Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15328 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irwansyah
"ABSTRAK
Media berevolusi dengan perubahan teknologi komunikasi melalui mediamorphosis ke media baru. Hal yang sama terjadi dengan demokrasi yang berkembang dengan perkembangan kebebasan berekspresi dalam komunikasi dikenal sebagai "manusia tidak bisa tidak berkomunikasi". Dengan demikian, baik media dan demokrasi memanfaatkan dan melengkapi satu sama lain membuat mereka selalu bergantung satu sama lain. Setidaknya ada dua pandangan dari utopia dan distopia. Di satu sisi utopia mengatakan bahwa salah satu tujuan saat ini dirasakan adalah meningkatnya peran media baru sebagai biaya rendah partisipasi politik. Namun, pandangan dystopian mengatakan bahwa kita perlu menyadari kedua media dan demokrasi juga mengalami proses marketisasi dan mereka kadang-kadang tidak bisa deterministik antara satu sama lain dan mengungkapkan konspirasi politik. Oleh karena itu, ketika keinginan untuk membuat media baru sebagai suatu proses demokrasi untuk kesejahteraan masyarakat harus dibahas lebih lanjut.

ABSTRACT
Media evolve with changes of communication technology through mediamorphosis into new media. The same thing happened to democracy which evolve with the development of freedom of expression in communication known as "human can not not communicate". Thus, both the media and democracy utilize and complement each other making they always depend from one another. There are at least two views of the utopia and dystopia. On one side of utopia said that one of the perceived current interest is the growing role of new media as a low cost of political participation. However, dystopian view said that we need to realize both the media and democracy also undergone a process of marketization and they sometimes could not be deterministic between each other and reveal a political conspiracy. Therefore, when the desire to create a new media as a democratic process to the welfare of society should be discussed further."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"Media sosial merupakan media untuk interaksi sosial, sebagai suatu rangkaian terus menerus tanpa henti di balik komunikasi sosial. Dipermudah dengan adanya teknik komunikasi yang dapat di akses dan di ukur di setiap tempat, media sosial mengubah cara berkomunikasi dan partisipasi politik secara subtansial. Pada saat yang sama, Jan H. Keitxmann, Kristopher Hermkens, Ian P. McCarthy, dan Bruno S. Silvestre menyusun kerangka media sosial yang mendefinisikan layanan media sosial dalam tujuh bagian: (1) identitas, (2) percakapan, (3) berbagi, (4) kehadiran, (5) hubungan, (6) reputasi, dan (7) kelompok). Kemudian, dalam terminologi partisipasi politik antara aktivis muda, media baru termasuk media sosial memberikan anggaran yang murah untuk (1) menginformasi, mensosialisasikan, atau berkampanye; (2) berkoordinasi antara partisipan; (3) merekrut dan memobilisasi partisipan, dan (4) membangun komunitas online dan keanggotaan partisipan politik secara virtual. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif khususnya dengan wawancara mendalam dengan aktivis mahasiswa intra dan ekstra kampus di Universitas Indonesia, studi ini memfokuskan pada temuan dan konfirmasi dari kerangka kerja media sosial dan segala aktivitas yang merupakan bagian dari partisipasi politik beranggaran rendah. Hasil studi ini kemudian dianalisis dan didiskusikan.

Social media are media for social interaction, as a superset beyond social communication. Enabled by ubiquitously accessible and scalable communication techniques, social media substantially change the way of communication and political participation. At the same time, Jan H. Kietzmann, Kristopher Hermkens, Ian P. McCarthy, and Bruno S. Silvestre develop the honeycomb framework of social media which defines the social media service into seven building blocks : (1) identity, (2) conversation, (3) sharing, (4) presence, (5) relationship, (6) reputation, and (7) group. In addition, in terms of political participation among youth activists, new media including social media give low budget for (1) informing, socializing, or campaigning; (2) coordinating among participants; (3) recruiting and mobilizing participants, and (4) developing online community and membership of political participant virtually. By using qualitative approach especially indepth interview with intra and extra campus activists in Universitas Indonesia, this study focuses to find and confirm the honeycomb framework of social media and any kinds of activities as a part of low budget political participation. The result of this study will be analyzed and discussed."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Priyo Adianto
"Istilah jejaring media sosial (social media) menunjuk pada sebuah teknologi berbasiskan media baru Internet yang bersifat mobile dan mengubah pola komunikasi satu arah yang ada pada media tradisional, menjadi pola komunikasi multi-arah. Pengaruh internet dan jejaring media sosial terhadap partisipasi politik masih menjadi perdebatan di antara berbagai kalangan. Penelitian ini mencoba untuk mengeksplorasi cara penggunaan jejaring media sosial dalam konteks partisipasi politik serta motivasi yang melatar-belakangi penggunaan tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa karakteristik percakapan adalah karakter yang dominan terlihat dalam penggunaan jejaring media sosial untuk partisipasi politik. Penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat tiga motivasi pengguna media sosial dalam memanfaatkan media tersebut untuk partisipasi politik, yaitu motivasi ekonomi, motivasi untuk menunaikan tugas warga negara, dan motivasi untuk merealisasikan kepedulian sosial. Berdasarkan kategorisasi pengguna media sosial menurut Zhao, Wu, Zhu, dan Meng (2010), pengguna yang melakukan partisipasi politik sempit tergolong sebagai peripheral participants, sedangkan pengguna yang melakukan partisipasi sesuai model consensus democracy dan partisipasi luas sudah tergolong pengguna active contributors maupun core contributors.

The term "Social Media" refers to a form of technology based on the new media which has a mobile characteristic and changed the old pattern of one way communication into a multi-way communication. The effects of the Internet and Social Media in the political participation context still remain a subject of debate from various parties. This research tries to explore the method of usage of social media in the political participation context and also the motifs that initiated such usage. This research has found that conversation characteristic is the dominant character existed in the method of usage of social media in the political participation context. This research also found that there are three motives that motivates users in using social media for participating in politics: economical motivations, citizenship motivations, and social solidarity motivations. Based on the users classification of Zhao, Wu, Zhu, and Meng (2010), users that participated in narrow scoop of participation can be categorized as peripheral participants, while other users that participated in politics according to the consensus democracy model or wide scoop of participation can be categorized in active contributors and core contributors."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T32691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purborini Indriyastuti Budiman
"Studi ini mengkaji penggunaan media sosial dan partisipasi politik pada pemilihan Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2012. Media sosial menjadi salah satu alat distribusi informasi politik pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012. Studi sebelumnya menunjukkan penggunaan media sosial dalam politik meningkat. Penggunaan media sosial memiliki hubungan positif terhadap efikasi politik, partisipasi politik dan partisipasi secara online. Ranah jejaring sosial di internet khususnya melalui media sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap pemilih. Potensi media internet untuk mempengaruhi pemilih dalam pengambilan keputusan berkembang dalam beberapa pemilu. Apakah pemilih menggunakan media sosial dalam proses memutuskan pilihan politik, menjadi pertanyaan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini penulis mengadaptasi model Elaboration Likelihood Model yang dikembangkan oleh Richard Petty dan Jhon Cacioppo. Model rute mental yaitu rute central dan rute peripheral yang ditemukan oleh Petty dan Cacioppo penulis coba kembangkan dalam model pengambilan keputusan pemilih dalam pemilihan umum. Menggunakan metode survei online dan purposive sampling serta stratified simple sammpling berdasarkan usia. Data kemudian dianalisis secara diskriminan guna mencari faktor pembeda dalam penggunaan media sosial terhadap proses menentukan pilihan politik.
Adapun hasil penelitian menunjukkan Pemahaman informasi politik melalui media sosial merupakan variabel pembeda terhadap partisipasi politik. Fungsi Diskriminan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk memprediksi apakah pengguna media sosial akan menggunakan hak suara mereka dalam pemilihan umum atau tidak. Fungsi Diskriminan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk memprediksi apakah pengguna media sosial akan menggunakan hak suara mereka dalam pemilihan umum atau tidak.

This study examines the use of social media and political participation in the election of Jakarta Governer race in 2012. Social media became one of popula political information distribution tool on the race. Previous studies have shown the use of social media in politics increased. The use of social media also has a positive relationship to political efficacy, political participation and participation online. The realm of social networking on the internet, especially through social media has a great influence on voters. The potential of the internet media to influence voters in the decision-making flourished in the election. Do voters use social media in the process of deciding political choice, a question in this study.
In this study the authors adapted the Elaboration Likelihood Model developed by Richard Petty and John Cacioppo. Authors try to develop the decision-making model of voters in the general election by adapting the central and the peripheral route that developed by Petty and Cacioppo. Using an online survey method and purposive sampling and simple stratified sampling by age. Discriminanat Analysis used in this study to determine the use of social media to the process political choice.
The research results demonstrate understanding of political information through social media is a differentiator variables to political participation. Discriminant function in this study can be used to predict whether social media users will use their right to vote in elections or not. Discriminant function in this study can be used to predict whether social media users will use their right to vote in elections or not."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35315
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jacobs, Kristof
New York: Palgrave Macmillan, 2016
324.2 JAC s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Townsend, James R.
Berkeley : University of California Press, 1969
320.951 TOW p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rent Chairing
"Tesis ini membahas komunikasi politik memanfaatkan saluran media sosial yang dilakukan oleh akun @Triomacan2000 dan akun @Jasmev20. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana akun Twitter @Triomacan2000 dan @Jasmev20 melakukan framing terhadap aktor politik, yaitu Jokowi-Ahok selama Pilkada DKI Jakarta 2012 serta interaksi frame dari kedua akun tersebut. Penelitian yang bersifat kualitatif dan deskriptif ini menggunakan metode analisis framing dari Gamson dan Modigliani. Selain itu digunakan konsep komunikasi politik dan the sympathic model sebagai strategi komunikasi politik. Hasil penelitian memaparkan bahwa terdapat perbedaan frame antara akun @Triomacan2000 dan @Jasmev20 dalam membahas isu tentang Jokowi-Ahok. Frame yang ditampilkan oleh akun @Triomacan2000 tentang Jokowi Ahok antara lain: Jokowi-Ahok sebagai pelaku korupsi, misi SARA di balik simbol kampanye, pencitraan palsu Jokowi, serta sejumlah elit politik di belakang Jokowi-Ahok. Sedangkan frame yang dihadirkan oleh @Jasmev20 terdiri dari: Jokowi-Ahok sebagai tokoh anti korupsi, Jokowi-Ahok sebagai tokoh pluralis, dan Jokowi sebagai sosok yang sederhana. Interaksi frame terbentuk karena terdapat interplay antara frame @Triomacan2000 dan @Jasmev20 dimana salah satu pihak memposisikan diri sebagai pihak yang mengkritisi dan pihak lain yang berperan mengcounter isu.

The focus of this study is political communication using social media which is utilized by @Triomacan2000 dan @Jasmev20. The Purpose of this thesis is to analyze the framing of political figures Jokowi-Ahok by @Triomacan2000 and @Jasmev20 during the 2012 Jakarta Governor election and describe frame interaction between both accounts. This qualitative and descriptive research use Gamson and Modigliani framing analysis method to identify the frame formed. This research also use political communication concept and the sympathic model as political communication strategy. The research result shows frame difference formed by twitter account @Triomacan2000 and @Jasmev20 regarding Jokowi-Ahok issues. The frame formed by @Triomacan200o regarding Jokowi-Ahok are about corruption issues, Racist issues behind their campaign symbol, Jokowi's false image, and the political elite who support Jokowi-ahok in the election. The frame formed by @jasmev20 shows Jokowi-Ahok as figures that support anti-corruption and support pluralism. Jokowi is also presented as a humble person. Frame interaction is formed because of frame interplay between @Triomacan200 and @Jasmec20. @Triomacan2000 positioned itlsef as a critic, while @Jasmev20 positioned itself as issues addresser.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hasanah N. Karimah
"Skripsi ini menjelaskan pengaruh kampanye politik media sosial terhadap partisipasi politik pemilih pemula, dalam studi kasus Pilkada DKI 2017 Putaran Kedua Penelitian menggunakan paradigm positivis dan pendekatan kuantitatif serta termasuk jenis penelitian eksplanatif. Metode pengumpulan data yang dipakai survei dengan instrumen penelitian kuesioner yang dibagikan acak kepada 37 warga Jakarta sebagai sampel penelitian. Metode analisis penelitian adalah regresi linear sederhana. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan terpaan kampanye politik media sosial terhadap partisipasi politik pemilih pemula. Semakin tinggi terpaan kampanye politik media sosial, semakin tinggi pula partisipasi politik kehadiran pemilih dalam pemilihan umum, dibandingkan partisipasi politik secara offline dan online.

This research tries to prove the influence of political campaign of social media to political participation, in the case study of Regional Head Election of DKI 2017 Second Round of Research. This research use positivist paradigm and quantitative approach and including explanative type research. Data collection method used survey with randomly distributed questionnaire instrument to 37 Jakarta citizens as research sample. The method of research analysis is simple linear regression. The result of the research shows that there is a significant influence of social media campaign exposure to voter participation. The higher the exposure to social media political campaigns, the higher the political participation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S69602
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardosi, Catlyn Yohana
"Media sosial semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, termasuk di dalamnya adalah kebutuhan edukasi politik. Melalui penerapan konsep mediatisasi politik komunikasi dalam media sosial yang berfokus pada kajian konten-konten edukasi politik, tulisan ini bertujuan untuk melihat sejauh mana media sosial dimanfaatkan sebagai ruang edukasi politik oleh generasi muda. Penulis mengidentifikasi bahwa media sosial dengan berbagai karakteristiknya dapat menyajikan konten-konten edukasi politik yang beragam. Terdapat tiga karakteristik khas yang dibahas dalam tulisan ini: media sosial dengan karakteristik visual, media sosial dengan karakteristik audio, dan media sosial dengan karakteristik audio visual. Melalui klasifikasi ini, penulis mengidentifikasi bahwa konten dengan karakteristik yang berbeda pada media sosial ini merupakan hal positif yang berpotensi meningkatkan partisipasi dan pengetahuan politik pengguna media.

Social media is increasingly being used for community needs, including political education. Through the implementation of the mediatization of political communication concepts in social media that focuses on the study of political education content, this paper aims to explore how social media serves as educational political space by the younger generation. The author identifies social media as having various characteristics providing diverse political education contents. This paper discusses three points: social media with visual characteristics, social media with audio characteristics, and social media with audio-visual characteristics. Through this classification, the author identifies content with different characteristics on social media as a positive factor that potentially increases the participation and political knowledge of media users.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini menerangkan pola berpikir masyarakat yang terkendali oleh pihak lain tanpa sepengatahuan atau ijin dari pihak yang dikendalikan. Dengan mengambil contoh pemilihan umum, dijelaskan bahwa seseorang peserta pemilihan umum ketika pada saat mencoblos menjatuhkan pilihannya pada calon legislative (caleg) yang berbeda antara caleg menurut kata hatinya dengan calon menurut pikirannya yang dikendalikan oleh orang lain misalnya pimpinan organisasi yang tinggi. Pikiran dan kata hati sering "berdebat" dalam otak pemilih. Pimpinan yang menguasai atau mengendalikan pikiran sesorang berusaha memenangkan kemauannya dengan memperhatikan masalah-masalah besar yang besar serta memperhatikan pengalaman hidupnya sendiri. Dalam Pemilu itu yang menang adalah partai yang berhasil menyuarakan masalah-masalah besar itu dan yang tidak henti-hentinya mengulangi sampai orang yang "dikuliahi" itu yakin sendiri atas kebenarannya (by framing issues and controoling minds). Dalam proses meyakinkan orang-orang yang di-"brainwashed" langkah-langkah yang dilakukan harus mengikuti jalur persuasi koersif yang halus. "Coercive persuasion" ini dapat berujung pada risiko bahwa organisasi dibawa menyimpang dari tujuan semula yang murni. Inilah "cost" yang besar yang dihadapi pengikut-pengikut. Rakyat yang dalam hal ini pengikut sang pemimpin tertinggi yang dikultuskan tidak ada pilihan lain selain menerima konsekuensi mengikuti sang kultus dan menanggung beban. Salah satu contoh penyimpangan dari tujuan semula adalah kultus Adolf Hitler yang memimpin rakyatnya dari masa hancur lebur karena kalah perang, bangkit kembali menjadi negara Jerman dan jaya, sampai tiba pada masa menyimpang dari tujuan murni suci mengorbankan orang-orang Jahudi di negaranya."
330 ASCSM 25 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>