Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190991 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Body mass index is commonly used as a measure of nutritional status. Changes in body mass index is not only be associated with normal growth and development but also associated with individual health risk. Autistic child suffer from a self-centered mental state from which reality tent to be excluded. All aspect associated with health maintenance in autistic children are mostly depending on other. This study is aimed to assess body mass index and nutrients consumption of autistic children who study in special school in Malang which is specially designed for autistic child. All students were recruited for the study. Height was measured using a digital scale while microtoise was used to determine body weight. A 24 hour recall food consumption method was applied in this study by interviewing their teachers, parents and other individual who involved in nursing the child. Sibling with the nearest age and living in the same house is used as control population. Data collected was analyzed using the student t'test or chi-square if necessary. This study found that the autistic children showed to have a higher body mass index, consumed higher high energy food and drink more water compare to that of the control population."
[Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember, Journal of Dentistry Indonesia], 2007
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sara Sofia Jennifer Idapola
"Produktifitas seseorang dalam melakukan pekerjaannya akan berkurang apabila tidak ditunjang dengan kondisi kesehatan yang baik. Seseorang dengan berat badan kurang dapat meningkatkan risiko penyakit infeksi, sementara orang dengan berat badan berlebih akan meningkatkan risiko penyakit degeneratif. Keadaan gizi lebih pada orang dewasa selama ini ditentukan dengan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI). IMT lebih sebagai salah satu indikator status gizi lebih juga meningkatkan risiko peningkatan kolesterol darah dan diabetes mellitus. Selain itu, peningkatan trigliserida juga terjadi dalam sirkulasi penderita gizi lebih yang berhubungan dengan penurunan kadar kolesterol HDL, sehingga dapat meningkatkan risiko penyakit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk hubungan IMT terhadap keadaan biokimia darah pada karyawan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya, Jakarta tahun 2008. Penelitian merupakan penelitian deskriptif analitik menggunakan rancangan penelitian cross sectional yang akan melihat hubungan IMT dengan gambaran biokimia darah. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, dalam hal ini seluruh karyawan yang memenuhi kriteria sampel diikutsertakan dalam penelitian. PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya memiliki 149 karyawan tetap yang melakukan pemeriksaan kesehatan, 135 orang diikutsertakan dalam penelitian karena memiliki data medis yang lengkap yaitu pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Prevalensi IMT kurang 4.4%, normal 45.2% dan lebih 50.4%. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara IMT dengan kadar kolesterol dan kadar glukosa puasa. Terdapat hubungan yang bermakna antara IMT dengan kadar trigliserida karyawana PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya. Hampir sebagian besar karyawan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya memiliki status gizi lebih. IMT tidak berhubungan dengan kadar kolesterol dan glukosa darah puasa, akan tetapi berhubungan dengan kadar trigliserida karyawan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2003
612.3 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Jimmy Toga
"ABSTRAK
Latar belakang: Implan merupakan metoda kontrasepsi dengan efektivitas yang tinggi. Namun salah satu efek samping yang sering dikeluhkan sehingga menjadi alasan tidak melanjutkan atau tidak memilih kontrasepsi implan adalah peningkatan berat badan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan berat badan (BB) dan indeks massa tubuh (IMT) akseptor implan satu batang (Monoplant®).
Metode: Penelitian ini merupakan bagian dari suatu penelitian uji klinis fase 2 yang lebih besar. Data perubahan BB dan IMT diperoleh dari pengukuran serial yang tercatat dalam rekam medis pasien selama tiga tahun pemasangan Monoplant® di Klinik Raden Saleh, Jakarta.
Hasil: Dari 21 subjek penelitian ini, didapatkan rerata BB dan IMT sebelum dan setelah 3 tahun pemasangan Monoplant® yakni 53,1 (SB 11,0) kg dan 22,4 (SB 4,5) kg/m2, serta 54,8 (SB 9,4) kg dan 23,1 (SB 3,9) kg/m2 . Meskipun ada kecenderungan naik, tetapi secara statistik kenaikan BB dan IMT tersebut tidak bermakna (p=0,09) dan (p=0,08). Terdapat perbedaan berat badan dalam pengukuran serial, terutama setelah bulan ke-12 (Uji repeated ANOVA p=0,024). Walaupun tidak terdapat perbedaan rerata IMT, terdapat perbedaan proporsi subjek berdasarkan kategori IMT sebelum dan setelah pemasangan Monoplant® (Uji Marginal homogeinity p=0,046). Peningkatan kadar levonorgestrel terjadi pada bulan ke-6 yang kemudian diikuti oleh kenaikan IMT pada bulan ke-12.
Kesimpulan: Terdapat kecenderungan peningkatan BB dan IMT pengguna Monoplant®, khususnya setelah satu tahun meskipun secara statistik tidak bermakna.

ABSTRACT
Background: Implant is contraception method which has high effectiveness. However, one of the side effects which is mostly experienced that becomes the reason of not continuing or not choosing implant contraception is the increasing of weight. This research is aimed at finding out the change of weight and body mass index (BMI) of single rod implant acceptor (Monoplant®).
Method: This method is the part of a research of a bigger phase two in clinical test. Data changes of weight and BMI is obtained from series of measurement which is recorded in patients? medical record in three years of Monoplant® placement in Raden Saleh Clinic, Jakarta.
Result: From 21 subjects of this research, the average weight and BMI before and after 3 years of Monoplant® placement is gained, i.e. 53.1 (SD 11,0) kg and 22.4 (SD 4.5) kg/m2, and 54.8 (SD 9.4) kg and 23.1 (SD 3.9) kg/m2. Despite the tendency of increasing, statistically the increasing of weight and BMI, however, is meaningless (p=0.09) and (p=0.08). There is a difference of weight in series of measurement, particularly after the 12th month (Repeated test ANOVA p=0.024). Even thought there is no difference of BMI average, there is a difference of subject?s proportion based on BMI categories before and after Monoplant® placement (Marginal homogeneity test p=0.046). The increasing of levonorgestrel level occurs in the 6th month and subsequently followed by the increasing of BMI in the 12th month.
Conclusion: There is a tendency of increasing weight and BMI in Monoplant® users, specifically after one year despite the fact that it is statistically meaningless.
"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Megawaty
"Masalah gizi timbul akibat terjadinya ketidakseimbangan energi yang dikonsumsi (asupan) dengan energi yang dikeluarkan (kebutuhan). Masalah kekurangan dan kelebihan gizi yang terjadi pada orang dewasa (usia lebih dari 18 tahun) merupakan masalah penting. Selain mempengaruhi produktivitas kerja juga memiliki risiko terhadap penyakit penyakit tertentu. Makanan yang dikonsumsi setiap orang akan terefleksi pada status gizi dan hal ini dapat diketahui melalui pengukuran IMT. Dari hasil penelitian di beberapa negara diketahui bahwa proporsi vegetarian yang mengalami masalah gizi lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak vegetarian. Di Indonesia khususnya kota Jambi penelitian Indeks Massa Tubuh pada vegetarian dewasa belum pemah dilakukan.
Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya gambaran umum maupun faktor- faktor yang berhubungan dengan IMT pada vegetarian dewasa di Pusdiklat Budhis Putra Maitreya dan Avaloketasvara kota Jambi. Penelitian dengan desain cross sectional ini dilaksanakan pada bulan Januari-Februari tahun 2008 dengan sampel 51 orang vegetarian dewasa. Untuk mengetahui gambaran umum karakteristik, asupan energi, konsumsi suplemen, tipe vegetarian, Iama menjadi vegetarian di kota Jambi, persentase status gizi kurang, baik, lebih berdasarkan IMT, dan hubungan antara karakteristik responden (usia, jenis kelamin, status perkawinan, status pekerjaan, pendidikan) dengan IMT, hubungan antara asupan energi dengan IMT, hubungan antara lama menjadi vegetarian dengan IMT, hubungan antara pengetahuan gizi dengan IMT, hubungan status kesehatan dengan IMT pada vegetarian dewasa di pusdiklat Putra Maitreya dan Avaloketasvara kota Jambi maka dilakukan pengumpulan data dengan wawancara dan pengukuran terhadap berat badan dan tinggi badan. Kemudian data dianalisa melalui tahapan analisis univariat, bivariat dan multivariat.
Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa ada hubungan antara jenis kelamin (OR = O,3I3), status perkawinan (OR = 0,42l) dan asupan energi (OR == 6,5). Setelah dilakukan analisis multivariat, maka variabel yang berhubungan dengan indeks massa tubuh adalah asupan energi setelah dikontrol status perkawinan dan status perkawinan setelah dikontrol asupan energi. Variabel paling dorninan yang berhubungan dengan IMT adalah asupan energi dengan OR = 8,915. Vegetarian dewasa di kota Jambi dengan asupan energi yang tidak baik akan berisiko mengalami 8,9 kali kegemukan setelah dikontrol status perkawinan.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka disarankan bagi vegetarian agar membatasi asupan energi yang berasal dari lemak agar tidak mengalami kelebihan berat badan atau gemuk tingkat ringan maupun tingkat berat. Melakukan pemeriksaan rutin indeks massa tubuh untuk mengetahui status gizi. Mempertahankan berat badan normal menurut klasifikasi indeks massa tubuh.

Nutritional problem are arised due to energy imbalance of intake consumed and energy released. Insutiiciencies and excess nutrition problems that incured in adult (age more than 18 years old) are important problems; They influence productivity and also give risk to such kind of disease. Food consume by people is reflected in nutritional status and it's can be known by measuring BMI. Studies from some states showed that proportion of nutritional problem incured in vegetarian more than that in non vegetarian. In Indonesia especially in Jambi, the research of Body Masslndex of adult vegetarian is not available yet.
This research was aimed to tind description and factors related to BMI of adult vegetarian in Buddhis Center of Education and Practice (Pusdiklat) namely Putra Maitreya and Avaloketasvara in Jambi town. Research design was cross sectional. Itis done in January to February in 2008 with 51 samples of adult vegetarians. To find the description of characteristic, energy intake, supplement consmrred, vegetarian type, periods of being a vegetarian, percentage of nutritional status (underweight, normal and overweight) measured by BMI, and to tind relationship between respondent characteristics (age, gender, marriage status, work status, education) and BMI, the relationship between energy intake with BMI, the relationship between periods of being a vegetarian with BMI, relationship between nutritional knowledge with BMI, relationship between health status with BMI in adult vegetarian in Center of Education and Practice of Buddhis Putra Maitreya and Avaloketasvara in Jambi. Data collected by interviewing and measuring body weight and body height. Data was analized by univariate, bivariate and multivariate steps.
Bivariate analysis showed that there were relationship between gender (OR = 0,313), marriage status (OR = 0,42I) and energy intake (OR = 6,5) with BMI. Multivariat analysis showed that variables that related to energy intake after it was controlled by marriage status and marriage status was controlled by energy intake. The most dominant variable which is closely related to BMI is energy intake by OR = 8,915. Adult vegetarian with bad energy intake in Center of Education and Practice of Buddhis Putra Maitreya and Avaloketasvarain Jambi, had risk of 8,9 times to be overweight after controlled by marriage status.
From result of the study, we recommended vegetarians to restrict energy intake that contain much fat in order to not becoming mild to severe overweight and to do routine examination measuring BMI to know the nutritional status, and to maintain normal body weight according to BMI classification.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Yanci
"Obesitas adalah faktor risiko penyakit kardiovaskular. Skripsi ini merupakan penelitian dengan desain studi cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan kejadian obesitas berdasarkan asupan gizi, aktivitas fisik, dan faktor lainnya. Penelitian ini melibatkan 104 responden yang merupakan PNS di Kantor Dinas Kesehatan kota Depok. Obesitas diukur menggunakan Indeks Massa Tubuh. Sebanyak 50% PNS mengalami obesitas (IMT > 25 kg/m2). Dari beberapa variabel yang diuji, terdapat perbedaan bermakna kejadian obesitas berdasarkan asupan energi, karbohidrat, dan lemak, serta kebiasaan makan di luar rumah baik pada pria maupun wanita. Setelah dikontrol oleh jenis kelamin, perbedaan tersebut hanya bermakna pada wanita. Berdasarkan hasil penelitian, PNS disarankan untuk mengurangi makanan yang mengandung karbohidrat dan lemak yang berlebihan, serta mengurangi frekuensi makan di luar rumah untuk mencegah obesitas.

Obesity is an independent risk factor for cardiovarcular disease. The purpose of this cross-sectional study is to identify the difference in the incidence of obesity based on dietary intake, physical activity, and some other factors. A total of 104 civil servants of Depok Health Department were included in this study. Obesity was measured using Body Mass Index. The prevalence of obesity (BMI > 25 kg/m2) was 50%. From the tested variables, there were significant differences in proportion of energy, carbohydrate, and protein intake, as well as eating out of home on the prevalence of obesity in both men and women. After controlled by sex, the differences were only significant in women, but not in men. The results suggest that civil servants to reduce energy, carbohydrate, and fat intake, as well as the frequency of eating out of home."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60158
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bertri Maulidya Masita
"Tinggi badan, berat badan dan IMT merupakan ukuran antropometri yang penting dalam tindak lanjut medis, asuhan gizi dan dalam menggambarkan prevalensi faktor risiko di masyarakat. Namun seseorang dengan disabilitas, pasien tirah baring dan dewasa obesitas tidak dapat dilakukan pengukuran langsung sehingga dibutuhkan alternatif pengukuran antropometri yang lebih aplikatif menggunakan bagian tubuh yang lain. Indonesia memiliki 250 suku dengan masing-masing karakteristiknya, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model prediksi TB, BB dan IMT pada dewasa muda Suku Jawa, Suku Madura dan Suku Using.
Desain studi yang digunakan adalah cross sectional pada 202 responden usia 20 ndash; 40 tahun terdiri dari 73 laki-laki dan 129 perempuan, dengan 66 Suku Jawa berasal dari Kabupaten Jember, 68 Suku Madura berasal dari Kab Jember dan Situbondo dan 68 Suku Using berasal dari Kab Banyuwangi. Data yang terkmpul dianalisis menggunakan uji korelasi dan regresi linier ganda.
Hasil menunjukkan bahwa seluruh bagian tubuh yang digunakan dalam penelitian ini berkorelasi sedang ndash; sangat kuat dengan TB, BB dan IMT. Bagian tubuh yang berkorelasi sangat kuat yaitu tinggi lutut kanan r = 0,879 dengan tinggi badan, LiLA kiri sangat kuat r = 0,899 dengan berat badan dan sangat kuat r = 0,894 dengan IMT. Ketika variabel suku tidak dimasukkan dalam analisis menghasilkan model prediksi TB, BB dan IMT yang memiliki selisih rata-rata kecil dibandingkan dengan aktual sehingga model prediksi tanpa memerhatikan variabel suku lebih aplikatif penggunaannya di lapangan.

Body height, weight and BMI are three important anthropometric components in medical fields, nutritional care and in describing the prevalence of risk factors in the population. However, a person with disabilities, bed rest patient and obesity adult can rsquo t be measured directly so that another anthropometric measurements alternatives are needed using other body parts. Indonesia has 250 ethnics with different characterictics and research on prediction models based on Indonesian ethnics are still limited. Therefore the aim of this research is to produce prediction models of height, weight and BMI in young adults Javanese, Madurese and Using.
The research design used was cross sectional on 202 respondents aged 20 ndash 40 years consisting of 73 men and 129 women, with 66 Javanese from Jember district, 69 Madurese from Jember and Situbondo district and 68 Using from Banyuwangi district.
The result showed that body parts that used on this research have moderate ndash very strong correlation with height, weight and BMI. The body part correlated srongly is the right knee height r 0,879 with the height, the left MUAC r 0,899 with the weight and r 0,894 with BMI. When the ethnic variables are not included in the analysis, it produces prediction models of height, weight and BMI with small mean difference compared to the actual value so that the prediction models regardless of ethnic variabels are more applicable on the field.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuwaratu Syafira
"Indeks Massa Tubuh IMT memiliki banyak manfaat, termasuk untuk memberikan gambaran obesitas suatu populasi maupun untuk merancang diet pasien di rumah sakit. Namun orang yang memiliki kesulitan menopang berat badannya atau tidak dapat berdiri tegak belum tentu dapat diukur IMT-nya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menciptakan metode alternatif menghitung IMT berdasarkan ukuran ekskremitas tubuh pada mahasiswa usia dewasa muda di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan total sampel 132 responden.
Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang sangat kuat antara rasio LiLA/ radic;Panjang Ulna dengan IMT r = 0,926 pada laki-laki dan r = 0,886 pada perempuan dan juga antara LiLA dengan IMT r = 0,913 pada laki-laki dan r = 0,877 pada perempuan . Model prediksi yang paling ideal digunakan adalah IMT laki-laki kg/m2 =1,109 LiLA cm ndash; 9,202 dan IMT perempuan kg/m2 = 0,236 0,825 LiLA cm dengan pertimbangan akurasi yang tinggi serta kemudahan pengaplikasian di lapangan.

Body Mass Index BMI serves various purposes, including to measure the prevalence of obesity in a population, and also in formulating a patient rsquo s diet at a hospital. However, the BMI of an individual with difficulties in carrying their own weight or standing up straight can not necessarily be measured. The aim of this study was to form a prediction model for the BMI of young adult students of Public Health Faculty of University of Indonesia. This study used a cross sectional design, with a total sample of 132 respondents.
Results of this study showed that there is a very strong correlation between MUAC radic Ulna Length and BMI r 0,926 for males and r 0,886 for females, and also between MUAC and BMI r 0,913 for males and r 0,877 for females. The prediction model considered most ideal to be used is Male BMI kg m2 1,109 MUAC cm ndash 9,202 and Female BMI kg m2 0,236 0,825 MUAC cm, based on the high accuracy levels and the convinience of application on the field.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68623
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiyyah Rizqy
"Latar belakang: Menarke merupakan peristiwa menstruasi pertama yang mencerminkan berbagai aspek kesehatan. Usia menarke remaja putri di Indonesia mengalami penurunan akibat berbagai faktor. Peneliti bertujuan ingin mengonfirmasi lebih lanjut hubungan usia menarke dengan indeks massa tubuh (IMT), aktivitas fisik, dan konsumsi teh.
Metode: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional pada 84 remaja putri berusia 9-15 tahun di Kota dan Kabupaten Tegal, yang mengalami menarke dalam satu tahun terakhir. Data usia menarke dan aktivitas fisik diambil menggunakan kuesioner yang diisi berdasarkan ingatan remaja putri. IMT dihitung berdasarkan berat badan serta tinggi badan yang diukur mandiri atau oleh peneliti. Data konsumsi teh diambil menggunakan metode wawancara.
Hasil: Median usia menarke dari penelitian adalah 11.42 tahun dengan usia menarke tercepat, yaitu 9 tahun dan usia menarke paling lambat 13.83 tahun. Tidak ditemukan adanya hubungan signifikan antara IMT dengan usia menarke (p = 0.291), aktivitas fisik dengan usia menarke (p = 0.241), dan konsumsi teh dengan usia menarke (p = 0.758). Uji korelasi menunjukkan korelasi negatif yang tidak signifikan antara IMT dengan usia menarke (r = -0.058; p = 0.602) dan korelasi positif yang tidak signfikan antara konsumsi teh dengan usia menarke (r = 0.005; p = 0.975)
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara IMT, aktivitas fisik, dan konsumsi teh dengan usia menarke pada remaja putri di Kota dan Kabupaten Tegal

Introduction: Menarche is the first menstrual event that reflects various aspects of health. The menarche age for adolescent girls in Indonesia has decreased due to various factors. Researchers aimed to further confirm the relationship between menarche age and Body Mass Index (BMI), physical activity, and tea consumption
Method: This study was a cross-sectional study on 84 adolescent girls aged 9-15 years in the City and District of Tegal, who experienced menarche in the past year. Data on the menarche age and physical activity were taken using a questionnaire that was filled out based on the memories of adolescent girls. BMI was calculated based on weight and height measured independently or by researchers. Tea consumption data was taken using the interview method.
Result: The median menarche age from the study was 11.42 years with the fastest being 9 years old and the latest being 13.83 years old at the latest. There was no significant relationship between BMI and menarche age (p = 0.291), physical activity with menarche age (p = 0.241), and tea consumption with menarche age (p = 0.758). Correlation test showed an insignificant negative correlation between BMI and menarche age (r = -0.058; p = 0.602) and an insignificant positive correlation between tea consumption and menarche age (r = 0.005; p = 0.975)
Conclusion: There is no relationship between BMI, physical activity, and tea consumption with menarche age in adolescent girls in the City and District of Tegal
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ummi Kalsum
"Disertasi ini membahas pengembangan indikator antropometri baru yaitu rasio LiLA terhadap panjang lengan atas (PLA) serta model prediksi risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada wanita usia subur (WUS) suku Melayu. Disain studi cross sectional menggunakan sebagian data Riskesdas 2013 dan data primer. Sampel 1009 WUS berusia 18-49 tahun (tidak hamil) di Kota Makassar dan Kabupaten Tana Toraja, Selawesi Selatan. Hasil studi menemukan formula yang optimal adalah Rasio LiLA/ PLA < 4,25 untuk mendeteksi risiko KEK, lebih baik validitasnya (Sn= 80%; Sp=84%) dibandingkan validitas LiLA menggunakan baku Indeks Massa Tubuh. Prevalensi KEK pada WUS 9,9% (IMT< 18,5); Risiko KEK 22,4 % (Rasio LiLA/ PLA < 4,25). Validitas LiLA < 23,5 cm sudah baik (Sn= 76%; Sp=87,2%), tetapi titik potong optimal untuk skrining adalah <=24,0 cm (Sn= 90%; Sp= 77%) untuk mendeteksi risiko KEK WUS. Faktor risiko KEK: umur, paritas, penggunaan alat kontrasepsi, penyakit infeksi, aktifitas fisik, pekerjaan, status kawin dan sosial ekonomi. Penyakit infeksi berat (POR= 2,79) sebagai faktor risiko dominan; sedangkan faktor protektif dominan adalah penggunaan alat kontrasepsi hormonal (POR= 0,43). Diperlukan komunikasi, informasi, edukasi pada WUS untuk menerapkan pedoman gizi seimbang, pola hidup sehat serta pencegahan penularan penyakit infeksi seperti TB, Malaria dan Hepatitis serta penanganan yang tepat untuk mencegah KEK.

This study examined the development of new anthropometric indicator was the ratio of MUAC to upper arm length (UAL) and the prediction model of the risk of Chronic Energy Deficiency (CED) in Malay women of reproductive age. Crosssectional study design using part of the data Riskesdas 2013 and primary data. Samples were 1009 women aged 18-49 years (not pregnant) in Makassar and Tana Toraja South of Sulawesi. The study found that the optimal formula was MUAC/ UAL <4.25 to detect a risk of CED, better validity (Sn= 80%; Sp= 84%) compared to MUAC with the gold standard was Body Mass Index (BMI). Prevalence of CED on women of reproductive age 9.9% (BMI <18.5); Risk of CED 22.4% (MUAC/ UAL <4.25). The validity of MUAC <23.5 cm was good but the optimal cut point for screening the risk of CED was <=24 cm (Sn= 76%; Sp= 87.2 %). CED risk factors were age, parity, contraceptive use, infectious diseases, physical activity, job, marital status and socioeconomic. The dominant risk factor was severe infectious disease (POR= 2.79) while the dominant protective factor was the use of hormonal contraceptives (POR= 0.43). It needs communication, information and education to applying balanced nutrition guidelines, healthy lifestyles and the prevention of transmission of infectious diseases such as TB, Malaria and Hepatitis as well as adequate treatment to prevent CED."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D1917
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>