Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178094 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yoga Amiruliansyah
"ABSTRAK
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam rangka penyelesaian sengketa konsumen akan menimbulkan pihak yang kalah dan menang. Pengajuan upaya keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dapat diajukan oleh pihak yang kalah ke Pengadilan Negeri. Penelitian ini membahas mengenai dasar hukum pengajuan upaya keberatan ke Pengadilan Negeri dan pertimbangan hakim dalam memutus perkara dihubungkan dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2006. Penulisan penelitian ini menggunakan metode kepustakaan serta ditunjang dengan wawancara dan bersifat yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah PERMA Nomor 1 Tahun 2006 tidak membatasi dasar hukum pengajuan upaya keberatan terhadap putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) ke Pengadilan Negeri. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam rangka penyelesaian sengketa konsumen akan menimbulkan pihak yang kalah dan menang. Pengajuan upaya keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dapat diajukan oleh pihak yang kalah ke Pengadilan Negeri. Penelitian ini membahas mengenai dasar hukum pengajuan upaya keberatan ke Pengadilan Negeri dan pertimbangan hakim dalam memutus perkara dihubungkan dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2006. Penulisan penelitian ini menggunakan metode kepustakaan serta ditunjang dengan wawancara dan bersifat yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah PERMA Nomor 1 Tahun 2006 tidak membatasi dasar hukum pengajuan upaya keberatan terhadap putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) ke Pengadilan Negeri.

ABSTRACT
The decision issued by Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK) in order to resolve disputes between consumer and business entity will probably lead to disappointment for parties who lose. Objection submission of BPSK decision may be filed by the losing party to the district court. This research discussed legal basis of objection submission of BPSK decision to district court and consideration of the judge in deciding be based on PERMA Nomor 1 Tahun 2006. This research used juridical normative analytical methods in writing; library research and supported by interviews. The results of this research showed that PERMA Nomor 1 Tahun 2006 don?t limit the legal basis of the objection submission of BPSK decision to district court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62637
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qadli Iyaldi
"Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis penentuan kompetensi relatif pengadilan negeri dalam mengadili permohonan praperadilan. KUHAP beserta peraturan turunan dan perluasannya terkait dengan praperadilan, baik di dalam peraturan pemerintah, PERMA, serta dalam Putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan KUHAP tidak mengatur mengenai kompetensi relatif pengadilan negeri dalam mengadili permohonan praperadilan. Tiadanya suatu kriteria yang dapat menjadi pedoman untuk menentukan kompetensi relatif dari pengadilan negeri dalam mengadili permohonan praperadilan menyebabkan timbulnya perbedaan pendapat dalam menentukannya. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis- normatif yang bertujuan untuk menganalisis mengenai kesesuaian antara paradigma hukum, asas-asas, dan dasar falsafah hukum positif dengan realitanya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa penentuan kompetensi relatif permohonan praperadilan berdasarkan pada ruang lingkup kewenangan dan tujuan dari lembaga praperadilan sebagai bentuk pengawasan horizontal terhadap tindakan penyidik maupun penuntut umum dalam tahap pemeriksaan pendahuluan, sehingga penentuan kompetensi relatif ini berdasarkan pada tempat penyidik dan penuntut umum melakukan kewenangannya yang termasuk dalam ruang lingkup objek pemeriksaan praperadilan. Penulis menyarankan dalam penelitian ini kepada Mahkamah Agung untuk mengeluarkan produk hukum berupa Peraturan Mahkamah Agung atau PERMA mengenai acara pemeriksaan praperadilan, khususnya terkait dengan pengaturan kompetensi relatif pengadilan negeri dalam mengadili permohonan praperadilan. Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan adanya kepastian hukum dalam menentukan kompetensi relatif pengadilan negeri dalam mengadili permohonan praperadilan.

This thesis aims to analyze the determination of the relative competence of district courts in adjudicating pretrial applications. KUHAP and its derivative and extended regulations related to pretrial, both in government regulations, PERMA, as well as in the Constitutional Court Decision related to KUHAP does not regulate the relative competence of district courts in adjudicating pretrial applications. The absence any criterion that can serve as a guide for to determine the relative competence of district courts in adjudicating pretrial applications has led to differences of opinion in determining them. This thesis uses a juridical-normative research method that aims to analyze the suitability of the legal paradigm, principles, and philosophical foundations of positive law with reality. Based on the research that has been done, the author conclude that the determination of the relative competence of pretrial applications must be based on the scope of authority and objectives of the pretrial institution as a form of horizontal supervision of the actions of investigators and public prosecutors in the preliminary examination stage, so that the determination of relative competence is based on the location of the investigator and the public prosecutor exercises his authority which is included in the scope of the object of pretrial examination. The author suggests in this study to the Supreme Court to issue a legal product in the form of a Supreme Court Regulation or PERMA regarding pretrial examination procedures, particularly related to the regulation of the relative competence of district courts in adjudicating pretrial applications. It aims to create legal certainty in determining the relative competence of district courts in adjudicating pretrial applications."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febby Mutiara Nelson
"Kepastian hukum baik mengenai hukum materil yang menyangkut substansial maupun hukum formil yang menyangkut proses beracara di pengadilan sangat dibutuhkan untuk terselenggaranya kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah Indonesia memberlakukan beberapa undang-undang penting ditengah krisis ekonorni dan reformasi yang tengah berlangsung tahun 1998. Banyak pihak menduga bahwa undang-undang yang diberlakukan adalah sebagai bagian dari nota kesepahaman (letter of intent) dengan pihak International Monetery Fund (IMF). Deregulasi terutama dilakukan pada beberapa materi perundang-undangan baru, khususnya yang menyangkut bidang perekonomian dan dunia usaha. Salah satunya adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dimana undang-undang ini sangat diharapkan oleh konsumen maupun pelaku usaha di Indonesia. Namun dalam pelaksanaan Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) tersebut tidak terlepas dari permasalahan hukum yang ada. Dalam UUPK dikenal adanya upaya keberatan terhadap putusan arbitrase yang diajukan pada tingkat pengadilan negeri. Hukum acara tentang ini diatur didalam Perma Nomor 1 tahun 2006, yang menyatakan bahwa BPSK bukanlah sebagai salah satu pihak yang bersengketa dan objek dari keberatan tersebut adalah putusan arbitrase BPSK yang memenuhi Pasal 6 UUPK. Majelis Hakim Pengadilan Negeri memeriksa keberatan hanya berdasarkan putusan BPSK dan berkas perkara yang diajukan. Dalam Perma tersebut tidak dijelaskan bagaimana bentuk keberatan tersebut, apakah gugatan atau permohonan, sedangkan dalam hukum acara perdata tidak dikenal upaya hukum keberatan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T18474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Royke Ferrari
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai permohonan penetapan ahli waris tanpa adanya sengketa. Setiap lembaga negara memiliki kewenangan dan batasan yang diatur secara jelas dalam peraturan yang mendasari dibentuknya lembaga tersebut dalam sistem pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Begitupun bagi lembaga kenotariatan dan lembaga peradilan, memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya masing-masing dengan tidak melampaui kewenangan yang telah diberikan guna mencapai kepastian hukum. Dalam hukum waris, walaupun masih terjadi pruralisme hukum dalam pelaksanaan pembagian waris, namun tetap ada pemisahan yang telah diatur secara jelas berkaitan dengan kewenangan masing-masing lembaga dalam proses pembagian waris khususnya mengenai penetapan pembagian waris sehingga pelaksanaan pembagian waris harus dilaksanakan oleh lembaga yang berwenang untuk itu. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif melalui studi kepustakaan dan menganalisis data sekunder melalui metode kualitatif serta tipe penelitian deskriptif analitis. Kesimpulan penelitian ini menunjukan bahwa notaris memiliki kewenangan hak mewaris atas
keturunan dari golongan tionghoa dan eropa dan dalam hal penetapan hak mewaris, notaris wajib berpedoman pada KUH Perdata sebagai pedoman pembagian waris. Surat keterangan mewaris merupakan kesepakatan pembagian waris oleh para ahli waris yang di tuangkan kedalam surat keterangan hak mewaris yang dibuat dihadapan notaris dengan disertai dengan pendapat hukum notaris. Dalam kasus waris, tidaklah tepat diajukan sebagai suatu permohonan sepihak. Untuk mengajukan persoalan waris ke pengadilan sebaiknya diajukan dalam bentuk gugatan sehingga pengadilan memiliki kewenangan untuk mengeluarkan putusan. Sedangkan dalam hal permohonan diajukan secara sepihak, maka pengadilan hanya memiliki kewenangan
dalam membubuhkan legalisasi atas pernyataan waris.

ABSTRACT
This study discusses the application for the determination of heirs without any dispute. Each state institution has authority and limits that are clearly regulated in the regulations that underlie the establishment of these institutions in government systems and community services. Likewise for notary institutions and judiciary institutions, have the authority to carry out their respective duties by not exceeding the authority that has been given in order to achieve legal certainty. In inheritance law, although legal pruralism still occurs in the implementation of inheritance distribution, there is still a clearly regulated separation relating to the authority of each institution in the process of inheritance distribution, especially regarding the determination of inheritance distribution so that the implementation of inheritance must be carried out by the competent institution to that. To answer this problem normative juridical legal research methods are used through literature study and analyzing secondary data through qualitative methods and analytical descriptive research types. The conclusion of this study shows that the notary has inheritance authority over descendants from Chinese and European groups and in the case of
determining inheritance rights, the notary is obliged to refer to the Civil Code as a guideline for the distribution of inheritance. Inheritance certificate is an agreement on the distribution of heirs by the heirs which is poured into a certificate of inheritance made before the notary accompanied by a notary's legal opinion. In the case of inheritance, it is not appropriate to submit it as a one-sided request. To submit an issue of inheritance to court, it should be submitted in the form of a lawsuit so that the court has the authority to issue a decision. Whereas if the application is submitted unilaterally, the court only has the authority to affix the legalization of the statement of inheritance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dias Artania Jaya
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S22001
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Riana Putri
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan hak atas informasi, hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas jasa yang digunakan, hak untuk memilih jasa dalam putusan, hubungan hukum antara konnsumen dan pelaku usaha serta analisis terhadap putusan mengenai pertanggungjawaban PT Wahana Auto Ekamarga. Terkait dengan pembahasan tersebut, digunakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. PT Wahana Auto Ekamarga melanggar hak konsumen untuk didengar keluhannya dan hak konsumen untuk memilih jasa. Sesuai dengan asas konsensualisme, di antara R.E. Baringbing dan PT Wahana Auto Ekamarga telah terjadi hubungan kontrak. Atas pelanggaran hak-hak konsumen dan wanprestasi, PT Wahana Auto Ekamarga seharusnya bertanggung jawab untuk mengganti kerugian konsumen.
Hasil penelitian menyarankan bahwa dalam layanan jasa bengkel, pelaku usaha sebaiknya tidak melakukan perbaikan sebelum ada kesepakatan dari pihak konsumen meskipun perbaikan sebenarnya dibutuhkan, konsumen sebaiknya membaca petunjuk perawatan berkala dalam buku manual dan majelis BPSK serta majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menangani perkara ini sebaiknya dapat menjadikan tindakan pelaku usaha yang telah melakukan perbaikan tidak sesuai dengan kesepakatan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan kesalahan pelaku usaha.

This thesis discusses about the implementation of the right to information, the right to be heard on expressing opinion and complaints, the right to choose the services, legal relation between consumer and entrepreneur, as well as analysis of decision about responsibility of PT Wahana Auto Ekamarga for the loss suffered by consumers of garage services. The Law that is being used related in this thesis is Law Number 8 Year 1999 on Consumer Protection. PT Wahana Auto Ekamarga violated the rights of the consumer to be heard in expressing complaints and to choose the services. In accordance with the principle of consensualism, contractual relationship between R.E. Baringbing and PT Wahana Auto Ekamarga has been made. For that infringement of consumer rights and breach of contract, PT Wahana Auto Ekamarga should be responsible to indemnify the damages suffered by consumer.
Research suggest that entrepreneur should not do the repairment before consumer gives their agreement despite it is needed, consumer should read the periodic maintenance instructions in the manual, and the judges that handled this case should be able to make the act of entreprenuer who repair that not based on the agreement from consumer as a basis of consideration in determining the mistake of entrepreneur.Keyword Consumer Protection Legal Relation The Rights of The Consumers."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S67370
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kurniawan
"buku ini membahas tentang hukum perlindungan konsumen yang cara penyelesain sengketa."
Malang: Universitas Brawijaya Press, 2011
381.34 KUR h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkisyabana Yulistyaputri
"Terhadap putuasan arbitrase yang dikeluarkan oleh BPSK dapat diajukan 2 (dua) upaya hukum, yaitu keberatan sesuai dengan UU 8/1999 dan juga pembatalan sesuai dengan UU 30/1999. Adanya dua tindakan yang dapat dilakukan terhadap putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh BPSK tersebut menimbulkan pertanyaan terkait proses arbitrase dalam upaya penyelesaian sengketa konsumen dan juga perlindungan konsumen dalam proses tersebut, serta implikasi putusan Mahkamah Konkstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014 tentang Pembatalan Putusan Arbitrase terhadap proses penyelesaian sengketa konsumen di BPSK, karena keduanya bertentangan dengan sifat final and binding dari putusan arbitrase. Melalui metode penelitian doktrinal didapatkan hasil bahwa proses penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dengan tujuan utama mengusahakan upaya damai di antara pihak yang bersengketa, dan juga untuk mempersingkat waktu serta biaya penyelesaian sengketa, sehingga dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan konsumen secara maksimal. 3 (tiga) tahun sejak duicapkannya Putusan Mahkamah Konstitusi terkait, terdapat peningkatakan putusan terkait pembatalan putusan arbitrase dan juga keberatan atas putusan BPSK, walaupun hal tersebut tidak berlangsung seterusnya. Putusan Mahkamah Konstitusi berasaskan erga omnes, sehingga ketika putusan tersebut telah dibacakan, tidak hanya mengikat pihak yang terlibat dalam pokok perkara, namun juga bagi semua orang. Hal ini menyebabkan walaupun para Pemohon dalam pokok perkara dalam putusan Mahkamah Konkstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014 adalah pihak yang bersengeta di BANI, putusan Mahkamah Konstitusi tersebut juga tetap berlaku bagi putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh lembaga lain selain BANI, termasuk BPSK. UU 8/1999 dan UU/1999 telah berusia lebih dari 20 (dua puluh) tahun, sehingga sejatinya diperlukan suatu pembaharuan sesuai dengan kondisi yang ada saat ini, agar dapat lebih memberikan perlindungan konsumen secara maksimal.

Against the arbitration decision issued by BPSK, 2 (two) legal remedies can be filed, namely objection in accordance with Law 8/1999 and also annulment in accordance with Law 30/1999. The existence of two actions that can be taken against the arbitration award issued by BPSK raises questions related to the arbitration process in an effort to resolve consumer disputes, consumer protection in the process, as well as the implications of the Constitutional Court Decision Number 15/PUU-XII/2014 on the Cancellation of Arbitration Awards on the process of resolving consumer disputes at BPSK, because both are contrary to the final and binding nature of arbitration awards. Through the doctrinal research method, it is found that the process of resolving consumer disputes is carried out with the main objective of seeking peaceful efforts between the parties to the dispute, and also to shorten the time and cost of dispute resolution, so as to provide maximum legal certainty and consumer protection. 3 (three) years since the issuance of the relevant Constitutional Court Decision, there has been an increase in decisions related to the annulment of arbitration awards and also objections to BPSK decisions, although this has not continued. The Constitutional Court's decision is erga omnes, so that when the decision has been read out, it is not only binding for the parties involved in the subject matter, but also for everyone. This is why even though the Petitioners in the main case in Constitutional Court Decision No. 15/PUU-XII/2014 are parties to a dispute at BANI, the Constitutional Court's decision also applies to arbitration decisions issued by institutions other than BANI, including BPSK. Law No. 8/1999 and Law No. 1999 are more than 20 (twenty) years old, so a renewal is actually needed in accordance with current conditions, in order to provide maximum consumer protection."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syah Sondang J.E.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22639
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>