Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196368 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prudensius, Maring
"Hutan mengandung nilai ekonomi, ekologi, sosial, dan kultmal. Banyak pihak menaruh perhatian pada nilai tersebut dengan kepentingan berbeda. Hubungan antarpihak dengan kepentingan berbeda bisa melahirkan konflik, perlawanan, dan kolaborasi. Analisis konflik, perlawanan, dan kolaborasi sering dilakukan secara terpisah sekalipun realitas konflik, perlawanan, dan kolaborasi melibatkan pihak yang sama pada kasus yang sama.
Penelitian ini mengacu perspektif yang mernandang kekuasaan sebagai kompleks strategi dinamis yang datang dari berbagai pihak. Perspektif ini melihat konflik, perlawanan, dan kolaborasi bukan sebagai realitas yang berdiri sendiri tetapi sebagai hasil dari hubungan kekuasaan. Genealogi kekuasaan menjadi metode penelitian dengan memberi tekanan pada peristiwa yang terjadi sekarang sambil melakukan penelusuran historis jika diperlukan. Wawancara mendalam dan pengarnatan terlibat dipilih untuk menelusuri dan memperdalam data yang diperoleh melalui pernyataan informan, dokumen, dan teks. Penelitian lapangan dilakukan sejak Maret hingga Agustus 2007 pada parapihak yang terlibat dalam penguasaan hutan di Egon Flores.
Kajian ini memperlihatkan, untuk memahami hubungan kekuasaan yang dinamis harus dimulai dari memahami bagaimana tujuan kekuasaan diformulasi, bagaimana strategi, mekanisme, dan taktik dijalankan untuk merealisasi tujuan kekuasaan. Tujuan yang mendasari kerangka pikir pihak yang terlibat mempengaruhi pilihan strategi dan taktik untuk merealisasikan tujuan tersebut. Hubungan antara aparat pemerintah, masyarakat, dan LSM dalam penguasaan hutan di Egon Flores selalu mengandung kompleksitas kepentingan dan tujuan. Kepentingan yang menggerakkan para pihak untuk saling berhubungan tidak selalu karena perhitungan ekonomi-material, kalkulasi hukum, dan substantif semata, tetapi juga cara dan pendekatan yang dijalankan.
Tujuan yang dijalankan melalui strategi, mekanisme, dan taktik yang bersifat menekan dan melarang melahirkan konflik dan perlawanan. Sebaliknya, strategi, mekanisme, dan taktik yang bersifat persuasif memunculkan Sikap berkolaborasi. Konflik, perlawanan, dan kolaborasi selalu muncul bersarna. Dengan demikian, hubungan kekuasaan tidak hanya berlangsung dalam perlawanan dan konflik tetapi juga dalarn kolaborasi. Hubungan itu sulit dilepaskan satu Salina lain karena masing-masing merangsang lahir nuansa hubungan lainnya. Hal ini memberi alasan konseptual untuk melakukan kajian kekuasaan, konflik, perlawanan, dan kolaborasi secara terpadu. (*)
Forest have economic, ecological, social, and cultural value. Many stakeholders have great concern to the values with different interest. Relations inter-stakeholders with different interest can rise conflict, resistance, and collaboration inter-stakeholders. Conflict, resistance, and collaboration usually analyzed as partial, although reality of the conflict, resistance, and collaboration involve same stakeholders on the same case.
To understand relations of power on conflict, resistance, and collaboration, this research inspire to perspective which put relations of power as complex and dynamic strategy that come from multi-stakeholders. The perspective understood conflict, resistence, and collaboration not as partial reality, but as result of relations of power. The field method and analysis inspire to genealogy of power which focus on contemporary problem while take account to the hystorical trajectories, if needed. Deep interview and participatory observation used to get data from informan, document, and other text. The Held research started March until August 2007 in Egon Flores.
This research show that eifort to understand relations of power that work as dynamic should started from understand what the purpose of power, how the purpose constructed, how the strategy, mechanism, and tactic used. The purpose of power influence the frame think, strategy, and tactics of the stakeholders to realize the power. Relations among local government, community, and NGOs within forest management in Egon Flores always include complexity of interests and purposes. The interest which influence the stakeholders to conect one each other not always since economic, legal, and substantive reasons, but also depend on the way and approach that used inter-stakeholders.
The purpose of power which done through pressure strategy and tactics rise the conflict and resistance. On the other hand, the persuasive strategy and tactis could rise collaboration. Athough, this research show that conflict, resistance, and collaboration always exist together in the field. So, relations of power not only exist on conflict and resistance but also on collaboration. Relations of conflict, resistence, and collaboration could not separated one each others since each of them always inter-conected. The fact gave conseptual reasons to analyze relations of power, conflict, resistance, and collaboration as integrated. (*)
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
D895
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Peluso, Nancy Lee
Jakarta: Konphalindo, 2006
333.75 Pel h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Prudensius, Maring
"This article analyze model of resistance between the local community and private company withinspired to perspective of power relation. Analysis based on the research about forest tenure by the local community and private company in Praha Village, Jambi. The research inspired qualitative approach with methods of indepth interview and participatory observation. The local community and private company constitute stakeholders that have interest on the forest resources. Complexity of the stakeholders?s interest were expressed through models of the social relation that were conflict, collaboration, and resistance. Dynamics of the social relation are reality of the power relation. Resistance are strategy of power relation with special features that each other stakeholders focus on the strategy to realize the each other goals and indirectly to fail the strategy of others."
2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Jansen Tangketasik
"Masalah pengelolaan hutan tidak hanya terletak pada aspek manajemen, teknik budidaya, dan pengolahan hasil hutan, melainkan juga mencakup aspek sosial-budaya yang berhubungan dengan status dan batas kawasan hutan, kewenangan dan kepentingan masyarakat lokal dan pemerintah. Kepentingan masyarakat lokal dan pemerintah atas hutan bersifat kompleks karena dipengaruhi kewenangan dan kesejarahan, nilai sosial, ekonomi, dan ekologi sumberdaya hutan. Tarik menarik kepentingan dan hak penguasaan hutan antara negara dan masyarakat lokal memperlihatkan wujud bekerjanya kekuasaan melalui relasirelasi para pihak yang terlibat dalam pengelolaan hutan. Bekerjanya kekuasaan memengaruhi strategi dan hubungan yang dijalankan kedua pihak untuk mewujudkan tujuan melalui proses ruang lobi dan negosiasi yang akhirnya melahirkan suatu titik temu berupa akomodasi dan integrasi kepentingan individu menjadi kepentingan bersama.
Kerangka pemikiran demikian memunculkan pertanyaan: (1) Bagaimana masyarakat lokal dan aparat pemerintah memerankan diri sebagai representasi individu dan representasi otoritas institusi dalam penguasaan hutan? (2) Bagaimana para pihak memerankan otoritas secara berubah-ubah dalam penguasaan sumberdaya hutan? (3) Bagaimana kekuasaan bekerja dan strategi untuk memenangkan proses pembuatan konsensus baru melalui proses negosiasi mencari titik temu berupa akomodasi dan integrasi kepentingan antar-para pihak dalam menyelesaikan konflik? (4) Apa implikasi teoritis memahami hubungan kekuasaan dan strategi dinamis antarpihak dalam pembentukan ruang-ruang negosiasi baru pada penguasaan sumberdaya hutan? Untuk mempelajari bagaimana kekuasaan bekerja dalam praktek-praktek sosial pengelolaan hutan maka teori kekuasaan Michel Foucault dan teori strukturasi Anthony Giddens menjadi inspirasi konseptual. Metode kerja dan analisis memberi penekanan pada tekanan yang terjadi sekarang serta melakukan penelusuran historis (history recall) melalui teknik wawancara mendalam dan pengamatan terlibat. Penelitian lapangan berlangsung dari bulan Agustus 2007 hingga Juli 2009 pada para pihak yang terlibat dalam praktek-praktek pengelolaan dan pemanfaatan hutan di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Kajian ini memperlihatkan, dinamika penguasaan hutan dan hubungan kekuasaan yang terbangun antarpihak dipengaruhi klaim otoritas masing-masing pihak berbasis hukum negara dan adat. Dualisme kekuasaan dengan basis hukum berbeda tersebut terlihat dalam strategi yang dijalankan. Para agen memerankan strategi peran ganda dengan cara mengedepankan kekuatan regulasi formal yang berasal dari negara atau pemerintah dan kekuatan norma-norma adat dan simbol simbol tongkonan untuk mencapai tujuannya. Usaha menonjolkan regulasi formal dan simbol negara bertujuan menciptakan suatu order kepada masyarakat. Namun, pada saat tertentu simbol kekuatan lokal seperti tongkonan beserta adat istiadatnya ditonjolkan untuk meraih kepatuhan masyarakat dan menawar kekuasaan negara. Hal ini menunjukkan, kekuasaan yang ada pada setiap agensi mampu memengaruhi dan mengintervensi serangkaian peristiwa sehingga ia dapat mengubah jalannya peristiwa tersebut sesuai dengan tujuannya. Hubungan kekuasaan dan peran agensi dalam penguasaan sumberdaya hutan terjadi secara kompleks dan berkaitan. Meski menyandang status kawasan hutan negara dengan sistem tata kelola yang diatur negara, namun masyarakat lokal terus menguasai sumberdaya hutan berdasarkan hukum adat, kebiasaan, dan simbol legitimasi yang dimiliki. Situasi itu melahirkan klaim masing-masing agensi sesuai otoritas yang dimilikinya sebagai pemerintah atau penguasa adat. Dominasi negara memunculkan elit lokal untuk melakukan negoisasi dan renegoisasi penguasaan sumberdaya dengan basis legitimasi hukum adat, kebiasaan, dan simbol yang dimiliki masing-masing. Pada sisi lain, kajian ini memperlihatkan, dinamika penguasaan hutan dan hubungan kekuasaan yang terbangun antarpihak tidak hanya dipengaruhi klaim otoritas yang melekat pada masing-masing pihak. Dinamika hubungan yang terjadi ikut dipengaruhi konsekuensi modernitas yang berlangsung di sekitarnya. Kekuatan pasar, intervensi teknologi, perubahan waktu dan ruang sangat berdampak kepada aktivitas sosial dan berimplikasi kepada penilaian-penilaian sosial ekonomi masyarakat. Situasi di mana masing-masing agensi mengklaim sebagai penguasa dengan basis hukum negara dan norma adat melahirkan perubahan dinamis dalam interaksi antaragensi yang terlihat dalam pola hubungan konflik, perlawanan, dan klaim-klaim sumberdaya hutan. Meski demikian, hubungan kekuasaan yang berlangsung dalam realitas pengelolaan hutan oleh negara sering bersifat cair dan dapat dinegosiasikan dengan masyarakat dalam suatu ruang negosiasi baru.
Hubungan yang tercipta saat penguasaan hutan ada dalam kekuasaan Tongkonan juga sering bersifat cair dan dinegosiasikan. Hal ini memperlihatkan bahwa dalam proses interaksi sosial tersebut berlangsung atau bekerjanya hubungan kekuasaan dalam suatu proses strukturasi antara agensi dan budaya berupa simbol-simbol relasi, gagasan, keyakinan, nilai dan norma terhadap perubahan dalam suatu dialektik menuju ruang akomodasi dan integratif sebagai suatu kompromi dalam ruang negosiasi baru. Dinamika yang berlangsung dalam hubungan kekuasaan seperti dikemukakan di atas memperlihatkan bahwa kekuasaan yang bekerja secara dinamis melalui suatu proses interaksi sosial para agensi dalam praktek-praktek pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang dalam tindakannya dipengaruhi oleh dimensi kesadaran praktis (practical consciousness). Kesadaran praktis ini merupakan seperangkat pengetahuan yang secara implisit digunakan oleh para pelaku bertindak di dalam menghadapi situasi usaha penguasaan hutan yang terjadi secara terus menerus yang lambat laun menjadi struktur. Ketika kesadaran praktis ini dibawa kedalam konteks budaya dan struktur yang bertstrukturisasi dengan tindakan penguasaan sumberdaya hutan maka reproduksi gagasan, identitas, nilai dan norma akan berlangsung secara dinamik dan inovatif yang secara terus menerus berproses (procesual) dalam suatu dialektika struktur dan tindakan. Dalam kompleksitas kepentingan antarpihak, situasi tersebut mendorong lahirnya negosiasi dan konsensus baru dalam suatu ruang negosiasi baru penguasaan hutan. (*).

Problems emerged in the management of forest resources are not only emphasized on management, silviculture technique, and forest industrial aspects, but also include socio-cultural aspects related to forest border and status, and authority or interest for local people and government. Interests of local communities and state government toward forest resources are complex. These situations are mainly affected by state authority and historical aspects among them, and values of forest resources such as economic, social and ecological ones. Different point of views and interests on rightbased forest resource control between state government and local communities, emerge because of power exercises among stakeholders on managing social aspects on forest resources. The exercise of power affects the strategies and relationships among them in order to achieve common goals. Achieving the goals is carried out through negotiations and dialogues in order to reach consensus to accommodate and integrate individual interest to become collective agendas.
The framework of this study, then, comes out with some research questions: (1) How do local communities and personnel of state government, as individual and institutional representatives, exercise their roles on forest resource control? (2) How do stakeholders exercise their roles interchangeably on forest resource control? (3) How do the exercise of power from state government, and what are strategies to achieve new agreement through negotiations in order to reach common goals on accommodation and integration of interests among them for conflict resolutions? (4) What are theoretical implications on the study of power relations and dynamic strategies among stakeholders on formulating new form of negotiations for managing forest resources?. In order to analyze the exercise of power in the social aspects of managing forest resources among stakeholders, the conceptual framework are inspired from theory of power from Michael Foucault and structuration theory from Anthony Giddens. Methods and analysis on this study emphasize on current situation and historical recall through in depth interviews and purposive participatory observation. Field study related with forest resources management and utilization and involved stakeholders, has been accomplished in Tana Toraja, South Sulawesi from August 2007 to July 2009. Result of this study shows that the dynamic of forest resource control, and social interactions among agents, is affected by authority claims among actors based on state and customary laws. Dualism of power based on the different laws, emerged from the executed strategies. These agents exercise double role strategy through relying on the power of state formal regulation and the power of customary law and tongkonan symbols in order to reach their goals. Efforts to exercise formal regulations and symbols of state, have an objective to achieve social order. However, in certain cases, local symbol of power such as tongkonan and its customary law, is exercised in order to gain social obedience and to compete with state power. In fact, the power from each agent is able to influence and intervene situations so that it can alter the situations in line with intended objectives.
The interrelationship of power and roles of agents on forest resource control is very complex and related each other. Indonesian Republic State law stated that forest resources are state domain or state property. On the other hand, local people has been controlling forest resource based on customary laws and legitimated local symbols. So, every agents exercise their claims on the resources based on their authority, whether they are as a state government or as a local leaders. State dominations, then, develop local elites in order to negotiate on the forest resource control based on customary laws, local values, norms, and customary symbols. On the other hands, the study for dynamic of forest resource control and power relationship among actors is not only caused by claim authority embedded from each actor, but also other factors. The dynamic of interrelationship is also influenced by the development of modernity. The power of markets, technology interventions, and social changes are strongly affects social activities and causes social-economic valuation of the community.
Situation, in which each agents exercise their claims based on state and customary laws, has caused dynamic change on agents? social interaction on conflicts, resistances and claims over forest resource control. On the other hand, power relationship in the state forest resource control is often flexible and negotiable with local people in a new room of negotiations. The interrelationship emerged in Tongkonan is also flexible and often negotiable. These can be inferred that the social interaction process of power relationship in the structuration between agents and culture (symbols, ideas, beliefs, values, and norms) toward dialectic change on accommodation and integration, perceived as a compromise on new room of negotiation.
The dynamic of power relationship shows that the dynamic power exercises through social interaction process among agents in the management and utilization of forest resource, are caused by dimension of practical consciousness. The practical consciousness is a set of knowledge that implicitly used continuously by agents in order to act toward the forest resource control so that it become structure in the local community. When the practical consciousness is emerged in the culture and structure of forest resource control, the reproduction of ideas, identities, values, and norms will be procesual dynamically and innovatively in dialectic structure and actions. In the complexity of interest among actors, the situation will cause the emergence of new consensus and negotiation in the context of new room of negotiation for forest resource control.(*)
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
D628
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Muladi
"Masyarakat ada dalam dunia sosial yang kemudian menghasilkan produk sosial; salah satunya adalah ruang. Ruang seringkali diartikan sebagai sesuatu dimana kita dapat bergerak di dalamnya, atau secara konseptual diartikan sebagai tempat dimana tindakan-tindakan dilakukan. Dalam konteks tersebut, keragaman kebutuhan masyarakat akan sangat mendorong lahirnya konsep pemanfaatan ruang, termasuk ruang publik.
Ruang publik didefinisikan sebagai tempat yang responsif, demokratis dan penuh makna dimana kepentingan penggunanya dilindungi. Ruang publik dapat diakses oleh berbagai kelompok untuk tindakan-tindakan bukan hanya yang bersifat bebas namun juga untuk klaim penguasaan yang temporer. Sebuah ruang publik dapat berupa ruang dimana setiap orang dapat bertindak secara Iebih bebas. Konsekuensinya, ruang publik dapat diubah oleh tindakan publik karena ruang publik dimiliki oleh semua orang.
Ruang publik tersebut di atas, kemudian berubah menjadi ruang kuasi-publik (ruang publik semu) oleh mereka yang menginginkan akses tak terbatas, dan rentan dengan interpretasi negara akibat berbagai peraturan yang dilekatkan di dalamnya. Negara yang dianggap sebagai moderator penciptaan ruang-ruang publik, kemudian dengan representasi dari ?kepublikan' mempunyai peranan dan porsi besar di dalam bentuk kekuasaan. Ia memegang legitimasi kekuasaan yang besar melalui kelegalan, hukum dan perundangan. Kekuasaan negara yang dijalankan dengan mengatasnamakan yang "pubIik" tersebut tidak lain adalah "privat" alias merepresentasikan kemenangan sebuah kepentingan.
Studi dilakukan di Hutan Kota Srengseng, kelurahan Srengseng, kecamatan Kembangan, Jakarta Barat sebagai salah satu Ruang Terbuka Publik yang ditetapkan berdasarkan SK Gubernur No. 202 tahun 1995. Metode yang diterapkan dalam Studi ini adalah metode kualitatif dengan pengamatan dan wawancara mendalam. Studi berisi gambaran tentang pemanfatan Hutan Kota oleh berbagai peran di dalamnya dan berbagai relasi sosial dan kekuasaan yang dijalinnya baik oleh kelompok maupun individu. Studi bertujuan memperlihatkan adanya hubungan antara penguasaan dan pemanfaatan ruang publik dengan bentuk-bentuk relasi sosial dan kekuasaan yang dibangun.
Temuan dalam studi ini adalah bahwa relasi-relasi sosial dan kekuasaan ditandai dengan adanya hubungan kekuatan (sosial dan ekonomi) yang bertujuan pada pembentukan situasi yang dianggap strategis demi tujuan-tujuan berbagai peran yang rnemanfaatkan ruang publik. Relasi-relasi tersebut mendorong terjadinya perubahan gagasan secara terus menerus berhubungan dengan ketentuan: apa yang boleh, apa yang tidak boleh; apa yang dianjurkan dan apa yang ditentang. Pembahan yang terus menerus tersebut berkaitan dengan berkembangnya konflik-konflik, negosiasi-negosiasi dan teknik-teknik untuk menjaga dan meningkatkan posisi sosial berbagai peran, mulai dari cara-cara psikologis hingga melakukan kekerasan lewat intervensi material terhadap ruang kehidupan peran lainnya. Hal tersebut dapat terjadi karena Negara dengan Kekuasaannya yang besar sekaligus lemah dalam pelaksanaan peraturan akibat mengemukanya kepentingan pribadi aparat negara."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Ridha Junaid
"Penelitian tentang keanekaragaman burung berdasarkan gradien elevasi telah dilakukan di Hutan Mbeliling dan Sano Nggoang, Flores, Nusa Tenggara Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman dan komposisi burung pada zona elevasi rendah, tengah, dan tinggi. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei dan Juli 2013 di tiga area, yaitu Wae Ndae, Dencang Mese, dan Lengkong Ra’beng. Metode pengambilan data yang digunakan adalah metode titik hitung (point count) dengan jarak antar titik-titik pengamatan sebesar 200 m dan interval waktu pengamatan 10-15 menit. Keseluruhan titik sampel yang diperoleh dikelompokkan menjadi tiga, yaitu titik sampel pada zona elevasi rendah (400-600 mdpl), tengah (700-900 mdpl), dan tinggi (>1.000 mdpl). Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan sebanyak 4.381 individu dari 70 spesies, diantaranya terdapat 18 spesies BST (Burung Sebaran Terbatas) Nusa Tenggara, 4 spesies endemik Flores, dan 8 sub-spesies endemik Flores. Keanekaragaman pada masing-masing zona elevasi berbeda-beda dan menunjukkan pola berbanding terbalik dengan keanekaragaman tertinggi terdapat pada zona elevasi rendah (H’= 3,35; J’= 0,83; D= 0,045), kemudian zona elevasi tengah (H’= 3,22; J’= 0,81; D= 0,055), dan keanekaragaman terendah pada zona elevasi tinggi (H’= 3,10; J’= 0,83; D= 0,065). Seluruh spesies burung yang ditemukan terbagi menjadi 6 kelompok berdasarkan preferensi terhadap suatu zona elevasi. Spesies burung endemik Flores seperti Serindit flores (Loriculus flosculus), Gagak flores (Corvus florensis), dan Kehicap flores (Monarcha sacerdotum) ditemukan di setiap zona elevasi, sehingga kawasan Hutan Mbeliling dan Sano Nggoang dari elevasi rendah hingga elevasi tinggi miliki arti penting untuk konservasi spesies burung endemik Flores.

Research on bird diversity along elevational gradient has been conducted in the Mbeliling and Sano Nggoang Forests, Flores, East Nusa Tenggara. The aim of this research was to determine the diversity and composition of birds at several elevation zones. Research was conducted on May and July 2013 in three areas, Wae Ndae, Dencang Mese, and Lengkong Ra'beng. Bird survey was conducted using point count method with points spaced at 200 m point interval and was conducted for 10-15 minutes observation at each points. The point samples were classified into three elevation zones, low (400-600 mdpl), middle (700-900 mdpl), and high (> 1,000 mdpl) elevation zones. Seventy bird species and 4.381 individuals were recorded, including 18 species of BST (Burung Sebaran Terbatas) Nusa Tenggara, 4 species endemic to Flores, and 8 sub-species endemic to Flores. Bird diversity varies along elevation zones and bird diversity showed a decrease at higher elevation zones. The highest diversity was found in the low elevation zone (H ' = 3,35; J ' = 0,83; D = 0,045), then the middle elevation zone (H ' = 3,22; J ' = 0.81; D = 0.055), and lowest bird diversity in the high elevation zone (H ' = 3.10; J ' = 0,83; D = 0,065). Based on the presence at certain elevation zone, all the bird species were clustered into six groups. Endemic bird species such as the Flores hanging-parrot (Loriculus flosculus), Flores crow (Corvus florensis), and Flores monarch (Monarcha sacerdotum) were found at every elevation zones and such results make the Mbeliling and Sano Nggoang Forest have significant importance for the conservation of endemic bird species of Flores.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S58019
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini mengkaji fitur dan dinamika sistem kekerabatan perkawinan dalam realitas sosial budaya kelompok etnis Manggarai (KEM). Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian deskriptif...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Survei tikus dan ektoparasit telah dilakukan di pelabuhana Maumere, kabupaten Sikka, Flores. Survei ini bertujuan untuk mengetahui jenis tikus dan jenis ektoparasit, serta derajat infeksi tikus terhadap virus Hantaan di Pelabuhan Maumere. Survei dilakukan dengan menangkap tikus, di dalam pelabuhan (gudang dan kantor) dan di luar pelabuhan (pemukiman sekitar pelabuhan dan gudang). Jenis tikus yang ditemukan di pelabuhan Maumere dan sekitarnya adalah Rattus rattus, R.norveginus, dan Suncus murinus. R.rattus ditemukan dominan baik di dalam maupun di luar kawasan pelabuhan. Angka grviditas tikus rumah yang tertangkap pada bulan Juli 1991 adalah 22,1%, sedangkan pada bulan November 8,9% dengan jumlah embrio rata-rata 4-5 ekor. Ektoparasit yang ditemukan pada tikus-tikus yang tertangkap adalah 4 spesies tungau (Ascoschoengastia indica, Laelaps echidninus, L.nuttali dan satu spesies anggota Dermanyssidae), 1 spesies kutu (Polyplaxspinulosa) dan pinjal Xenopsylla cheopis. Derajat infestasi ektoparasit tertinggi terdapat pada tikus yang tertangkap di gudang dan di luar pelabuhan. Pemeriksaan serologi darah tikus menunjukkan bahwa 7,9 – 11,7% tikus rumah yang tertangkap positif mengandung Hantavirus sp.
"
MPARIN 7 (1-2) 1994
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>