsumsi tersebut. Makanan dikonsumsi tidak lagi berdasarkan kegunaan gizi, namun sebagai suatu tanda dalam hierarki sosial yang ada, karena "tanda" tersebut menekan suatu individu dalam lingkungan sosial milenial, makanan atau pengetahuan makanan yang selalu baru dan ekspresif menjadi suatu penentu kelas sosial seseorang.

ABSTRACT
The function of food has ranged to a wider function, started from food as a nutrition, hunger fulfilling and all the way to food as a representation of culture, art, determining of social class, and so on. Food that are consumed by the people are defined by their position in social class, in which class can be defined by what someone ate. But in the culture of the millenials, food has been in the front row of the culture. Food is no longer considered as a nutrition need for the humans, but as a form of expression. The millenial culture demands a competition of the people to set foot in or stay in a high social class, which trends that evolves quickly is being chased for the sake of social class position. The peoples effort to stay in their social class with renewing the knowledge of food, results in the behavior of consumerism. According to Baudrillard, we are what we consume, as in, for him, and individual consumes no longer for the value of the object, but for the sign that is stampled on the consumed object. Food is consumed no longer for the need of nutrition, but for the sign stampled on that individual in the social hierarchy, for sign is repressing an individual in the millenial society, for the food or the knowledge about food that are always new and more expressive which ables it to be an indicator of one`s social class positioning."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rangi Faridha Asiz
"Gated community merupakan contoh penyegregasian yang terjadi dalam skala urban. Area perumahan yang memisahkan dan mengelompokan diri dari lingkungan sekitar ini menimbulkan permasalahan yang tak hanya berdampak bagi perkotaan namun juga juga turut memberi pengaruh ke lingkungan sosial. Penyegregasian ini berdampak terhadap terpecah-pecahnya ruang urban perkotaan yang seharusnya dapat dinikmati oleh publik. Selain itu pemisahan kelompok berdasarkan kelas-kelas sosial ini juga meningkatkan kesenjangan sosial serta meminimumkan interaksi sosial yang terjadi di dalam masyarakat.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui apa itu Gated community dan bagaimana Gated Community dapat tumbuh kembang di perkotaan. Terdapat beberapa factor yang diduga menjadi penyebab tumbuhnya gated community, akan tetapi latar belakang penyebab tumbuhnya gated community di tiap negara ternyata berbeda-beda. Lalu bagaimana dengan gated community yang ada di Indonesia? Hal ini akan dibahas dengan mengambil beberapa perumahan yang setipe dengan gated community sebagai kajian studi Kasus.
Gated community tumbuh sebagai dampak dari perkembangan kota. Kota yang semakin tak bersahabat memaksa segelintir orang untuk pindah ke area suburban yang dianggap memiliki kualitas daerah yang lebih baik bagi hunian. Namun, ternyata ada faktor lain di luar hal itu yang juga turut mempengaruhi. Hal itu adalah gaya hidup manusia itu sendiri. Perkembangan peradaban membuat manusia kini tak lagi banyak berhubungan dengan lingkungan dan orang-orang disekitarnya. Kehidupannya lebih banyak dipenuhi oleh aktivitas dan pekerjaan. Hingga akhirnya kebutuhan akan hunian saat ini tak lagi dianggap hanya sebagai tempat bernaung atau mencari perlindungan, akan tetapi juga sebagai sarana untuk "menyendiri dan menunjukan diri" terhadap sekitarnya.
Hal ini kini tercermin dalam bentuk penyegregasian pola permukiman. Golongan mampu lebih memilih untuk tinggal dalam "kantung" pemukiman ketimbang tinggal di tengah permukiman penduduk. Oleh karenya hal ini memang tak terelakan mengingat gated community saat ini telah menjadi kebutuhan. Namun sebenarnya terdapat beberapa desain gated community yang lebih "ramah" bagi lingkungan sekitar, oleh karenanya dibutuhkan pengajian dan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.

Gated community is one of examples of urban scale segregation. Housing area which segregate them self from environment making any problems which are not causing cities only but also gives any problem to the social environment. This segregation impact the urban space which is devided it into many enclaves and make it secluded from public. In addition, the group based on social classes separation also increase social discrepancy and decrease social interaction between another in society.
The purpose of this writing is want to know what is gated community and how it can growcup in cities. There are several factors which is estimated as the cause of the gated community's growing in cities. But, the background of gated community's cause in each country is different. And then, how about the gated community in Indonesia? This question will be answeres by taking several housing which are typicalwith gated community as case studies.
Gated community's growth is appear as an impact of city's development. The city which is more and more unfriendly, forcing some people to move to suburban area which is known as a better place to live. But, there is another factor that also influence its growth. That is lifestyle of the human it self. The growing of human civilization make them having not relation anymore with their environment. Now, The city's people life is much more loaded by jobs and activities. So then, the necessity of dwelling is not guessed as a place for shelter only, but also as tools for "separated and show up" them self to their environments.
The attitude of "separated and showing up" of human it self, now is seemed in a form of segregation in settlement pattern. Actually, remembering that gated community is now has changed as a necessity, this phenomenon is unavoidable. But actually, there are several design that can become more "friendly" for the environment, so that the research and examination about the good design of gated community still needed.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S48427
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Lestari Olivia
"Gated Community adalah area yang dikelilingi oleh penghalang fisik berupa dinding, pagar atau lanskap pada area tempat tinggal pribadi, jalan, trotoar, dan fasilitas di dalamnya. Batasan tersebut berperan dalam menjaga keamanan dan membatasi akses umum untuk masuk. Sehingga mencegah non-penghuni dapat menembus dan membuat intervensi di dalamnya. Setiap gated community mempunyai karakteristik berbeda-beda yang dilatarbelakangi oleh kebudayaan dan keadaan sosial masyarakat di daerah tersebut. Kota Wisata merupakan bentuk gated community yang berkonsep wisata. Pengaruh konsep ini menyebabkan batasan yang dimiliki perumahan Kota Wisata menjadi gagal dalam membatasi dan melarang akses publik untuk masuk. Hal ini juga berpengaruh pada pembentukan fasilitas publik yang dapat digunakan secara umum oleh masyarakat luar Kota Wisata. Tujuan skripsi ini adalah untuk menelusuri implikasi spasial dan sosial dari penerapan gated community pada perumahan dengan konsep berwisata pada Perumahan Kota Wisata.

Gated community is an area surrounded by physical boundaries such as walls, fence or landscape in private housing area, street, sidewalk and other facilities. The boundaries are used for keeping security and limiting entrance for public access to prevent from non-residents or stranger come through that causes intervention. Each gated community has various characterisctics whose backgrounds are from culture and social environment. Kota Wisata is gated community with tourism concept. This concept causes the boundaries inside Kota Wisata fail to work which are limiting and prohibiting public access to come. This concept also influences the forming of public facilities that are accessible for people who do not dwell in Kota Wisata. The purpose of this thesis is to figure out spatial and social implication from gated community implementation in private housing with tourism concept in Kota Wisata residence.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Nadya Ardiyani
"ABSTRAK
Sebagai bagian dari Jakarta dan sekitarnya, masyarakat menengah memiliki kebutuhan terhadap hunian dan prestise. Pengembang berusaha mengakomodasi kebutuhan tersebut dengan menawarkan efficiency apartment yang sesuai daya beli masyarakat menengah dan terlihat prestisius melalui desainnya. Dalam desain, apartemen tersusun atas elemen-elemen estetika yaitu: garis dan bidang, bentuk dan massa, tekstur dan pola, serta warna. Elemen estetika tersebut dikomposisikan dengan memperhatikan keseimbangan dan keselarasan. Dari penelusuran kasus apartemen Grand Pakubuwono Terrace melalui studi literatur, pengumpulan dokumen, dan kuesioner terhadap 30 orang responden didapatkan kesimpulan bahwa karakter, makna, dan komposisi elemen estetika yang sesuai dengan tren desain masa kini menjadi faktor internal dalam membentuk kesan prestisius pada apartemen. Adapun faktor eksternal hadir ketika desain apartemen direspon oleh masyarakat menengah sebagai sesuatu yang indah dan dapat menjadi simbol status. Oleh karena itu, keindahan dan kesan prestisius pada apartemen dapat memicu masyarakat untuk melakukan pembelian.

ABSTRACT
As a part of Jakarta and surrounding cities, middle-class society has the need of dwelling place and prestige. The real estate developers try to accomodate the need by offering efficiency apartments that meet society's purchase power and look prestigious through its design. In design, the apartment consists of aesthetic elements such as: line and plane, shape and mass, texture and pattern, and also color. Those aesthetic elements are composed by considering balance and harmony. From the case search of Grand Pakubuwono Terrace apartment through literature review, document collection, and 30-respondents questionnaire, it can be concluded that the character, meaning, and composition of aesthetic elements that suits the current design trend are the internal factors in making prestigious image of apartment. Meanwhile, the external factors occur when the apartment's design is responded by middle-class society as something beautiful that could be considered as status symbol. Therefore, the beauty and prestigious image of apartment could trigger society to purchase.
"
2014
S54731
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah febrina
"Rumah selalu menjadi kebutuhan primer dari seluruh manusia, sehingga diharapkan setiap masyarakat nantinya memiliki rumah untuk mereka bernaung. Beberapa tahun kebelakang, gated community atau perumahan bergerbang mulai menjadi salah satu tipe pilihan rumah yang paling digemari oleh masyarakat karena penawaran keamanan serta fasilitas yang lebih baik, namun dengan harga yang lebih mahal. Pengelompokkan golongan berdasarkan kelas sosialnya dan pembatasan ruang untuk orang-orang tertentu selalu menjadi salah satu dampak yang dikhawatirkan muncul ketika banyak gated community dibangun. Selain itu, kurangnya interaksi antar individu karena pembatasan ruang juga akan berdampak untuk suatu kota. Sehingga penulisan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui tipe-tipe gated community dan perbedaan diantaranya serta keterbukaan penghuni maupun non-penghuni dari tiap tipe gated community tersebut. Pada penulisan ini akan diambil dua tipe area perumahan yang merupakan gated community, yaitu perumnas Depok I dan cluster anggrek 3, grand depok city. Terlihat bahwa kedua perumahan merupakan jenis gated community yang berbeda namun yang membedakan hanya keamanan pada pintu gerbang cluster yang lebih ketat. Untuk yang lain, seperti masalah fasilitas dan infrastruktur, keduanya tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Apabila dilihat dari keterbukaannya, rumah yang berada di dalam gated community anggrek 3 hanya diisi oleh orang dengan kelas sosial menengah ke atas serta keterbukaan terhadap publik yang sangat terbatas dibandingkan perumnas yang lebih beragam serta masih sangat terbuka untuk publik di waktu tertentu.

House has always been a primary need for all human beings, so it's every human right to have shelter for themselves. In the past few years, gated communities have become one of the most popular housing options because they offer better security and facilities even though at a higher price. It separates people based on their social classes and space restrictions for some people. In addition, the lack of interaction between individuals due to space restrictions is another impact. So that this writing is done to know the types of gated communities and the differences between them as well as the affordability of residents' and non-residents' of gated communities. Writer chooses two types of gated communities, Perumnas Depok I and Cluster Anggrek 3, Grand Depok City. The two housing estates are different types of gated communities, but the main distinguishes the tighter security at the cluster Anggrek 3 gate. The others, such as facilities and infrastructure, do not have significant differences. Based on the openness, the houses within the gated community of Anggrek 3 are only filled with people from middle to upper social classes, and access to the public is very limited compared to perumnas which are more diverse and are still very open to the public at certain times."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Ezra Benjamin Christian
"

Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu rasional pengembang dalam membangun perumahan tapak model Gated Community di Jakarta dan sekitarnya. Penelitian - penelitian sebelumnya mengenai perumahan Gated Community atau komunitas tergerbang lebih menekankan permasalahannya pada aspek sosial ekonomi masyarakat perkotaan dan aspek spasial pembangunan perkotaan. Belum ada penelitian yang secara spesifik melihat aspek ekonomi sisi penyedianya sebagai suatu mekanisme yang mendorong tren penggerbangan pada proyek perumahan. Strategi penelitian ini menggunakan studi kasus tunggal yang terpancang (embedded). Metode penelitian yang dilakukan bersifat campuran dengan unit analisis ganda. Metode kualitatif menggunakan teknik wawancara dengan pertanyaan terbuka yang disusun terstruktur dan rasional terhadap 7 narasumber pihak pengembang yang terlibat membangun perumahan model tergerbang di kawasan Jakarta dan sekitarnya. Metode kuantitatif menggunakan instrumen perhitungan nilai indikatif lahan berdasarkan metode penilaian properti pada area objek studi kasus yang diteliti. Simulasi penilaian dilakukan dengan membandingkan 1 unit rumah dalam lingkungan perumahan model tergerbang sebagai unit analisis dengan unit pembanding rumah diluar gerbang yang terpilih. Temuan awal penelitian ini menyatakan pengembang mampu meningkatkan nilai lahan fungsi hunian dengan menerapkan konsep perumahan tergerbang setidaknya 1,56 kali lipat hingga 3,2 kali lipat lebih besar dari nilai lahan sebelumnya. Besaran nilai lahan tersebut diambil sebagai keuntungan pengembang yang sesuai dengan konsep penangkapan nilai dalam teori Value Capture. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan harga perumahan buatan pengembang dinilai konsumen hunian terlalu mahal di kawasan Jakarta Metropolitan. Mekanisme yang dapat memperlihatkan peningkatan nilai lahan hunian lebih terukur dapat membantu pengelolaan nilai lahan di perkotaan yang lebih jelas dan lebih terkendali. Informasi dalam penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembuat kebijakan dan aktor penyedia perumahan dalam mempertimbangkan pengunaan lahan dengan model tergerbang untuk mengelola lahan kota.  

 


This research aims to explore developers’ rationale in developing Gated Community landed housing in Jakarta and surrounding areas. Previous studies on gated community housing emphasized issues on urban social economic aspect and urban spatial aspect. There are no research that specificially look at the economic aspect on the suppliers side as a mechanism that driven the gating trend on landed housing projects. This research strategy used an embedded single study case. We conducted a mix methods research with multiple unit of analysis. The qualitative method operated with interview to 7 developers whose build GC housing with open questions that compiled. The quantitative method operated with a property valuation instrument which able to seek land indicative value on the study case object area with purposive sampling. We conducted a simulation that compare one house inside gated housing as unit of analysis with one house outside the gate as comparison unit selected. This early result argued that developers managed on gating development to increase the residential land value up to 1,56 or 3,2 times more than its existing value. The land value taken as the developers advantage in accordance with the Value Capture theory. Previous studies on housing markets indicated that consument protest on housing prices made by developers are tend to be overpriced in Jakarta Metropolitan area. We hope this initial research helps to control the residential urban land value by shed some light on mechanism that shown more measureable land value uplifted by gating trend on low rise projects. The information is substantially useful to help policy makers and housing suppliers to put on land use gated development model as a consideration on managed urban land properly.

 

 

"
2019
T53122
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Aria Mitha
"Arena pendidikan dimanfaatkan menjadi sarana transformasi pengetahuan dan menaikkan status sosial seseorang. Selain itu pendidikan juga telah menjadi alat untuk mereproduksi kelas sosial. Dari studi sebelumnya ditemukan, kelas atas mendominasi pendidikan dan status sosial kelas yang lebih rendah yang tidak memiliki modal dukungan sangat mudah untuk tereleminasi. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi, yaitu habitus yang dibentuk di dalam arena pendidikan dan habitus yang berasal dari latarbelakang keluarga. Studi sebelumnya cenderung membahas reproduksi kelas sosial di dalam Universitas dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan belum membahas di pendidikan militer. Sehingga, peneliti ingin mengkaji lebih lanjut di dalam pendidikan militer. Dari data yang peneliti temukan, peneliti berargumen telah terjadi reproduksi kelas sosial di Akademi militer dengan pengaruh habitus dari dalam arena pendidikan itu sendiri. Taruna dengan status sosial kelas yang lebih rrendah tidak memiliki cukup modal yang sama dengan taruna dari status sosial kelas atas, dengan begitu mereka hanya mengandalkan dukungan-dukungan dari senior dan pengasuh. Sehingga, taruna dengan status sosial yang lebih rendah dapat bertahan dan memperebutkan peringkat yang kemudian menjadi penentu kedudukan setelah lulus dari Akademi Militer (status sosial yang lebih tinggi dari sebelumnya). Pendekatan penelitian dalam studi ini adalah kualitatif deskriptif yang akan menjelaskan reproduksi kelas sosial yang terjadi di Akademi Militer Indonesia, Magelang, Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam kepada 9 informan dengan kriteria 5 abituren lulusan tahun 2015-2019 dan berasal dari latarbelakang keluarga status sosial lebih rendah, serta 4 komponen pendidikan Akademi Militer."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farahdilla Aulya
"Perkembangan budaya Korea semakin meluas hingga berbagai produk Korea dikenal oleh pasar Indonesia. Korea Selatan memiliki produk-produk populer yang dikagumi oleh konsumen Indonesia karena ketertarikan masyarakat terhadap ragam budaya Korea. Industri makanan Korea yang semakin tersebar luas membuat kimchi sebagai makanan khas Korea berhasil populer sehingga memiliki pengaruh terhadap perilaku konsumen. Dengan teknik pengambilan sampel sebanyak lima responden dengan karakteristik, berdomisili di Jakarta dan sudah menjadi konsumen kimchi. Analisis data dilakukan dengan metode analasis deskriptif dan pendekatan kualitatif. Tujuan penelitian ini menelaah kimchi dengan perilaku konsumen untuk melihat kelas sosial di masyarakat. Hasil penelitian dan analisa yang dilakukan berdasarkan pembelian dan konsumsi kimchi melihat indikator yang digunakan yaitu gaya hidup, relasi sosial dan keadaan ekonomi yang dihasilkan individu dapat memperjelas perilaku dan status sosial mereka. Kimchi sebagai makanan impor dengan harga premium menjadi penentu konsumen berada dalam kelas sosial atas, menengah atau bawah. Faktor kenyamanan, kepercayaan dan psikologis perilaku konsumen menjadi faktor yang berpengaruh dalam praktik makan kimchi. Faktor kepuasaan mencerminkan yang paling dominan dalam penentu perilaku konsumen terhadap produk kimchi yang beredar di pasaran seperti di restoran Korea atau supermarket. Hal tersebut menunujukkan terbentuknya kelas sosial berdasarkan variasi perilaku konsumen yang secara signifikan saling berpengaruh.

The development of Korean culture is expanding so that various Korean products are recognized by the Indonesian market. South Korea has popular products that are admired by Indonesian consumers because of the public's interest in Korean cultural diversity. The Korean food industry is becoming more and more widespread, making kimchi as a Korean food popular, so that it has an influence on consumer behavior. With a sampling technique of five respondents with characteristics, domiciled in Jakarta and have become consumers of kimchi. Data analysis was carried out using descriptive analysis methods and qualitative approaches. The purpose of this study is to examine kimchi with consumer behavior to see social class in society. The results of research and analysis conducted based on the purchase and consumption of kimchi saw the indicators used, namely lifestyle, social relations and economic conditions produced by individuals to clarify their behavior and social status. Kimchi as imported food with premium prices determines whether consumers are in the upper, middle or lower social class. Convenience, trust and psychological factors of consumer behavior are factors that influence the practice of eating kimchi. The satisfaction factor reflects the most dominant factor in determining consumer behavior towards kimchi products on the market such as in Korean restaurants or supermarkets. This shows that the formation of social class based on variations in consumer behavior is mutually influential and significant."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suriani
"Diferensiasi dan pengalokasian sebagai proses sosial dasar dalam masyarakat. Pada umumnya manusia menginginkan adanya hubungan yang harmonis satu sama lain, tidak terjadi konflik serta menginginkan adanya keteraturan. Apabila dalam suatu rumah tangga terdapat konflik antara orang tua, anggota keluarga senantiasa menginginkan agar supaya bisa tenang, agar bisa bekerja dan belajar dengan tenang. Demikian juga dalam suatu masyarakat ada keinginan untuk bisa hidup dengan tenang aman dan teratur.
Sebagaimana halnya organisme biologis, masyarakat sebagai organisme sosial memerlukan adanya keteraturan, di mana setiap bagian mempunyai fungsi masing-masing. Masyarakat mempunyai intitusi sosial, yang masing-masing mempunyai fungsi mempertahankan adanya masyarakat. Hubungan antara intitusi sosial merupakan sistem sosial. Sebagai sistem sosial masyarakat mempunyai peraturan dan kebiasaan yang merupakan fakta sosial yang berisikan cara bertindak, berfikir dan merasakan yang mengendalikan individu.
Perkembangan dan pertumbuhan suatu sistem sosial dapat terlihat dengan makin bertambahnya diferensiasi intitusi sosial dalam masyarakat tersebut. Bertambahnya diferensiasi intitusi sosial menyebabkan bertambahnya aturan-aturan yang secara spesifik mengatur tingkah laku individu yang tergabung dalam sistem sosial atau bagian sistem sosial. Dengan demikian makin kompleks suatu masyarakat makin banyak aturan-aturan spesifik yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat, di mana anggota masyarakat harus melaksanakan harapan peran yang ditentukan dalam sistem intitusi sosial.
Dalam kenyataan di masyarakat terlihat bahwa masyarakat terbagi dan teralokasikan dalam berbagai dimensi, sesuai dengan harapan yang berupa nilai-nilai yang terdapat dalam intitusi sosial. Harapan peran apa yang harus dilaksanakan sangat tergantung pada situasi dan kondisi masyarakat. Berdasarkan situasi dan kondisi muncul diferensiasi intern sistem sosial. Harapan peran yang terdapat di masyarakat pedesaan berbeda dari harapan peran yang terdapat di masyarakat perkotaan. Dengan kata lain anggota masyarakat akan melaksanakan perbuatan sesuai dengan ciri-ciri kebudayaan masyarakat bersangkutan.
Anggota masyarakat senantiasa ditekan oleh masyarakat untuk berbuat sesuai kemauan masyarakat. Masyarakat memiliki kekuatan menyuruh dan memaksa terhadap individu terlepas dari, kemauan individualnya. Diferensiasi intern sistem sosial disebabkan oleh bermacam-macam faktor baik yang dilakukan secara sengaja ataupun secara terselubung. Salah satu wujud diferensiasi sosial berupa pelapisan-pelapisan sosial (stratifikasi sosial). Sistem berlapis-lapis itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur, dimana dalam kenyataan akan ada pelapisan berdasarkan kekayaan, pendidikan, umur dan sebagainya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>