Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18584 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Pengaruh menghirup merkuri pada sel otak and efek ektrak teh hijau sebagai antioksidan. Merkuri dikenal sebagai metal yang toksik, dapat membentuk radikal bebas yang merangsang terjadinya stres oksidatif yang menyebabkan berbagai kelainan seperti kelainan otak. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi pengaruh dari menghirup merkuri terhadap sel otak serta pengaruh ekstrak teh hijau (Camellia sinensis) sebagai antioksidan terhadap sel otak yang terpapar merkuri. Metode: Sampel penelitian ini adalah 48 Mus musculus jantan
yang dibagi menjadi 8 grup yang diberi perlakuan selama 3 dan 6 minggu. Grup A merupakan kontrol negatif tanpa perlakuan. Grup B merupakan kontrol positif yang diberi perlakuan dengan merkuri. Grup C diberikan perlakuan dengan merkuri dan 26µg/g ekstrak teh hijau. Grup D diberi perlakuan merkuri dan 52µg/g ekstrak teh hijau. Seluruh mencit pada grup B, C, dan D diberikan perlakuan merkuri secara inhalasi selama 4 jam/hari. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk mengevaluasi efek merkuri serta efek antioksidan dari ekstrak teh hijau. Hasil: Jumlah sel otak yang nekrotik lebih sedikit pada kelompok yang diberikan ekstrak teh hijau dibandingkan dengan kelompok yang tidak menerima ekstrak teh hijau. Perbedaan ini bermakna secara statistik (p<0,05). Simpulan: Menghirup merkuri menyebabkan nekrosis sel otak. Pemberian ekstrak teh hijau menurunkan jumlah sel nekrotik pada mencit yang telah terpapar merkuri.

Mercury is a wellknown toxic metal that is capable to induce free radical-induced oxidative stress. It can cause human disease including brain disorders. Objective: To identify the effect of mercury vapor inhalation on brain cells and the role of green tea extract (Camellia sinensis) as antioxidant on the brain cells exposed to mercury. Methods: Fourty-eight male Mus musculus were divided into 8 groups, which were given treatment for 3 and 6 weeks. Group A did not receive any treatment and served as a negative control. Group B was a positive control exposed to Mercury. Group C was exposed to Mercury and treated with 26µg/g green tea extract. Group D was exposed to mercury and treated with 52µg/g green tea extract. All animals in the Group B, C, D were exposed to mercury through inhalation for 4 hours daily. The effect of mercury on the brain cells were examined histopathologically. Results: The numbers of necrotic cells counted in the green tea-treated mice group were significantly lower than those untreated group (p<0,05). Conclusion: Mercury vapor inhalation may cause necrosis on brain cells. Administration of green tea extract as an antioxidant reduced the amount of mercury-induced necrotic brain cells in mice."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah, 2013
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Eindhoven: Philips Technical Library, 1965
621.327 HIG
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tria Firza Kumala
"Green tea ( Camellia sinensis ) merupakan suatu jenis minuman teh yang banyak dikonsumsi orang dalam kesehariannya. Green tea memiliki khasiat dalam menghambat kerja dari reseptor reseptor - reseptor trombosit khususnya reseptor TxA2 untuk proses aggregasi. Didalam kandungan green tea terdapat komposisi flavonoid sebanyak 300/0 yang ternYata memiliki khasiat. Sehingga dapat mencegah terjadinya komp1ikasi, yaitu penyakit pada system kardiovaskularmisalnya MCI, pengentalan pembuluh darah, dan stroke. Peningkatan aktifitas trombosit ini juga dipengaruhi oieh beberapa faktor kebiasaan seseorang> terutama merokok, dapat menyebabkan kompJikasi seperti tersebut diatas. Rokok mengandung nikotin yang dapat meningkatan k.atekolamin didalam darah sehingga dapat meningkatkan lipoJisis dan peningkatan sintesis asam arakidonat sampai ke pembentukkan TxA2 dan sebagai hasii metabolitnya berupa TxB2. Mengetahui peran pemberian ekstrak green tea ( camellia sinensis )terhadap kadar TxB2 urin pada perokok. Duapuluh empal orang laki-laki yang memiliki kebiasaan merokok selama 2 tahun terakhir dengan jumlah konsumsi rokok antara 12- 24 batang tiap harinya.Total jumlah sampel di bagi 2 kelompok, yaitu kelompok l diberikan perlakuan konsumsi green tea sebanyak 3 x 20 gr tiap harinya seiama 7 hari, dan kefornpok II diberikan plasebo 3 x 2 gr tiap harinya selama 7 hari. Sebelum dan sesudah pemberian green tea dan plasebo sampel di periksa kadar TxB2 dalam urin yang sudah ditampung 24 jam sebeiumnya, pemeriksaan kadar TxB2 dalam urin yang sudah ditampung 24 jam sebelumnya, pemeriksaan kadar TxB2 ini menggunakan tehnik ELISA Green tea (camellia sinensis) yang di berikan kepada kadar TxB2 urin pada perokok.

Green tea which is commonly consumed by the people has been thought to have the activity to inhibit the thrombocyte receptors particularly TxA2 receptor. The green tea contains 30% of flavoring which may prevent people from cardiovascular diseases such as MCI or stroke. This can be valuable for smokers with increased Tx:A2 due to nicotine-indeuxed catecholamine release in the blood. To examine the effect of green tea extract on thromboxane B2 production in the urine of smokers. Twenty four men of 20- 32 years old who had smoking habit for the last 2 years with average of 12-24 cigarettes every day were divided into two groups; one group was given 20 gram of green tea three times daily for 7 days while another group was given placebo containing green tea essence oil only. The respondents were checked for their levels ofTxB2 in the urine which were collected for 24 hours using ELISA technique before and after the treatment. The green tea treated group receiving the tea extract 3 times daily for 7 days shows a decrease ofTxB2 in the urine as compared to the placebo group (p= 0.028). Green tea (camellia sinensis) decreases the level of urinary TxB2."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T29140
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arum Setyowati
"Pada penelitian ini dilakukan perancangan konfigurasi perangkat optik untuk mengukur kandungan kadar air pada serbuk teh hijau. Konfigurasi perangkat tersebut bekerja dengan memanfaatkan fenomena reflektansi dan absorbansi, yang terdiri dari LED ( λ = 970 nm), wadah kaca, LED driver, pemisah berkas, dan fotodioda. Dari pengujian terhadap serbuk teh hijau diperoleh hubungan yang konsisten linier antara intensitas reflektansi pada rentang variasi kadar air 6% - 57 %, yaitu menurun seiring dengan peningkatan kadar air dengan gradien -18 x 10-3.

This preliminary research describe reflectance optical characterization results of four varieties of tea leaf, as a basis of optical device configuration designing to measure watercontent in green tea leaf. The device configuration works by utilizing reflectance andabsorbance phenomena, consisting of LED (λ = 970 nm), cuvette, LED driver, beam splitter and photodiode. From that results could be concluded that the range variances of water content 6% - 57%, of teas has consistent relationship with the output device. This relationship is showing trend of negative slope with gradien -18 x 10-3."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T26196
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Paramita Widyandari
"Latar Belakang: Residu radikal bebas pasca perawatan internal bleaching dapat mengganggu proses polimerisasi resin komposit. Akibatnya, terjadi penurunan kekuatan ikatan restorasi. Antioksidan ekstrak teh hijau dapat digunakan untuk menghilangkan radikal bebas pasca bleaching dan meningkatkan shear bond strength resin komposit.
Tujuan: mengetahui perbedaan shear bond strength resin komposit pada dentin pasca internal bleaching dengan dan tanpa aplikasi ekstrak teh hijau pada konsentrasi yang berbeda selama 2 menit.
Metode: 25 gigi premolar, dipotong dalam arah mesiodistal, dan dibagi menjadi 5 kelompok: Kelompok 1 dentin normal, Kelompok 2 dentin pasca bleaching, Kelompok 3 dentin 2 minggu pasca bleaching, Kelompok 4  dentin pasca bleaching dengan teh hijau 10% 2 menit, dan Kelompok 5 dentin pasca bleaching dengan aplikasi teh hijau 35% 2 menit. Semua kelompok diaplikasikan restorasi resin komposit. Uji shear bond strength menggunakan Universal Testing Machine. Analisis statistik menggunakan one-way ANOVA dan Uji Post Hoc Bonferroni.
Hasil: Uji Post Hoc Bonferroni menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok 1 dan 4, kelompok 2 dan 5, serta kelompok 4 dan 5.
Kesimpulan: Aplikasi antioksidan ekstrak teh hijau 35% selama 2 menit lebih tinggi dalam meningkatkan shear bond strength resin komposit dibandingkan dengan aplikasi ekstrak teh hijau 10% selama 2 menit pada dentin pasca internal bleaching menggunakan hidrogen peroksida 35%.

Introduction: Internal bleaching treatment could leave free radicals in the dentinal tubules. It can interfere with the polymerization process of the composite resin. Antioxidants from green tea extract can remove the free radicals after bleaching and increase the shear bond strength of composite resin.
Objective: To determine the shear bond strength of composite resin on dentin after internal bleaching with and without green tea extract application at different concentrations in 2 minutes.
Methods: 25 premolars were cut in mesiodistal direction and divided into five groups: Group 1 normal dentin, Group 2 bleached dentin, Group 3 bleached dentin, Group 4 10% green tea application in 2 minutes, and Group 5 35% green tea application in 2 minutes. All groups were restored with composite resin. All specimens' shear bond strength was tested with the Universal Testing Machine. The data were analyzed with one-way ANOVA and Bonferroni Post Hoc Test.
Results: Post Hoc Bonferroni test showed that there were statistical differences  in groups 1 and 2, groups 1 and 4, groups 2 and 5, and groups 4 and 5.
Conclusion: 35% green tea extract is more effective than 10% green tea extract as an antioxidant for increasing the shear bond strength of composite resin after internal bleaching.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Darin Safinaz
"Latar Belakang: Hidrogen peroksida 35% sebagai bahan aktif internal bleachingdapat menghasilkan radical oxygen species (ROS). Radikal bebas ini dapat membentuk gelembung yang terperangkap di dalam tubuli dentin sehingga menganggu penetrasi resin tag ke dalam tubuli dentin. Terhambatnya penetrasi resin tag  dapat menurunkan kekuatan ikatan dan meningkatkan kebocoran mikro pada restorasi resin komposit. Radikal bebas dari proses bleaching dapat dieliminasi dengan pengaplikasian antioksidan. Antioksidan yang banyak dikembangkan saat ini untuk mengeliminasi radikal bebas pasca bleaching adalah antioksidan alami esktrak teh hijau. Konsentrasi dan waktu aplikasi agen antioksidan merupakan faktor penting untuk meningkatkan efek antioksidannya. Pemilihan konsentrasi ekstrak teh hijau 10% didasarkan pada penelitian sebelumnya yang menyatakan penggunakan ekstrak teh hijau 10% selama 10 menit efektif dalam meningkatkan shear bond strength dan menurunkan pembentukan celah mikro. Penggunaan konsentrasi ekstrak teh hijau 35% yang sebanding dengan konsentrasi hidrogen peroksida 35% diharapkan dapat menghilangkan residu radikal bebas dan meningkatkan kedalaman penetrasi resin tag.
Tujuan: Membandingkan pengaruh aplikasi antioksidan ekstrak teh hijau dengan konsentrasi yang berbeda selama 2 menit terhadap kedalaman penetrasi resin tag pada dentin pasca internal bleaching.
Metode: Terdapat 5 kelompok penelitian yang terdiri dari 2 kelompok perlakuan, 1 kelompok kontrol negatif, dan 2 kelompok kontrol positif. Kemudian dilakukan prosedur walking bleach dengan gel H2O2 35%. Setelahnya diaplikasikan gel ekstrak teh hijau 10 % dan 35 % selama 2 menit. Sampel dietsa dan diaplikasikan bonding dengan teknik etch-and -rinse 2 langkah. Pengamatan kedalaman penetrasi resin tag dilakukan dengan Confocal Laser Scanning Microscopy.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna kedalaman penetrasi resin tag antara kelompok TH 35% dengan TH 10% (p < 0.05), dimana kelompok TH 35% menghasilkan penetrasi resin tag yang lebih panjang secara signifikan dibandingkan dengan kelompok TH 10%

Background: Hydrogen peroxide 35% as an active material for internal bleaching can produce radical oxygen species (ROS). These free radicals can forming bubbles that are trapped inside the dentinal tubules, interfering resin tag penetration into the dentinal tubules. Inhibition of resin tag penetration can reduce bond strength and increase microleakage of composite resin restorations. Free radicals from the bleaching process can be eliminated by the application of antioxidants. Recently, Antioxidants that are being developed to eliminate free radicals after bleaching are natural antioxidants from green tea extracts. The concentration and time of application of antioxidant agents are important factors to enhance their antioxidant effects. The choice of 10% green tea extract concentration was based on the previous study, which stated that applying of 10% green tea extract for 10 minutes was effective in increasing shear bond strength and reducing the formation of microleakage. The application of 35% concentrated green tea extract to eliminate free radicals that is produced by 35% concentrated hydrogen peroxide is expected can remove free radical residues and increase the resin tag penetration depth.
Aims: Comparing the effect of green tea extract antioxidant application with different concentrations for 2 minutes on the resin tags penetration depth on dentin after internal bleaching.
Methods: There were 5 groups consisting of 2 treatment groups, 1 negative control group, and 2 positive control groups. Then the walking bleach procedure was appplied with 35% of H2O2 gel. After that, 10% and 35% of green tea extract gel was applied for 2 minutes. The sample was etched and bonded using 2-step etch-and-rinse technique. Then the resin tag penetration depth was determined using Confocal Laser Scanning Microscopy.
Results: There was a significant difference resin tag penetration depth between the TH 35% group and the TH 10% group (p < 0.05). The TH 35%  group resulted in a significantly longer resin tag penetration compared to the  TH 10% group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Desviyanti Ardi
"Transetosom merupakan salah satu sistem vesikular lipid yang dapat memudahkan penetrasi obat melalui kulit. Penggunaan transetosom dapat diformulakan untuk menjerap zat aktif kimia maupun herbal, salah satunya yaitu katekin pada ekstrak daun teh hijau Camellia sinensis L. Kuntze . Pada penelitian ini, epigalokatekin galat EGCG digunakan sebagai penanda analisis karena merupakan komponen utama dari katekin yang memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi serta diketahui memiliki penetrasi dan absorbsi yang rendah melalui kulit. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menghasilkan formula krim transetosom yang mampu meningkatkan penetrasi zat aktif dari ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit. Pada pembuatan transetosom, digunakan metode hidrasi lapis tipis dalam tiga formula dengan variasi konsentrasi Span 80 dan etanol yang digunakan. Transetosom selajutnya dikarakterisasi morfologinya menggunakan Transmission Electron Microscopy TEM , ukuran partikel, indeks polidispersitas dan potensial zeta menggunakan Particle Size Analizer PSA , dan dilakukan pengujian efisiensi penjerapan.
Hasil menunjukkan transetosom F2 yang mengandung ekstrak daun teh hijau setara 3 EGCG, Lipoid P30 4 , Span 80 0,75 dan etanol 95 30 memiliki karakteristik terbaik yaitu berbentuk sferis, ukuran partikel 35,35 nm, indeks polidispersitas 0,319, potensial zeta -29,97 3,05 dan efisiensi penjerapan 45,26 8,15 . Uji penetrasi sediaan secara in vitro dilakukan menggunakan sel difusi Franz dengan kulit tikus betina galur Sprague Dawley sebagai membran. Krim transetosom memiliki fluks sebesar 60,56 4,52 g.cm-2.jam-1 pada fase 1 dan 23,13 1,38 g.cm-2.jam-1 pada fase 2. Krim non transetosom memiliki laju penetrasi sebesar 25,69 0,83 g.cm-2.jam-1 pada fase 1 dan 7,36 1,59 g.cm-2.jam-1 pada fase 2. Kesimpulan dari penelitian ini adalah transetosom dapat meningkatkan penetrasi ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit.

Transethosome is a lipid vesicle system that can enhance drug rsquo s penetration through the skin. Transethosome can be used to entrap the chemical compound or natural ingredients, one of the natural ingredients is catechin from green tea leaves extract Camellia sinensis L. Kuntze . In this study, epigallocatechin gallate EGCG used as a marker analysis because EGCG is one of the most dominant catechin compounds that has potent antioxidant activity and also has a weak penetration and absorption through the skin. The aim of this study were to formulate transethosome cream that can increase the penetration of green tea leaves extract through the skin. Transethosome were made by using thin layer hydration method in three formulation with variation concentration of Span 80 and ethanol. Transethosome characterized by morphology using Transmission Electron Microscopy TEM , particle size, polidispersity index and zeta potential by Particle Size Analizer PSA , and entrapment efficiency.
The result showed transethosome F2 that contains green tea extract equal to 3 of EGCG, Lipoid P30 4 , Span 80 0,75 and ethanol 95 30 had the best characteristic, which had a spherical shape, particle size 35,35 nm, polidispersity index 0,319, zeta potential 29,97 3,05 mV and entrapment efficiency 45,26 8,15 . Penetration test of creams performed using in vitro Franz diffusion cell with the skin of female Sprague Dawley rats as a membrane. Transethosome cream had a flux of 60,56 4,52 g.cm 2.hour 1 at the first phase and 23,13 1,38 g.cm 2.hour 1 at the second phase. Non transethosome cream had a flux of 25,69 0,83 g.cm 2.hour 1 at the first phase and 7,36 1,59 g.cm 2.hour 1 at the second phase. The conclusion is transethosome can increase green tea leaves extract penetration through the skin.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68922
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Redjeki Endang Setionowaty
"Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
daun teh hijau (Camellia sinensis) berpotensi memiliki aktivitas anti bakteri,
Staphylococcus aureus dan staphylococcus epidermidis sedangkan pada
Propionibacterium acne tidak ada potensi. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh sediaan gel yang mengandung ekstrak etanol 70% teh hijau
(Camellia sinensis) yang mempunyai aktivitas antibakteri stabil dan aman.
Metode yang digunakan adalah Metode difusi cakram (Kirby-Bauer) ditentukan
oleh diameter zona hambat yang terbentuk. Semakin besar diameternya maka
semakin terhambat pertumbuhannya. Uji stabilitas fisik terhadap sediaan gel
dilakukan selama 12 minggu pada suhu yang berbeda dan uji keamanan kepada
sukarelawan digunakan metode single aplication closed patch epicutaneus test
under occlusion. Hasil uji aktivitas anti bakteri menunjukkan adanya zona hambat
pada Staphylococcus aureus dengan ketiga konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, hasilnya
(11mm,16mm,13mm), dan Stapylococcus epidermidis (2,5%, 5%, 10%) hasilnya
(7mm,11mm,12 mm) sedangkan pada P.acne tidak ada. Hasil uji stabilitas fisik
12 minggu menunjukkan ketiga konsentrasi sediaan gel adalah stabil dan hasil uji
keamanan memperlihatkan tidak ada iritasi yang diamati selama uji keamanan
pada penggunaan secara topikal.

Previous studies reported that green tea leaf (Camellia sinensis) was a
potential anti bacteria againts Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus
dan Staphylococcus epidermidis. The aim of the study was to formulate gel
containing 70% ethanol extract of green tea leaf (Camellia sinensis) that have anti
bacteria activity which physically stable and safe. The method we used is disk
diffusion (Kirby-Bauer) determined by diameter of inhibition zone. The bigger
diameter shows the more growth inhibition. Physical stability test was done
against gel formulation during 12 weeks at different temperatures and safety test
against volunteer was done using method of single aplication closed patch
epicutaneus test under occlusion. Result of bacteria activity test showed that there
were inhibition zone on Staphylococcus aureus. Three concentrations of 2,5%,
5%, 10% resulting inhibition diameter of 11 mm,16 mm and 13 mm respectively,
and Staphylococcus epidermidis resulting 2,5%, 5% and 10% inhibition diameter
of 7 mm,11 mm and 12 mm. On P.acne did not show any activity. Results of the
physical stability tests during 12 weeks showed that the three concentration of gel
formulations were stable and no iritation showed during safety test on topical use.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T35187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeanetha Inees Merdekawati
"Daun teh hijau Camellia sinensis L. Kuntze merupakan salah satu bahan alam yang mudah ditemukan dan memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. EGCG epigalokatekingalat merupakan senyawa dengan kandungan terbesar dari daun teh hijau yang memiliki aktifitas antioksidan yang sangat poten untuk tubuh, namun memiliki kemampuan penetrasi ke dalam kulit yang rendah karena sifatnya yang sangat hidrofilik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan penetrasi EGCG dalam ekstrak daun teh hijau dengan memformulasikannya kedalam sebuah sistem pembawa obat etosom yang selanjutnya dimasukkan kedalam formulasi sediaan krim. Etosom di formulasikan dengan konsentrasi etanol yang berbeda yaitu dengan kadar 25 F1 ; 30 F2 ; dan 35 F3 . Selanjutnya, formula etosom dengan karakterisasi terbaik diformulasikan ke dalam sediaan krim. Krim ekstrak daun teh hijau tanpa etosom dibuat sebagai kontrol. Setelah itu, dilakukan uji penetrasi krim etosom dan krim ekstrak tanpa etosom menggunakan sel difusi Franz untuk melihat profil penetrasi dari sediaan tersebut.
Berdasarkan hasil karakterisasi yang didapatkan, F3 memiliki karakteristik terbaik dengan morfologi yang sferis, nilai Z-Average 73,01 nm; indeks polidispersitas 0,255; potensial zeta -47,77 3,93 mV, dan efisiensi penjerapan obat yang paling tinggi 49,46 0,62 . Krim etosom yang dihasilkan memiliki jumlah kumulatif EGCG terpenetrasi sebesar 905,75 49,47 g/cm2 dan fluks pada fase 1 0 ndash; 10 jam sebesar 25,22 12,68 g.cm-2/jam serta pada fase 2 10 ndash; 24 jam sebesar 40,96 5,56 g.cm-2/jam sedangkan krim ekstrak tanpa etosom memiliki jumlah kumulatif EGCG terpenetrasi sebesar 413,92 52,83 g/cm2 dan fluks pada fase 1 0 ndash; 12 jam sebesar 19,05 1,57 g.cm-2/jam serta pada fase 2 12 ndash; 24 jam sebesar 12,66 1,45 g.cm-2/jam. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan krim etosom mempunyai penetrasi yang lebih baik dibandingkan dengan krim ekstrak biasa dan etosom dapat meningkatkan kemampuan penetrasi EGCG dalam ekstrak daun teh hijau.

Green tea leaves Camellia sinensis L. Kuntze is one of the natural ingredients that are easy to find and have many benefits for health. EGCG epigallocathechin gallat is the largest content of green tea leaves that have a potent antioxidant activity for the body, but has a low penetration capability in the skin due to its very hydrophilic characteristic. This study aimed to increase the skin penetration of EGCG in greentea leaves extract by incorporate it into ethosomal system as vehicle and generally applied into cream preparations. Ethosomes were formulated with different ethanol concentration that are 25 F1 30 F2 And 35 F3 . After that, ethosom with the best characteristic is formulated into cream preparations. Extract cream non ethosom was made as control. Thereafter, penetration test was performed using Franz diffusion cells to see the penetration profile of ethosomal cream and extract cream non ethosom.
Based on the result, F3 had the best characteristic with spherical morphology, Z Average value at 73.01 nm polydispersity index at 0,255 zeta potential at 47.77 3.93 mV, and the highest percentage of drug entrapped efficiency 49.46 0.62 . Total cumulative amount of EGCG penetrated from ethosomal cream was 905.75 49.47 g cm2 with flux value on 1st phase 0 10 hours was 25,22 12,68 g.cm 2 hour and 2nd phase 10 24 hours was 40,96 5,56 g.cm 2 hours while total cumulative amount of EGCG penetrated from extract cream was 413.92 52,83 g cm2 with flux value on 1st phase 0 12 hours was 19,05 1,57 g.cm 2 hour and 2nd phase 12 24 hours was 12,66 1,45 g.cm 2 hours. Based on these result, can be concluded that the ethosomal cream had better penetration compared with the extract cream and ethosomal system could increase the skin penetration capability of EGCG in greentea leaf extract.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68978
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsha Harme
"Transfersom telah banyak digunakan untuk meningkatkan penetrasi obat terutama yang berasal dari bahan alam. Salah satu bahan alam yang berkhasiat bagi kesehatan dan kosmetik adalah ekstrak daun teh hijau Camellia sinensis L. Kuntze yang mengandung katekin sebagai senyawa antioksidan yang kuat. Epigalokatekin galat EGCG sebagai salah satu senyawa katekin paling dominan digunakan sebagai penanda analisis. Namun, EGCG memiliki berat molekul yang besar dan bersifat hidrofilik sehingga sulit untuk berpenetrasi melewati kulit. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan krim transfersom dengan karakteristik yang baik sehingga dapat meningkatkan penetrasi EGCG melalui kulit. Transfersom diformulasikan dengan varian konsentrasi dari fosfolipid dan surfaktan. Perbandingan antara fosfolipid dan surfaktan yang digunakan yaitu 95 :5 F1 ; 90 :10 F2 ; dan 85 :15 F3 , sementara konsentrasi EGCG yang digunakan tetap yaitu 3. Pembuatan transfersom dilakukan dengan menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Karakterisasi transfersom meliputi morfologi bentuk vesikel menggunakan Transmission Electron Microscopy TEM, distribusi ukuran partikel, indeks polidispersitas dan potensial zeta menggunakan Particle Size Analyzer PSA, dan efisiensi penjerapan.
Hasil menunjukkan bahwa F1 merupakan formula terbaik karena memiliki bentuk yang sferis, ukuran partikel 80,6 nm, indeks polidispersitas 0,214, potensial zeta -41,1 7,06 mV, dan efisiensi penjerapan 49,36 4,03. Selanjutnya, transfersom F1 diformulasikan ke dalam sediaan krim dan dibuat krim tanpa transfersom sebagai kontrol. Kedua sediaan dievaluasi dan dilakukan uji penetrasi secara in vitro menggunakan sel difusi Franz pada kulit tikus galur Sprague Dawley. Hasil uji penetrasi in vitro menunjukkan jumlah kumulatif EGCG yang terpenetrasi pada krim transfersom sebesar 1003,61 157,93 ?g/cm2 dengan fluks fase 1 sebesar 48,57 12,65 ?g/cm2.jam dan fase 2 sebesar 27,76 1,87 ?g/cm2.jam sedangkan jumlah kumulatif EGCG pada krim non transfersom yaitu sebesar 400,09 47,53 ?g/cm2 dengan fluks fase 1 sebesar 22,89 1,76 ?g/cm2.jam dan fluks fase 2 sebesar 8,37 0,78 ?g/cm2.jam. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan krim transfersom ekstrak daun teh hijau dapat meningkatkan penetrasi EGCG ke dalam kulit.

Transfersome has been widely used to increase the penetration of drugs derived from natural ingredients. One of the natural ingredients for health and cosmetics is green tea leaves extract Camellia sinesis L Kuntze that contained catechin as a potential antioxidant. Epigallocatechin gallate EGCG as one of the most dominant catechin compounds used as a marker analysis. However, EGCG has a large molecular weight and hydrophilicity so that it is difficult to penetrate through the skin. The aims of this study was to produce transfersomal cream with good characteristics that increases penetration through the skin. In this research, transfersome were formulated with different concentrations of phospholipid and surfactant. The concentration used between phospholipid and surfactant were 95 5 F1 90 10 F2 dan 85 15 F3, while the EGCG concentration used was constant at 3. The Transfersome were made by thin layer hydration method. Transfersome characterized by morphology using Transmission Electron Microscopy TEM, particle size, polidispersity index and zeta potential using Particle Size Analyzer PSA, and entrapment efficiency.
The result showed that F1 had the best formula with spherical shape, particle size 80.6 nm, polidispersity index 0.214, zeta potential 41.1 7.06 mV, and entrapment efficiency 49.36 4.03 . Furthermore, transfersome were formulated into a cream and a cream without transfersome as a control. Both creams were evaluated and in vitro penetration tested using Franz diffusion cell with the skin of female Sprague Dawley rats. Total cumulative amount of penetrated EGCG from transfersom cream was 1003.61 157.93 g cm2 and fluxs at the first phase was 48,57 12,65 g cm2.hour and at the second phase was 27,76 1,87 g cm2.hour. Total cumulative amount of penetrated EGCG from non transfersom cream was 22,89 1,76 g cm2 and fluxs at the first phase was 16.84 1.79 g cm2.hour and at the second phase was 8,37 0,78 g cm2.hour. Based on these result it can be concluded that transfersome green tea leaves extract cream can increase penetration EGCG through the skin.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69576
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>