Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8352 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rania Fairuza Hassan
"ABSTRAK
Seni Tato Mentawai merupakan bagian dari warisan budaya tertua di Indonesia
yang berlu dilindungi Hak Kekayaan Intelektualnya. Tato Mentawai cukup unik
walaupun tatonya memiliki motif yang cukup sederhana, namun dibalik setiap
motif itu memiliki pengertian tersendiri. Oleh karena itu permasalahan yang
dibahas adalah bagaimana perlindungan seni tato tradisional ditinjau dari UU Hak
Cipta No. 28 Tahun 2014, apakah perlindungan warisan budaya sudah memadai
dan efektif dan upaya-upaya apa yang dapat ditempuh Pemerintah Daerah
Provinsi Sumatera Barat beserta Pemerintah Indonesia untuk melindungi seni tato
tradisional Mentawai. Penelitian menggunakan metode normative yuridis dengan
pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan mengenai
Hak Cipta seni tato dalam hal ini dapat dikategorikan dalam seni motif sudah ada
sejak UU Hak CIpta Tahun 1987 sampai dengan saat ini dengan UU Hak Cipta
No. 28 Tahun 2014. Saat ini perlindungan seni motif diatur pada Pasal 40 ayat (1)
huruf f UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014. Pada pasal tersebut yang dilindungi
adalah karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase yang menunjukkan keasliannya dan
dibuat secara konvensional. Sedangkan untuk seni motif yang merupakan warisan
budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi diatur pada Pasal 38 ayat (1)
UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 dan Hak Ciptanya dipegang oleh Negara.
Pengaturan mengenai perlindungan hak cipta ekspresi budaya belum memadai dan
efektif karena belum ada kejelasan dalam penerapan Pasal 38 ayat (1). Peraturan
pelaksanaannya yang berupa Peraturan Pemerintah sampai saat ini belum terbit.
Upaya Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat untuk melindungi seni tato
tradisional Mentawai adalah dengan meningkatkan kegiatan pariwisata. Namun
kesadaran untuk melindungi hak cipta seni tato tradisional masih kurang.

ABSTRACT
Tattoo art is part of the Mentawai of Indonesia's oldest cultural heritage needs to
be protected Intellectual Property Rights. Tattoos Mentawai tattoo is quite unique
though motives are quite simple, but behind every motive that has its own
understanding. Therefore, the issues discussed was how the protection of
traditional tattoo art in terms of the Copyright Act No. 28, 2014, whether the
cultural heritage protection is adequate and effective and what measures can be
taken by the Government of West Sumatra Provincial Government together with
Indonesia to protect traditional Mentawai tattoo art. Using normative juridical
research with qualitative approach. The survey results revealed that the
arrangements regarding the Copyright art of tattooing in this case can be
categorized in art motif has existed since the Copyright Act 1987 up to now by the
Copyright Act No. 28 Year 2014. The motif art protection provided by Article 40
paragraph (1) f of the Copyright Act No. 28, 2014. In the article is protected are
works of art in all forms such as paintings, drawings, engravings, calligraphy,
sculpture, sculpture or collage that shows originality and prepared conventionally.
As for the art motif which is a cultural heritage passed down from generation to
generation provided by Article 38 paragraph (1) of the Copyright Act No. 28
Copyrighted 2014 and held by the State. Arrangements regarding the copyright
protection of cultural expressions has not been adequate and effective because
there is no clarity in the application of Article 38 paragraph (1). Its implementing
regulations in the form of government regulation has not been published until
now. Efforts of Local Government of West Sumatra Province to protect the
traditional Mentawai tattoo art is to increase tourism activities. But awareness of
copyright to protect their traditional tattoo art less."
2016
S63769
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wendra Januar Hidayat
"Seni tato Dayak Kenyah di Desa Pampang merupakan warisan budaya yang diturunkan dari generasi ke genarasi sebagai bentuk penghargaan kepada nenek moyang agar tidak punah, selain itu juga sebagai bentuk status sosial dan sebagai penerang setelah mati. Seni tato Dayak Kenyah berbeda dengan tato Dayak lainnya karena pada umumnya tato digunakan oleh laki-laki, berbeda dengan suku Dayak Kenyah yang menggunakan tato adalah perempuan. Seni tato tradisional merupakan bagian dari ekspresi budaya tradisional diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 lebih lanjut dijelaskan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 13 Tahun 2017 tentang Data KIK dan seni tato tradisional sebagai objek pemajuan kebudayaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Rumusan permaslaahan pertama yaitu apa yang dimaksud dengan inventarisasi Objek Pemajuan Kebudayaan, berikutnya adalah apa yang dimaksud dengan inventarisasi Ekspresi Budaya Tradisional dan bagaimana upaya dari Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur dalam melindungi seni Tato Dayak Kenyah berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan. Namun sangat disayangkan seni tato Dayak Kenyah belum terinventarisir dari aspek hukum hak cipta dan aspek hukum pemajuan kebudayaan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur. Sebagai bentuk perlindungan positif Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan belum mengeluarkan Peraturan Daerah terkait perlindungan budaya. Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur segera melakukan inventarisasi seni tato Dayak Kenyah, selain itu juga perlunya sosialisasi pada masyarakat adat dan sinergi antar instansi terkait dalam bidang kebudayaan.

The art of Dayak Kenyah tattoos in Pampang Village is a cultural heritage that is passed down from generation to generation as a form of appreciation to ancestors so that they do not become extinct, as well as a form of social status and as a light after death. Dayak Kenyah tattoo art is different from other Dayak tattoos because tattoos are generally used by men, in contrast to the Dayak Kenyah tribe who use tattoos are women. Traditional tattoo art is part of traditional cultural expressions regulated in Copyright Law Number 28 of 2014 which is further explained in Minister of Law and Human Rights Regulation Number 13 of 2017 concerning KIK Data and traditional tattoo art as objects of cultural advancement is regulated in Law Number 5 of 2017 concerning the Advancement of Culture. The formulation of the first problem is what is meant by an inventory of Objects of Cultural Advancement, the next is what is meant by an inventory of Traditional Cultural Expressions and what are the efforts of the Regional Government of East Kalimantan Province in protecting the art of Dayak Kenyah Tattoos based on the Copyright Act and the Law on Cultural Promotion. However, it is very unfortunate that the Dayak Kenyah tattoo art has not been inventoried from the aspect of copyright law and the legal aspect of cultural promotion by the Regional Government of East Kalimantan Province. As a form of positive protection, the Kalimantan Provincial Government has not issued a Regional Regulation related to cultural protection. The Regional Government of East Kalimantan Province will immediately conduct an inventory of the Dayak Kenyah tattoo art, in addition to the need for socialization to indigenous peoples and synergy between related agencies in the field of culture"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mariah Seliriana
"ABSTRAK
Seni Batik Cirebon merupakan bagian dari Batik Nusantara yang perlu dilindungi
Hak Kekayaan Intelektualnya. Batik Cirebon cukup unik walaupun termasuk jenis
batik pesisiran tetapi memiliki batik Kraton karena memiliki dua keraton yaitu
keraton Kesepuhan dan Kanoman. Oleh karena itu permasalahan yang dibahas
adalah bagaimana perlindungan seni batik ditinjau dari UU Hak Cipta no. 19
Tahun 2002, Apakah perlindungan folklor sudah memadai dan efektif dan upayaupaya
apa yang dapat ditempuh Pemerintah Daerah Cirebon dan Pengrajin Batik
untuk melindungi seni batik Cirebon. Penelitian menggunakan metode normatif
yuridis dengan pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa
pengaturan mengenai Hak Cipta Seni Batik sudah ada sejak UU Hak Cipta 1987
sampai dengan 2002. Saat ini perlindungan Hak Cipta Seni Batik diatur pada
pasal 12 ayat (1) huruf i UU Hak Cipta No. 19 tahun 2002. Pada pasal tersebut
yang dilindungi adalah motif batik kreasi baru atau kontemporer yang
menunjukan keasliannya dan dibuat secara konvensioanal. Sedangkan untuk motif
batik tradisional yang merupakan folklor yang diwariskan dari generasi ke
generasi diatur pada pasal 10 ayat (2) dan Hak Ciptanya dipegang Oleh Negara.
Pengaturan mengenai folklor belum memadai dan efektif karena belum ada
kejelasan dalam penerapan pasal 10 ayat (2). Peraturan pelaksanaannya yang
berupa Peraturan Pemerintah sampai saat ini belum terbit. Upaya Pemerintah
daerah Cirebon untuk melindungi hak cipta batik Cirebon dengan melakukan
sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual, dokumentasi motif-motif tradisional
Cirebon, publikasi mengenai seni batik cirebon dengan menerbitkan buku,
melakukan pembinaan kepada para seniman dan budayawan. Sedangkan
Pengrajin batik di Desa Trusmi sudah melakukan upaya untuk melindungi motif
batik tradisional yang merupakan folklore dengan melakukan dokumentasi motif
batik tradisional Cirebon sejak tahun 1950-an dengan mencari kembali motifmotif
batik tradisional Cirebon dan mereproduksinya. Namun kesadaran untuk
melindungi hak cipta motif batik kreas baru atau kontemporer melalui pendaftaran
hak cipta di Direktorat Jenderal HakKekayaan Intelektual masih kurang.

Abstract
Cirebon Batik is a part of Indonesian Batik which also needs the intellectual
property protection. Cirebon Batik is quite unique, since Cirebon has two kinds
of batik, coastal batik and court batik. Cirebon has two royal courts, Kasepuhan
and Kanoman. In this research will be discussed about the protection of batik art
according to Law of The Republic of Indonesia Number 19 Year 2002 Regarding
Copy Right (Copyright Law 2002), the effectiveness of folklore protection, the
efforts of Cirebon County Government and batik artisans to protect Cirebon Batik
Art. The research use normative legal research method with qualitative analysis
approach. Result of the research is the Provision of Batik Art?s Copyright has
been regulated since Copyright Law 1987. Today, Copyright protection of batik
art is regulated in article 12 verse (1) letter i in Copyright Law 2002. The article
protect of copyright of Original Batik motifs or contemporer which is made
traditionally. Whereas traditional Batik motifs as folklore or Traditional Cultural
Expression is protected by article 10 verse (2) and The State shall hold the
Copyright for folklores. Provisions regarding folklore is not effective yet due to
the lack of clarity on implementation article verse (2) and (3). Copyright that are
held by the State regulated by Government Regulation is not been published yet.
Bill of Protection and Utilization of Intellectual Property of Traditional
Knowledge and Traditional Cultural Expression (PPIP TKTCE) has been
introduced in September 2011. Cirebon County Government efforts to protect
copyright Cirebon Batik by socializing about IP Rights to Batik artisans,
documenting traditional Cirebon Batik motifs, publishing book of Cirebon batik
and giving education to traditional art practitioners. Batik artisans in Village
Trusmi (Cirebon batik production center) have documented traditional Cirebon
batik motifs as folklore since 1950s by several Batik Practitioners. They searched
traditional Cirebon Batik motifs and reproduced them. But, they have less
awarness to proctect their new batik motif creations by registering them to
Directory of Intellectual Property Office."
2012
T31747
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hafsoh Shoparina
"ABSTRAK
Seni Tari sebagai bentuk Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) Indonesia sangat beragam dan dengan jumlah sangat banyak belum dapat terakomodir dengan baik. Seringkali masyarakat tradisional beranggapan tarian tradisional adalah milik bersama (komunal) sehingga terhadap kurangnya perhatian terkait hak cipta menyebablkan klaim terhadap EBT Indonesia oleh pihak asing seperti halnya Tari Pendet Bali. Bertujuan mengkaji konsep perlindungan Hak Cipta dalam rangka melindungi seni tari tradisional, tesis ini meengangkat pokok permasalahan tentang pengaturan EBT dalam perundang-undangan di Indonesia, perlindungan, upaya serta kendala dalam melindungi EBT dari klaim pihak asing.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative, yang dilakukan dengan cara wawancara, dan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil penelitian menunjukan bahwa UU Hak Cipta belum dapat memberikan perlindungan terhadap EBT khususnya Tari Pendet Bali meskipun pasal EBT tertuang jelas. Hal ini dikarenakan belum ada perangkat peraturan pelaksana dari UU Hak Cipta menyulitkan penegak hukum melaksanakan UU, masyarakat tradisional berparadigma komunal serta kurang memiliki kesadaran dan pemahaman bahwa EBT Indonesia dilindungi oleh Hak Cipta, sehingga banyak terjadi klaim oleh pihak asing terhadap EBT Indonesia. Namun demikian, upaya positif dilakukan antara lain, dari pihak pemerintah dan peran serta masyarakat. Langkah awal pemerintah perlu melakukan inventarisasi dan dokumentasi secara konsisten dan berkesinambungan, sosilisasi pentingnya perlindungan hukum terhadap EBT, dan mengkaji EBT dibuat UU Sui Generis.

ABSTRACT
The dance as a form of the traditional cultural expressions (EBT) of Indonesia very diverse and so many can not be accommodated properly. Often traditional society assume traditional dance is generally owned (communal) so that the lack of attention led to a claim of copyright related to EBT Indonesia by foreigners as well as Pendet Bali. With a vieq to analyzing the concept of copyright protection the framework of to protect traditional dance, this thesis brings forward the issues on regulating EBT in legislation in Indonesia, protection, efforts and constraints in protecting EB T of claims from foreigners.
The method of this study is juridicial normative which is done by interviews, statutory approach and case approach. The study shows that the copyright law could not provide protection against EBT especially Pendet Bali even though Article EBT clearly stated. This is because there is no device implementing regulations of the copyright law make it difficult for law enforcement to implement legislation, the traditional society has paradigm of communal and have less awareness and understanding that EBT Indonesia protected by copyright, so prevalent claims by foreigners against EBT Indonesia. However, positive attempts made, among others, from the government and the role of community. The first step the government needs to conduct an inventory and documentation consistenly and continuously, socialize the importance of legal protection over EBT, and study EBT made law sui generis.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melisa Safitri
"Tesis ini membahas tentang perlindungan hukum di bidang Hak Cipta, yaitu perlindungan hukum atas Electronic Book. Salah satu implikasi teknologi informasi yang saat ini menjadi perhatian adalah pengaruhnya terhadap eksistensi Hak Atas Kekayaan Intelektual. Internet dengan berbagai kelebihan dan kemudahan ternyata bukan hanya memberi manfaat kepada pembuat karya cipta tetapi juga menimbulkan kerugian yang berdampak pada perbuatan yang melanggar hukum seperti keamanan dan privasi data juga perlindungan hukum terhadap hak-hak asasi manusia. Dengan adanya kemajuan teknologi digital ternyata telah berdampak terhadap peningkatan pelanggaran Hak Cipta, salah satunya hak cipta atas Electronic Book di Indonesia. Perlindungan hukum atas karya cipta yang berbasis teknologi digital di Indonesia mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah perlindungan Hak cipta atas Electronic Book di Indonesia? Bagaimanakah gambaran penerapan atas perlindungan hak cipta Electronic Book di negara lain? Bagaimanakah upaya perlindungan hukum Electronic Book yang dapat diterapkan secara efektif di Indonesia?Sifat penelitian adalah yuridis normatif yaitu meneliti norma-norma hukum yang berlaku serta terkait dengan perlindungan Hak Cipta atas Electronic Book.
Bahan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, dan tekbik melalui library research. Pengumpulan data dengan menggunakan studi dokumen. Bahan-bahan hukum yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif analitis sesuai dengan permasalahan yang dibahas.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia memberikan perlindungan atas Electronic Book melalui UUHC dan UU ITE. Singapura dan Amerika memberikan ketentuan terkait gambaran perlindungan hak cipta Electronic book di negara lain, masing-masing negara membentuk suatu peraturan yg dalam hal pembatasan tanggung jawab Internet Service Provider, sedangkan Indonesia belum memberikan ketentuan secara rinci mengenai pembatasan tanggung jawab oleh penyelenggara jasa internet atas pelanggaran hak cipta oleh pengguna layanannya,dan sudah seharusnya menjadi kesadaran bagi pemilik hak cipta untuk melindungi hasil karya ciptanya dengan melakukan pendaftaran, karena pencegahan selalu menjadi yang terbaik bagi perlindungan jangka panjang.

This thesis discusses the legal protection in the field of copyright, namely the legal protection for Electronic Book. One of the implications of information technology today is its influence on the existence of Intellectual Property Rights. The internet, with its various advantages and facilities, actually not only gives advantages to the copyrighted work makers but also causes disadvantages which affects illegal action in security, in data privation, and in the legal protection for human rights. The advancement of digital technology has caused the increase of illegal action on digital copyrights in Indonesia, especially on Electronic Book copyrighted. Legal protection for digital base copyrighted works in Indonesia is referred to Law No. 19/2002 on Copyrights.
The problem in this research is on how does the law in Indonesia protect the copyright of Electronic Book? How is the description of other country's in their effort to protect the copyright of Electronic Book? How is the form of copyright enforcement for electronic book can create an effective legal protection?The research was judicial normative studied legal norms related tolegal protection for copyrights of Electronic Book.
The legal materials referred to the primary,secondary, and tertiary legal materials, using the library research technique. Thedata themselves were gathered by using documentary study, and processed andanalyzed descriptively according to the subject matter of the analysis.
The result of this research show thatIndonesia providesprotection of Electronic Book through UUHC and UU ITE. Related description of Electronic Book's protection in some countries, United States and Singapura give the detail of limitation about the responsibilty of Internet Service provider whereas Indonesia have not done it in detail, each country establish a rule of law that adapted to their culture and needs, each country has the technical differences in order to ensure that they their law is going more effectivein its implementation, it is a must that Indonesia shouldalsomake establish a law related protectioncopyright based on its culture and its need in terms ofefforts to protectcopyright on theelectronic book, and the last the owners of electronic book must aware to protecttheir right from the start, such as doing any registration and documentation as an evidence if one day their copyright may hit by others, aspreventionis always be the best for a long term protection.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39004
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Helida
"ABSTRAK
Bahwa landasan atau dasar hukum yang utama dan yang paling dasar bagi
perlindungan Hak Cipta di Indonesia adalah berbagai konvensi/perjanjian
internasional di bidang Hak Cipta yang harus diejawantahkan dalam Undang-
Undang Hak Cipta. Sehingga terhadap segala aturan-aturan serta prinsip-prinsip
yang ada dalam Undang-Undang Hak Cipta haruslah sejalan dengan Konvensi
internasional mengenai Hak Cipta. Begitu pula atas hal-hal yang tidak diatur
ataupun tidak jelas dalam Undang-Undang Hak Cipta, maka secara langsung,
hukum yang berlaku serta digunakan dalam menjawab serta mengisi kekosongan
hukum tersebut haruslah dilandaskan atas konvensi internasional yang berlaku
atas Hak Cipta. Hak Cipta tidak hanya selalu mengenai seni baik itu musik, tari,
dan lain-lain. Dalam usaha tekstil juga terkait dengan Hak Cipta. Dalam usaha
perdagangan tekstil, beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi
textile memperdagangkan kain-kain serta bahan-bahan pakaian dengan
mempergunakan tanda garis berupa benang yang terletak pada pinggiran kain
dengan berbagai macam warna benang, termasuk benang yang berwarna kuning
sebagai tanda produksi pada textile dan motif-motif textile yang diproduksi oleh
perusahaan tersebut. Tanda garis berupa benang yang berwarna kuning yang
terletak pada pinggiran kain tersebut kemudian diakui oleh salah satu perusahaan
yang bernama PT. Sri Rejeki Isman sebagai ciptaannya. Tanda garis berupa
benang kuning yang terletak pada pinggiran kain tersebut kemudian didaftarkan
oleh PT. Sri Rejeki Isman dengan judul ciptaan ?Kode Benang Kuning pada
tanggal 18 Agustus 2011 berdasarkan nomor Surat Pendaftaran Ciptaan: 052664
yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal HKI Direktorat Hak Cipta,
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Diakui dan didaftarkannya
tanda garis berupa benang yang berwarna kuning yang terletak pada pinggiran
kain oleh PT. Sri Rejeki Isman kemudian menimbulkan permasalahan hukum
dengan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi textile
lainnya yaitu PT. Delta Merlin Dunia Textile, Secara hukum, pendaftaran atas
suatu ciptaan yang tidak memenuhi unsur-unsur suatu ciptaan yang dapat
dilindungi haruslah ditolak pendaftarannya oleh Direktorat Hak Cipta dan dalam
hal Direktorat Hak Cipta ternyata keliru ataupun tidak cermat dalam menerima
suatu pendaftaran ciptaan tersebut, maka para pihak yang berkepentingan berhak
untuk mengajukan gugatan pembatalan atas ciptaan yang tidak memenuhi unsurunsur
ciptaan yang dilindungi. Bahwa dengan demikian, jelas bahwa maksud dari
?pihak lain? dalam Undang-Undang Hak Cipta haruslah diartikan secara luas
sebagaimana dalam konvensi internasional khususnya mengenai hak cipta, sebab
Undang-Undang Hak Cipta ditetapkan sebagai bentuk pengejawantahan dari
konvensi-konvensi internasional di bidang Hak Cipta.

ABSTRACT
The primary and most fundamental legal grounds for the protection of copyright
in Indonesia are the various conventions/ international agreements on copyright
law which must be incorporated under the Copyright Act. Therefore, all of the
regulations and principles under the Copyright Act must be in accordance with the
international conventions on copyright law. At the same time, norms that are not
regulated or unclear under the Copyright Act must be interpreted and
implemented using provisions which exist under international conventions on
copyright law. Copyright does not only protect arts, such as music, dance, etc., but
it is also related to textile industry. In textile industry, several enterprises trade
fabric and cloth by using a stripe made of thread located at the tip of the cloth,
including yellow colored thread as a symbol of production on textile and textile
motives produced by those enterprises. The stripe made of the yellow thread was
claimed by a company named PT. Sri Rejeki Isman as its creation. Such stripe
was subsequently registered by PT. Sri Rejeki Isman with the title ?Yellow Thread
Code‟ on August 18, 2011 in accordance with Letter of Creation Registration
numbered: 052664 which was issued by the Directorate General of Intellectual
Property Rights, Directorate of Copyright, Ministry of Law and Human Rights of
the Republic of Indonesia. The recognition and registration of the yellow thread
stripe as a form of copyright raised a legal dispute with another textile
manufacturer, PT. Delta Merlin Dunia Textile. Under the law, registration of a
creation which does not fulfill elements of a copyright-protected creation must be
denied by the Directorate of Copyright, and in case the Directorate of Copyright
errs in accepting the registration of such creation, interested parties have the right
to submit a lawsuit to annul the registration of that creation. Therefore, the
meaning of ?other party? under the Copyright Act must be interpreted in a broad
manner as stipulated under international conventions on copyright, because
Copyright Act is an implementation of international conventions on copyright."
2012
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Deborah Amor Priscilla Nahak
"Para seniman Indonesia dapat mengekspresikan kebudayaan dengan berbagai macam cara, salah satunya melalui lukisan nudis. Namun, unsur nudisme dalam sebuah seni dapat dianggap menjadi hal asusila di Indonesia. Pasal 50 Undang-Undang Hak Cipta juga melarang adanya ciptaan yang melanggar kesusilaan. Namun, lukisan nudis yang diciptakan bukan untuk melanggar kesusilaan, tetapi terdapat latar belakang yang membawa unsur tersebut pada sebuah lukisan. Menjadi sebuah pertanyaan apakah para seniman yang memiliki lukisan nudis dapat mendapatkan hak cipta bagi karyanya apabila terdapat unsur tersebut. Penelitian ini akan membahas mengenai konsep asusila sesuai dengan norma yang berlaku di Indonesia sehingga kita dapat menilai lukisan nudis mana yang memang melanggar kesusilaan dan mana yang murni sebuah seni. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis-normatif dengan pendekatan metode deskriptif Hasil dari penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa lukisan nudis dapat dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta apabila tidak mengarah ke lukisan erotis dan pornografi. Untuk dapat membedakan antara lukisan nudis, lukisan erotis, dan pornografi, harus dilakukan penelitian terhadap unsur-unsurnya oleh para ahli kesenian dan ahli Bahasa.

Indonesian artists can express culture in various ways, one of which is through nudist paintings. However, elements of nudism in art can be considered immoral in Indonesia. Article 50 of the Copyright Law also prohibits creations that violate immorality. However, nudist paintings were created not to violate immorality, but there is a background that brings these elements to a painting. It becomes a question whether artists who own nudist paintings can obtain copyrights for their works if these elements are present. This research will discuss the concept of immorality according to the prevailing norms in Indonesia so that we can judge which nudist paintings violate decency and which are purely art. The research method used in this study was a juridical-normative method with a descriptive method approach. The results of this study concluded that nudist paintings can be protected by the Copyright Act if they do not lead to erotic and pornographic paintings. To be able to distinguish between nudist paintings, erotic paintings, and pornography, art experts and linguists must conduct research on their elements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mizan Ananto
"Artificial Intelligence (AI) dalam bidang seni rupa mengalami perkembangan yang kian pesat. Munculnya AI art generator mendisrupsi makna penciptaan suatu karya seni rupa yang telah lama dikenal. AI art generator mempunyai fitur yang memudahkan penggunanya untuk menciptakan gambar, cukup memasukkan deskripsi teks, maka AI akan langsung menghasilkan gambar sesuai yang diinginkan pengguna. Proses pembuatan karya seni rupa ini kemudian menimbulkan polemik mengenai apakah karya seni rupa yang dihasikan oleh AI Art Generator memenuhi syarat sebagai suatu ciptaan yang dapat dilindungi oleh hak cipta, dan bagaimana perlindungan hak cipta atas karya-karya yang digunakan tanpa izin sebagai training database AI Art Generator. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang berfokus kepada analisis teori-teori dan doktrin hukum disandingkan dengan peraturan perundang-undangan hukum hak cipta nasional dan internasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut hukum hak cipta internasional dan UU Hak Cipta Indonesia, karya seni rupa yang dihasilkan oleh AI Art Generator tidak memenuhi syarat sebagai ciptaan yang dapat dilindungi hak cipta. Hal ini dikarenakan tidak dipenuhinya unsur orisinalitas yang merupakan salah satu syarat agar suatu ciptaan dapat dilindungi hak cipta. Karya seni rupa yang dihasilkan AI Art Generator tidak dapat membuktikan adanya pemenuhan unsur "human intellectual independent effort" dan "creative choice". Penggunaan ciptaan-ciptaan yang dijadikan referensi gambar dalam training database AI Art Generator dapat dibenarkan menurut doktrin fair use, karena memenuhi keempat syarat yang ada dalam “The Four Factor of Fair Use” yang diatur dalam U.S. Copyright Act 1976. AI Art Generator telah mempermudah aksesibilitas masyarakat awam dalam melihat dan membuat karya seni rupa. Dengan demikian, peran AI Art Generator terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang seni ini dapat dilegitimasi penggunaanya dengan berlindung pada doktrin fair use.

The emergence of AI art generator disrupts the meaning of creating an artwork that has long been known. The AI art generator has features that make it easy for users to create images, simply by entering text descriptions, then the AI will produce the desired image. This creation process then raises questions, whether the artworks produced by AI Art Generator meet the requirements as a creation that can be protected by copyright and how is the protection of copyright on works that are used without permission as a training database for AI Art Generator. This study uses a normative juridical research method that focuses on the analysis of theories and legal doctrines juxtaposed with national and international copyright law regulations. The results showed that according to international copyright law and the indonesian copyright law, artworks produced by AI Art Generator did not meet the requirements as creations that were entitled to copyright protection. This is because the element of originality, which is one of the requirements for a creation to be protected by copyright, is not fulfilled. Artworks produced by AI Art Generator cannot prove the fulfillment of the elements of "human intellectual independent effort" and "creative choice". The use of artworks that are used as reference images in the AI Art Generator’s training database can be justified according to the fair use doctrine, because they meet the four criteria in “The Four Factor of Fair Use” regulated in the U.S. Copyright Act 1976. AI Art Generator has facilitated the accessibility of the general public in seeing and creating visual art works. The impact of AI Art Generator on the development of science, especially in the field of art, can be legitimized by relying on the fair use doctrine."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeremy Sebastian Abimanyu
"Skripsi ini membahas tentang karya seni tato dan kedudukannya dalam hukum hak cipta dengan membandingkan pengaturan dan penegakan hukum hak cipta di Amerika Serikat dan Indonesia. Tato telah menjadi bentuk seni yang semakin populer dan diakui secara luas di berbagai budaya bermasyarakat di seluruh dunia. Tato merupakan sebuah karya seni, sebuah karya seni sudah sepatutnya dilindungi oleh hak cipta. Namun yang menjadi permasalahan, dalam menentukan kedudukan hak ciptanya, tidak semudah dalam halnya karya seni lainnya. Karya seni tato merupakan karya seni yang dalam perwujudannya terfiksasi dalam tubuh individu orang lain. Dengan demikian, tentunya hal ini dapat berpotensi melanggar hak-hak yang dimiliki oleh individu yang ditato. Meskipun di Indonesia belum ditemukan kasus hak cipta pada karya seni tato, di Amerika Serikat sendiri telah muncul banyak kasus hak cipta yang berkaitan dengan karya seni tato.Penelitian ini dilakukan untuk menelaah dan memahami bagaimana kedudukan hukum hak cipta pada karya seni tato dengan turut membandingkan pengaturan dan penegakan hukum yang dipraktikkan di Amerika Serikat dengan turut mengkaji potensi yang dapat muncul dari penegakan hak cipta atas karya seni tato dan memecahkannya dengan solusi yang relevan. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan, yang mengkaji berbagai aspek hukum dari sumber kepustakaan. Amerika Serikat dipilih sebagai negara pembanding untuk menganalisis masalah yang dianggap penting. Metode kualitatif digunakan untuk mengumpulkan dan mengolah data secara alamiah, dengan analisis yuridis menggunakan bahan hukum primer dan sekunder. Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa pengaturan terkait penciptaan oleh lebih dari satu orang berbeda antara Indonesia dan Amerika Serikat. Pengecualian terjadi pada karya seni tato yang desainnya telah sepenuhnya dibuat oleh seniman tato dari awal atau pada flash tattoo. Dalam kasus ini, seniman tato menjadi satu-satunya pencipta karya tersebut. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan membuat perjanjian tertulis yang memungkinkan beberapa pelaksanaan hak moral, seperti penghapusan, modifikasi, distorsi, dan sebagainya.

This thesis examines the art of tattoo and its position within copyright law by comparing the regulation and enforcement of copyright law in the United States of America and Indonesia. Tattoos have become an increasingly popular and widely recognized art form in various societal cultures around the world. A tattoo is considered a work of art, and as such, should be protected by copyright. However, determining the position of copyright for tattoos is not as simple as in the case of other art forms. Tattoos are works of art that are fixed on the bodies of individuals, which can potentially infringe upon the rights of the individuals who are tattooed. This research aims to examine and understand the legal status of copyright for tattoos by comparing the regulation and enforcement practices in the United States of America, while also exploring potential issues that may arise from the enforcement of copyright on tattoo artworks and proposing relevant solutions. This thesis utilizes a normative juridical research method with a comparative approach, analyzing various aspects of the law through literature sources. The United States of America was selected as a comparative country to analyze important issues. Qualitative methods are employed to collect and process data naturally, along with juridical analysis using primary and secondary legal materials. Based on the research conducted, it can be concluded that there are differences in the regulations concerning the creation of tattoos by more than one person between Indonesia and the United States. The position of copyright, as established by the U.S. Copyright Act, provides rights to individuals who are tattooed, thus creating fair legal certainty by considering the interests of both tattoo artists and the individuals being tattooed. However, there is one exception, namely in the case of tattoo art where the design has been entirely created by the tattoo artist from the beginning or with flash tattoos. In this scenario, the tattoo artist is the sole creator. However, a possible solution is to establish a written agreement that allows for some moral rights implementation, such as removal, modification, distortion, etc."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Function of tattoos among Mentawai people."
Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional , 2001
499.207 KAJ (1);499.207 KAJ (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>