Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54113 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sirait, Boris Ernest Halasan
"ABSTRAK
Dalam penelitian ini, dibahas mengenai analisis tepat guna untuk mensimulasikan salah satu fase kritis dalam manuver pesawat, yaitu manuver tinggal landas (take off). Parameter spesifik yang diteliti dan dikembangkan dalam penelitian ini merupakan jarak tinggal landas. Pesawat yang diteliti merupakan pesawat berpenumpang dengan penggerak baling-baling (propeller) sehingga kemampuan untuk bermanuver tinggal landas harus disesuaikan dengan ketentuan regulasi Nasional CASR 23. Untuk mendapatkan jarak tinggal landas yang minimal dan tetap sesuai dengan ketentuan regulasi Nasional CASR 23, diperlukan teknik pengendalian tertentu dalam berbagai kondisi manuver tinggal landas. Secara garis besar, penelitian ini menggunakan metode integrasi numerik yang merepresentasikan gerak pesawat sepanjang lintasan tinggal landas sampai ketinggian rintangan (screen height) yang dibagi dalam segmen waktu. Teknik pengendalian yang diperlukan untuk meminimalkan jarak tinggal landas diberlakukan ketika mensimulasikan dinamika gerak pesawat dimulai dari segmen rotasi sampai dengan ketinggian rintangan (screen height). Dalam simulasi dinamika pesawat sepanjang lintasan terbang (flight path), defleksi elevator divariasikan hingga mencapai defleksi optimal untuk menghasilkan jarak tinggal landas yang minimal dan daftar kecepatan (speed schedule) yang tetap sesuai dengan ketentuan regulasi Nasional CASR 23. Penelitian defleksi elevator ini menghasilkan jarak tinggal landas pesawat kurang dari 450 m untuk setiap kondisi atmosfer.

ABSTRACT
In this study, discussed about appropriate analysis to simulate a critical phase on aircraft maneuver, which is take off maneuver. This study specifically concerns and develops about take off distance. The aircraft inspected in this study is small, commercial, and propeller-driven aircraft that must be adapted to CASR 23. Expeditious control technique is required to be able for various kind of take off conditions and to obtain minimum take off distance and also keep speed schedule fit to CASR 23. This study uses numerical integration method which simulates aircraft motion through the length of flight path until it reaches screen height. The simulation of aircraft motion is segmented by time functions. The way to minimize take off distance is enacted when simulating aircraft motion dynamically from rotational speed to screen height. In simulating aircraft motion dynamically along the flight path, elevator deflection is varied until we have an optimal elevator deflection which have to be inputted by pilot to obtain minimum take off distance and adapting speed schedule to CASR 23. This optimized input elevator in this research obtains take off distance less than 450 m.
"
2016
S65268
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reza Ardhyatama
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai metode perhitungan downwash dari hasil data terowongan angin pada pesawat N-219. Salah satu karakteristik aliran yang mempengaruhi kualitas kestabilan dan pengendalian pesawat adalah fenomena downwash. Dalam pengujian terowongan angin harga momen tukik pesawat tanpa ekor dan dengan ekor horizontal dibandingkan untuk mendapatkan harga downwash yang efektif mempengaruhi ekor dan kestabilan statik longitudinal pesawat itu sendiri. Cara mendapatkan nilai-nilai downwash yang efektif sendiri adalah dengan menurunkan data terowongan angin menggunakan perhitungan matematis polynomial curve fitting. Penggunaan metode ini nantinya akan menghasilkan satu nilai karakteristik downwash dari beberapa nilai karakteristik downwash yang dihasilkan dari perhitungan dengan menggunakan rumus standar yang dipakai oleh PTDI. Setelah itu akan dilakukan perhitungan balik untuk membandingkan apakah hasil perhitungan dengan metode polynomial curve fitting sesuai dengan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus standar yang dipakai di PTDI, dan membandingkan pula dengan data awal terowongan angin. Nilai-nilai yang didapat dalam perhitungan downwash antara lain α , , , , ε, , . Perbandingan hasil perhitungan dengan menggunakan metode polynomial curve fitting dengan data awal terowongan angin menunjukkan bahwa nilai-nilai yang dihasilkan menunjukkan tren yang serupa, sehingga dapat dikatakan metode perhitungan yang dilakukan adalah benar adanya.

ABSTRACT
This research discusses the calculation method downwash of wind tunnel data results on the N-219 aircraft. One flow characteristics that affect the quality of the stability and control of aircraft is a downwash phenomenon. In wind tunnel testing pitching moments without and with horizontal tails compared to getting an effective downwash characteristics that affect tail and static longitudinal stability of the aircraft itself. How to get the values ​​of downwash characteristics is calculate the wind tunnel the data using mathematical calculations polynomial curve fitting. Using this method will produce a characteristic value of some value of downwash downwash characteristics resulting from the calculation by using a standard formula used by PTDI. After that, it will be calculated back to compare whether the results of the calculation method of polynomial curve fitting according to calculations using the standard formula used in PTDI, and compares it with wind tunnel testing data. The values ​​obtained in the calculation of downwash include α , , , , ε, , . Comparison of the results of calculations using polynomial curve fitting with initial data of the wind tunnel showed that the resulting values ​​showed a similar trend, so we can say the method of calculation made is true.
;"
2016
S65269
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riki Ardiansyah
"Pesawat berpenumpang 19 orang dimodifikasi agar dapat mendarat di air dengan menggubah roda pendaratan dengan float. Float yang digunakan merupakan produk impor yang sebelumnya telah digunakan oleh pesawat sejenis. Float harus dapat menopang pesawat dan dapat menerima beban impak saat mendarat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah float yang merupakan produk impor tersebut dapat digunakan pada pesawat berpenumpang 19 serta meneliti pengaruh yang terjadi pada pelampung ketika melakukan pendaratan dipermukaan air. Tegangan dan displacement merupakan keluaran simulasi yang menjadi fokus penelitian. Parameter tersebut didapat dengan cara simulasi numerik pendaratan float dengan beberapa parameter seperti: kecepatan pendaratan dan massa pesawat. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa float dengan konfigurasi ketebalan sesuai dengan yang dikeluarkan oleh produsen, struktur utama (keel, sisterkeel, chine, gunwall) sebesar 3,5 mm serta wear strip sebesar 12 mm dapat digunakan pada pesawat berpenumpang 19 orang pada kecepatan landing 54 knots dan maximum landing weight 6.940 Kg. Selain itu diketahui juga bahwa semakin cepat kecepatan dan massa semakin berat pesawat maka stress dari float menjadi lebih besar. Serta didapat bahwa kecepatan merupakan faktor paling berpengaruh dalam keluaran hasil simulasi. Dengan bertambahnya kecepatan sebesar 40,7% maka penambahan beban menjadi 98,1%, sedangkan peningkatan massa sebesar 4,8% tidak memberikan penambahan beban yang terlalu besar yaitu sebesar 3,2%.

The 19-person aircraft was modified so that it could land on water by changing the landing gear with a float. The float used is an imported product that had previously been used by similar aircraft. Float must be able to support the aircraft and be able to take impact loads when landing. This study aims to determine whether the float which is an imported product can be used on passenger aircraft 19 and examine the effect that occurs on the buoy when landing on the surface of water. Stress and displacement are the output of the simulation that is the focus of research. These parameters are obtained by numerical simulation of a float landing with several parameters such as: landing speed and mass of the aircraft. From the results of the study found that the float with a thickness configuration in accordance with issued by the manufacturer, the main structure (keel, sisterkeel, chine, gunwall) of 3.5 mm and wear strip 12 mm can be used on 19 passenger aircraft at a landing speed of 54 knots and a maximum landing weight of 6,940 kg. It is also known that the faster the speed and the heavier mass of the plane, the greater the stress from the float. And it is found that speed is the most influential factor in the output of simulation results. With an increase in speed of 40.7%, the addition of the load to 98.1%, while an increase in mass of 4.8% does not provide an increase in the burden that is too large, amounting to 3.2%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kosim Abdurohman
"Komposit banyak digunakan dalam dunia teknik seperti penerbangan, otomotif, dan perkapalan. Penelitian pengaruh air laut terhadap kekuatan komposit sebagai material float pesawat amfibi telah dilakukan. Matriks yang digunakan adalah vinilester dan serat yang digunakan yaitu serat e-glass, karbon, dan hibrid kevlar-karbon. Komposit dibuat dengan teknologi vacuum infusion dengan komposisi e-glass/vinilester, hibrid e glass/karbon/vinilester, dan hibrid kevlar-karbon/karbon/vinilester. Komposit hibrid digunakan karena masih terbatasnya penelitian pengaruh air laut terhadap komposit tersebut. Komposit direndam dalam bak berisi air laut dengan lama perendaman sampai 6 bulan untuk mengetahui nilai penyerapan air laut. Pengujian tarik, tekan, dan geser dilakukan untuk mengetahui sifat mekanik komposit sebelum dan setelah perendaman. Uji SEM dan FTIR dilakukan untuk mengetahui struktur mikro komposit setelah pengujian dan mengamati ikatan molekul senyawa polimer sebelum dan setelah perendaman. Hasil penelitian menunjukkan penambahan berat maksimum komposit e-glass/vinilester, karbon/vinilester, e-glass/karbon/vinilester, dan karbon-kevlar/karbon/vinilester adalah 0,69%; 0,84%; 0,79%, dan 2,02%. Kekuatan tarik dan tekan tertinggi adalah komposit kevlar-karbon/karbon dengan nilai 513,84 MPa dan 267,98 MPa, sedangkan kekuatan geser tertinggi adalah komposit glass/karbon sebesar 109,03 MPa meskipun bedanya tidak terlalu jauh dengan komposit kevlar-karbon/karbon sebesar 104,32 MPa. Degradasi sifat mekanik terjadi pada semua komposit. Degradasi tertinggi pada semua komposit terjadi pada kekuatan tekan dengan persentase degradasi kekuatan tekan tertinggi pada komposit glass/vinilester. Degradasi sifat mekanik terjadi karena difusi air laut menyebabkan plastisisasi, degradasi matriks dan serat, debonding serat/matriks, dan crack. Indikasi ini terbukti dari analisa mikrostruktural terhadap permukaan patahan hasil uji tarik menggunakan SEM.

Composites are widely used in the engineering world like aerospace, automotive, and marine. Research on the effect of sea water on the strength of composites as amphibious aircraft float material has been carried out. The matrix used is vinylester and the fiber used are e-glass, carbon and kevlar-carbon hybrid fiber. Composites are made with vacuum infusion technology with the types of composites are e-glass/vinylester, e-glass/carbon/vinylester, and kevlar-carbon/carbon/vinylester. Hybrid composites are used because research is still limited to the effect of sea water on these composites. Composites are immersed in a conatiner which contain natural seawater till 6 month to know the weight gain of water absorption in these. Tensile, compressive, and shear test are conducted to know teh mechanical properties of the composites before anda after immersion time. SEM and FTIR test are conducted to know composite microstructural after mechanical test and observe molecul bond of polimer before and after immersion. The results showed that the maximum weight gain of e-glass/vinylester, carbon/vinylester, e-glass/carbon/vinylester, and carbon-kevlar/carbon/vinylester composites were 0.69%; 0.84%; 0.79% and 2.02%, respectively. The highest tensile and compressive strength are kevlar-carbon/carbon composite: 513,84 MPa dan 267,98 MPa respectively, while the highest shear strength is glass/carbon composite: 109,03 MPa, although the difference is not too far from kevlar-carbon/carbon composite: 104,32 MPa. Degradation of mechanical properties occurred in all composites. The highest degradation in all composites occurred at compressive strength with the highest percentage of compressive strength degradation in glass/vinylester composites. Degradation of mechanical properties occurs due to diffusion of sea water causing plasticization, matrix and fiber degradation, fiber/matrix debonding, and cracking. Microstructural analysis using SEM micrograph supports this indication."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Derizar Ihsan Pratama
"ABSTRACT
Ice accretion pada sayap menjadi salah satu penyebab kecelakaan pesawat terbang karena akan merusak aliran udara pada sayap. Bentuk ice accretion yang terjadi dapat diinvestigasi melalui beberapa cara seperti flight test, eksperimen wind tunnel, dan simulasi numerik. Flight test dan eksperimen wind tunnel dapat menentukan bentuk es yang akurat namun tidak praktis dan memakan banyak biaya. Kode LEWICE digunakan untuk memprediksi geometri es yang akan terbentuk pada sayap pesawat N219 dalam kondisi atmosfir icing. Kondisi atmosfir icing ini telah sesuai dengan kebutuhan sertifikasi icing yang tertera dalam 14 CFR part 25.1419, Appendix C. Pada penelitian ini didapatkan 2 kategori es yang terbentuk pada leading edge sayap pesawat N219 yaitu horn ice dan streamwise ice. Degradasi performa airfoil yang terjadi didapatkan menggunakan XFLR5. Perubahan performa airfoil ini digunakan untuk mencari perubahan landing distance pesawat N219 saat es terbentuk. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa degradasi performa airfoil paling besar terjadi disebabkan oleh horn ice. Namun, degradasi performa airfoil yang didapatkan tidak terlalu mempengaruhi perubahan landing distance pesawat N219 saat terjadi icing. Perubahan landing distance yang terjadi karena adanya ice accretion berkisar antara sampai.

ABSTRACT
Ice accretion on a wing is one of the accident factor in aviation because it will interrupt the flow over the wing. The shape of ice accretion can be investigated through filght test, wind tunnel experiment, and numerical simulation. Flight test and wind tunnel experiment will determine the shape of ice accurately but usually too expensive and not practical. Therefore, numerical simulation is used to predict the shape of ice accretion because it is economic and can simulate the icing process and provide a relatively exact evaluation of ice accretion. LEWICE code is used to predict the geometry of ice that will accrete on the leading edge of the aircraft wing in atmospheric icing condition. This atmospheric icing condition is based on icing certification in 14 CFR part 25.1419, Appendix C. Two category of ice accretion, horn ice and streamwise ice, were obtained on the leading edge. The degradation of airfoil performance then obtained form XFLR5. The change of the airfoil performance will affect the landing distance of the aircraft when the ice accretion happened. The most degradation of airfoil performance is caused by horn ice. But, the degradation of airfoil performance not really have big effects on the change of the aircraft landing distance. The landing distance that change because of ice accretion is within range of and."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Osha Ombasta
"Penggunaan transportasi udara di Indonesia selalu meningkat setiap tahun. Antara tahun 2003-2009 terjadi peningkatan jumlah penumpang angkutan udara mendekati 100%. Peningkatan penggunaan transportasi udara berakibat kepada pertambahan beban emisi di sekitar bandar udara oleh aktivitas LTO pesawat.
Pada penelitian ini, parameter pencemaran dari transportasi udara yang diukur adalah oksida nitrogen atau NOx yang terdiri atas NO dan NO2. Digunakan empat titik pengukuran mengelilingi Bandar Udara Soekarno-Hatta untuk memahami karakteristik penyebaran emisi dari tahap-tahap LTO pesawat.
Hasil pengukuran dan pengolahan data menunjukkan emisi fase LTO pesawat mempengaruhi konsentrasi NOx udara ambien yang dibuktikan dengan korelasi r antara 0,211-0,76 dan kontribusi rata-rata 28%. Nilai konsentrasi NOx yang terukur rata-rata berada di bawah baku mutu 400 μg/m3. Namun, pada kondisi cuaca tertentu, nilai ini dapat meningkat sampai kisaran 434,59-962,8 μg/m3. Ditemukan pula bahwa pesawat penyumbang emisi terbesar di Bandar Udara Soekarno-Hatta adalah Boeing B737-900ER, B737-800 and B737-400 dikarenakan jumlahnya yang besar dan seringnya penggunaan tiga varian pesawat tersebut.

The use of air transportation in Indonesia tend to grow every year. An increase to almost 100% was recorded between the year 2003 and 2009. This increasing trend of air transportation lead to an inevitable addition of environmental burden due to aircraft emission during the LTO activities.
In this study, the pollution parameter measured is oxides of nitrogen (NOx) which consist NO and NO2, with four points of measurement circling the Soekarno-Hatta Airport which enabling researcher to understand the characteristic of emission dispersion due to each phases in LTO activities.
The result shows that the emission during LTO phases affects the NOx concentration in ambient air as evidenced by r coefficient between 0,211-0,76 with average contribution of 28%. The NOx values measured were in average below the national standard of 400 μg/m3. Nevertheless, in some wheather condition, it can increase to a range of 434,59-962,8 μg/m3. The study also reveal the aircraft with the highest emission contribution for Soekarno-Hatta Airport, which are Boeing B737-900ER, B737-800 and B737-400 due to their large number and frequent use.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1432
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bintang Setya Abimanyu
"Selama perancangan pesawat terbang, tegangan sangat memengaruhi masa hidup pesawat. Jika tegangan lokal jauh lebih tinggi daripada tegangan di sekitarnya (Kt), itu disebut konsentrasi tegangan. Dua faktor mempengaruhi tegangan lokal maksimum dalam rivet pada struktur sambungan logam Double Shear: tegangan dari distribusi beban fastener dan tegangan bypass dari beban sisa pengikat. Fleksibilitas fastener, yang diukur dengan teknik Tate dan Rosenfeld atau Huth, memengaruhi distribusi beban ini. Kedua metode memiliki perbedaan maksimum 2,81% dalam perhitungan tegangan lokal. Dengan menggunakan perangkat lunak MSC Patran dan MSC Nastran, distribusi beban hingga tegangan lokal maksimum di setiap area dapat dihitung dan divisualisasikan menggunakan dua model FEM. Model Elemen Bush 1D dan model FEM dengan lubang menghasilkan nilai tertinggi 3,89%, sementara metode analitik menghasilkan nilai tertinggi 14,48%. Selanjutnya, faktor intensitas tegangan (K), suatu ukuran tegangan di ujung retakan yang sebanding dengan laju pertumbuhan retakan, dipengaruhi oleh konsentrasi tegangan. Dalam rivet pada struktur sambungan logam Double Shear, faktor intensitas tegangan (K) diperhitungkan dengan mempertimbangkan spektrum tegangan dan faktor koreksi geometri. Faktor intensitas tegangan (K) dapat dihitung dan dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak analisis retakan atau metode pelepasan energi.

Stress has a major impact on an aircraft's fatigue life during design. Stress concentration measures a place where local stress is much higher than surrounding stress (Kt). In riveted double shear metal joint structures, the maximum local stress is influenced by two factors, bearing stress from the fastener's load distribution and bypass stress from the fastener's residual load. This distribution load is impacted by fastener flexibility, which measures stiffness using methods by Tate and Rosenfeld or Huth. The maximum local stress calculation difference between both methods is 2.81%. Using MSC Patran and MSC Nastran software, distribution load up to the maximum local stress in each area may be calculated and visualized using two different FEM model, 1D Bush Element and FEM model using hole resulting highest value 3.89%. While compared to analytical method the highest maximum difference is 14.48%. Furthermore, stress concentrations influence the stress intensity factor (K), a measure of stress at a crack's tip, proportional to crack growth rate. Determining the stress intensity factor (K) on the riveted double shear metal joint structures are considering two factors, stress spectrum and geometry correction factor. The stress intensity factor (K) is able calculated and analyzed using crack software analysis or the energy release method, which provides a similar pattern."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Buku yang berjudul "The plane & pilot international aircraft directory" ini merupakan sebuah buku yang membahas tentang pesawat."
New York: TAB Books, 1995
R 629.133 PLA
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Luky Luxasa Sunara
"Penentuan berat maksimum lepas landas take-off merupakan hal yang sangat krusial karena menyangkut banyaknya muatan yang dapat dibawa dengan kondisi pesawat dapat terbang aman sesuai dengan kondisi landasan. Pada penelitian ini bertujuan untuk menentukan berat maksimum lepas landas untuk keperluan operasional penerbangan berdasarkan kondisi landasan. Pendekatan jarak tempuh berdasarkan karakteristik aerodinamis, mesin penggerak serta geometri untuk menentukan berat maksimum lepas landas dengan pesawat kategori komuter dan jumlah penumpang maksimal 19 orang dijelaskan. Perhitungan menggunakan metode numerik berdasarkan kecepatan referensi lepas landas sesuai dengan regulasi CASR 23. Didapatkan persamaan dengan error rata-rata sebesar 1,42 untuk kondisi all engine operative AOE , 1,37 untuk kondisi one engine inoperative OEI dan 0,7 untuk kondisi rejected take-off RTO dalam menentukan berat maksimum lepas landas melalui pendekatan jarak lepas landas berdasarkan kondisi landasan pada ISA 20. Hasil perhitungan dapat digunakan pada wilayah hingga ketinggian 8000 feet pada ISA 20 dengan kondisi permukaan landasan rumput maupun asphalt, terdapat slope hingga 2 baik uphill maupun downhill dan kecepatan angin hingga 10 knots disekitar landasan.

Determination of the maximum take off weight is the important thing, because it concerns the amount of payload that can be taken with the condition of the aircraft can fly safely according to the condition of the runway. The purpose of this study is to determine the maximum take off weight based on the runway condition for the operational purpose. The take off distance approach based on aerodynamic characteristics, powerplant and geometry of the aircraft to determine the maximum take off weight using the commuter aircraft with the maximum number of passanger 19 person is described. A numerical methods is used based on the take off speed schedule in accordance with the regulation of CASR Part 23. The equations are found with an average error of 1.42 for all engine operative AOE conditions, 1.37 for one engine inoperative condition OEI and 0,7 for rejected take off RTO conditions to determining the maximum take off weight through the take off distance approach based on runway conditions at ISA 20. The result can be used in the area up to 8000 feet at ISA 20 with grass and asphalt surfaces condition, slope up to 2 and wind speed up to 10 knots around the runway."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Fitriyani
"Uji klinis paralel alokasi acak tersamar ganda ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kreatin monohidrat sebesar 20 gram/hari selama 7 hari berturut-turut terhadap kadar malondialdehida (MDA) plasma pasca latihan lari sprint pada atlet laki-laki lari jarak pendek (100 dan 200 meter), usia 18-25 tahun. Sejumlah 20 subyek dipilih dan dibagi menjadi dua kelompok dengan randomisasi blok, 10 subyek kelompok perlakuan (KP) dan 10 subyek kelompok kontrol (KK). Subyek KP mendapat kreatin monohidrat 20 gram/hari + maltodekstrin 50 gram/hari, sedangkan subyek KK mendapat maltodekstrin 50 gram/hari. Data yang diambil meliputi usia, indeks massa tubuh (IMT), massa lemak (ML), massa bebas lemak (MBL), cairan tubuh total (CTT), asupan energi, karbohidrat, protein, kreatin, karotenoid, vitamin C, vitamin E, dan kadar MDA plasma. Pemeriksaan kadar MDA plasma dilakukan sebelum dan setelah periode perlakuan. Analisis data menggunakan uji t tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney dengan batas kemaknaan 5%.
Analisis lengkap dilakukan pada 20 subyek yaitu 10 subyek KP [usia 18,50 (18,00-19,00 tahun)] dan 10 subyek KK [usia 18,00 (18,00-24,00 tahun)]. Kadar MDA plasma sebelum perlakuan pada KP dan KK adalah 0,32 ± 0,11 μM dan 0,33 ± 0,10 μM (p = 0,95). Kadar MDA plasma setelah perlakuan lebih rendah pada KP dibandingkan KK, yaitu KP 0,32 ± 0,11 μM dan KK 0,34 ± 0,13 μM (p = 0,66). Perbedaan perubahan kadar MDA plasma pada KP 0,00 ± 0,16 μM dan KK 0,01 ± 0,17 μM (p = 0,83). Tidak terdapat perbedaan signifikan perubahan kadar MDA plasma setelah pemberian kreatin monohidrat 20 gram/hari pada KP dibandingkan KK. Penelitian ini belum dapat membuktikan pengaruh pemberian kreatin monohidrat 20 gram/hari selama 7 hari berturut-turut dalam menurunkan kadar MDA plasma pasca latihan lari sprint pada atlet laki-laki lari jarak pendek.

This parallel double-blind randomized clinical trial aims to investigate the effect of 20 gram/day creatine monohydrate supplementation for 7 days on plasma malondialdehyde (MDA) level after sprint running in male short-distance runner (100 and 200 meter) aged 18-25 years. A total of 20 subjects were selected and randomly allocated to one of two groups using block randomization, 10 subjects for treatment group (TG) and 10 subjects for control group (CG). The TG received 20 gram/day creatine monohydrate + maltodextrin 50 gram/day, and the CG received 50 gram/day maltodextrin. Data were collected in this study included age, body mass index (BMI), fat mass (FM), fat free mass (FFM), total body water (TBW), intake of energy, carbohydrate, protein, creatine, carotenoid, vitamin C, vitamin E, and plasma MDA level. Assessment of plasma MDA level was carried out before and after supplementation.
Statistical analyses included independent t-test and Mann-Whitney test with significance level was 5%. Twenty subjects completed this study, 10 subjects in TG [aged 18.50 (18.00-19.00) years] and 10 subjects in CG [aged 18.00 (18.00-24.00) years]. Plasma MDA levels before treatment were 0.32 ± 0.11 μM for TG and 0.33 ± 0.10 μM for CG (p = 0.95), respectively plasma MDA levels after treatment for TG was lower than CG; 0.32 ± 0.11 μM and 0.34 ± 0.13 μM (p = 0.66). The difference of plasma MDA level for TG was 0.00 ± 0.16 μM and CG was 0.01 ± 0.17 μM (p = 0.83). No statistically significant difference was found after 20 gram/day creatine monohydrate supplementation between 2 groups. This study has not proven yet the effect of 20 gram/day creatine monohydrate for 7 days in decreasing plasma MDA level after sprint running in male short-distance runner.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>