Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121167 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Citro W. Puluhulawa
"Sebagai pendidik professional guru dituntut memiliki seperangkat kompetensi dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru adalah kompetensi sosial. Kompetensi sosial guru yang dimaksud adalah kemampuan guru dalam bersikap obyektif, inklusif, dan tidak diskriminatif, santun baik dalam perkataan maupun perbuatan, mampu berkomunikasi baik secara lisan, tulisan dan isyarat, menjalin hubungan dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua peserta didik, dan masyarakat sekitar serta mampu beradaptasi dengan komunitas masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dengan kompetensi sosial guru. Berdasarkan hasil analisis regresi, ditemukan adanya hubungan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dengan kompetensi sosial guru. Hal ini mengandung arti bahwa semakin baik kecerdasan emosional dan spiritual guru, semakin baik dampak yang dihasilkan dari peningkatan kompetensi sosial guru.

Teacher as a professional educational is demanded to have a set of competence in carrying out the daily tasks. One of the competences is social competence. The social competence of teachers is that teachers have an objective, inclusive and non discriminative attitude, well-mannered eitherin speech or in act, capable in communicating verbally, writtenly and gesture. In addition, teachers have to coordinate with the students, other fellow teachers, educational staff, student?s parents as well asthe society. They must also be able to adapt with the community. This study aims to determine the relationship between emotional intelligence and spiritual intelligence work with the social competence of teachers in Vocational Schools of Gorontalo City. The result of multiple correlation coefficient which showed between emotional intelligence and spiritual intelegence toward social competence. This means that the better the emotional and spiritual intelligence of teacher, the better the effect of the social competence of teachers will be."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Citro W. Puluhulawa
"Teacher as a professional educational is demanded to have a set of competence in carrying out the daily tasks. One of
the competences is social competence. The social competence of teachers is that teachers have an objective, inclusive
and non discriminative attitude, well-mannered eitherin speech or in act, capable in communicating verbally, writtenly
and gesture. In addition, teachers have to coordinate with the students, other fellow teachers, educational staff, student’s
parents as well asthe society. They must also be able to adapt with the community. This study aims to determine the
relationship between emotional intelligence and spiritual intelligence work with the social competence of teachers in
Vocational Schools of Gorontalo City. The result of multiple correlation coefficient which showed between emotional
intelligence and spiritual intelegence toward social competence. This means that the better the emotional and spiritual
intelligence of teacher, the better the effect of the social competence of teachers will be.
Sebagai pendidik professional guru dituntut memiliki seperangkat kompetensi dalam melaksanakan tugas sehari-hari.
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru adalah kompetensi sosial. Kompetensi sosial guru yang dimaksud
adalah kemampuan guru dalam bersikap obyektif, inklusif, dan tidak diskriminatif, santun baik dalam perkataan
maupun perbuatan, mampu berkomunikasi baik secara lisan, tulisan dan isyarat, menjalin hubungan dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua peserta didik, dan masyarakat sekitar serta mampu beradaptasi
dengan komunitas masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional
dan kecerdasan spiritual dengan kompetensi sosial guru. Berdasarkan hasil analisis regresi, ditemukan adanya hubungan
antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dengan kompetensi sosial guru. Hal ini mengandung arti bahwa
semakin baik kecerdasan emosional dan spiritual guru, semakin baik dampak yang dihasilkan dari peningkatan
kompetensi sosial guru."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Irfan
"Tesis ini untuk mengetahui gambaran kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual pelaku konversi agama yang berusia dewasa. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara mendalam. Subjek penelitian berjumlah lima orang muallaf yang berusia dewasa dan berdomisili di Jakarta. Hasil penelitian menggambarkan bahwa muallaf mampu merasakan, memahami dengan efektif, menerapkan kepekaan emosi sebagai sumber energi positif, sehingga seseorang mampu memahami perasaan diri sendiri dan mampu memahami perasaan orang lain, selain itu muallaf mampu menggerakkan prinsip hidup atau esensi yang menembus kehidupan dan mengekspresikan prinsip hidup tersebut dalam hubungan dengan diri sendiri, orang lain, alam dan Tuhan. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual muallaf lebih baik dari pada sebelum mereka menjadi muallaf.

This thesis to purpose the description of the emotional intelligence and spiritual intelligence perpetrators of religious conversion aged adults. This research uses qualitative research methods with types of case studies. Data collection using in depth interviews and observations. The subject of the study amounted to five reverts that are mature and domiciled in Jakarta. Results of the study illustrate that reverts are able to feel, understand, apply the effective sensitivity of the emotions as a source of positive energy, so that one is able to understand the feelings of my self and being able to understand the feelings of others, besides able to move reverts live principle or essence that permeates life and express these principles in relationship with your self, others, nature and God. From the results of the study it can be concluded that the emotional intelligence and spiritual intelligence converts better than before they become converts.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Irfan
"Tesis ini untuk mengetahui gambaran kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual pelaku konversi agama yang berusia dewasa. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara mendalam. Subjek penelitian berjumlah lima orang muallaf yang berusia dewasa dan berdomisili di Jakarta. Hasil penelitian menggambarkan bahwa muallaf mampu merasakan, memahami dengan efektif, menerapkan kepekaan emosi sebagai sumber energi positif, sehingga seseorang mampu memahami perasaan diri sendiri dan mampu memahami perasaan orang lain, selain itu muallaf mampu menggerakkan prinsip hidup atau esensi yang menembus kehidupan dan mengekspresikan prinsip hidup tersebut dalam hubungan dengan diri sendiri, orang lain, alam dan Tuhan. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual muallaf lebih baik dari pada sebelum mereka menjadi muallaf.

This thesis to purpose the description of the emotional intelligence and spiritual intelligence perpetrators of religious conversion aged adults. This research uses qualitative research methods with types of case studies. Data collection using in depth interviews and observations. The subject of the study amounted to five reverts that are mature and domiciled in Jakarta. Results of the study illustrate that reverts are able to feel, understand, apply the effective sensitivity of the emotions as a source of positive energy, so that one is able to understand the feelings of my self and being able to understand the feelings of others, besides able to move reverts live principle or essence that permeates life and express these principles in relationship with your self, others, nature and God. From the results of the study it can be concluded that the emotional intelligence and spiritual intelligence converts better than before they become converts.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aghniya Cascara Ahmad
"Mahasiswa yang berada pada fase dewasa muda rentan mengalami masalah kesehatan mental ketika ia sulit mencapai tugas perkembangannya. Faktor lingkungan, riwayat keluarga, pengalaman hidup, kesehatan fisik, self-efficacy, perubahan hormonal, serta faktor biologis dapat menjadi penyebab individu mengalami gangguan kesehatan mental. Kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yang rendah dapat menjadi faktor individu mengalami gangguan kesehatan mental. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan kesehatan mental khususnya pada mahasiswa yang sedang berada pada fase dewasa muda. Penelitian ini sudah dilakukan uji etik oleh komite etik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kuantitatif deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional menggunakan metode probability sampling dengan teknik simple random sampling pada 259 mahasiswa di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang berada pada rentan usia 18-25 tahun. Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini, yaitu kuesioner Trait Emotional Intelligence Questionnaire-Short Form untuk kecerdasan emosional, kuesioner The Spiritual Intelligence Self-Report Inventory-24 untuk kecerdasan spiritual, dan kuesioner Mental Health Inventory untuk kesehatan mental. Hasil dari penelitian ini menggambarkan 79,9% mahasiswa memiliki tingkat kecerdasan emosi sedang, dan 54,1% mahasiswa memiliki tingkat kecerdasan spiritual sedang. Adapun untuk kesehatan mental, sebanyak 56,4% mahasiswa memiliki kesehatan mental baik. Hasil analisis diperoleh nilai p = 0,001 (𝛼 = 0,05), sehingga dapat dibuktikan bahwa adanya hubungan antara ketiga variabel. Kecerdasan emosional dan kesehatan mental memiliki hubungan yang kuat, sedangkan kecerdasan spiritual degan kesehatan mental memiliki hubungan lemah. Melalui penelitian ini, diharapkan institusi pendidikan dapat membantu mahasiswa untuk meningkatkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual agar bisa mencapai kesehatan mental yang sangat baik.

Students in the young adult phase are vulnerable to experiencing mental health problems when they have difficulty achieving their developmental tasks. Environmental factors, family history, life experiences, physical health, self-efficacy, hormonal changes, and biological factors can contribute to individuals experiencing mental health disorders. Low emotional intelligence and spiritual intelligence may be an individual factors experiencing mental health disorders. This study aims to determine the relationship between emotional intelligence, spiritual intelligence, and mental health, especially in students who are in the young adult phase. This research has been ethically tested by the ethics committee of the Faculty of Nursing, Universitas Indonesia. The used method in this research is descriptive correlative quantitative research with a cross-sectional approach using probability sampling method with simple random sampling technique on 259 students at the Faculty of Nursing, Universitas Indonesia within the age range of 18-25 years old. The research instruments used in this study were the Trait Emotional Intelligence Questionnaire-Short Form for emotional intelligence, The Spiritual Intelligence Self-Report Inventory-24 questionnaire for spiritual intelligence, and the Mental Health Inventory questionnaire for mental health. The results of this study illustrate that 79.9% of students have a moderate level of emotional intelligence, and 54.1% of students have a moderate level of spiritual intelligence. As for mental health, 56.4% of students have good mental health. The results of the analysis obtained a value of p = 0.001 (𝛼 = 0.05), so it can be proven that there is a relationship between the three variables. Emotional intelligence and mental health have a strong relationship, while spiritual intelligence and mental health have a weak relationship. Through this research, we hope that educational institutions can help students to improve their emotional and spiritual intelligence to achieve excellent mental health."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahmuharnis
Jakarta : Republika, 2006
152.4 SYA t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sholeh
"Tesis ini bertujuan untuk menguji hubungan antara aspek-aspek dari kecerdasan emosional, itsar (altruism), dan spiritualitas dengan kepuasan kerja. Pada penelitian ini variable independent (IV) berjumlah 15 dan kepuasan kerja sebagai dependent variable (DV). Dengan teknik sampel total, diperoleh sampel sebanyak 66 orang guru yang bekerja di Sekolah Dwi Matra. Data penelitian diolah dengan metode regresi linear berganda dengan taraf signifikansi 0,05. Hasil dan kesimpulan penelitian ini membuktikan bahwa ada hubungan antara aspek-aspek kecerdasan emosional, itsar (altruism), dan spiritualitas dengan kepuasan kerja (r=0,577) namun tidak signifikan (sig 0,090). Nilai R2 dari seluruh varabel yang diujikan sebesar 0,333 atau setara dengan 33 %. Aspek self awareness merupakan satusatunya variabel bebas yang terbukti berkorelasi positif dengan kepuasan kerja (sig.0.039, R2 : 0,130). Aspek ini perlu menjadi prioritas jika akan dilakukan intervensi kepuasan kerja pada guru di Sekolah Dwi Matra.

This thesis aims to examine the relationship between aspects of emotional intelligence, itsar (altruism), and spirituality with job satisfaction. In this study, the independent variable (IV) amounted to 15 and job satisfaction as the dependent variable (DV). With this technique the total sample, obtained a sample of 66 teachers who work at Sekolah Dwi Matra,Jakarta. The research data were processed by the method of multiple linear regression with a significance level of 0.05. Results and conclusions of this study prove that there is a relationship between aspects of emotional intelligence, itsar (altruism), and spirituality with job satisfaction (r = 0.577) but not significant (sig .090). R2 values of all tested variable of 0.333, equivalent to 33%. Aspects of self-awareness is the only independent variables that proved to be positively correlated with job satisfaction (sig.0.039, R2: 0.130). This aspect needs to be a priority if the intervention will be conducted on teacher job satisfaction at Sekolah Dwi Matra."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29665
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
F.X. Harjoyo
"This research is aimed at knowing the relationship between compensation and emotional intelligence with officer organizational commitment of the Supreme of Audit Board (Badan Pemeriksa Keuangan) Jakarta. Compensations is remuneration that giving by employee for their jobs that done include: salary, incentives, and allowance. Emotional Intelligence is capability to feel, understand, and actively to implement energy and power sensitively as energy resource information, relationship and human's influence based on capability indicator regarding self emotion, managing self emotion, self motivating, empathy and building relations with others. Meanwhile, organizational commitment is relative power from individual about trust to the organization goals, willingness to do efforts as good as possible for sake of organizational interest, to be member of such related organization and attractiveness to objective that include affective, normative and rational components. This research using both descriptive and correlation method involving 90 respondents randomized simply. Data collection is conducted by questioner which of validity and reliability had been tested. Validity test using Spearman Rank correlation and Reliability test by Spearmen Brown. Subsequently, the obtained data is analyzed using statistical formulation, i.e. both Spearman Rank correlation and t-test.
The result of hypothesis testing show that the compensation and emotional intelligence have positive and significant relationship with officer organizational commitment. Likewise for emotional intelligence also have positive and significant relationship with officer organizational commitment. This is mean that more good the compensation system and more high emotional intelligence, then more high organizational commitment. Otherwise more bad the compensation system and more low emotional intelligence, then more low organizational commitment. Based on this finding, then officer organizational commitment need to be improved with improving compensation system and improving emotional intelligence. The improving of compensation system that need to give priority is health allowance, special allowance for work accident, the objectivity of salary increasing, big days allowance and incentive. The compensation also need to be improved according to the spreading of feasible need. Meanwhile related to improving of emotional intelligence need to doing by giving understanding to officer about emotional intelligence autodidacly by officer or through the emotional intelligence training periodically.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kompensasi dan kecerdasam emosional dengan komitmen organisasi pegawai Badan Pemeriksa Keuangan Jakarta. Kompensasi adalah balas jasa yang diberikan kepada pegawai atas pekerjaan yang dilakukan yang meliputi: gaji, insentif, dan tunjangan. Kecerdasan emosional merupakan kecakapan untuk merasakan, memahami, dan mengimplementasikan kepekaan tenaga dan emosional secara aktif sebagai sumber energi, informasi, hubungan dan pengaruh yang manusiawi yang dilihat berdasarkan indikator kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri, berempati, dan membina hubungan dengan orang lain. Sementara komitmen organisasional adalah kekuatan bersifat relatif dari individu mengenai kepercayaan terhadap tujuan organisasi, kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi, keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan, yang meliputi komponen afektif, normatif dan rasional. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan korelasional dengan melibatkan 90 responden yang diambil secara acak sederhana. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas menggunakan rumus korelasi Spearman Rank dan uji reliabilitas menggunakan Spearman Brown. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan formula statistika, yakni korelasi Spearman Rank dan t-test.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kompensasi memiliki hubungan positif dan signifikan dengan komitmen organisasi. Demikian pula kecerdasan emosional juga memiliki hubungan positif dan signifikan dengan komitmen organisasi. Hasil ini memberikan arti bahwa semakin baik sistem kompensasi dan semakin tinggi kecerdasan emosional, maka semakin tinggi komitmen organisasi. Sebaliknya, semakin buruk kompensasi dan semakin rendah kecerdasan emosional, maka semakin rendah komitmen organisasi pegawai. Berdasarkan temuan temuan penelitian ini, maka komitmen organisasi pegawai perlu ditingkatkan dengan cara memperbaiki sistem kompensasi dan meningkatkan kecerdasan emosional. Perbaikan sistem kompensasi yang perlu diprioritaskan adalah tunjangan kesehatan, tunjangan khusus untuk perlindungan dari kecelakaan kerja, obyektivitas kenaikan gaji bulanan, tunjangan hari besar, insentif. Pemberian kompensasi kepada pegawai juga perlu ditingkatkan sesuai perkembangan kebutuhan hidup yang layak. Sementara terkait dengan peningkatan kecerdasan emosional perlu dilakukan dengan memberikan pemahaman terhadap para pegawai mengenai hakikat kecerdasan emosional baik secara otodikdak oleh pegawai sendiri maupun melalui penyelenggaraan pelatihan kecerdasan emosional secara berkala."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26359
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Marina
"Penelitian bertujuan untuk melihat perbedaan kecerdasan emosional pada orang tua yang mendongeng dan tidak mendongeng. Kecerdasan emosional sendiri, adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan di tengah frustrasi, mengontrol impuls dan menunda kepuasan, meregulasi mood dan tetap mampu berpikir dalam keadaan tertekan, serta berempati dan berharap (Goleman, 1996).
Sementara itu, kegiatan mendongeng adalah sebuah seni pengisahan cerita dengan tujuan memberi hiburan pada live audience (pemirsa langsung), tentang kejadian-kejadian nyata maupun imaginatif yang dapat diambil dari naskah puitis dan/atau prosa, atau sumber-sumber lisan, tertulis atau rekaman dan melibatkan gesture, vokalisasi, musik atau gambar untuk memberikan kehidupan pada cerita. Dalam mendongeng, pendongeng melibatkan keterampilan berekspresi yang menuntut kesadaran pendongeng akan pengalaman emosi, motivasi untuk bercerita, keterampilan sosial, berempati, dan mengontrol emosi. Keterampilan itu bersinggungan dengan lima dimensi kecerdasan emosional yang dalam penelitian ini diukur dengan Inventori Kecerdasan Emosi (Lanawati, 1999).
Dalam penelitian ini terdapat sebanyak 70 orang tua yang mendongeng dan 72 orang tua yang tidak mendongeng, masing-masing diberikan Inventori Kecerdasan Emosional. Hasil t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor yang signifikan (p < 0,01) antara kedua kelompok tersebut. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa ada perbedaan kecerdasan emosional pada orang tua yang mendongeng dan orang tua yang tidak mendongeng. Mengingat masih sedikitnya penelitian di Indonesia mengenai kecerdasan emosional dan kegiatan mendongeng, perlu diadakan penelitian-penelitian mengenai hal tersebut, terutama dengan penilaian kegiatan mendongeng yang lebih komprehensif.
Saran praktis dari penelitian ini adalah untuk mensosialisasikan kegiatan mendongeng pada orang tua, melihat dampak positif yang dihasilkan dari kegiatan ini, tidak hanya bagi orang tua sendiri, namun juga pada anak-anak.

This research studies the difference of emotional intelligence of parents who conduct storytelling and those who do not. Emotional intelligence is the ability to self-motivate and preserve in the midst of frustration, the ability to control impulses and delay satisfaction, regulate moods and able to think under pressure as well as empathy and hope (Goleman, 1996).
The act of storytelling in accordance to the definition within this research is the art of storytelling with the purpose of providing entertainment to a live audience, based on real or imaginary events which may originate from poetry, prose or other sources of oral, written, or recorded sources, and includes body language, vocals, music or images to bring life to the story. The storyteller is involved in verbal and non-verbal expression skills which require the awareness of the storyteller in emotional experience, social skills, empathy, motivation and the ability to control emotion. All these skills relate to the five dimensions of emotional intelligence, which in this research shall be measured by Emotional Intelligence Inventory (Lanawati, 1999).
Approximately 70 (seventy) parents who conduct storytelling and 72 parents (seventy-two) parents that have never participated in storytelling are given an Emotional Intelligence Inventory (Lanawati, 1999). The T-Test results indicate that there is a significance in the score margins (p < 0,01) between the two groups of parents. Thus, there appears that storytelling significantly differentiate the emotional intelligence between parents who conduct storytelling and parents who don?t. Furthermore, in light of the fact that small number research in Indonesia has been conducted on emotional intelligence and storytelling, further studies needs to be conducted on this issue, specifically more comprehensive acts of storytelling.
A practical suggestion is to socialize storytelling to parents that perceive the positive influence storytelling portrays, not only to the parents themselves but also to the children."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>