Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3097 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bangun Sentosa D. Haryanto
"This descriptive paper is based on a research in Madura, Indonesia, in 2014. The research data was mostly through indepth
qualitative interviews and direct observation that have been developed into ethnographic case study. These
methods were informed by a methodological approach derived from the ‘structural constructivism’ of Pierre Bourdieu.
The main concept of “dukun” (supernatural/magic service providers) of Clifford Geertz was employed to theorize the
findings and frame the argument. Within eight-month research period in Madura, I interviewed 19 dukuns and describe
them using pseudo-names. Madura’s dukun phenomenon demonstrates that magic is undoubtedly one of the main
strategic resources available for mobilization in Madura to gain social/economical and political standing within society.
Moreover, due to the fact that Madura is known as one of the most devoted Islamic Area Strictestin Indonesia, it is
important to find out how dukuns’ magical ability actually comes into being and is performed.
Artikel deskriptif ini didasarkan pada penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2014 di Madura, Indonesia. Sebagian
besar data penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam secara kualitatif dan observasi langsung yang terkemas
dalam kerangka etnografi studi kasus. Metode-metode yang dipergunakan diarahkan pada pendekatan metodologi
Structural Constructivism yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu. Konsep utama mengenai Dukun yang dipaparkan
oleh Clifford Geertz diberdayakan untuk mengarahkan proses teorisasi dari penemuan-penemuan yang diperoleh serta
membingkai argumen. Penelitian dilaksanakan sekitar delapan bulan di 4 (empat) Kabupaten di Pulau Madura dan
dalam artikel ini 19 (sembilan belas) dukun yang diwawancarai dipaparkan dengan menggunakan nama samaran.
Berkaitan dengan fenomena Dukun Madura, ditemukan bahwa magi—bagaimanapun—merupakan salah satu sumber
strategis utama untuk meningkatkan strata sosial ekonomi dan politik dalam masyarakat. Fakta lain yang bertentangan
dengan eksistensi magi tersebut adalah bahwa Madura dikenal sebagai salah satu pulau dengan mayoritas masyarakat
Muslim taat di Indonesia. Fakta ini merupakan problematika akademik yang menarik untuk disingkap untuk mengetahui
bagaimana kemampuan magi dari dukun-dukun tersebut muncul dan diwujudkan dalam masyarakat."
Universitas Trunojoyo. Department of Sociology, 2015
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bangun Sentosa D. Haryanto
"Artikel deskriptif ini didasarkan pada penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2014 di Madura, Indonesia. Sebagian besar data penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam secara kualitatif dan observasi langsung yang terkemas dalam kerangka etnografi studi kasus. Metode-metode yang dipergunakan diarahkan pada pendekatan metodologi Structural Constructivism yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu. Konsep utama mengenai Dukun yang dipaparkan oleh Clifford Geertz diberdayakan untuk mengarahkan proses teorisasi dari penemuan-penemuan yang diperoleh serta membingkai argumen. Penelitian dilaksanakan sekitar delapan bulan di 4 (empat) Kabupaten di Pulau Madura dan dalam artikel ini 19 (sembilan belas) dukun yang diwawancarai dipaparkan dengan menggunakan nama samaran. Berkaitan dengan fenomena Dukun Madura, ditemukan bahwa magi?bagaimanapun?merupakan salah satu sumber strategis utama untuk meningkatkan strata sosial ekonomi dan politik dalam masyarakat. Fakta lain yang bertentangan dengan eksistensi magi tersebut adalah bahwa Madura dikenal sebagai salah satu pulau dengan mayoritas masyarakat Muslim taat di Indonesia. Fakta ini merupakan problematika akademik yang menarik untuk disingkap untuk mengetahui bagaimana kemampuan magi dari dukun-dukun tersebut muncul dan diwujudkan dalam masyarakat.

This descriptive paper is based on a research in Madura, Indonesia, in 2014. The research data was mostly through in- depth qualitative interviews and direct observation that have been developed into ethnographic case study. These methods were informed by a methodological approach derived from the ?structural constructivism? of Pierre Bourdieu. The main concept of ?dukun? (supernatural/magic service providers) of Clifford Geertz was employed to theorize the findings and frame the argument. Within eight-month research period in Madura, I interviewed 19 dukuns and describe them using pseudo-names. Madura?s dukun phenomenon demonstrates that magic is undoubtedly one of the main strategic resources available for mobilization in Madura to gain social/economical and political standing within society. Moreover, due to the fact that Madura is known as one of the most devoted Islamic Area Strictestin Indonesia, it is important to find out how dukuns? magical ability actually comes into being and is performed."
Universitas Trunojoyo. Department of Sociology, 2015
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fedyani Saifuddin
"Salah satu persoalan dalam filsafat ilmu sosial adalah bagaimana menjelaskan (explain) tindakan-tindakan manusia yang beranekaragam secara ilmiah. Apakah kita dapat menerapkan metode-metode ilmu alam atau ada cara lain yang lebih tepat untuk menjelaskannya? Para ilmuwan sosial masih terus berupaya menemukan the best way untuk menjelaskan gejala-gejala sosial meskipun mereka tetap belum puas. Thomas Kuhn berpendapat bahwa ilmu sosial-tidak seperti ilmu alam-masih terlibat dalam diskusi metodologi yang tidak habis-habisnya karena belum mampu mencapai suatu kesepakatan mengenai paradigma-paradigma umum untuk membatasi masalah-masalah dan prosedur penelitian. Artikel ini berusaha mendiskusikan pandangan interpretive dari Clifford Geertz dalam mengkaji kebudayaan dan masyarakat serta kedudukannya dalam konstelasi metodologi ilmu sosial. Ada dua alasan mengapa perlu mendiskusikan masalah ini: (1) pandangan interpretive terhadap gejala-gejala sosial merupakan perkembangan penting dalam ilmu sosial selama dua dasawarsa; (2) C. Geertz yang banyak dipengaruhi teori sistem Talcott Parsons telah mengembangkan gagasan yang kaya dan luar biasa tentang bagaimana melihat dan menganalisis kebudayaan dan masyarakat. Perhatiannya tidak hanya pada masalah antropologi tetapi juga pada ilmu sosial umumnya."
2006
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Swartz, David
Chicago: The University of Chicago Press, 1997
301.019 SWA c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dwizatmiko
"Pierre Bourdieu, dalam bukunya, Language and Symbolic Power, menunjukkan bahwa bahasa merupakan instrumen simbolik yang berhubungan dengan kekuasaan. Praktik bahasa dihasilkan oleh habitus dan selalu terjadi dalam arena berkesenjangan sosial. Bahasa sebagai praktik sosial berkaitan erat dengan kepentingan, dan pertarungan kekuasaan. Bahasa bukanlah medium yang bebas nilai dalam mengkonstruksi realitas. Bahasa sebagai satu bagian dari instrumen simbolik berperan bagi sarana praktik kekuasaan yang memungkinkan dominasi dan kuasa simbolik. Kuasa simbolik ialah kuasa yang tak nampak dengan mensyaratkan salah pengenalan (ketidaksadaran) pihak yang menjadi sasaran. Namun, kondisi kesadaran dan ketidaksadaran dapat terjadi bagi sang aktor dalam menjalankan praktik kekuasaan tersebut.

Pierre Bourdieu, in Language and Symbolic Power, argues that language is a symbolic instrument relate to power. Practice of language (utterence) produced by habitus and occurs in fields. Language as social practices relates to interests, and battle or struggle for power. Language is not value-free medium for constructing realities. Language as a part of symbolic instrumen roles as power_s main instrument to gain domination and symbolic power. Symbolic power is invisible power which can be exercised only with the complicity of those who misrecognition (unconsciousness) that they are subject to it. However, unconsciousness and consciousness both possible condition for actors.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S15987
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nanang Martono
Depok: Rajawali Pers, 2018
370.15 NAN k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Stephen Pratama
"Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan terjadinya kekerasan simbolis terhadap peserta didik miskin melalui pengajaran Bahasa Inggris. Oleh karena itu, penelitian ini mengambil kasus di sebuah Sekolah Menengah Pertama di Jakarta. Kerangka pemikiran Pierre Bourdieu menjadi dasar untuk melakukan analisis atas temuan penelitian. Untuk memperoleh data temuan, maka penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta didik miskin tidak memiliki kapital budaya dan habitus yang sesuai dengan tuntutan dalam mata pelajaran Bahasa Inggris di arena pendidikan. Mereka mengalami kekerasan simbolis karena dipaksa untuk menguasai Bahasa Inggris yang melampaui kapasitas mereka lalu mengalami kegagalan berulang kali dalam mata pelajaran Bahasa Inggris. Kekerasan simbolis yang terjadi beroperasi melalui enam elemen, yakni Sistem Pendidikan, Otoritas Sekolah, Aksi Pedagogis, Praktik Persekolahan, Praktik Pedagogis, dan Otoritas Pedagogis.

This research aims to describe symbolic violence towards poor students through english teaching. Therefore this research took place at a Junior High School in Jakarta where the case was located. This research utilized Pierre Bourdieu's framework of thought to analyze all research findings. To gather all data this research used qualitative method with case study model. This research found that poor students don't have enough cultural capital and suitable habitus to adjust to the standard of English Subject at the field of education. They experienced a symbolic violence because they were imposed to reach the standard of English that exceeded their capacity which was the source of their recuring failure. Symbolic violence occured through six elements that are Educational System, School Authority, Pedagogic Action, Work of Schooling, Pedagogic Work, and Pedagogic Authority.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Hanafi
"[ ABSTRAK
Artikel ini membahas pertukaran kapital antara Garuda Indonesia dan Liverpool FC dengan menggunakan kerangka pemikiran Pierre Bourdieu. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa pertukaran kapital yang dilakukan oleh Garuda Indonesia dan Liverpool FC, mencakup kapital ekonomi, kapital budaya, dan kapital simbolik, memberikan keuntungan pada masing-masing pihak sesuai dengan kebutuhan dan kepemilikan kapitalnya, serta posisi yang ingin mereka capai di arena sosial masing-masing.
ABSTRACT This article analyzes the capitals exchange between Garuda Indonesia and Liverpool FC using the context of Pierre Bourdieu?s notion. The result of this study shows the capitals exchange conducted by Garuda Indonesia and Liverpool FC, include economic capital, social capital and symbolic capital, which provide benefits to each party according to the needs and ownership of the capitals, as well as the dreamed position in their own social arenas.;This article analyzes the capitals exchange between Garuda Indonesia and Liverpool FC using the context of Pierre Bourdieu?s notion. The result of this study shows the capitals exchange conducted by Garuda Indonesia and Liverpool FC, include economic capital, social capital and symbolic capital, which provide benefits to each party according to the needs and ownership of the capitals, as well as the dreamed position in their own social arenas., This article analyzes the capitals exchange between Garuda Indonesia and Liverpool FC using the context of Pierre Bourdieu’s notion. The result of this study shows the capitals exchange conducted by Garuda Indonesia and Liverpool FC, include economic capital, social capital and symbolic capital, which provide benefits to each party according to the needs and ownership of the capitals, as well as the dreamed position in their own social arenas.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Stepfani
"Seiring perkembangan zaman karya sastra dapat diteliti dari berbagai teori yang berhubungan dengan perilaku
masyarakat. Maka, penelitian ini juga membutuhkan teori mengenai perilaku masyarakat. Salah satu pendekatan
yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah teori yang dikemukakan Pierre Bourdieu. Teori Bourdieu
ternyata dapat digunakan untuk menganalisis novel Dimsum Terakhir karya Clara Ng, terutama gambaran
mengenai perilaku keluarga keturunan Tionghoa dalam hubungan antaranggota keluarga dan dalam hubungan
sosial. Masalah yang dianalisis berkaitan dengan konsep habitus, modal, dan arena sebagaimana yang
dikemukakan Bourdieu. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan novel Dimsum Terakhir karya Clara Ng
dalam perspektif Bourdieu dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analisis. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tokoh-tokoh dalam novel itu menunjukkan perilaku yang berkaitan dengan habitus, modal,
dan arena sosial.

The era of literary works can be examined from various theories related to the behavior of society. Thus, the study also needed a theory of community behaviour. One of the approaches that can be used in this study is the theory Pierre Bourdieu. The Bourdieu theory can be used to analyze Clara Ng's Dimsum Terakhir novel, particularly the depiction of the family behavior of Chinese descent in the relationship between family members and in social
relations. The problems analyzed are related to the concept of habitus, capital, and arena as Bourdieu proposed.
The purpose of this research is to explain the novel of Clara Ng's last Dimsum in Bourdieu's perspective using a
descriptive analysis of research methods. The results showed that the figures in the novel demonstrated behavior relating to habitus, capital, and social arena."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Suma Riella Rusdiarti
"Bourdieu memberikan pemaknaan baru pada banyak konsep-konsep filsafat sosial sebelumnya. Tidak sekedar memberi makna baru, tetapi juga melalui pengolahan kembali, Bourdieu meletakkan konsep-konsep tersebut di atas konteks sosial yang baru pula, Hal itu juga yang dilakukan Bourdieu ketika membahas bahasa. Berbeda dengan perdebatan-perdebatan bahasa sebelumnya, yang lebih menekankan pada makna, hakikat, dan logika bahasa, maka Bourdieu mengembangkan lebih lanjut karakter sosial bahasa yang telah lebih dulu diangkat ke perrnukaan oleh Wittgenstein dengan language game-nya. Bourdieu mengkritik pendapat Ferdinand de Saussure yang lebih memusatkan perhatiannya pada analisa semiotik dengan dikotominya langue dan parole. Bourdieu juga berbeda dari Levi-Strauss atau Roland Barthes yang meminjam terminologi linguistik dan menerapkannya pada berbagai fenomena kebudayaan, seperti mitos atau fenomena sosial, seperti iklan, komik, atau mode.
Bagi Bourdieu, pertama, bahasa adalah kapital budaya, karena bahasa adalah kemampuan khas manusia yang didapat dari pengalaman empirisnya berhubungan dengan manusia lain. Bahasa adalah kapital budaya yang erat kaitannya dengan kapital simbolik, karena melalui bahasalah pemaknaan-pemaknaan simbolik dapat dilakukan oleh manusia. Penguasaan yang canggih atas bahasa, memungkinkan seseorang memiliki posisi tawar yang tinggi di dalam pertarungan sosial.
Kedua, bahasa adalah praktik sosial. Bahasa di sini adalah wacana atau teks. Sebuah wacana tidak bisa muncul begitu saja sebagai sesuatu yang steril, tetapi merupakan hasil interaksi aktif antara struktur sosial yang obyektif dengan habitus linguistik yang dimiliki pelaku sosial. Ketika kita memilih suatu kata, atau ketika kita menggunakan sebuah konsep, maka bukan kata atau konsep itu saja yang kita ambil, tetapi asumsi-asumsi, nilai, bahkan lebih jauh lagi ideologi yang melekat pada kata dan konsep itu juga kita bawa, sadar atau tidak. Maka bahasa sebagai praktik sosial erat kaitannya dengan kepentingan. Bagi Bourdieu, semua praktik sosial memiliki "pamrih" meskipun pelaku sosial terkadang tidak menyadarinya dan meskipun praktik ini jauh dari keuntungan materi sekalipun.
Ketiga, bahasa erat kaitannya dengan pertarungan kekuasaan. Bourdieu adalah intelektual yang selalu melihat interaksi sosial di dalam arus dominasi dan pertarungan. Pertarungan dalam pemikiran Bourdieu bukanlah pertarungan hobbesian atau darwinis yang lebih mengarah pada tindakan bertahan hidup atau survive, tetapi lebih dari itu. Pertarungan Bourdieu adalah pertarungan yang membuat manusia lebih berarti yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, bukan hanya sekedar keuntungan material tetapi juga keuntungan yang bersifat simbolik. Di dalam pertarungan inilah, ditentukan identitas individu dan sosial, juga kekuasaan simbolik, yaitu tercapainya kapital simbolik kehormatan dan mendapatkan pengakuan atas posisinya di dalam hirarki sosial. Kapital simbolik dan kekuasaan simbolik sangat penting, karena dengan memilikinya maka kita memiliki legitimasi untuk menentukan wacana kita sendiri yang artinya menentukan aturan permainan kita sendiri.
Bahasa memiliki peran yang sentral dalam mekanisme kekuasaan dan dominasi, terutama untuk menyembunyikan maksud yang sebenarnya dari sebuah tindakan, yang tidak lain dan tidak bukan adalah kekuasaan. Mekanisme penyembunyian atau mecornraissance inilah yang oleh Bourdieu di sebut sebagai kekerasan simbolik yang dilakukan dengan cara eufemisasi dan sensorisasi. Les mots ne sont jamais innocents. Selalu ada sesuatu di balik kata-kata. Kesadaran akan hal itu akan membantu kita untuk tetap kritis, selalu mempertanyakan wacana-wacana dominan yang secara sadar atau tidak ternyata telah kita terima sebagai sesuatu yang seakan-akan terberi, atau seakan-akan memang seharusnya demikian."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11224
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>