Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168006 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Paramita Dona Fitria
"ABSTRAK
Eceng gondok berpotensi menjadi bahan penguat pada material komposit karena mengandung selulosa yang tinggi. Namun, penambahan serat alam pada matriks polimer dapat menurunkan sifat mekanik komposit yang dipengaruhi oleh interaksi antarmuka yang lemah sehingga diperlukan perlakuan permukaan. Eceng gondok akan diberi perlakuan terlebih dahulu dengan tekan panas lalu diberi perlakuan alkali, silane, dan kombinasi alkali-silane. Kemudian, variasi eceng gondok dicampurkan dengan poliester untuk membuat komposit dengan metode hand lay-up. Untuk pengamatan kualitas ikatan serat dan matriks diamati melalui Scanning Electron Microscopy (SEM) dan FTIR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serat dengan perlakuan permukaan memiliki keterbasahan dan sifat mekanik yang lebih baik dibandingkan serat tanpa perlakuan. Dengan perlakuan permukaan, sudut kontak yang terbentuk menjadi lebih kecil yaitu dari 55,9⁰ menjadi 40,9⁰; 29,8⁰; dan 23⁰ sehingga keterbasahan serat terhadap matriks menjadi lebih baik. Selain itu, kekuatan bending tanpa perlakuan permukaan meningkat dari 21,99 MPa menjadi: 36,86 MPa dengan perlakuan alkali; 43,10 MPa perlakuan silane; dan 52,78 MPa dengan kombinasi alkali-silane.Eceng gondok berpotensi menjadi bahan penguat pada material komposit karena mengandung selulosa yang tinggi. Namun, penambahan serat alam pada matriks polimer dapat menurunkan sifat mekanik komposit yang dipengaruhi oleh interaksi antarmuka yang lemah sehingga diperlukan perlakuan permukaan. Eceng gondok akan diberi perlakuan terlebih dahulu dengan tekan panas lalu diberi perlakuan alkali, silane, dan kombinasi alkali-silane. Kemudian, variasi eceng gondok dicampurkan dengan poliester untuk membuat komposit dengan metode hand lay-up. Untuk pengamatan kualitas ikatan serat dan matriks diamati melalui Scanning Electron Microscopy (SEM) dan FTIR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serat dengan perlakuan permukaan memiliki keterbasahan dan sifat mekanik yang lebih baik dibandingkan serat tanpa perlakuan. Dengan perlakuan permukaan, sudut kontak yang terbentuk menjadi lebih kecil yaitu dari 55,9⁰ menjadi 40,9⁰; 29,8⁰; dan 23⁰ sehingga keterbasahan serat terhadap matriks menjadi lebih baik. Selain itu, kekuatan bending tanpa perlakuan permukaan meningkat dari 21,99 MPa menjadi: 36,86 MPa dengan perlakuan alkali; 43,10 MPa perlakuan silane; dan 52,78 MPa dengan kombinasi alkali-silane.

ABSTRACT
Water hyacinth has good potential to be a reinforcement in composite materals because of they contain a high cellulose. However, the addition of natural fibers in the polymer matrix can reduce the mechanical properties of the composites were affected by the weak interaction interface so that the necessary of surface treatment. Hyacinth will be treated first with hot press, then treated with alkali, silane, and combinations of alkali-silane. Then, hyacinth mixed with polyester to make composites by hand lay-up method. For observation of the quality of bonding fibers and matrix was observed by Scanning Electron Microscopy and FTIR. The results showed that the fibers with the surface treatment has better wettability and mechanical properties than the untreated fibers. With the surface treatment, the contact angle formed becomes smaller from 55.9⁰ to be 40.9⁰; 29.8⁰; and 23⁰ so the wettability of the fiber to the matrix be better. In addition, the bending strength without surface treatment increased from 21.99 MPa to: 36.86 MPa by treatment with alkali; 43.10 MPa by silane treatment; and 52.78 MPa by combination of alkali-silanes"
2016
S63367
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arinta Difandra
"ABSTRAK
Eceng gondok atau dikenal sebagai gulma perairan merupakan serat alam
yang berpotensi sebagai bahan dasar komposit. Sifat mekanik yang tinggi dan
ketersediaan yang melimpah dapat menjadi serat dalam komposit. Pada penelitian
ini eceng gondok diberi perlakuan permukaan dengan silane coupling agent agar
merekat pada resin epoksi. Eceng gondok kering ditekan dingin dan tekan panas
dengan variasi suhu. Eceng gondok tekan panas suhu 1100C menaikan kekuatan
tarik (28,36 N/mm2). Perlakuan permukaan dengan perendaman silane coupling
agent 5, 10, dan 15 menit meningkatkan sudut kontak dengan resin epoksi.
Komposit eceng gondok tekan panas dengan perendaman 15 menit memiliki
kekuatan bending yang tertinggi (20.524 N/mm2). Pada patahan komposit, hasil
observasi SEM menunjukan pengaruh penambahan silane coupling agent yang
sangat signifikan.

ABSTRACT
Water hyacinth is an aquatic weed which has potential of natural fibre as raw
material composite. High mechanical properties and availability are the reason
water hyacinth can be natural fibre in composite. In this experiment, surface of
water hyacinth treated by silane coupling agent for adhere with epoxy resin. Dry
water hyacinth has cold pressed and hot pressed with temperature variation. Water
hyacinth which has hot pressed with temperature 1100C increased the tensile
strength (28,36 N/mm2). Surface treatment by using silane coupling agent
immersion 5, 10, and 15 minutes increases the contact angle with epoxy resin.
Composite which use water hyacinth by immersion 15 minutes had the highest
bending strength (20.524 N/mm2). On the fracture of composites, SEM
observations showed the influence of the addition of silane coupling agent was
very significant.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42349
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhwan Muttaqin
"Eceng gondok merupakan gulma yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi dan berpotensi digunakan sebagai sumber serat alam yang berpotensi digunakan sebagai bahan pengisi material komposit. Eceng gondok dipreparasi dalam bentuk serbuk halus berukuran 0,316 mm, kemudian dicampurkan dalam komposit berbasis matriks resin poliester dengan variasi komposisi berat 0%, 1%, 3% dan 5%. Penambahan serbuk serat Eceng gondok menyebabkan penurunan kekuatan tarik dan kekuatan lentur komposit. Semakin banyak jumlah serbuk serat Eceng gondok akan mengakibatkan semakin lemahnya interaksi pada daerah interface. Hal ini diperkuat dengan hasil karakterisasi morfologi menggunakan SEM pada bagian patah yang menunjukkan karakteristik pola patah dan munculnya rongga pada daerah interface. Rongga tersebut muncul akibat perkembangan retak yang menyebabkan interface yang lemah menjadi terputus.

Water hyacinth is a sort kind of weed which has high growth rate and potential to be used as a natural fiber source for composite material filler. Water hyacinth is prepared as fiber powder form by size of 0,316 mm. Water hyacinth fiber powder was mixed with variation of composition weight 0%, 1%, 3% and 5% in composite unsaturated polyester resin based. The addition of water hyacinth fiber powder result decrement in tensile strength and flexural strength of the composite. The more weight of water hyacinth fiber powder used, the less bonding strength in interface area. The result of morphological characterization using SEM shown the crack mechanisms and the number of cavities in two phases for each samples. Cavities occurred as result of crack propagation caused facture in around weak bonding interface."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S58521
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Eceng gondok merupakan gulma yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi dan berpotensi digunakan sebagai sumber serat alam yang berpotensi digunakan sebagai bahan pengisi material komposit. Eceng gondok dipreparasi dalam bentuk serbuk halus berukuran 0,316 mm, kemudian dicampurkan dalam komposit berbasis matriks resin poliester dengan variasi komposisi berat 0%, 1%, 3% dan 5%. Penambahan serbuk serat Eceng gondok menyebabkan penurunan kekuatan tarik dan kekuatan lentur komposit. Semakin banyak jumlah serbuk serat Eceng gondok akan mengakibatkan semakin lemahnya interaksi pada daerah interface. Hal ini diperkuat dengan hasil karakterisasi morfologi menggunakan SEM pada bagian patah yang menunjukkan karakteristik pola patah dan munculnya rongga pada daerah interface. Rongga tersebut muncul akibat, Water hyacinth is a sort kind of weed which has high growth rate and potential to be used as a natural fiber source for composite material filler. Water hyacinth is prepared as fiber powder form by size of 0,316 mm. Water hyacinth fiber powder was mixed with variation of composition weight 0%, 1%, 3% and 5% in composite unsaturated polyester resin based. The addition of water hyacinth fiber powder result decrement in tensile strength and flexural strength of the composite. The more weight of water hyacinth fiber powder used, the less bonding strength in interface area. The result of morphological characterization using SEM shown the crack mechanisms and the number of cavities in two phases for each samples. Cavities occurred as result of crack propagation caused facture in around weak bonding interface.]"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faris Razanah Zharfan
"Eceng gondok merupakan gulma perairan yang dapat dimanfaatkan seratnya menjadi bahan baku industri tekstil, kertas, dan komposit. Kualitas serat eceng gondok sangat dipengaruhi oleh kandungan air di dalamnya. Sebagai tanaman air, eceng gondok mempunyai kandungan air awal tinggi, di atas 90%. Perlu proses pengeringan untuk mengurangi kandungan air yang tinggi tersebut hingga menjadi rendah dan dapat digunakan untuk berbagai macam kegunaan, yaitu di bawah 10%. Mixed Adsorption Drying dengan Unggun Terfluidisasi adalah metode pengeringan eceng gondok dengan terlebih dahulu mencampurkannya dengan adsorbent fly ash pada rasio campuran tertentu, lalu mengeringkannya dengan prinsip fluidisasi menggunakan udara pengering. Fly ash digunakan sebagai adsorbent karena memiliki kandungan silika dan alumina yang dapat mengadsorp air selama proses pengeringan. Parameter yang mempengaruhi proses pengeringan dengan metode ini yaitu suhu udara pengering, kecepatan udara pengering, dan rasio campuran eceng gondok-fly ash. Dari penelitian yang dilakukan, nilai masing-masing parameter yang memberikan waktu pengeringan tercepat untuk mengeringkan eceng gondok dari kandungan air awal 94.7% menjadi di bawah 10% adalah suhu 60oC, kecepatan 2 m/s, dan rasio campuran 50:50. Secara keseluruhan, kondisi operasi yang memberikan nilai kecepatan pengeringan pada constant rate tertinggi, 0.01535 gr uap air/cm2.menit, adalah suhu udara pengering 60oC, kecepatan udara pengering 2 m/s, dan rasio campuran eceng gondok-fly ash 50:50.

Water hyacinth is aquatic weed that actually its fiber can be utilized into raw material of textile, paper, and composite industry. The quality of hyacinth fiber is strongly influenced by its moisture content. As aquatic plant, water hyacinth has high initial moisture content, more than 90%. Drying process is used to reduce high moisture content of water hyacinth and can be used for various purposes, that is below 10%. Mixed Adsorption Drying in fluidized-bed is drying method that will mix water hyacinth with fly ash adsorbent first, then dry it with fluidization principle using drying air. Fly ash is used as adsorbent because it consists mainly of silica and alumina which has capability to adsorp moisture. Parameter of drying process are drying air temperature, drying air velocity, and ratio of water hyacinth-fly ash mixture. Research shows the value of each parameter that gives fastest drying time to reduce water content from 94.7% into below 10% are temperature 60oC, velocity 2 m/s, and ratio of mixture 50:50. Operating condition that give highest constant drying rate, 0.01535 gr moisture/cm2.minute, are drying air temperature 60oC, drying air velocity 2 m/s, and ratio of water hyacinth-fly ash mixture 50:50."
2014
S58848
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Elizabeth
"Telah dilakukan penelitian mengenai Kemampuan Tanaman Eceng Gondok Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. sebagai Biofilter di Perairan Situ Agathis, Universitas Indonesia. Penelitian bertujuan untuk mengetahui jumlah individu eceng gondok yang efektif per satuan luas sebagai biofilter pada perairan di Situ Agathis, mengetahui efektivitas eceng gondok dalam menurunkan nilai TDS dan TSS air Situ Agathis, dan mengetahui perkiraan jumlah eceng gondok yang diperlukan sebagai biofilter di keseluruhan Situ Agathis. Penelitian dilakukan selama 30 hari pada bulan Juni 2020. Penelitian dilakukan dengan menanam tiga kelompok eceng gondok berdasarkan jumlah individu, yaitu 5 individu, 10 individu, dan 15 individu pada Situ Agathis dengan bantuan keramba apung. Indikator yang diamati adalah perbandingan TDS dan TSS air Situ Agathis sebelum dan setelah peletakkan eceng gondok. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kelompok dengan 10 individu lebih efektif dalam menurunkan nilai TDS dan TSS di Situ Agathis. Berdasarkan perhitungan menggunakan model penghitungan kebutuhan eceng gondok, jumlah eceng gondok yang dibutuhkan sebagai biofilter Situ Agathis adalah sebanyak ±174.281 individu.

The study on capability of water hyacinth Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. as biofilter in Agathis Lake, Universitas Indonesia has been carried out for 30 days. The aims of this study were to know the amount of water hyacinth that can be use as biofilter on Agathis Lake per unit area, to know the efectivity of water hyacinth to decrease the amount of TDS and TSS in Agathis Lake, and to estimate the amount of water hyacinth that can be use as biofilter in Agathis Lake. The study was conducted by placing three variations number of water hyacinth (5, 10, and 15 individual plants) on Agathis Lake. The observation was carried out by comparing the total dissolved solids (TDS) and total suspended solids (TSS) of Agathis Lake water before and after treatment. The observations showed that the population of 10 water hyacinth makes water clearer and Agathis Lake needs ±174.281 water hyacinth as its biofilter."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asbella Salim
"Eceng gondok sebagai gulma air berkembang dengan sangat pesat dalam perairan tawar. Ia sangat potensial untuk dikembangkan sebagai energi terbarukan. Dengan tingginya kandungan karbon dan lignin, ia dapat dimanfaatkan untuk pembuatan biochar sebagai elektroda superkapasitor. Superkapasitor terdiri atas elektroda, elektrolit berupa KOH, binder berupa PVA, crosslinking agent berupa asam sitrat, dan separator berupa kertas saring. Elektroda dengan impregnasi nikel akan dijadikan sebagai superkapasitor simetris, sedangkan untuk superkapasitor asimetris digunakan hasil impregnasi nikel sebagai anoda dan hasil impregnasi Fe2O3 sebagai katoda. Dalam penelitian ini, digunakan 3 variabel bebas berupa persentase berat impregnasi logam, waktu aktivasi, dan konsentrasi elektrolit. Setelah dirangkai menjadi superkapasitor, hasil sampel dari seluruh variasi diuji dengan multimeter digital untuk mengetahui nilai kapasitansinya. Sampel yang berhasil memperoleh nilai kapasitansi tertinggi (146,72 F/g) adalah sampel 26, yaitu superkapasitor asimetris dengan 15% bahan impregnasi pada setiap sisi elektrodanya, waktu aktivasi selama 90 menit, dan elektrolit KOH sebesar 6 M. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat efek sinergis dari penggunaan bahan impregnasi yang berbeda pada kedua elektroda, serta terdapat pengaruh dari adanya variasi ketiga variabel bebas tersebut. Hasil SEM EDX menunjukkan permukaan biochar dengan distribusi pori yang banyak. Hasil XRF menunjukkan komposisi biochar dan akurasi proses impregnasi yang baik. Hasil FTIR menunjukkan adanya intensitas gugus fungsional yang lebih tinggi dengan adanya peningkatan persentase bahan impregnasi. Hasil band gap energy menunjukkan sampel 26 memiliki sifat semikonduktor dengan band gap energy sebesar 1,0793 eV. Oleh karena itu, seluruh hasil karakterisasi menunjukkan bahwa biochar eceng gondok hasil pirolisis, impregnasi, dan aktivasi dapat berfungsi sebagai penyimpan energi yang baik.

Water hyacinth as a water weed grows very rapidly in fresh waters. It has great potential to be developed as renewable energy. With its high carbon and lignin content, it can be used to make biochar as a supercapacitor electrode. The supercapacitor circuit consists of electrodes, KOH electrolyte, PVA as binder, citric acid as crosslinking agent, and filter paper as separator. Electrodes with nickel impregnation will be used as symmetric supercapacitors, while for asymmetric supercapacitors the nickel impregnation is used as anode and Fe2O3 impregnation as cathode. In this research, 3 independent variations were used, including the weight percentage of metal impregnation, activation time, and electrolyte concentration. After being assembled as a supercapacitor, the sample results from all variations were tested with a digital multimeter to determine the capacitance value. The sample with highest capacitance value (146,72 F/g) was sample 26, which was an asymmetric supercapacitor with 15% impregnation material on each side of the electrode, an activation time of 90 minutes, and a KOH electrolyte of 6 M. This shows that there is a synergistic effect from the use of different impregnation materials on both electrodes, and there is an influence from variations in the 3 independent variables. SEM EDX results show the biochar surface with a large distribution of pores. XRF results show the biochar composition and good accuracy of the impregnation process. FTIR results show a higher intensity of functional groups with an increase in the percentage of impregnating material. Band gap energy results show that sample 26 has semiconductor properties with a band gap energy of 1.0793 eV. Therefore, all the characterization results show that water hyacinth biochar resulting from pyrolysis, impregnation, and activation can function as a good energy storage."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martha Eventina Christi
"Penelitian mengenai Struktur Komunitas Epifiton dan Fitoplankton pada Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) sebagai Indikator Pencemaran Perairan di Situ Salam, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat telah dilakukan pada bulan Agustus hingga November 2021. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas epifiton dan fitoplankton yang dapat digunakan sebagai indikator pencemaran perairan di Situ Salam UI. Dua macam sampel yang diambil, yaitu mikroalga epifitik dan planktonik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi jenis epifiton yang diambil dari batang eceng gondok ditemukan 11 kelas dari 30 marga dengan kelimpahan berkisar 181-6.716 plankter/ sedangkan komposisi fitoplankton yang hidup di perairan bagian bawah tanaman eceng gondok ditemukan 5 kelas dari 22 marga dengan kelimpahan berkisar 35.519-241.538 plankter/liter. Jenis epifiton dan fitoplankton pada eceng gondok di Situ Salam yang dapat menjadi indikator pencemaran perairan terdiri atas Synedra, Phacus, Gomphonema, Pinnularia, Pediastrum, Oscillatoria, Closterium, Merismopedia, Planktothrix, Tabellaria, Ankistrodesmus, Nitzschia, Spirogyra, Fragillaria, Melosira, Euglena, Scenedesmus, Chlorella, Navicula, Eudorina, Pandorina, Trachelomonas, Cymbella, dan Coelastrum. Mikroalga yang dapat hidup secara epifitik dan planktonik pada eceng gondok di Situ Salam terdiri atas Pediastrum, Planktothrix, Oscillatoria, Merismopedia, Euglena, dan Phacus sebagai indikator pencemaran perairan. Epifiton dan fitoplankton yang hidup pada eceng gondok di Situ Salam memiliki keanekaragaman sedang, tidak ada jenis yang mendominasi, Evenness cukup dan hampir merata, serta Situ Salam tercemar sedang. Parameter fisika-kimia perairan tidak memiliki korelasi yang kuat terhadap kelimpahan epifiton dan fitoplankton pada eceng gondok di Situ Salam.

Research on the Structure of Epiphyton and Phytoplankton Communities on Water Hyacinth (Eichhornia crassipes) as Indicators of Water Pollution in Situ Salam, Universitas Indonesia, Depok, West Java has been carried out from August to November 2021. This study aims to determine the structure of epiphyton and phytoplankton communities that can be used as indicators of water pollution in Situ Salam UI. Two kinds of samples were taken namely epiphytic and planktonic microalgae. The results showed that the composition of the epiphyton species in water hyacinth were found in 11 classes from 30 genera with abundances ranged from 181-6.716 plankter/ , while the composition of phytoplankton lived in the lower waters of the water hyacinth plant were found in 5 classes from 22 generas with abundances ranged from 35.519-241.538 plankter/liter. Types of epiphyton and phytoplankton on water hyacinth in Situ Salam that were tolerant of polluted waters consisted of Synedra, Phacus, Gomphonema, Pinnularia, Pediastrum, Oscillatoria, Closterium, Merismopedia, Planktothrix, Tabellaria, Ankistrodesmus, Nitzschia, Spirogyra, Fragillaria, Melosira, Scenedesmus, Chlorella, Navicula, Eudorina, Pandorina, Trachelomonas, Cymbella, and Coelastrum. Microalgae that can lived epiphytically and planktonically on water hyacinth in Situ Salam consisted of Pediastrum, Planktothrix, Oscillatoria, Merismopedia, Euglena, and Phacus as indicators of water pollution. Epiphyton and phytoplankton that lived on water hyacinth in Situ Salam have moderate diversity, no species dominates, Evenness were sufficient and almost evenly distributed, and Situ Salam was moderately polluted. Water physico-chemical parameters did not have a strong correlation with the abundance of epiphyton and phytoplankton on water hyacinth in Situ Salam."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Luthfi
"ABSTRAK
Energi terbarukan berpotensi tidak hanya dapat mengurangi pencemaran lingkungan tetapi juga dapat mengurangi biaya operasional dalam menggunakannya. Umumnya, penggunaan energi khususnya energi listrik terbarukan memerlukan piranti penyimpanan yang dapat menyimpan energi tersebut dalam kurun waktu tertentu, terlebih lagi dapat digunakan kapan saja bahkan dalam krisis pun, yang dikenal sebagai baterai. Lithium-ion merupakan jenis baterai yang paling banyak digunakan sebagai energy storage. Sekalipun Lithium-ion memiliki kelebihan tertentu, saat ini diperlukanya tempat penyimpanan energi yang memiliki karakteristik energi dan daya densitas yang tinggi dimana hal tersebut dapat dipenuhi oleh sebuah hibrid kapasitor seperti kapasitor lithium-ion (KLI). Ketergantungan nilai kapasitansi dari sebuah kapasitor lithium-ion terdapat pada luasan permukaan elektroda sehingga penelitian ini mempelajari pengaruh perbandingan massa pada tahapan aktivasi terhadap luaran karbon aktif yang terbuat dari eceng gondok. Eceng gondok diolah dari bahan mentah menjadi bahan karbon aktif dengan menggunakan aktivasi KOH dimana dilakukan variasi perbandingan berat karbon terhadap berat aktivator KOH. berdasarkan hasil pengujian BET, luas permukaan karbon aktif eceng gondok mencapai 791,8 m²/g dan juga berdasarkan pengujian elektrokimia Cyclic Voltammetry dan Galvanostatic Charge-discharge, kapasitansi spesifik dan energi spesifik dari KLI yang dibuat memberikan hasil sebesar 1,121 F/g dan 4,484 Wh/kg.

ABSTRACT
Renewable energy has the potential to not only reduce environmental pollution but also reduce operational costs in using it. Generally, energy use, especially renewable electricity, requires storage devices that can store that energy in a certain period of time, moreover it can be used at any time even in a crisis, known as a battery. Lithium-ion is the type of battery that is most widely used as energy storage. Even though Lithium-ion has certain advantages, it currently requires energy storage that has high energy and density characteristics where it can be fulfilled by a hybrid capacitor such as a lithium-ion capacitor (KLI). The dependence of the capacitance value of a lithium-ion capacitor is on the electrode surface area so that this study studies the effect of mass comparison on the activation stage of the activated carbon output made from water hyacinth. Water hyacinth is processed from raw materials into activated carbon by using KOH activation where variations in the weight of carbon against the weight of KOH activator are carried out. Based on the results of the BET test, the surface area of ​​water hyacinth activated carbon reached 791,8 m²/g and also based on the electrochemical testing of Cyclic Voltammetry and Galvanostatic Charge-discharge, the specific capacitance and specific energy from KLI produced yielded 1,121 F/g and 4,484 Wh/kg."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"kalaupun hujan , tak perlu kami pindahkan ke tempat yang teduh. Malah, kalau sekali-kali tersiram hujan, kualitas enceng gondok yang sudah mengering akan jadi lebih baik...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>