Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120125 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Audia Jasmin Armanda
"Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mikrobakterium Tuberkulosis. Kasus TB paru di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan pada tahun 2015 ditemukan 203 penderita dengan BTA (Basil Tahan Asam) (+). Penelitian ini bertujuan agar diketahuinya faktor yang mempengaruhi (meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendapatan, status gizi, pendidikan, status merokok, jumlah rokok yang dihisap, pengetahuan, sikap, perilaku, kepadatan hunian, pencahayaan, ventilasi, suhu, dan kelembaban) terhadap kejadian TB paru BTA(+) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2016.
Penelitian ini menggunakan studi kasus-kontrol, sampel penelitian adalah penderita TB Paru BTA(+) yang berobat di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan pada April-Mei 2016 sebagai kasus, dan pasien non-TB sebagai kontrol. Pengumpulan data dengan wawancara menggunakan kuisioner teruji. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis multivariat (uji regresi logistik).
Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap kejadian TB paru BTA+ adalah Status gizi (p=0,000, adjusted OR=6,329), dan Sikap (p=0,003, adjusted OR=4,529). Disarankan agar responden memperoleh asupan gizi seimbang setiap harinya.

Tuberculosis disease is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis. There were 203 new cases of AFB (Acid-Fast Bacilli) (+) pulmonary TB in Pesanggrahan District Community Health Centers in 2015. The purpose of study was to known the factors influenced (which include age, sex, occupation, income, nutritional status, education, smoking, number of smoked, knowledge, attitude, behaviour, populous household, house lights, ventilation, room temperature, and humidity) the incidence of AFB(+) pulmonary TB in Pesanggrahan District Community Health Centers, South Jakarta, in 2016.
The method used in this study was a case-control study, have done within April-May 2016, the cases is AFB(+) pulmonary TB patients registered in Pesanggrahan District Community Health Centers, with other non-TB patients as the control. The data was collected with interview using tested questionnaires. Data analysis was performed with univariate analysis, bivariate analysis, and multivariate analysis (logistic regression test).
Multivariate analysis shows that variables with significant impact on AFB(+) pulmonary TB are nutritional status (p=0,000, adjusted OR=6,329), and attitude (p=0,003, adjusted OR=4,529). Recommended to respondent get nutrition that contain balanced nutrition every day.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65202
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sefti Fazila
"TB merupakan penyebab utama kematian yang kedua setelah Human Imunnodeficiency Virus (HIV). Sekitar 80 % dari kasus TB yang dilaporkan, terjadi di 22 negara pada tahun 2013. Di pasar minggu kasus TB terus meningkat secara signifikan. Pada tahun tahun 2014 terjadi 332 kasus TB paru BTA (+). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA positif di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu Pada Tahun 2015, meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status ekonomi, status gizi, kepadatan serumah dan sekamar tidur, ventilasi rumah dan kamar tidur, cahaya matahari masuk rumah dan kamar tidur, sumber penular, dan perilaku merokok.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus kontrol, sampel penelitian adalah penderita TB Paru BTA positif berusia ≥ 15 tahun dan tercatat dalam buku register TB dari seluruh puskesmas di Kecamatan Pasar Minggu pada bulan januari - September 2015, dan tetangga terdekat dari kasus (penderita TB) yang berusia ≥ 15 tahun. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat. Dari hasil analisis bivariat, variabel yang berhubungan signifikan secara statistik dengan kejadian TB adalah jenis kelamin (OR=3,07), status ekonomi (OR=5,71), status gizi (OR=23,58), dan, cahaya matahari masuk kamar (OR=5,3).

TB is the second leading cause of death after Imunnodeficiency Human Virus (HIV). Approximately 80% of TB cases were reported, occurred in 22 countries in 2013. In the Pasar Minggu of TB cases continued to rise significantly. In the year 2014 occurred 332 cases of pulmonary TB BTA (+). This study aims to identify factors related to the incidence of pulmonary TB smear positive in Puskesmas Subdistrict Pasar Minggu In 2015, included age, sex, occupation, education, economic status, nutritional status, overcrowding at home and roommates sleep, ventilation houses and bedrooms, solar light into the house and bedroom, a source of transmitting and smoking behavior.
This research was conducted with the approach of case-control studies, the study sample was patients with pulmonary TB smear-positive individuals aged ≥ 15 years and recorded in the register of TB from all health centers in the district Pasar Minggu in January ? September 2015, and the nearest neighbor of cases (TB) which aged ≥ 15 years. Data was analyzed using univariate and bivariate analyzes. From the results of the bivariate analysis, the variables associated with a statistically significant incidence of TB is gender (OR = 3.07), economic status (OR = 5.71), nutritional status (OR = 23.58), and, incoming sunlight room (OR = 5.3).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S61887
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Wulandari
"Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah dikenal ribuan tahun silam dengan ditemukannya tulang belulang di Jerman dan juga fosil di Mesir Kuno yang membuktikan bahwa penyakit ini sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat. Sampai sekarang, tuberkulosis merupakan prioritas masalah kesehatan masyarakat, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar 1,9 milyar manusia atau sekitar sepertiga penduduk dunia ini, telah terinfeksi kuman TB.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis spasial kejadian TB Paru BTA (+) baik kasus baru dan insidens di Jakarta Selatan tahun 2006-2010. Desain penelitian ini menggunakan desain studi ekologi. Data yang digunakan adalah data agregat sehingga semua populasi dijadikan sampel penelitian. Sumber data didapatkan dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan dan Badan Pusat Statistik Jakarta Selatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara spasial kejadian TB Paru BTA (+) tinggi baik kasus baru dan insidens terdapat pada kepadatan penduduk yang tinggi yaitu pada wilayah Jakarta Selatan bagian timur laut dan barat dan juga pada jumlah sarana kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan yang tinggi yaitu pada wilayah Jakarta Selatan bagian timur dan timur laut. Secara statistik, variabel yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan kasus baru TB Paru BTA (+) yaitu kepadatan penduduk (p = 0,000, r = 0,628 dan R2 = 0,395) dan variabel yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan insidens TB Paru BTA (+) yaitu kepadatan penduduk (p = 0,002, r = 0,420 dan R2 = 0,176) sedangkan variabel yang tidak mempunyai hubungan yang signifikan baik dengan kasus baru dan insidens TB Paru BTA (+) yaitu rata-rata jiwa/rumah tangga, jumlah sarana kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan dengan p > 0,05.
Selama lima tahun terakhir, kejadian TB Paru BTA (+) baik kasus baru dan insidens di Jakarta Selatan relatif mengalami peningkaan. Sumber penyakit yaitu penderita TB Paru BTA (+), dimana sebaiknya segera melakukan pengobatan sampai sembuh, sehingga tidak dapat menularkan penyakit pada orang lain dan merupakan cara paling efektif untuk memutuskan rantai penularan. Penelitian ini menunjukkan bahwa wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi yang mempunyai kejadian TB paru BTA (+) tinggi baik kasus baru dan insidens di Jakarta Selatan. Pemerintah sebaiknya lebih mempriotitaskan program penananggulangan TB Paru BTA (+) terutama pada wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi.

Tuberculosis (TB) is a disease that has been known for thousands of years ago with the discovery of bones in Germany as well as fossils in ancient Egypt who proved that the disease has become a public health problem. Until now, tuberculosis is a priority public health problem, World Health Organization (WHO) states that approximately 1.9 billion people or about a third of world population, have been infected with TB germs.
This study aims to determine the spatial analysis of the incidence of pulmonary tuberculosis AFB (+) good and the incidence of new cases in South Jakarta 2006-2010. The design of this study using ecological study designs. The data used are aggregate data so that all the sampled population study. Sources of data obtained from the Health Office of South and Central Bureau of Statistics of South Jakarta.
The results showed that the spatial incidence of pulmonary tuberculosis AFB (+) high incidence of both new cases and present in high population density in South Jakarta is the northeast and west and also on the number of health facilities and the high number of health workers is in the region South Jakarta eastern and north-east. Statistically, variables that had significant associations with new cases of pulmonary tuberculosis AFB (+) population density (p = 0.000, r = 0,628 and R2 = 0,395) and the variables that have a significant relationship with the incidence of pulmonary tuberculosis AFB (+) population density (p = 0.002, r = 0,420 and R2 = 0,176) while the variables that do not have a significant relationship with the incidence of new cases of pulmonary TB and smear (+) is the average life / household, the number of health facilities and the number of health workers with p> 0.05.
Over the last five years, the incidence of pulmonary tuberculosis AFB (+) good and the incidence of new cases in South Jakarta peningkaan relative experience. Source of disease is pulmonary TB patients with sputum smear (+), which should immediately take treatment until cured, so it can not transmit the disease to others and is the most effective way to break the chain of transmission. This study shows that areas with high population density that has the incidence of pulmonary tuberculosis AFB (+) good height and incidence of new cases in South Jakarta. Government should be more mempriotitaskan penananggulangan program pulmonary TB smear (+), especially in areas with high population density.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arifa Rahma Izzati
"Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain melalui droplet yang ditransmisikan melalui udara. Tingginya angka kasus penyakit TB dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor kepadatan penduduk, cakupan rumah sehat, serta iklim (suhu udara, kelembaban udara, dan curah hujan) terhadap angka proporsi kasus TB paru BTA Positif di Kota Surabaya pada tahun 2015-2019. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistika dan Dinas Kesehatan Kota Surabaya dengan metode studi ekologi time trend dan analisis spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara variabel kepadatan penduduk (p = 0,000; r = 0,308), cakupan rumah sehat (p = 0,000; r = -0,363), serta kelembaban udara pada lag time 1 tahun (p = 0,014; r = 0,949) dengan proporsi TB paru BTA positif. Sementara untuk faktor suhu udara serta curah hujan menunjukkan hubungan yang tidak signfikan dengan proporsi TB paru BTA Positif. Berdasarkan peta analisis spasial, didapatkan pola yang jelas bahwa angka proporsi yang tinggi terdapat pada wilayah kecamatan yang memiliki cakupan rumah sehat yang rendah, namun pada faktor kepadatan penduduk tidak terlihat pola yang jelas. Oleh karena itu, disarankan untuk dilakukan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit TB paru terutama pada wilayah kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan juga melalui upaya pengembangan rumah sehat yang optimal.

Pulmonary tuberculosis or pulmonary TB is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis. This disease is transmitted from one person to another through droplets that are transmitted through the air. The high number of TB cases can be caused by various factors, one of which is environmental factors. This study aims to determine the relationship between population density, healthy housing coverage, and climate factors (air temperature, relative humidity, and rainfall) to the proportion smear-positive pulmonary TB cases in Surabaya city in 2015-2019. This study uses secondary data from the Central Bureau of Statistics and the Surabaya City Health Office with time trend ecological study methods and spatial analysis. The results showed that there was a significant relationship between population density (p = 0.000; r = 0.308), healthy house coverage (p = 0.000; r = -0.363), and humidity at a 1 year lag time (p = 0.014; r = 0.949) with the proportion of smear-positive pulmonary TB. Meanwhile, the air temperature and rainfall factors showed a non-significant relationship with the proportion of smear-positive pulmonary TB. Based on the spatial analysis map, a clear pattern is found that the high proportion is found in sub-districts that have low coverage of healthy homes, but on the population density factor there is no clear pattern. Therefore, it is recommended to prevent and control pulmonary TB disease, especially in sub-districts that have a high population density and also through efforts to develop optimal healthy homes."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwan NS
"Latar Belakang : Penyakit TB Paru adalah penyakit menular langsung )yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Lahir dari 90% kasus TB Paru ditemukan di negara berkembang. Di Indonesia penyakit TB Paru masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat Di Kecamatan Tebet jumlah penderita TB Paru pada tahun 2006 adalah 262 kasus meningkat menjadi 284 kasus pada tahun 2007. Peranan fuktor llnglamgan fisik dalam rumah menentukan penyebaran penyakit TB Paru, sehingga dalam penanggulangan TB Pary yang komprehensif harus memperhatikan fuktor lingkungan fisik dalam rumah. Pada tahun 2007, cakupan rumah sehat di Kecamatan Tebet hanya 40-50o/o, hal ini diduga memperbesar timbulnya penularan TB Paru.
Tujuan : Penelitian ini untuk. melihat hubungan lingkungan fisik dalam rumah dengan kejadian TB Paru BTA (+) di Kecamatan Tebet Kota Administrasi Jakarta Selatan tahwt 2008.
Metode : Desain studi kasus control dengan 50 kasus )'!lng diambil deri peoderita TB Paru BTA (+) di Puskesmas Kecamatan Tebet dan 50 kontrol yang diambil dari penderita TB Paru BTA (-).
Hasil : Analisis multivariate lingkungan fisik dalam rumah )'!lng berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+) adalah : kelembaban dalam rumah <40% atau >70% (OR :3,25 95% Cl 1,29-8,21). Dari faktor resiko kebiasaan perilaku penghuni didalam rumah hanya lama merokok > I 0 tahun yang bermakna (OR:4,09 95% CI 1,24-13,51).
Kesimpulan: faktor lingkungan fisik rumah yang paling dominan terbadap kejadian TB Paru BTA (+) di Kecamatan Tebet Kota Adrninistrnsi Jakarta Selatan tabun 2008 adalah lama merokok > I 0 tahun setelah dikontrol dengan kelembahan dalam rumah.
Saran : Kerjasama lintas sektoral dalam penataan desain dan konstruksi rumah sehat bila ada penataan ulang perumahan serta melakukan penyuluhan menganai rumah sehat.

Background : Pulmonary Tb, is an infective-contagious disease caused by Mycobacterium tubercoulosis. More than 90% of global pulmonary TB cases occw: in the developing countries.TB remains an important public health problem in Indonesia. The occurrence of pulmonary TB in Municipality of South Jakarta in the year of 2006 are 262 cases and increase to 284 cases in 2007. Physical Environment condition of the house i:s one factor that playing important role in Pulmonary TB spreading, especially the coverage of healthy housing in City of South Jakarta only 40-50".4 in 2007.
Objectives : to investigate the relation between physical environment of the house with occurrence of pulmonary TB in municipality of South Jakarta.
Methods ; this case-control study design used 50 cases aed 50 controls. Those respondents had been taken from Public Health CentO£ ofTebet Subdistrict.
Results : Based on multivariate analysis housing conditions that influenced the risk of pulmonary TB are: the level of humidity of the house less than 40% or more than 70% (OR; 3,25 95%CI 1,29·8,21). In addition, of daily habit factors only 1ength consumption of smoke more than 10 years is significant associated (OR ; 4,09 95%Cll,24-13,51).
Suggestion : TB control progrmn in Tebet Subdistrict should coordinates with other department to improve housing design and give health promotion activities about healthy house.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T20970
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Surbakti, Klara Morina Br
"Salah satu indikator program pengendalian TB secara Nasional strategi DOTS adalah angka keberhasilan pengobatan TB. Fokus utama pengendalian TB strategi DOTS adalah memutus mata rantai penularan TB oleh penderita TB paru sputum BTA positif. Berdasarkan penelitian penderita TB paru sputum BTA negatif dapat menularkan 13-20% (Tostmann A, et al, 2008). BBKPM Bandung sebagai salah satu UPK strategi DOTS pencapaian angka keberhasilan pengobatan masih dibawah target Nasional.
Tujuan: mempelajari faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan pasien TB paru sputum BTA negatif dan pasien TB paru sputum BTA positif. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB antara lain faktor individu (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kepatuhan berobat) dan obat dan penyakit (rejimen, dosis, lama pengobatan, komorbid HIV dan DM). Indikator keberhasilan pengobatan: pemeriksaan ulang sputum BTA menjadi/tetap negatif dan kenaikan berat badan.
Desain penelitian: kohort retrospektif.
Sampel: data pasien TB Paru yang tercatat di TB 01 tahun 2009-2011dijadikan 2 sub populasi, Pasien TB paru dengan sputum BTA negatif 292 kasus dan pasien TB paru dengan sputum BTA positif 461 kasus.
Analisis: multivariabel regresi logistik.
Hasil: OR keberhasilan pengobatan pasien TB paru sputum BTA negatif patuh berobat 1,4 dibandingkan tidak patuh (CI : 0,7-3,0) dan pasien TB paru sputum BTA positif patuh berobat 1,1 di bandingkan tidak patuh (CI : 0,6-2,2) setelah dikontrol umur, jenis kelamin dan pekerjaan.
Saran: Meningkatkan peran PMO, dan memperhatikan faktor komorbid dalam tatalaksana pengobatan pasien TB paru.

Succes rate of TB treatment is an important indicator of the Natinal TB control program.The main focus of TB control program DOTS strategy is to break the chain of TB transmission. Tostmann A, et al (2008) showed that through 13-20% sputum smear negative pulmonary tuberculosis patients can spread TB the bacteria. BBKPM Bandung as one of CGU DOTS strategy has lower treatment succes rate of the national targets.
Purpose: To study factors that influence the treatment succes rate of compare with both smear positve and negative pulmonary tuberculosis patients. Those are age, gender, occupation, treatment compliance (factor individu) and regimen, dose, duration of treatment, comorbid HIV and DM (drug and disease). Indicator of treatment succes are the conversion of sputum result examination and the gain weight.
Study design: a retrospective cohort study.
Samples: the pulmonary TB patient data recorded at TB 01 yeras 2009-2011. The number of TB patients with sputum smear positive are 461 and negative are 292.
Analysis: Multivariable logistic regression.
Result: OR treatment succes among sputum smear-negative pulmonary TB patients 1,4 (CI: 0,7-3,0) and among sputum smear positive pulmonary Tb patients who adhere to treatment is 1,1 (CI:0,6-2,2) after controlling for age, sex, and occupation.
Suggestion: Enhancing the role of the PMO to increase the treatment adherence rate, treat the TB patients with HIV and DM co-infection.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T34959
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeaneria Rushadi
"Penyakit Tuberkulosis paru (TB Paru) masih menjadi penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia, termasuk Indonesia. Angka penemuan kasus TB paru di Kota Sukabumi berada di urutan ke-3 tertinggi yang ada di Provinsi Jawa Barat, yaitu mencapai 75,83%. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor risiko yang mempengaruhi kejadian TB paru di Kota Sukabumi.
Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol. Kriteria kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah penderita baru TB Paru yang berusia minimal 15 tahun dan dinyatakan positif berdasarkan konfirmasi laboratorium Puskesmas, sudah diobati dengan OAT selama sekitar 4 minggu serta bertempat tinggal di Kota Sukabumi, sedangkan kriteria kontrolnya adalah tetangga terdekat dari rumah kasus yang tidak menderita TB paru, tidak memiliki gejala klinis mirip TB paru berdasarkan konfirmasi dari petugas puskesmas, berusia minimal 15 tahun dan bertempat tinggal di Kota Sukabumi. Jumlah sampel kasus adalah 58 responden, dan kontrol 58 responden.
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian TB paru di Kota Sukabumi adalah jenis kelamin (OR 7,28; 95% CI 3,161-16,782), kepadatan hunian (OR 3,24; 95% CI 1,401-7,477), pencahayaan (OR 4,06; 95% CI 1,850-8,916), keberadaan sinar matahari di dalam ruangan (OR 3,05; 95% CI 1,206-7,687), dan kebiasaan merokok (OR 7,53; 95% CI 3,227-17,564). Hasil analisis multivariat dengan menggunakaan pemodelan regresi logistik menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki, dan pencahayaan rumah kurang dari 60 lux berhubungan dengan terjadinya TB paru. Faktor risiko yang paling dominan mempengaruhi kejadian TB paru di Kota Sukabumi berdasarkan analisis multivariat adalah jenis kelamin laki-laki (OR 5,85; 95% CI 2,384-13,821).

Pulmonary Tuberculosis remains a major cause of morbidity and mortality in the world, including Indonesia. Case Detection Rate (CDR) of pulmonary tuberculosis in Sukabumi is the 3rd highest among the cities in West Java Province, as the value reaches 75.83%. The aim of this study is to analyze the risk factor that affected pulmonary tuberculosis incident in Sukabumi in 2014.
This study used a case control design, as the criteria of the case used were new pulmonary TB patients with at least 15 years old age, are sputum smear positive confirmed by the health care laboratory, has been treated with Anti-Tuberculosis Medications for about 4 weeks, and live in Sukabumi City, whereas the control criteria were nearest neighbors of the cases that neither did suffer from pulmonary tuberculosis nor have clinical symptoms similar to pulmonary tuberculosis based on the confirmation of the clinic staff, with at least 15 years old age, and live in Sukabumi City. The number of case samples and control samples were 58 respondents, respectively.
The results of this study showed that the risk factors affecting the incidence of pulmonary tuberculosis in Sukabumi were gender (OR 7.28; 95% CI 3.161-16.782), housing density (OR 3.24; 95% CI 1.401-7.477), lighting (OR 4.06; 95% CI 1.850-8.916), sunlight existence inside the house (OR 3.05; 95% CI 1.206-7.687), and smoking habit (OR 7.53; 95% CI 3.227-17.564). Multivariate analysis using multiple logistic regression model indicated that the male gender and the house lighting less than 60 lux were associated with the occurrence of pulmonary tuberculosis. The most dominant risk factor affecting the incidence of pulmonary tuberculosis in Sukabumi was male gender (OR 5.85; 95% CI 2.384-13.821).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55983
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggun Steviana Putri
"Tuberkulosis paru adalah penyakit menular penyebab utama dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan dapat disebarkan dari satu orang ke orang lain terutama melalui transmisi udara. Mycobacterium tuberculosis dapat tetap melayang di udara selama beberapa jam bergantung pada kondisi lingkungan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi tingginya kasus tuberkulosis paru salah satunya adalah faktor lingkungan. Penelitian ini menggunakan studi ekologi yang bertujuan untuk mencari korelasi spasial antara ketinggian wilayah, kepadatan penduduk, dan cakupan rumah sehat dengan proporsi TB paru basil tahan asam (BTA) positif di Kota Semarang, Kota Ungaran dan Kota Magelang 2016-2018. Penelitian ini dilakukan di Kota Semarang, Kota Ungaran dan Kota Magelang dengan menggunakan data sekunder dari Dinas Kesehatan, Badan Pusat Statistik dan Badan Informasi Geospasial dari tahun 2016-2018. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2021. Selanjutnya untuk analsis statistik data dilakukan uji korelasi Spearman untuk uji bivariat dan analisis spasial menggunakan teknik overlay. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara variabel ketinggian wilayah dengan proporsi kasus TB paru BTA positif di Kota Semarang, Kota Ungaran dan Kota Magelang. Semakin rendah ketinggian wilayah semakin tinggi proporsi TB paru BTA positif. Hasil penelitian menunjukan terdapat korelasi kepadatan penduduk dengan proporsi TB paru BTA positif di Kota Semarang. Semakin tinggi kepadatan penduduk maka semakin tinggi proporsi TB paru BTA positif. Disarankan dengan dataran yang lebih rendah dapat lebih fokus dalam melakukan upaya preventif dan promotif TB paru kepada masyarakat melalui kegiatan penyuluhan atau media promosi kesehatan lainnya dan bagi pemerintah perlu berkomitmen serta kerja sama dengan pihak-pihak terkait dalam penanganan masalah kemiskinan dan kepadatan penduduk dalam rangka penanggulangan TB paru.

Pulmonary tuberculosis is a major infectious disease caused by the bacterium Mycobacterium tuberculosis and can be spread from one person to another mainly through air transmission. Mycobacterium tuberculosis can remain floating in the air for several hours depending on environmental conditions. Various factors can affect the high cases of pulmonary tuberculosis, one of which is environmental factors. This study uses an ecological study that aims to find spatial correlation between area height, population density, and healthy home coverage with a positive acid-fast bacillus pulmonary tuberculosis in Semarang, Ungaran and Magelang cities 2016-2018. This study was conducted in Semarang City, Ungaran City and Magelang City using secondary data from the Health Office, Central Statistics Agency and Geospatial Information Agency from 2016-2018. The results of this study showed that there is a correlation between the variable altitude and the positive acid-fast bacillus pulmonary tuberculosis cases in Semarang, Ungaran and Magelang. The lower the altitude the higher the positive acid-fast bacillus pulmonary tuberculosis. The results showed that there is a correlation of population density with the positive acid-fast bacillus pulmonary tuberculosis in Semarang City. The higher the population density, the higher the proportion of sputum smear positive pulmonary tuberculosis. It is recommended that the lower ground can focus more on preventing and promoting pulmonary tuberculosis to the community through counseling activities or other health promotion media and for the government needs to commit and cooperate with relevant parties in handling poverty and population density issues in order to combat pulmonary TB."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arga Buntara
"ABSTRAK
Pada tahun 2010, Periode Prevalence Tuberkulosis DKI Jakarta berada di
peringkat kelima se-Indonesia. Angka Penjaringan Suspek, CDR, dan Angka
Konversi Tuberkulosis di Jatinegara mengalami fluktuasi selama 2009—2012.
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara keberadaan penderita
serumah, kepadatan penghuni, ventilasi, dan fisik bangunan rumah dengan
kejadian tuberkulosis paru BTA Positif. Desain penelitian ini adalah kasus-kontrol
dengan jumlah sampel masing-masing 58 orang. Kasus adalah penderita
tuberkulosis paru BTA Positif yang datang berobat ke puskesmas. Kontrol adalah
penduduk yang tidak menderita tuberkulosis dan tinggal bertetangga dengan
kasus. Ada hubungan bermakna antara kepadatan penghuni dalam rumah dengan
kejadian tuberkulosis paru BTA Positif {p=0,015; OR=2,709 (95%CI: 1,273—5,767)}.

ABSTRACT
In 2010, Tuberculosis Period Prevalence of Jakarta ranked 5 in Indonesia. Suspect
Detection Rate, CDR, and Conversion Rate of Tuberculosis in Jatinegara was
fluctuating in 2009—2012. Purpose of this research is to find the relationship
between relative with tuberculosis, household density, ventilation, and house
building condition with smear-positive pulmonary tuberculosis incidence. A casecontrol
study is undertaken with 58 samples for each group. Case is defined as all
patients diagnosed with smear-positive pulmonary tuberculosis and treated at
public health centre. Control is defined as persons having no history of
tuberculosis and live at the same neighborhood with case group. There is a
significant relationship between household density and smear-positive pulmonary
tuberculosis incidence {p=0,015; OR=02,709 (95%CI: 1,273—5,767)}."
Universitas Indonesia, 2014
S53770
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putih Ayu Perani
"TB paru merupakan salah satu prioritas nasional di Indonesia, karena berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta sering mengakibatkan kematian (Riskesdas, 2013). Di Wilayah kerja Puskesmas Bogor Utara tahun 2013, jumlah penderita TB paru sebanyak 54 orang dan berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bogor tahun 2013, dari 9.649 rumah masih terdapat 2.588 rumah yang tidak memenuhi syarat rumah sehat yang merupakan faktor risiko terjadinya penyakit tuberkulosis.
Tujuan : Mengetahui hubungan antara kondisi lingkungan rumah dengan kejadian TB paru di wilayah kerja Puskesmas Bogor Utara. Selain itu, melihat pengaruh faktor karakteristik individu (umur, pendidikan, status gizi dan jenis kelamin) terhadap kejadian TB paru.
Metode : Desain penelitian yang digunakan adalah kasus control. Subjek penelitian pada kelompok kasus adalah penderita TB paru BTA (+) yang berusia 15 tahun keatas yang terdata dalam register Puskesmas (Januari-Desember 2013). Sedangkan, kelompok kontrol adalah sebagian tetangga kelompok kasus yang mempunyai riwayat tidak menderita TB paru dengan karakteristik yang kurang lebih sama dengan kelompok kasus seperti usia, jenis kelamin.
Hasil : Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kondisi lingkungan rumah yang berisiko terhadap kejadian TB paru adalah ventilasi (p = 0,011, OR = 5,464), pencahayaan (p = 0,043, OR = 4,030), kelembaban (p = 0,002, OR = 8,143) dan kepadatan hunian (p = 0,043, OR = 4,030). Sedangkan, karakteristik individu yang mempengaruhi kejadian TB paru adalah pendidikan (p = 0,048, OR = 3,778).
Kesimpulan : Terdapat hubungan antara kondisi lingkungan rumah (ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan kepadatan hunian dengan kejadian TB paru. Selain itu, pendidikan juga memiliki hubungan dengan kejadian TB paru.

Pulmonary tuberculosis is one of the national priorities in Indonesia, because the wide-ranging impact on quality of life and economy, and often result in death. Based on data from Health Center Bogor Utara in 2013, there were 54 people suffered pulmonary tuberculosis and based on the data of Bogor City Health Department in 2013, from 9649 there is still 2,588 houses that not qualify as healthy houses, where it is a risk factor for pulmonary tuberculosis.
Objective : This study aims to determine the relationship between environmental conditions of house (house ventilation, temperature and humidity of house, residential density of house, lighting and type of wall and floor) with the incidence of pulmonary tuberculosis in the work area of Health Center Bogor Utara. Researcher also relates some covariate factors such as characteristics of individual (age, education, nutritional status and gender) to the research.
Method : The design study is a case control with subjects in cases group are patients with pulmonary TB aged above 15 years were recorded in the register data The Health Center (January-December 2013). Meanwhile, the control group are neighbors case’s group who didn’t have a history of suffering from pulmonary TB with more or less have the same characteristics with cases such as age and gender.
Result : From the research found that the environmental conditions of house is at risk on the occurrence of pulmonary tuberculosis is ventilated house (p = 0,011, OR = 5,464), lighting (p = 0,043, OR = 4,030), humidity (p = 0,002, OR = 8,143) and residential density of house (p = 0,043, OR = 4,030).
Conclusion : This study concluded that there is a relationship between the environmental conditions of house (ventilation, lighting, humidity and residential density of house) with pulmonary tuberculosis incidence. Moreover, education also has a relationship with the incidence of pulmonary tuberculosis.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55266
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>