Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168892 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anggie Dwiputri Irsan
"ABSTRAK
Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka terhitung mulai tanggal 31 Desember 2013 fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia (BI) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), termasuk dalam hal ini adalah penyelesaian pengaduan Nasabah dan sengketa perbankan. OJK telah mengeluarkan POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan POJK No. 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan sebagai dasar ketentuan dalam mengatur penyelesaian sengketa antara Bank dan Nasabah, baik melalui internal dispute resolution dan external dispute resolution. Dengan beralihnya kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan ke OJK, maka alternatif penyelesaian sengketa yang sebelumnya diatur oleh BI berupa Lembaga Mediasi Perbankan Independen kini mulai menemukan titik terang dalam bentuk Lembaga Alternatis Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI). Namun dalam pelaksanaannya LAPSPI akan menghadapi berbagai macam tantangan yang harus dipenuhi, diantaranya merumuskan prosedur dan ketentuan penyelesaian sengketa, penerapan prinsip lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dan memiliki sumber daya untuk dapat melaksanakan pelayanan penyelesaian sengketa. Menarik untuk diteliti lebih lanjut permasalahan yang terjadi dengan beralihnya kewenangan pengaturan dan pengawasan sektor perbankan dari BI kepada OJK terutama dalam hal penyelesaian sengketa perbankan dan tantangan pemenuhan prinsip lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang harus dipenuhi oleh LAPSPI.

ABSTRACT
Since the enactment of UU No. 21 Year 2011 on the Financial Services Authority, then starting on December 31, 2013 the functions, duties, and authority of the regulatory and supervisory activities of financial services in the banking sector switching from Bank Indonesia (BI) to the Financial Services Authority (OJK), including in this case is customer complaints and dispute resolution between banks and customer. FSA has issued POJK No. 1 / POJK.07 / 2013 on Consumer Protection in the Sector of Financial Services and POJK No. 1 / POJK.07 / 2014 of the Alternative Institution of Dispute Resolution in the Financial Services Sector as a basic provision in arranging the Banking dispute resolution, both through internal and external dispute resolution. With the transition of regulation authorization and banking supervision to the FSA, then the alternative dispute resolution of that were previously regulated by the Bank Indonesia in the form of the Institution Banking Mediation Independent is now beginning to find a bright spot in the form of Alternative Institution of Dispute Resolution of Banking Indonesia (LAPSPI). However, in practice LAPSPI will face numerous challenges to be met, including formulating procedures and dispute settlement provisions, the application of the principle of alternative institutions of dispute resolution, and have the resources to be able to carry out the dispute resolution service. Further interesting to study the problems that occur with the authority transition of regulation and supervision of the banking sector of BI to the FSA, especially in terms of banking dispute resolution and the compliance challenges of the principle of alternative institutions of dispute resolution that must be met by LAPSPI.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Agung Untari
"Pengangkatan Hakim Pengawas dan kurator dimaksudkan sebagai pelaksana dari putusan pailit yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim dalam perkara permohonan pernyataan pailit. Namun, pengaturan mengenai tugas dan wewenangan Hakim Pengawas pasca putusan pailit tidak semudah yang dibayangkan. Permasalahan dalam tesis ini adalah mengenai peranan dan sejauh mana pelaksanaan tugas Hakim Pengawas dapat dipertanggungjawabkan, serta kendala yang dihadapi. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif.
Undang-undang Kepailitan (UUK) mengatur bahwa Hakim Pengawas bertanggung jawab dalam mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilaksanakan kurator agar tidak menyalahgunakan kewenangannya. Hakim Pengawas dituntut memiliki kemampuan dan kecermatan serta integritas moral yang tangguh dalam memahami tugas dan kewenangannya, selain dapat membina hubungan kerjasama yang balk dengan semua pihak dalam proses kepailitan pasca putusan. Tanggung jawab Hakim Pengawas hanya sebatas tugas dan wewenang yang diatur dalam UUK serta terhadap ketetapan-ketetapan yang dibuatnya sedangkan kesalahan atau kelalaian yang dilakukan curator yang dapat merugikan harta pailit tetap menjadi tanggung jawab kurator. Namun dalam pelaksanaan tugasnya Hakim pengawas tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai.
Hendaknya pada UUK yang akan datang pengaturan mengenai Hakim Pengawas disusun dengan batasan yang jelas termasuk dengan menyesuaikannya dengan tahaptahap dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, serta jika perlu adanya sanksi bagi Hakim Pengawas apabila terbukti menyimpang dalam tugasnya. Hal ini penting mengingat Hakim Pengawas memiliki andil yang besar dalam penyelesaian kepailitan pasca putusan secara adil, cepat, terbuka dan efektif guna melindungi kepentingan debitur pailit, para kreditur dan pihak lain yang terkait."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19860
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nastasya Zita Pradita
"Skripsi ini membahas mengenai kewenangan yang dimiliki oleh Kurator dalam mengambilalih harta dari pihak ketiga yang berada di atas tanah boedel pailit serta kewenangannya dalam mengakhiri perjanjian sewa-menyewa dan hak pengelolaan tanah secara sepihak. Tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif karena menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang intinya meneliti asas-asas hukum, sistematis hukum, dan sinkronisasi hukum dengan cara menganalisanya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pada akhirnya, Peneliti memperoleh kesimpulan bahwa putusan tidak sesuai dengan UUK-PKPU dan harta pihak ketiga tetap termasuk ke dalam boedel pailit sehingga kepengurusannya dapat diambilalih oleh Kurator.

This thesis discussed about Curator's authorities in taking over assets of third party which were built above the bankruptcy land owned by a bankrupt debtor and also the authority to make unilateral termination of rent agreement with land management rights in it. Furthermore, this thesis uses normative legal research because it focuses on the research literature that examines the core principles of law, the law systematically, and the synchronization of the law by analyzing them. The data obtained were analyzed using qualitative descriptive methods. Researcher came to conclusions that the decision of Supreme Court is not in accordance with Bankruptcy Act and the assets of third party are included in bankrupt assets, therefore they can be taken over by Curators."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62545
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imran Nating
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005
346.078 IMR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ammar
"ABSTRAK
Anggota direksi dalam melaksanakan tugasnya memiliki resiko bertanggung jawab secara pribadi. Saat ini terdapat kecenderungan anggota direksi melakukan perjanjian pisah harta untuk membatasi tanggung jawab pribadinya. Tesis ini mengkaji tentang keberadaan perjanjian pisah harta untuk membatasi pertanggung jawaban anggota direksi dalam hal perseroan terbatas merugi akibat kelalaian anggota direksi tersebut dan perlindungan hukum terhadap kreditur apabila anggota direksi tersebut memiliki perjanjian pisah harta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian pisah harta yang dilakukan anggota direksi yang bersalah atau lalai yang menyebabkan perseroan terbatas rugi dapat membatasi tanggung jawab anggota direksi tersebut apabila perjanjian pisah harta dibuat sebelum perkawinan dilakukan dan dalam bentuk akta notaries. Kreditur memang tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai dalam hal anggota direksi memiliki perjanjian pisah harta. Namun demikian kreditur tetap dapat melakukan upaya hukum lainnya agar kepentingannya terlindungi dengan meminta dibuatnya asuransi jabatan direksi atau melakukan gugatan Actio Pauliana. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif, dengan bahan hukum sekunder sebagai bahan utama

ABSTRACT
Board of directors in carrying out their duties have personal responsibility risk. Currently, there is a tendency of the directors entered into a separation of property agreement to limit personal liability. This thesis examines the existence of separate property agreement to limit liability of the directors in terms of a limited liability company lost due to the negligence of the directors and the legal protection of creditors if the board member has a separate property agreement. The results showed that the separation of property agreement of the members of the board of directors at fault or negligence which causes loss of limited liability may limit the liability of directors when the separation of property agreement made ​​before marriage done and in a notary deed. The lender did not obtain adequate legal protection in the event a director has an agreement separate property. However, lenders can still make other remedies that protected its interests by requiring insurers made ​​the position of directors or making claims Actio Pauliana. The research was conducted by using normative juridical, with secondary materials as the main materials"
Universitas Indonesia, 2013
T33138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Andika
"Tulisan ini membahas mengenai pertanggungjawaban kurator dalam melakukan tugasnya terhadap harta pailit agar tidak menyebabkan kerugian terhadap kreditor atau debitor pailit yang dibandingkan dengan ketentuan hukum kepailitan yang berlaku di Amerika Serikat. Pembahasan juga ditinjau dari pertimbangan hakim pada kasus terdahulu di Indonesia dan Amerika Serikat mengenai kasus kurator yang digugat oleh para pihak dalam kepailitan atas dasar tindakan yang tidak beritikad baik sehingga menyebabkan kerugian terhadap para pihak dan harta pailit. Untuk mencari jawaban dari tulisan ini, tulisan ini ditulis dengan metode penelitian doktrinal. Peran kurator sebagai satu-satunya lembaga dalam kepailitan yang berwenang melakukan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit membuat kurator memikul tanggungjawab yang besar kepada para pihak dalam kepailitan atas harta pailit. Atas tanggung jawab yang besar itu maka undang-undang kepailitan mengatur agar kurator dapat bertanggung jawab terhadap kerugian atas harta pailit dan para pihak kepailitan. Tetapi pada praktiknya atas adanya tanggung jawab kurator tersebut maka tidak sedikit kasus pada pengadilan yang melakukan penggugatan terhadap kurator atas tindakan itikad tidak baik yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit dan para pihak. Maka dari tanggung jawab tersebut, ditentukan bahwa kurator dapat bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian yang dialami oleh para pihak atau kerugian terhadap harta pailit apabila tindakan yang dilakukan tersebut terbukti merupakan tindakan di luar kewenangan yang dimiliki oleh kurator yang diberikan oleh undang-undang untuk melakukan tugasnya sebagai kurator.

This paper discusses the responsibility of the trustee in conducting his duties towards the bankruptcy estate so as not to cause any disadvantage to creditors or bankruptcy debtors compared to the provisions of bankruptcy law applicable in the United States. The discussion is also reviewed from the consideration of judges in previous cases in Indonesia and the United States regarding cases of trustees being sued by parties in bankruptcy on the basis of actions that are not in good faith, causing harm to the parties and the bankruptcy estate. To find the answers, this paper is written using doctrinal research method. The role of the trustee as the only authorized entity in bankruptcy to manage and settle the bankruptcy estate makes the trustee bear a great responsibility to the parties in bankruptcy for the bankruptcy estate. For this great responsibility, the bankruptcy law regulates that the trustee can be responsible for the loss of bankruptcy assets and bankruptcy parties. However, in practice, due to the trustee's responsibility, there are many cases in which the court sues the trustee for bad faith actions that cause losses to the bankruptcy estate and the parties. From this responsibility, it is determined that the trustee can be personally liable for losses suffered by the parties or losses to the bankruptcy estate if the actions taken are proven to be actions outside the authority granted to the trustee by law to perform his duties as a trustee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawati Danansih
"Perseroan Terbatas (perseroan) sebagai badan hukum memiliki pertanggungjawaban yang bersifat terbatas. Sebagai subyek hukum, dia dianggap cakap untuk bertanggungjawab atas segala kegiatannya termasuk bila terjadi kerugian. Pertanggungjawaban demikian seringkali dimanfaatkan pelaku usaha perseroan, dalam hal ini direksi dengan menggunakan perseroan untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk kelangsungan perseroan. Menurut Undang-undang nomor 1 Tabun 1995 tentang Perseroan Terbatas, direksi diwajibkan beritikad balk dalam mengurus perseroan, sehingga pelanggaran terhadapnya merupakan kelalaian dan kesalahan yang harus dipertanggungjawabkan secara pribadi. Namun tentang itikad baik oleh direksi tersebut lebih lanjut tidak ditemui penjelasannya.
Penafsiran yang keliru tentang itikad baik berakibat lolosnya direksi dari pertanggungjawaban atas kerugian perseroan yang disebabkannya (pailit). Padahal pertanggungjawaban direksi penting bagi kreditor ketika budel pailit peseroan tidak mencukupi untuk membayar piutang mereka pada perseroan. Bagaimana sebenarnya tindakan pengurusan direksi dapat dikatakan salah atau lalai mengakibatkan perseroan pailit? Serta bagaimana pertanggungjawaban direksi atas kerugian yang tidak mampu dibayar oleh perseroan akibat kepailitan yang disebabkannya tersebut? Untuk itu penulis melakukan penelitian dengan metode yuridis normatif dengan wawancara: sebagai data penunjang.
Penulis mendapatkan bahan-bahan hukum melalui perundang-undangan, yurisprudensi serta literatur-literatur terkait. Sehingga diketahui bahwa direksi tidak dikatakan lalai atau salah mengakibatkan kepailitan sepanjang direksi beritikad balk dengan acuan duty of care, duty of loyalty dan melaksanakan pengurusan sesuai kewenangan yang diberikan kepadanya (intra vices) yang dapat ditemui pada corporate law system. Namun bila terbukti sebaliknya mengakibatkan perseroan pailit, direksi dapat dimintai pertanggungjawaban secara tanggung renteng melalui proses kepailitan di Pengadilan Niaga. Hal demikian dilakukan agar pemenuhan pembayaran piutang kreditor dapat diiaksanakan secara adil dan seimbang.

The limited liability company as a legal entity enjoys the benefits of limited responsibility. As a subject of Law, it is deemed to have the capacity to bear responsibilities upon its activities including should there rise any deficiency. Such limited responsibility is often miss used by businessmen or entrepreneurs for their own self benefits and not for the company's best interest. Pursuant to Law number I of the year of 1995 regarding The Limited Liability company, the board of directors are obliged by law to have good intentions in managing the company, thus the breach of such shall be deemed as an act of misconduct and negligence which amounts to personal reponsibility. However, the regulation of which remains unclear.
The board of directors responsibility is crucial for creditors especially when the assets of the company is not enough to compensate the creditors, event so the miss-interpretation of good intention still exist and such leads to the unfair acquital of the Board of directors for their misconduct which contributes to the loss of the company (the default of the company). Then, how to determine the faults of the board of directors which leads to the default of the company? Furthermore, how is the mechanism to held the responsibility of the board of directors in the case if the company goes default because of their fault? To answer that problem the writer has conducted researches with the normative juridical method with interviews as supporting data.
The writer obtains her law materials through the regulations, jurisprudence, and also other literatures in connection with this issue. Such is completed so to know that as long as the board of directors exercise its good intention pursuant to the principles of duty of care, duty of loyalty, and exercise its discretion according to the measurements it is given (intra vices) which can be found in the corporate law system, then it will be acquited. However, if the conduct of which can be proven otherwise that leads to the default of the company, then the board of directors can be personally held liable proportionallyby the verdict of the Commercial Court. Such is done to ensure the fair and balanced return of payment from the debtors to the creditors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Virgonio Yolanda
"ABSTRAK
Hukum Kepailitan Indonesia memperkenankan Kurator untuk diusulkan oleh debitor maupun kreditor dalam suatu perkara kepailitan. Ketentuan seperti ini dapat menimbulkan dugaan Kurator yang diusulkan akan cenderung bersikap tidak independen dan bersikap cenderung menguntungkan pihak yang mengusulkannya. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti secara mendalam tentang independensi Kurator yang diusulkan oleh salah satu pihak dalam perkara pailit dan upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap Kurator yang diduga tidak independen. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk studi kepustakaan library research dengan pendekatan peraturan perundang-undangan statute approach . Simpulan dalam penelitian ini adalah bahwa terlepas dari siapa yang mengusulkannya, seorang Kurator wajib untuk bersikap independen dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Peraturan perundang-undangan memberikan berbagai upaya hukum baik dalam ranah pidana, perdata maupun administratif yang dapat dilakukan terhadap Kurator yang diduga tidak independen. Walaupun demikian, akan lebih baik apabila ketentuan mengenai independensi seorang Kurator diatur secara lebih terperinci agar dapat mempersempit celah hukum yang dapat dipersalahgunakan.

ABSTRACT
Indonesia Bankruptcy Law allows a curator to be proposed by a debtor or creditor on a bankruptcy case. This condition could raise suspicion towards curator who is proposed by debtor or creditor will tend to be not independent and a suspicion towards a one sided benefit of the proposing party. The purpose of this research is to investigate the independence of a curator that is proposed by one party on a bankruptcy case and a plausible legal effort that can be done against the curator who allegedly not independent. The method of research used will be in the form of library research with a statute approach. The conclusion of this research is that regardless of the proposing party, a curator has the responsibility and is obligated to be independent in enforcing his her authority. The statutory law provides several legal efforts in a form of criminal, civil as well as administrative legal effort that could be enforced towards curators who allegedly not independent. It is advisable to have a more detailed regulation towards the independence of a curator as it will narrow down any possible loophole that could be misused."
2017
T48354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfan Tenri Abeng
"Keputusan pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga mengakibatkan debitor demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus harta kekayaannya, dan sejak dinyatakan pailit pengurusan dan pemberesan harta pailit beralih kepada Kurator. Pasal 185 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 menentukan pahwa harta pailit harus dijual secara lelang. Pemberesan harta pailit dengan mekanisme lelang pada dasarnya merupakan alternatif yang tepat dan cepat dalam era globalisasi dan reformasi dewasa ini, karena penjualan secara lelang bersifat obyektif, kompetitif, transparan, built in control dan otentik. Dalam hal penjualan lelang tidak tercapai maka penjualan di bawah tangan dapat dilakukan dengan ijin Hakim Pengawas.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apabila tidak berhasil melakukan penjualan dengan cara lelang dapatkah Kurator langsung memilih cara penjualan di bawah tangan. Bagaimana dikatakan seorang Kurator tidak berhasil dalam melaksanakan lelang dan bagaimanakah peran Kurator agar lelang tersebut dapat berjalan dengan lancar, efektif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Penelitian untuk menyusun tesis ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang berbentuk yuridis normatif, penelitian yang bersifat eksplanatoris, dan penelitian ini bertujuan untuk memecahkan masalah. Dalam pemberesan harta pailit apabila lelang yang dilaksanakan tidak berhasil, Kurator tidak dapat begitu saja melakukan penjualan di bawah tangan, melainkan Kurator terlebih dahulu harus melakukan lelang ulang. Apabila lelang ulang tidak berhasil dengan ijin Hakim Pengawas dapat dilakukan penjualan dibawah tangan dan Kurator harus dapat mempertanggungjawabkannya. Kurator harus menghindari adanya benturan kepentingan dan turut berperan aktif sejak tahap persiapan lelang sampai dengan pasca lelang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16578
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Azzahra
"Penelitian ini membahas mengenai utang pajak perseroan yang dinyatakan pailit terhadap tanggung jawab pribadi direksi. Kepailitan merupakan suatu sita umum terhadap seluruh kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. Direksi memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan kepentingan Perseroan sesuai maksud dan tujuan Perseroan, mewakili Perseroan di dalam maupun di luar pengadilan, serta bertanggungjawab apabila terdapat penyimpangan yang disebabkan dari kesalahan dan/atau kelalaian dari direktur tersebut. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah utang pajak perseroan yang telah pailit terhadap tanggung jawab pribadi direksi dan penagihan utang pajak terhadap direksi perseroan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal. Tipologi penelitian ini adalah deskriptif-analitis. Hasil penelitian ini adalah tanggung jawab pribadi TSD atas utang pajak perseroan yang dinyatakan pailit tidak dapat dibebankan secara pribadi kepada TSD, karena permohonan keberatan atas pengumuman daftar pembagian akhir harta pailit yang diajukan oleh KPP Wajib Pajak Besar Satu terdapat penolakan oleh Mahkamah Agung berdasarkan perkara Kasasi Nomor 557K/Pdt.Sus-Pailit/2018, yang mana telah inkracht. Maka semua debitor, kreditor, dan pihak lain yang berkaitan dalam putusan harus tunduk pada putusan tersebut. Ditinjau dari asas keadilan dan kepastian hukum, penagihan utang pajak yang dikabulkan dalam perkara Kasasi Nomor 557K/Pdt.Sus-Pailit/2018 adalah sebesar Rp2.549.161.883 dan telah dibayarkan oleh kurator sehingga utang pajak telah lunas. Adapaun penagihan sebesar Rp193.625.721.483 tidak berkaitan dengan tagihan utang pajak yang terdapat dalam daftar harta pailit.

This research discusses the tax debt of companies declared bankrupt regarding the personal responsibilities of directors. Bankruptcy is a general confiscation of all assets of a bankrupt debtor, the management and settlement of which is carried out by a curator under the supervision of a supervising judge. The Board of Directors has the authority and responsibility to carry out the Company's interests in accordance with the Company's aims and objectives, represent the Company inside and outside the court, and is responsible if there are irregularities caused by the director's errors and/or negligence. The formulation of the problem in this research is the tax debt of a bankrupt company on the personal responsibility of the directors and the collection of tax debts on the company's directors. This research uses doctrinal legal research methods. The typology of this research is descriptive-analytical. The result of this research is that TSD's personal responsibility for the tax debt of a company declared bankrupt cannot be borne personally by TSD, because the request for objection to the announcement of the final distribution list of bankruptcy assets submitted by the First Large Taxpayer KPP was rejected by the Supreme Court based on Cassation case Number 557K/Pdt.Sus-Pailit/2018, which has been inkracht. Then all debtors, creditors and other parties involved in the decision must comply with the decision. Judging from the principles of justice and legal certainty, the tax debt collection granted in Cassation case Number 557K/Pdt.Sus-Pailit/2018 is IDR 2,549,161,883 and has been paid by the curator so that the tax debt has been paid off. The collection of IDR 193,625,721,483 is not related to the tax debt claim contained in the bankruptcy estate list."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>