Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147850 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ivan Maola Noviansyah, Nur Lina
"Hipertensi didefinisikan sebagai suatu peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi primer pada laki-laki usia 45 tahun ke atas di rumah sakik umum daerah Kabupaten Ciamis. Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Hasil penelitian menunjukan jumlah responden yang merokok dengan jumlah >10 batang perhari 69,81% 62,26% responden menghisap rokok dengan cara menghisap dalam, responden menghisap rokok >10 tahun sebanyak 73,50% dan responden yang merokok dengan jenis filter sebanyak 52,83%. Hasil uji stastistik chi square menunjukan bahwa jumlah rokok >10 batang perhari (OR=3,748 CI=1,525-9,215 p<0,05) menghisap rokok dengan cara dalam (OR=3,827 CI=1,653-8,859 p<0,05) menghisap rokok >10 tahun (OR=4,312 CI=1,640-11,343 p<0,05) dan rokok dengan jenis filter (OR=2,963 CI=1,343-,537 p<0,05). Hasil : faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit hipertensi primer pada laki-laki usia >45 tahun yaitu jumlah rokok, lama merokok dan cara merokok. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa jenis rokok, jumlah rokok, lama merokok dan cara merokok merupakan faktor-faktor risiko kejadian hipertensi. Saran penulis pada penderita hipertensi supaya berhenti merokok. "
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi, 2005
JKKI 7:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mulia Sugiarti
"Melihat tingginya prevalensi merokok dan kejadian TB paru di Indonesia tahun 2010 maka perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang hubungan merokok dengan kejadian TB paru setelah dikontrol dengan variabel perancunya pada penduduk laki-laki usia >15 di Indonesia tahun 2010. Penelitian ini menganalisa data RISKESDAS 2010 dengan sampel penelitian penduduk laki-laki yang berumur > 15 tahun di Indonesia yang eligible berjumlah 1.428 responden. Penderita TB paru didapatkan berdasarkan diagnosis Tebaga kesehatan melalui pemeriksaan dahak atau rongten paru. Gambaran distribusi penelitian berupa 41% responden penelitian menderita TB paru dan 50,8% merokok.
Hasil penelitian ini adalah ada hubungan yang bersifat protektif antara merokok dengan TB paru (PR=0,73 95% CI 0,2-0,86) sebelum dan setelah dikontrol dengan variabel perancu. tidak hubungan dose respons jumlah rata-rata merokok per hari dengan TB paru (PR 1-10 batang per hari =0,74 95% CI 0,6-0,90 dan PR >10 batang per hari =0,74 95% CI 0,6-0,90). Ada Hubungan dose respons antara lama menjadi perokok dengan kejadian TB paru (PR 1-10 tahun =0,63 95% CI 0,45-0,90 dan PR >10 tahun =0,76 95% CI 0,64-0,90) dimana semakin lama responden menjadi perokok semakin tidak protektif terhadap TB paru.

Base on prevalence of Pulmonary Tuberculosis and prevalence of Smoking in Indonesia in 2010, the purpose of this study was to determine whether the association of smoking habit and the occurrence of pulmonary tuberculosis among 15 years old man in Indonesia in 2010. Base on Basic Medical Research 2010 data, this study used cross sectional methodology design to analyze to 1,428 eligible respondents. Patients diagnostic get pulmonary tuberculosis by health professionals through the examination of sputum or lung Rontgen at last 12 mouths. From the research found that 41% of respondents suffered from pulmonary tuberculosis and 50.8% of respondents are smoked.
The results of this study is that there is a protected relationship between smoking and pulmonary TB (PR = 0.73 95% CI 0.2 to 0.86) before and after controlled for confounding variables. There are no dose-response relationship between average cigarette per day with pulmonary TB (PR 1-10 cigarettes per day = 0.74 95% CI from 0.6 to 0.90 and PR>10 cigarettes per day = 0.74 95% CI 0.6 to 0.90), but there are dose-response relationship between long duration of smoking (PR1-10 years = 0.63 95% CI 0.45 to 0.90 and PR>10 years = 0.76 95% CI 0.64 - 0.90). It means the longer becomes smokers more unprotective against pulmonary tuberculosis.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42376
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anung Respati
"Tingginya prevalensi hipertensi dan stroke pada masyarakat kota Pariaman dan kebiasaan duduk di lapau, sebagai gaya hidup sedentari pada laki-laki, yang dilatarbelakangi budaya. Penelitian dilakukan dengan disain Kasus-Kontrol tidak berpasangan, pada 117 Kasus dan 117 Kontrol, laki-laki berusia 21 - 40 tahun. Kasus dipilih dari orang yang berkunjung ke RSUD Pariaman dan sebuah rumah sakit swasta di Pariaman, sedangkan Kontrol adalah tetangga Kasus dari rumah yang terdekat melingkupi rumah Kasus dan dipilih secara acak (Population based control). Kasus adalah penderita hipertensi ringan tanpa komplikasi yang berkunjung ke rumah sakit pada tahun 2006, dan pada saat wawancara mempunyai tekanan darah sistolik 140 -159 mmHg atau diastolik 90 -99 mmHg. Regresi logistik dilakukan untuk menganalisis hubungan ini.
Terdapat 35,9% responden dari kelompok Kasus beraktivitas rendah dibandingkan dengan 14,S% dari kelompok Kontrol. Pada waktu bekerja terdapat 32,5% responden dari kelompok Kasus dengan indeks rendah dibandingkan dengan 22,2% dari kelompok Kontrol. Terdapat 17,1% responden dari kelompok Kasus dengan indeks olah raga rendah dibandingkan dengan 6,8% dari kelompok Kontrol, dan pada waktu senggang terdapat 24,8% responden dari kelompok Kasus dengan indeks rendah dibandingkan dengan 27,4% dari kelompok Kontrol.
Laki-laki Pariaman usia 21 - 40 tahun dengan tingkat aktivitas fisik rendah mempunyai risiko untuk mengalami hipertensi ringan 4,06 kali lebih besar (OR 4,06 ;95%CI 1,81 - 9,10) dibandingkan laki-laki Pariaman usia 21 - 40 tahun dengan tingkat aktivitas fisik tinggi setelah dikontrol dengan status gizi dan frekuensi kebiasaan makan roti isi.
Aktivitas fisik yang rendah berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi ringan. Kebiasaan duduk di lapau harus diimbangi dengan meningkatkan kebiasaan olah raga Dinas Kesehatan Kota Pariaman didukung jajaran lain terkait perlu lebih mempromosikan upaya peningkatan aktivitas fisik di masyarakat dengan kampanye olah raga dan jalan kaki.

The high prevalence on hypertension and stroke among the people city of Pariaman and the sitting habit in the lapau, coffee stalls, as a sedentary life's style of men that culturally set up. Study is using an impaired case-control design with 117 cases and 117 controls of men aged 21 - 40 years old. Cases are chosen from visitors of General Hospital of the Distric of Pariaman ang of one Private Hospital in Pariaman, while controlsare the cases?neighbours from the closest house which surround the cases? houses and randomly selected (Population based control). Cases are stage I hypertension (JNC 7) patients without any comlpication who visit to hospital on 2006 and while interviewedis having blood pressure of systolic on 140 - 159 mmHg or diastolic on 90- 99 mmHg. Logistic regression is performed to analyze this association.
There are 35.9% of low physical activities among cases' group compare to 14.5% of controls' group. During work time, there are 32-5% of respondents of case group that having low index, while 22.2% of control group. Seventeen point one percent (17.1%) respondent from the cases' group have low sport index compared to 6.8% of controls' group. During leissure time, there are 24.8% respondents irom the cases' group are having low index, while 27.4% of controls' group.
Men in the city of Pariaman aged 21 - 40 years with low level of physical activity have a risk to develop stage I of hypertension 4.06 times greater (OR 4.06; 95%CI : 1.81 - 9.10) than men in the city of Pariaman aged 21 - 40 years with high level of physical activity after being controlled for overweight status and habitual frequency of stuffed bread consumption.
Low physical activity influences the occurrence of 1st stage hypertension. Sitting habit in the lapau must be balanced with more higher habit of exercising. The Health Autority of kota Pariaman, supported by its related components, should increase the promotion on the importance of physical activities of the community, such as a campaign on community exercise and walking.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprizal Satria Hanafi
"ABSTRAK
Hubungan obesitas dan merokok terhadap kejadian hipertensi sudah banyak diketahui
namun masih jarang dilakukan penelitian untuk melihat efek gabungan obesitas dan
merokok dalam menyebabkan hipertensi derajat 1. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi efek gabungan obesitas dan merokok dalam menyebabkan hipertensi
derajat 1. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional menggunakan data
Indonesian Family Life Survey-5 (IFLS-5) tahun 2014. Sampel yang dianalisis pada
penelitian ini berjumlah 13.487 setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis
multivariat menggunakan uji cox regresi digunakan untuk mengetahui besar risiko
obesitas dan merokok dalam menyebabkan hipertensi derajat 1. Hasil penelitian
didapatkan prevalensi hipertensi derajat 1 sebesar 23,50%. Analisis multivariat
menunjukkan bahwa orang yang obesitas dan merokok memiliki risiko 2,86 kali untuk
mengalami hipertensi derajat 1 (PR=2,86), orang obesitas dan tidak merokok memiliki
risiko 1,64 kali untuk mengalami hipertensi derajat 1 (PR=1,64), orang tidak obesitas
dan merokok memiliki risiko 1,32 kali untuk mengalami hipertensi derajat 1 (PR=1,32).
Risiko untuk mengalami hipertensi derajat 1 meningkat 48% akibat interaksi obesitas
dan merokok. Perlu adanya adanya skrining lebih ketat untuk mencegah hipertensi
terutama pada orang obesitas dan merokok pada umur ≥18 tahun misalnya dengan
pengkuran tekanan darah secara rutin di rumah. Selain itu perlu adanya peningkatan
kualitas pelaksanaan Posbindu PTM dari pemerintah untuk pemantauan faktor risiko
serta deteksi dini PTM.

ABSTRACT
The relationship of obesity and cigarette smoking to the incidence of hypertension was
well known, but study is still rare to see the joint effects of obesity and smoking in
causing hypertension grade 1. This study aimed to evaluate the joint effect of obesity
and cigarette smoking on causing hypertension grade 1. This study used a crosssectional
design using data from Indonesian Family Life Survey-5 (IFLS-5) in 2014.
The samples analyzed in this study amounted to 13,487 after fulfilling the inclusion and
exclusion criteria. Multivariate analysis using the cox regression test was use to
determine the risk of obesity and smoking in causing hypertension grade 1. The results
showed that the prevalence of hypertension grade 1 is 23.50%. Multivariate analysis
showed that people who were obese and smoking had a risk of 2.86 times for having
hypertension grade 1 (PR = 2.86), obese and non-smoking people have a risk of 1.64
times to have hypertension grade 1 (PR = 1.64), people who were not obese and
smoking have a risk of 1.32 times for having hypertension grade 1 (PR = 1.32). The risk
of developing hypertension grade 1 increased by 48% due to the interaction of obesity
and smoking. There needs to be more rigorous screening to prevent hypertension,
especially in obese and smoking people at age ≥18 years, for example by measuring
blood pressure regularly at home. In addition, there is a need to improve the quality of
the implementation of NCDs Integrated Development Post (Posbindu) from the
government for risk factor monitoring and early detection of NCDs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dani Firmansyah
"ABSTRAK
Transisi epidemiologi yang ditandai dengan tingginya prevalensi merokok pada laki-laki (75.33%) dan prevalensi hipertensi (24.97%) di Kota Banjar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan merokok dan hipertensi dengan menggunakan desain case control. Jumlah sampel penelitian sebanyak 129 kasus dan 129 kontrol, dimana kasus dan kontrol dipilih berdasarkan status hipertensi pada pasien laki-laki berusia ≥ 18 tahun yang berobat ke puskesmas di Kota Banjar periode 25 April sampai 27 Mei 2014. Hasil penelitian menunjukan bahwa laki-laki berusia ≥ 18 tahun yang merokok berisiko 1.19 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan laki-laki berusia ≥ 18 tahun yang tidak merokok setelah dikontrol variabel tingat stress dan konsumsi makanan tinggi garam (95%CI 0.60-2.36). Diperlukan intensifikasi dan inovasi upaya promosi kesehatan tentang bahaya rokok kepada masyarakat

ABSTRACT
Epidemiological transition characterized by a high prevalence of smoking in males (75.33%) and the prevalence of hypertension (24.97%) in Banjar. This study aimed to determine the association between smoking and hypertension by using case-control design. The number of samples are 129 cases and 129 controls, in which cases and controls were selected based on status of hypertension in male patients aged ≥ 18 years who went to the clinic in Banjar period April 25 to May 27, 2014. Results showed that men aged ≥ 18 years who smoke 1.19 times greater risk of suffering from hypertension compared with men aged ≥ 18 years who do not smoke after the controlled variables of stress level and consumption offoods high insalt (95% CI 0.60-2.36). Intensification and innovation needed health promotion efforts about the dangers of smoking to society."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas indonesia, 2014
T42084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Indriani Sudharma
"ABSTRAK
Testosteron merupakan salah satu hormon androgen pada laki-laki, yang akan
menurun seiring dengan bertambahnya usia Dua puluh persen dari pria berusia 60-
80 tahun, dan 35% dari pria yang berusia lebih dari 80 tahun, mempunyai
konsentrasi testosteron di bawah batas normal. Beberapa faktor mempengaruhi
terjadinya penurunan hormon testosteron, beberapa di antaranya dapat
dimodifikasi, seperti indeks massa tubuh, asupan makan, gaya hidup, faktor
penyakit, sehingga diharapkan dapat dilakukan upaya-upaya pencegahan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan hormon testosteron pada laki-laki, di antaranya adalah usia, indeks massa
tubuh, asupan makan, gaya hidup seperti perilaku merokok, aktivitas fisik, dan
faktor penyakit kronik yaitu Diabetes dan tekanan darah. Penelitian dilakukan
dengan metode potong lintang. Data didapat dari data sekunder penelitian payung
Andropause Trisakti-Puskesmas Cilandak tahun 2011. Sebanyak 249 responden
laki-laki usia 40 tahun ke atas yang memenuhi kriteria masuk sebagai subyek
penelitian. Terdapat hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh,
Diabetes Melitus, serta merokok dengan testosteron total, dengan OR sebesar 2,1
(95% CI : 1,085 ? 4,058), 5,5 (95% CI : 2,442 ? 12,443), OR=0,485 (95% CI:
0,249 ? 0,944). Analisis multivariat dengan regresi logistik didapatkan faktor
Diabetes Melitus merupakan faktor yang paling dominan terhadap hormon
testosteron pada laki-laki usia 40 tahun ke atas (OR =5,49 , 95% CI : 2,427 ?
13,20)

Abstract
Testosterone is one of the male?s androgen hormone, which it decrease according
to age-ing. 20% male population from 60 to 80 years of age , and 35% of male
population above 80 years of age, experincing lower than normal testosterone
level. Several factors supposed to influence testosterone hormone decline, such as
body mass index, food intake, lifestyle, and disease, and yet these factors are also
modifiable to accomodate prevention efforts. This research had been conducted to
further determine factors contribution to the influence,which were age, food
intake, lifestyle such as smoking and physical activities, chronic disease (e.g
diabetic mellitus, blood pressure) . The study design was cross sectional. The
required data was retrieved as secondary data resulted from an umbrella androgen
research in puskesmas Cilandak at 2011. The 249 males respondent, age above 40
years old, all eligible of the criterias, was included as test subjects. This study
established a significant relation between body mass index (OR= 2,1;
95%CI:1.085 ? 4.058), diabetes mellitus (OR= 5,5; 95% CI:2,442-12.443) , and
smoking (OR= 0.485; 95% CI: 0.249-0.944), towards total testosterone levels.
Multivariate analysis rendered that diabetes mellitus is the most dominant factor
to male above 40 years old testosterone level (OR=5,49, 95% CI: 2,427 ? 13,20)"
2012
T31502
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Ratna Sudewi
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan metodologi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi stresor kerja dengan hipertensi, dengan mempertimbangkan faktor faktor risiko lain (umur, genetik kolesierol, obesitas,rokok dll). Untuk itu, telah dilakukan satu penelitian kros-seksional pada 156 orang pejabat laki-laki eselon I,II,lll di satu instansi pemerintah di Jakarta yang telah diseleksi dengan kriteria inklusi. Untuk mengukur persepsi stresor kerja (yaitu ketaksaan peran, konflik peran, beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif, pengembangan karir, tanggung jawab terhadap orang lain) digunakan instrumen Diagnosis Sires. Sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang juga berhubungan dengan hipertensi digunakan satu kuesioner lain. Tekanan darah diukur dengan satu afar sfigmomanometer standar dan berat badan diukur dengan satu timbangan berat badan. Selain itu juga digunakan data pemeriksaan medis tahun 1999 untuk mengetahui kondisi kesehatan subyek yang diteliti dan hasil laboratorium seperti kadar kolesterol darah total, kadar gula darah.
Diagnosis hipertensi ditetapkan berdasarkan hipertensi sistolik menurut kriteria WHO, ISH 1993, JNCV-1992 dan sedang dalam pengobatan dengan obat anti hipertensi. Data yang terkumpul dianalisis dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat secara uji kai kuadrat dan regresi logistik, dengan menggunakan program SPSS.
Hasil dan Kesimpulan
Didapatkan prevalensi hipertensi 32.69% (lebih tinggi dibandingkan populasi umum). Tidak satupun di antara keenam persepsi stresor kerja mempunyai hubungan bermakna dengan hipertensi. Demikian juga untuk persepsi stresor kerja gabungan pada individu. Meskipun prevalensi derajat sedang paling banyak ditemukan pada populasi ini (67.95%), tetapi tidak ditemukan hubungan yang bermakna dengan hipertensi.
Sedangkan di antara faktor faktor risiko lain, hanya umur (OR = 2.06, 95%CI: 101 ; 4.18), lama kerja pada jabatan terakhir (OR = 0.48, 95%CL? 0.23 ; 0.99) dan minum kopi (OR = 0.45, 95%CI: 0.22 ; 0.93), yang mempunyai hubungan bermakna dengan hipertensi (p < 0.05). Secara umum penelitian ini menunjukkan bahwa tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara persepsi stresor kerja dengan hipertensi. Di antara faktor faktor risiko lain, faktor umur yang semakin tua mempunyai hubungan positif dengan risiko hipertensi, sedangkan faktor lama kerja yang lebih sedikit pada jabatan terakhir dan minum kopi mempunyai hubungan negatif, yaitu menurunkan risiko hipertensi.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menyertakan faktor faktor risiko lain yang berhubungan dengan hipertensi.

ABSTRACT
Analysis on the Relationship between Work Stressors Perception and Hypertension among the I, II, III Level of Echelon Male Officials of A Government Office in Jakarta, 1999Scope and Methodology
The objectives of this study are to know the relationship between work stressors perception and hypertension together with other risk factors of hypertension.: A cross-sectional study has been done on 156 subjects among the 1,11,111 level of echelon male officials of a government office in Jakarta who were selected by inclusion criteria. The instrument of Stress Diagnostic questionnaire was used to measure work stressors perception (i.e. role ambiguity, role conflict, over work load quantitative, over work load qualitative, career development, personal responsibility) and other questionnaires which include risk factors of hypertension and a standard of sphygmomanometer for measuring blood pressures and a bathroom scales for measuring weight. This study also used data of medical check--up in 1999 for knowing subjects health status and laboratory results like total blood cholesterol level and blood glucose level which indicate factors of hypertension risk Diagnosis of hypertension was conducted based on systolic hypertension that has been defined by WHO, ISH 1993, JNC V-1992 and/or on anti hypertensive treatment. Collected data was then analyzed by applying univariate, bivariate and multivariate analysis like chi-square and logistic regression by using SPSS.
Results and Conclusion
It is obtained that the prevalence of hypertension is 32.69% (higher compared to most people). There are no significant relationships between the six work stressors perception and hypertension. As for those relationships the prevalence of individual combined work stressors perception which presents dominant moderate degree (67.95%), has no significant relationships with hypertension. Whereas among other risk factors, only age (OR = 2.06, 95%CI: 101; 4.18), work duration at last position (OR = 0.48, 95%Cl.- 0.23 ; 0.99) and coffee intake (OR = 0.45, 95%C::: 0.22 ; 0.93) indicate significant relationships with hypertension (p < 0.05). Generally the study shows that there are no significant relationships between work stressors perception and hypertension risk Among other risk factors, eider factor was positively related to hypertension risk, whereas shorter work duration factor and coffee consumption factor were negatively related to hypertension risk, meaning that both of them decreased hypertension risk
A further research will have to be conducted by including the other hypertension risk factors.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Aliyah Muthi
"Kejadian BBLR di Kab. Kuningan cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2016-2018. RSUD 45 Kab. Kuningan merupakan Rumah Sakit rujukan dan memiliki kejadian BBLR cukup tinggi, menduduki peringkat ke 2 dari 10 besar penyakit pada tahun 2017. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR dan mengetahui hubungan faktor ibu, faktor obstetrik, faktor janin dan faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian BBLR. Jenis penelitian adalah kuantitatif menggunakan desain case control. Penelitian dilakukan dengan melihat data sekunder berupa rekam medis pasien. Jumlah sampel sebanyak 192 dengan perbandingan 1:1, sehingga total sampel sebanyak 384. Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji statistic Chi Square dan analisis multivariat menggunakan Regresi Logistik Ganda. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara jarak persalinan, usia kehamilan, komplikasi kehamilan dan bayi kembar dengan kejadian BBLR dan tidak ada hubungan antara penyakit kronis, paritas dan jenis kelamin dengan kejadian BBLR.

Low Birth Weight incidence in Kuningan Regency tends to increase from 2016-2018. Regional General Hospital 45 Kuningan District is a referral hospital and has a high incidence of LBW, ranked 2nd out of the top 10 diseases in 2017. This study aims to describe the factors related to LBW incidence and find out the relationship between maternal factors, obstetric factors, fetal factors and dominant factors associated with LBW incidence. This type of research is quantitative using a case control research design. The study was conducted by looking at secondary data in the form of patient medical records. The number of samples is 192 with a ratio of 1:1, so the total sample is 384. Analysis of the data using univariate analysis, bivariate analysis with Chi Square statistical tests and multivariate analysis using Multiple Logistic Regression. The results showed that there was a correlation between labor distance, gestational age, pregnancy complications and twins with the incidence of LBW and there was no relationship between chronic disease, parity and sex with LBW incidence."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amad Syarifudin
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara sosiodemografi (umur, riwayat hipertensi keluarga, IMT, persen lemak tubuh, lingkar pinggang, status dan pernikahan) dan gaya hidup (aktivitas fisik, merokok, stres, asupan karbohidrat, protein, lemak, natrium dan kalium) terhadap hipertensi pada polisi laki-laki di Purworejo, Jawa Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Pada penelitian ini melibatkan 139 polisi laki-laki di Purworejo.
Dari penelitian ini didapat prevalensi hipertensi pada polisi laki-laki sebesar 54,7 %. Terdapat hubungan yang signifikan antara lingkar pinggang dengan hipertensi (p = 0,025 OR=2,306 95 % CI : 1,166-4,564) dan jumlah rokok yang dihisap setiap hari dengan hipertensi (p = 0,024). Tidak ada hubungan yang signifikan antara umur, riwayat hipertensi keluarga, IMT, persen lemak tubuh, status dan pernikahan, aktivitas fisik, merokok, stres, asupan karbohidrat, protein, lemak, natrium dan kalium dengan hipertensi.
Prevalensi hipertensi pada polisi laki-laki di Purworejo termasuk tinggi. Untuk itu, polisi-laki-laki harus berwaspada terhadap hipertensi karena hipertensi merupakan silent killer. Polisi perlu melakukan cek tekan darah secara teratur untuk mengontrol tekanan darah. Polisi sebaiknya mengurang kebiasaan merokok dan melakukan aktivitas yang dapat mengurangi kegemukan.

Objective of this study was to know the relationship between sosiodemography (age, family history of hypertension, body mass index, percent body fat, waist circumference, marital status) and lifestyle (physical activity, cigarettes smoking, stress, carbohydrat intake, protein intake, fat intake, sodium intake and potasium intake) to hypertension on policemen in Purworejo, Central Java. This was a quantitative study using cross sectional as study design. 139 policemen were included as respondents.
This study found that hypertension prevalency policemen Purworejo was 54,7 %. There were significant relationship between waist circumference with hypertension (p = 0,025 OR=2,306 95 % CI : 1,166-4,564), number of cigarettes smoked per day and hypertension (p = 0,024). There were no significant relationship betwen age, family history of hypertension, body mass index, body fat percent, marital status, physical activity, smoking status, stress, carbohydrat intake, protein intake, fat intake, sodium intake and potasium intake with hypertension.
The prevalency of hypertension on policemen was categorized as high. Policemen should be aware with hypertension because hypertension is a silent killer. They need to check their blood pressure regularly to control their blood pressure. Policemen also should reduce cigarettes smoking and do activities that can reduce obesity.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bustanul Aswat
"Tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran tentang hubungan antara karakteristik individu, faktor satisfier dan faktor dissatisfier terhadap motivasi kerja perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Puri Husada Tembilahan. Penelitian yang dilakukan bersifat kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, jumlah sampel 110 orang. Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data primer dari kuesioner yang disebarkan kepada perawat.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebanyak 51,8% perawat memiliki motivasi kerja yang rendah dan 48,2% perawat memiliki motivasi kerja yang tinggi. Dari analisis bivariat antar variabel ditemukan bahwa yang memiliki hubungan signifikan dengan motivasi kerja perawat adalah usia, kesempatan pengembangan potensi individu, gaji yang diterima, hubungan antar pribadi dan kualitas supervisi. Dari hasil uji multivariat diperoleh bahwa hubungan antar pribadi adalah faktor yang paling dominan berhubungan dengan motivasi kerja.

The aim of this research is to find the relation between individual characteristic, satisfier factors and dissatisfier factors with work motivation of nurse in patient unit at Puri Husada Distric Public Tembilahan. Research conducted is quantitative with cross sectional methode. Total sample were 110 nurses. The source of data in this research was primary data from distributed questionaire.
Result of this research shown that 51,8% of nurses had poor work motivation meanwhile 48,2% of nurses had high work motivation. From the bivariate analysis found that age, advancement, salaries, interpersonal relation, and quality supervisor had significant relation with work motivation. The result of multivariate analysis shown that interpersonal relation is the dominant factor related to work motivation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T30560
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>