Ditemukan 64076 dokumen yang sesuai dengan query
"Tulisan ini hendak menunjukkan perjumpaan dua tradisi dan budaya perkawinan yang saling menyuburkan internalisasi status perempuan. Keduanya ialah tradisi liturgi perkawinan dalam gereja dan tradisi perkawinan adat Batak Toba. Tradisi gereja dan tradisi adat datang dari dua dunia yang berbeda. Mereka mempunyai perbedaan latar belakang konteks, tetapi sama-sama menstereotipe dan mensubordinasi perempuan. Teks yang sering dipergunakan dalam tradisi liturgi perkawinan menggambarkan perempuan distereotipe dalam ketundukan kepada suami sebagai bentuk ketundukan kepada Tuhan. Teks tradisi liturgi perkawinan yang patriarki itu hadir di tengah-tengah masyarakat Batak yang juga patriarki. Masyarakat ini sangat kental dengan adat. Salah satunya ialah perkawinan adat Batak Toba dengan sinamot yang diartikan sebagai pembayaran perkawinan. Banyak yang menyebut sinamot sebagai tuhor ni boru, arti harafiah ?uang beli perempuan.?"
305 JP 20:1 (2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
"Tari Sang Hyang Dedari dalam upacara keagamaan tidak hanya bertujuan vertikal terhadap Sang Hyang Widhi, tetapi ada tujuan horizontal, untuk merawat suatu struktur dalam masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan lapisan-lapisan yang tersamar, sehingga dapat dipahami secara kritis apa yang dimaksud dengan perempuan Bali. Bahwa dalam diskursus multikultural, perempuan adat merayakan adat dan tradisi sebagai perawatan terhadap akar. Tetapi perlu ada penyegaran pengertian terhadap akar. Akar bukanlah yang absolut, satu dan tunggal, tetapi rhizoma, yang mencuat, menerobos hegemoni hirarki dan melahirkan kuncup-kuncup entitas baru dalam memenangkan kesetaraan atas subordinasi patriarki."
390 JP 20:1(2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Nova Scorviana Herminasari
"Penelitian ini mempelajari pengalaman perempuan adat pendatang dalam mengembangkan berbagai respon terhadap sistem budaya padi pada masyarakat adat Kasepuhan Anyar. Perjuangan perempuan adat pendatang ini dihadapkan dengan serangkaian kerumitan dalam persoalan adaptasi budaya, identitas baru, relasi gender, relasi sosial-budaya dan berbagai relasi lainnya di dalam komunitas pada berbagai skala. Ragam strategi dan penyesuaian diri dilakukan oleh perempuan adat pendatang dalam proses subjektivitas dan membangun subjek dalam berjuang meraih akses dan kontrol atas pengelolaan sistem budaya padi dikaitkan dengan posisi suaminya di dalam komunitas. Subjek dalam penelitian ini adalah perempuan adat pendatang yang memutuskan untuk tinggal dan menetap di Kasepuhan Alam akibat menikah dengan laki-laki asal Kasepuhan. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat adat Kasepuhan Anyar (bukan nama sebenarnya) yang menjadi bagian dari Komunitas adat Kasepuhan Banten Kidul. Penelitian yang saya lakukan ini merupakan pendekatan kualitatif dengan perspektif feminis tipe fenomenologi. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi, observasi terlibat, dan studi data sekunder, hasil wawancara diolah melalui transkrip verbatim dan proses koding. Analisis hasil koding dilakukan dengan menggunakan teori ekologi politik feminis (feminist political ecology) dari Elmhirst (2015). Hasil penelitian menunjukkan ragam pengalaman perempuan adat pendatang dalam berjuang merespon sistem budaya padi yang tidak dapat dipisahkan dari kompleksitas persoalan relasi di dalamnya. Proses membangun subjektivitas yang dilakukan perempuan adat pendatang berkelindan dengan ragam dimensi (kelas sosial pasca menikah, usia, latar belakang pekerjaan sebelumnya), perempuan adat pendatang kelas elit membangun subjektivitas melalui pembuktian dan keberanian diri dengan terus melakukan budaya padi secara berulang dan berupaya meraih posisi sejajar dengan perempuan asli adat. Sementara itu perempuan adat pendatang kelas biasa hanya bisa pasrah menerima atas ketidakmampuannya dalam budaya padi. Konstruksi pengetahuan dan pemaknaan terkait sistem budaya padi dibangun melalui klaim relasi kuasa maskulin lewat filosofi sakuren. Perjuangan dalam meraih akses dan kontrol bersinggungan dengan ragam dimensi (kelas sosial pasca menikah, usia, posisi suami).
This research studied the experience of migrant indigenous women in developing various responses to the rice culture system in the Kasepuhan Anyar indigenous people. The struggle of these migrant indigenous women is faced with a series of complexities in issues of cultural adaptation, new identities, gender relations, socio-cultural relations and various other relations within the community at various scales. Various strategies and self-adjustments were carried out by indigenous migrant women in the process of subjectivity and building subjects in struggling to gain access and control over the management of the rice culture system associated with their husband's position in the community. The subjects of this study were migrant indigenous women who decided to live and stay in Kasepuhan Anyar as a result of marrying a man from Kasepuhan. This research was conducted on the Kasepuhan Anyar indigenous people (not their real names) who are part of the Kasepuhan Banten Kidul indigenous community. This research used qualitative approach with a phenomenological type of feminist perspective. Methods of data collection were carried out through in-depth interviews, observation, participation observation, and secondary data studies, the results of the interviews were processed through verbatim transcripts and coding processes. Analysis of the coding results was carried out using feminist political ecology theory from Elmhirst (2015). The results of the research show that the various experiences of migrant indigenous women in struggling to respond to the rice culture system cannot be separated from the complexity of the relationship issues within it. The process of building subjectivity carried out by indigenous migrant women is intertwined with various dimensions (post-married social class, age, previous work background), elite class indigenous women build subjectivity through self-proof and courage by continuing to practice rice culture repeatedly and trying to achieve an equal position with indigenous women. Meanwhile, the ordinary class of migrant indigenous women can only accept their incompetence in rice culture. The construction of knowledge and meaning related to the rice cultural system is built through claims of masculine power relations through the philosophy of sakuren. The struggle to gain access and control intersects with various dimensions (post-marital social class, age, husband's position)."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Allysia Virda Mutiara
"Idiom adalah salah satu produk bahasa yang dapat menunjukan cerminan budaya dari suatu masyarakat tertentu. Dalam masyarakat Cina, idiom dikenal sebagai 成语chéngyǔ. Sebagian besar chéngyǔ terdiri dari empat karakter Han yang menjadi komponen pembentuknya. Tidak semua chéngyǔ dapat dipahami makna keseluruhannya hanya dengan melihat makna harfiahnya, atau makna setiap komponen pembentuknya. Melalui makna harfiah dan makna acuan sebuah chéngyǔ, seseorang dapat mengetahui penjelasan atau deskripsi mengenai hal-hal tertentu yang dipercayai oleh suatu budaya masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penjelasan atau deskripsi mengenai perempuan dalam budaya masyarakat Cina yang terlihat dalam chéngyǔ yang di dalamnya terdapat karakter 女 nǚ “perempuan” sebagai salah satu komponennya. Setelah mengumpulkan 15 chéngyǔ dan melakukan analisis, penelitian ini menemukan 8 deskripsi mengenai perempuan. Deskripsi-deskirpsi yang ditemukan lalu dikelompokkan ke dalam ranah semantisnya masing-masing berdasarkan teori Nida.
An idiom is a language product that can show a reflection of the culture of a particular society. In Chinese society, an idiom is known as 成语 chéngyǔ. Most chéngyǔ is made up of the four Han characters that make up its components. Not all chéngyǔ can be understood just by looking at the literal meaning, or the meaning of each of its constituent components. Through the literal meaning and reference meaning of a chéngyǔ, one can find out an explanation or description of certain things that are believed by a society's culture. This study aims to find out about explanations or descriptions of women in Chinese culture as seen in chéngyǔ in which the character 女nǚ “woman” is one of the components. After collecting 15 chéngyǔ and conducting analysis, this study found 8 descriptions of women. The descriptions found are then grouped into their respective semantic domains based on Nida's theory."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
"tulisan ini membahas tentang upacara Nengget?gambaran kehidupan perempuan-perempuan di Tanah Karo, tanah yang saat ini dikenal karena sedang dilanda oleh bencana alam erupsi Gunung Sinabung. Konstruksi patriarki dalam istiadat dan budaya Tanah Karo berkontribusi dalam melegalkan opresi terhadap hak-hak asasi perempuan. Tulisan ini akan membahas bagaimana dominasi patriarkal dalam adat istiadat perkawinan yang dibangun melalui model relasi tradisional yang melegitimasi konsep kepemilikan seutuhnya oleh laki-laki terhadap properti, status, peranan dan tubuh perempuan. Pada akhir tulisan ini akan dibahas bagaimana pengaruh dari model relasi tersebut terhadap kekerasan rumah tangga yang dialami oleh perempuan-perempuan di Tanah Karo."
390 JP 20:1(2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
"Konsep ?wani ing tata? adalah konsep luhur yang menempatkan wanita sebagai makhluk yang memiliki posisi terhormat dan bermartabat. Dalam sistem matrifokus disebutkan bahwa wanita Jawa sebenarnya adalah wanita perkasa yang mampu mengatur kaum pria maupun lingkungannya. Kata wanita sendiri sebenarnya merupakan status fungsi dari ketiga fungsi yang dijalankan oleh wanita selain halnya ?wanodya? dan ?putri?. Ketiganya menyimbolkan adanya multifungsi peran wanita baik sebagai pengasuh, pendidik, maupun penyeimbang. Hal itu terdapat dalam contoh munculnya Ratu Shima, Tribhuana Tungga Dewi, maupun juga Suhita dalam kepemimpinan Jawa. Dalam hal ini, pula berlaku pula konsep turunan dari ?wani ing tata? yakni ?prameswari? dan juga ?ardhananeswari? untuk menjelaskan kedudukan utama wanita. Adapun prameswari sendiri dapat diartikan sebagai bentuk hadirnya wanita utama sedangkan ardhananeswari sendiri dapat dipahami sebagai bentuk wanita perkasa. Adalah sistem patriaki yang kemudian mereduksi konsep ?wani ing tata menjadi bagian dari sistem patriaki. Konteks ?wani? tidak lagi dimaknai sebagai bentuk aktualisasi diri status perempuan, akan tetapi lebih kepada pemenuhan kepentingan suami. Namun perlahan konsep itu berubah seiring dengan menguatnya patriarki dalam masyarakat. Hal itulah yang kemudian diwujudkan dalam semboyan kasur, pupur, dan sumur."
390 JP 20:1(2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Dewi Candraningrum
"Objektifikasi perempuan dalam budaya visual tidak terlepas dari rendahnya representasi perempuan dalam ICT dan sains. Representasi perempuan dalam media didominasi oleh fantasi, hyperrealiatas dan kebohogan yang bersifat tidak adil gender, homogen dan tidak mengakui keberagaman. konsolidasi ketidak-adilan sosial, subversi norma gender, klik-aktivisme dalam sicmed mengalami peminggiran dari media profit raksasa. Cyberfeminisme, blog dan socmed memainkan peranan penting dalam mewujudkan dunia virtusl yang adil gender. dengan banyaknya cyber harassment maka dibutuhkan cyber harrasment law di indonesia."
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2013
602 JP 18:3 (2013)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Ririn Darini
"Kiprah perempuan dalam ranah publik, khususnya dalam bidang politik masih menjadi perbincangan yang menarik sampai saat ini. Dalam beberapa hal kedudukan dan peran perempuan masih sering dipandang lebih rendah dibandingkan dengan laki laki. Namun demikian apabila ditarik jauh ke belakang pada masa klasik di Nusantara, ternyata perempuan telah memainkan peran peran penting dalam masyarakat. Sejauh mana peran perempuan Majapahit dalam wilayah publik, khususnya di bidang politik pada pusat kekuasaan. Artikel ini bermaksud untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tulisan ini akan menjelaskan kiprah perempuan dalam kehidupan politik Kerajaan Majapahit. Tulisan ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat langkah, yaaitu heuristic, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan di Majapahit telah menjadi mitra yang sejajar laki laki dalam politik, dan jabatan dapat diperoleh berdasarkan keturunan sesuai dengan peraturan yang berlaku."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2019
959 PATRA 20:1 (2019)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Fajria Novari Manan
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991
305.4 FAD p
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
El-Saadawi, Nawal
Yogyakarta: IKAPI DKI, 2001
305.4 SAA ht
Buku Teks Universitas Indonesia Library