Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123396 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Almira Larasati
"ABSTRAK
Waste to Energy Plant (WtE) merupakan cara yang efektif untuk meminimalisir jumlah sampah sampai dengan 80% dalam hitungan massa dan volume. Namun, WtE memproduksi by-products yaitu Bottom ash yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Beberapa cara dilakukan untuk mengatasi pencemaran lingkungan oleh Bottom ash tersebut yang salah satunya adalah metode recycling. Bottom Ash mengandung banyak komposisi kimia termasuk garam, oksida, sulfida, dan elemen-elemen berharga seperti Cu,Ni,Zn,Pb. Research ini dilakukan untuk mendaur ulang Bottom Ash dengan metode yang ramah lingkungan dan terfokus kepada partikel halus yang bersifat non-magnetik. Beberapa metode separasi dilakukan yaitu Pengeringan, Penggerusan, pengayakan, separasi magnetik, dan separasi densitas. Beberapa metode karakterisasi yang dilakukan adalah dengan XRF, EDAX , dan Mikroskop Optik. Hasil yang didapatkan adalah element non magnetik yang berharga Cu, Ti, Zn berhasil terkumpulkan hingga mencapai 30,000ppm Cu, 11,000ppm Ti, dan 15,000ppm Zn setelah proses eksperimen GoldPan. Dari hasil research ini juga didapatkan bahwa Bottom Ash berpotensi untuk menjadi bahan campuran dari semen. Major elemen pada campuran semen pada bottom ash seperti Al, dan Si memenuhi standar kriteria campuran semen sementara Ca masih dibawah kriteria. Selain itu, pada bottom ash terkandung S dan Cl yang tinggi, namun pada eksperimen ini kadar S dan Cl berhasil direduksi sampai dengan 0,4-0,5%.

ABSTRACT
Waste to Energy Plant (WtE) is an effective way to minimize the amount of waste up to 80% in mass and volume. However the bottom ash produced by WtE as by-products causes an enviromental problem as it is usually landfilled. Several ways to overcome this problem has been implemented by many research using a recycling method of the bottom ash. Bottom ash contain several valuable elements such as Cu, Ni, Zn, Pb and many compounds such as silicates, sulfides, salts, and oxides. This research offers an enviromentaly-friendly and inexpensive process to recover bottom ash without producing another waste from the overall process and focuses in non magnetic fine particles of bottom ash. Some separation methods used in this research from drying, milling, sieving, magnetic separation, and density separation process have been conducted. Several materials characterization methods are implemented to investigate chemical composition by using XRF and EDAX method and to study the image representation of recovered bottom ash by using Optical Microscope (OM) and Scanning Electron Microscope (SEM). The results show that several valuable non magnetic elements such as Cu, Ti, and Zn are successfully collected more than 30,000 ppm Cu; 11,000 ppm Ti; and 15,000 ppm Zn after gold pan experiment and there is also a possibility to recover bottom ash into an additional compounds of cement raw material products if the metallic fraction contained in it can be separated and the composition of the additional compounds of cement raw material can be adjusted to fulfill the standard requirement of cement industry. In contrast, Si, Al, and Fe contents are already met the requirement of common cement raw material while Ca content is slightly under the requirement, S and Cl content has also been decreased up to 0,4 ? 0,5 % which is important for raw or mixture cement material requirement."
2016
T46308
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Aulia Pratiwi
"ABSTRAK
Pada tahun 2010, total jumlah bottom ash yang diproduksi di Jerman adalah
sebesar 5 juta ton per tahun dan jumlah sampah yang diinserasi adalah 20.6 juta ton per
tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa sampah masih merupakan suatu masalah di
Jerman. Walaupun bottom ash sudah sering digunakan sebagai material sekunder, namun
masih belum dapat mengurangi masalah sampah. Penggunaan bottom ash pada konstruksi
dan pembuatan jalan juga dikurangi dimana adanya larangan yang membatasi karena
dapat mengkontaminasi tanah. Salah satu cara untuk mengurangi masalah sampah adalah
dengan memulihkan elemen berharga yang ada pada bottom ash sehingga dapat
digunakan sebagai material sekunder. Dalam beberapa tahun terakhir, sudah banyak
penelitian yang dilakukan untuk memulihkan elemen berharga, namun proses yang
dilakukan masih menggunakan larutan kimia dimana tidak ramah lingkungan.
Suatu proses baru dibutuhkan untuk memulihkan elemen berharga tanpa
menghasilkan sampah lainnya. Pertama-tama, bottom ash dikeringkan untuk mengurangi
kandungan air dan kemudian digiling untuk mengecilkan ukurannya. Setelah itu bottom
ash akan disaring dan dipisahkan menjadi lima fraksi yang berbeda, yaitu 500 μm, 250
μm, 125 μm, 63 μm, dan kurang dari 63 μm. Dikarenakan penelitian ini hanya difokuskan
pada fraksi magnetik, maka proses pemisahan menggunakan magnet juga dilakukan
untuk mengetahui elemen apa saja selain besi yang akan terpisahkan dengan metode ini.
Terakhir proses pemisahan gravitasi dilakukan untuk mendapatkan elemen berharga dari
bottom ash. Observasi menggunakan mikroskop digital dan mikroskop optik juga
dilakukan untuk mengetahui morfologi dari bottom ash. Bottom ash yang telah diproses
kemudian akan dianalisa menggunakan SEM-EDS dan XRF untuk mengetahui kandungan
kimianya. Berdasarkan hasil karakterisasi diketahui bahwa bottom ash mengandung
banyak elemen berharga seperti besi, nikel, kromium, dan kobalt. Elemen yang memiliki
persentase pemulihan terbesar adalah besi dimana persentase beratnya meningkat dari
5.061% menjadi 33.790%. Setelah seluruh proses pemisahan dilakukan diketahui adanya
partikel non magetik, yaitu partikel silikon yang dilapisi dengan lapisan magnetik.

ABSTRACT
The total amount of bottom ash produced in Germany in 2010 was 5 million tons
per year while the total amount of incinerated waste was 20.6 million tons per year[1].
This number indicates that waste is still a big problem in Germany. Even though bottom
ash is widely used as secondary material, it is still not enough to reduce the problem. The
use of bottom ash in construction and roads will also decreases since it is limited by the
regulation due to soil contamination. One way to reduce the problem is to recover the
valuable elements in the bottom ash thus it can be used as secondary material. For the
past few years, many researches have been done to recover the valuable elements.
However, the process that is used to recover the element is using chemical solution, such
as leaching, which is not environmentally friendly.
In order to protect the environment and not produce another waste after the
process, a new recovery process is needed. At first, bottom ash must be dried to reduce
the water content and ball milled to reduce its size. Afterwards, it sieved into five different
fractions, which are 500 μm, 250 μm, 125 μm, 63 μm, and less than 63 μm. This study is
focused on the magnetic fraction of bottom ash separated by magnets to find out, which
elements beside iron can be separated with this technique. In the end, gravity separation
process was done in order to obtain the valuable elements from bottom ash. Bottom ash
was also observed with digital microscope and optical microscope in order to found out
its morphology. Bottom ash that has been processed then will be analysed with SEMEDS
and XRF to discover its chemical content. From both characterizations, it is known
that bottom ash contained many valuable elements such as iron, nickel, chromium, and
cobalt. Element which has the highest recovery percentage is iron, which its weight
percentage is raising from 5.061% to 33.790%. After separation processes, some light
and non-magnetic particles have been observed. These are silicon particle which is
encapsulated with a magnetic layer.;"
2016
T46311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abiputra Prayogi
"ABSTRAK
Pemulihan material yang berasal dari bottom ash hasil pembakaran dari WtE
mempunyai dampak terhadap lingkungan dan nilai ekonomi. Dengan
mengoptimalkan proses pemulihan material, banyak material yang tidak
berguna/bernilai bisa digunakan kembali dengan tujuan yang berguna dan
menguntungkan. Pengunaan bahan kimia dihindari dalam pemulihan material yang
berguna dari bottom ash yang berasal dari WtE. Untuk menanggulangi keterbatasan
pengunaan bahan kimia, percobaan ini menggunakan prinsip perbedaan massa jenis
dari tembaga untuk memisahkan tembaga dan logam berharga lainnya. Lebih lanjut,
percobaan ini juga dimaksudkan untuk menemukan parameter terbaik untuk
digunakan dalam proses pemisahan gold pan dan juga untuk menemukan ukuran
partikel terbaik yang akan menghasilkan jumlah tembaga yang optimal dan juga
material berharga lainnya.
Proses pemulihan diawali dengan preparasi sampel yang mencakup
eliminasi dari kandungan air pada sampel, proses sieving, dan juga separasi magnet.
Proses pemisahan utama adalah proses gold pan yang akan menggunakan dua
parameter kecepatan yang berbeda dan tiga ukuran partikel yang berbeda untuk
menemukan parameter terbaik untuk material berharga yang diinginkan dari bottom
ash. Untuk mendapatkan gambar mikroskopik dari sampel, mikrosop Keyence
Optical Microscope dan Scanning Electron Microscope digunakan dalam
percobaan. Pengunaan XRF juga digunakan untuk mendapatkan komposisi kimia
dari sample.
Hasil percobaan menunjukan bahwa material yang dominan dari WtE
adalah Al, Si, Ca, dan Fe dimana S dan Cl juga ditemukan dalam jumlah yang
banyak. Material yang juga mungkin dapat digunakan kembali juga termasuk
beberapa material ferromagnetic (Cr, Co, dan Ni) dan material tersebut juga bisa
ditemukan dalam bentuk alloying dengan Fe. Material Diamagnetic atau
Paramagnetic (Mg, Ti, Cu, dan Zn), terlebih lagi Cu dapat ditemukan dalam bentuk
metallic fraction dengan bentuk menyerupai kabel dan juga mebentuk alloy dengan
Zn membentuk Cu-Zn atau kuningan. Material yang disebutkan diatas mempunyai
nilai ekonomi di pasar dunia.

ABSTRACT
Material recovery from a municipal solid waste incineration bottom ash has
an environmental and economical value. By optimizing the recovery process, many
of the today not used materials will be able to be reused in many beneficial and
advantageous purposes. Usage of a harmful chemical substance is avoided for the
purpose of a recovery of the useful material from the waste-to-energy (WtE) plant
bottom ash. To overcome the chemical prohibition, this research used a difference
in the density of copper to differentiate the copper and another valuable material
from the others. Moreover, this research also investigates the best parameter to be
used in the gold pan process and also the optimal particle size that will result in the
optimal amount of copper and other valuable material being restored.
The recovery process started with the sample preparation including the
elimination of water content, sieving, and magnetic separation. The primary
separation process is the gold pan process which will be conducted in two different
speed parameter and three different particle size to find the best parameter for any
valuable material from the WtE plant bottom ash sample. To obtain the microscopic
image of the sample, Keyence Optical Microscope and Scanning Electron
Microscope (SEM) are being used. XRF are being used to obtain the chemical
composition of the sample.
The results show that the most dominant material in the WtE plant bottom
ashes are Al, Si, Ca, and Fe while S and Cl are also found in a high amount. The
other possible material to be recovered including ferromagnetic material (Cr, Co,
and Ni) these elements might be finds as alloying element with Fe. Diamagnetic or
paramagnetic metal (Mg, Ti, Cu, and Zn), mostly Cu collected as metallic fraction
in the form of wire and also in alloy with Zn as metallic Cu-Zn or brass. All of the
above-mentioned material are valuable and have an economic value in the market
"
2016
T46357
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
R. Muhammad Farhan Fadhila
"Jumlah limbah sangat meningkat setiap hari di masa ini. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengolah limbah. Salah satu metode yang paling populer adalah dengan cara membakarnya. Insinerator menghasilkan abu dasar yang mengandung mineral berharga yang dapat diekstraksi kembali dan didaur ulang. Berbagai ukuran dihasilkan dari insinerator, meskipun tujuannya di sini adalah untuk mendapatkan ukuran butiran terbaik dari abu yaitu antara 0,25 – 0,5 mm. Untuk mendapatkan efisiensi yang maksimal dalam meningkatkan pemulihan mineral berharga, khususnya besi pada tesis ini, harus dilakukan kominusi terlebih dahulu, karena ini adalah metode yang meningkatkan derajat pembebasan butir. Pengayakan, klasifikasi, dan pemisahan dilakukan secara bertahap. Jenis pemisahan harus berupa pemisahan magnetik karena tujuan tugas akhir ini adalah untuk meningkatkan kandungan besi dari suatu IBA. Setelah semua persiapan selesai, maka bahan tersebut dapat dilebur untuk melihat berapa banyak besi yang dapat diperoleh kembali dari suatu sampel.

The amount of wastes are tremendously increasing with each passing day in the modern world. There are many possible ways to process wastes treatment. One of the most popular method is incinerating them. The incinerators produce bottom ash that contains valuable minerals that can be re-extracted and recycled. Various sizes are produced from the incinerator, although the aim here is to find the best grain size from the ash that is between 0.25 – 0.5 mm. To properly obtain the maximum efficiency in enhancing the recovery of valuable minerals, specifically iron on this thesis, comminution must be done beforehand, as this is a method that increases the grain’s degree of liberation. Sieving, classification, and separation are done step-by-step. The type of separation must be magnetic separation as the goal of this thesis is to increase the iron content from an IBA.  Once all preparation are done, then the material can be melted in order to see how much iron can be recovered from a sample."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Athar Aufi Rama Putra
"

Produksi sampah yang meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk tidak diimbangi dengan peningkatan infrastruktur pengelolaan sampah yang memadai, meskipun anggaran kebersihan daerah meningkat tiap tahunnya. Kondisi ini juga diperparah oleh ketergantungan pemerintah daerah terhadap TPST Bantargebang yang kapasitasnya diproyeksikan penuh tahun 2021. Hal ini memaksa Pemerintah Provinsi Jakarta untuk menerapkan kebijakan pengolahan sampah mandiri berbasiskan teknologi yang berkelanjutan untuk meminimalisir dampak negatif sampah terhadap lingkungan perkotaan. Penelitian ini berusaha untuk menganalisis dampak kebijakan pembangunan Fasilitas Pengolahan Sampah Antara (FPSA) berbasis teknologi konversi Waste to Energy yang dicanangkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, terhadap aspek-aspek keberlanjutan lingkungan perkotaan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa metode ini dapat mengurangi nilai emisi sampah di DKI Jakarta secara signifikan, serta membantu tercapainya target pengurangan emisi Pemerintah DKI Jakarta.

 


The increased waste production that is in line with Jakarta economic and population growth is not followed with an increase in the waste management infrastructure, although the regional waste management budget increases every year. This poor condition is also worsen by local government depedency on TPST Bantargebang which capacity is projected to be full in 2021. This calls on the Provincial Government of Jakarta to implement independent waste management policies to help minimize waste negative impacts on Jakarta urban environment. This study aim is to analyze the impacts of Intermediate Treatment Facility (ITF) based on the Waste to Energy conversion technology polivy initiated by the Provincial Government of DKI Jakarta, towards sustainability aspects related to waste production. The simulation results show that this method can help to significantly reduce the number of waste emissions in DKI Jakarta, and help achieve emission targets.

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widiyanto Saputro
"Rata-rata setiap orang di DKI Jakarta menghasilkan 3.4004-liter atau 0.69 Kg sampah per orang per hari. Dengan 10.748.230 jiwa pada 2022, sampah DKI Jakarta mencapai 7.416.278 kg/hari atau 7416,3 ton/hari. Angka ini menjadi 175.000-ton sampah per hari secara nasional. Karena minimnya penanganan sampah yang baik, berbagai kota mengalami darurat sampah, termasuk Jakarta. Salah satu inisiatif yang diharapkan dapat menjadi solusi adalah pembangunan Fasilitas Pengolahan Sampah Antara (FPSA)/Intermediate Treatment Facility (ITF) II DKI Jakarta Wilayah barat yang akan menjadi fasilitas Pengolahan 2000 ton per hari Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL). Laporan Praktik Keinsinyuran ini membahas perancangan pembangunan fasilitas ini dalam peran dan fungsi penulis sebagai Solution Architect dan Project Manager. Laporan ini disusun secara komprehensif memperhatikan kondisi persampahan secara nasional, perhatian pemerintah, tata aturan perundangan, kedaruratan penanganan sampah dan solusinya, proyek yang dijalankan, paradigma penyusunan teknologi, rancangan solusi hingga desain termasuk pemenuhan standar teknologi nasional dan global. Berdasarkan analisis yang dilakukan kegiatan praktik keinsinyuran yang dilaporkan telah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek Profesionalisme, Kode Etik Insinyur (KEI) serta Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Lindung Lingkungan (K3LL).

On average, each person in DKI Jakarta produces 3,4004 liters or 0.69 kg of waste per person per day. With 10,748,230 people in 2022, DKI Jakarta's waste will reach 7,416,278 kg/day or 7416.3 tons/day. This figure is 175,000 tons of waste per day nationally. Due to the lack of proper waste management, various cities are experiencing waste emergencies, including Jakarta. One of the initiatives that is expected to be a solution is the construction of an Intermediate Treatment Facility (ITF) II DKI Jakarta on West Region which will become a facility for processing 2000 tons per day of Waste into Electricity/Waste to Energy (WtE). This Engineering Practice Report discusses the design of the construction of this facility in the author's role and function as Solution Architect and Project Manager. This report was prepared comprehensively taking into account national waste conditions, government attention, legal regulations, waste handling emergencies and solutions, projects being implemented, technology development paradigms, solution plans and designs including compliance with national and global technology standards. Based on the analysis carried out, the reported engineering practice activities have been carried out taking into account aspects of Professionalism, the Engineer's Code of Ethics and also Safety, Occupational Health and Environmental Protection."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Naufal Ihsan Kamal
"Saat ini, energi panas yang terbuang dari kondensor Air Conditioner kebanyakan hanya menjadi limbah energi yang terbuang ke lingkungan. Energi panas tersebut berpotensi sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan untuk proses pemanasan. Pada penelitian ini energi panas tersebut dimanfaatkan untuk memanaskan air menggunakan penukar kalor jenis double pipe dengan refrijeran hidrokarbon yang ramah lingkungan sebagai salah satu upaya dalam mengurangi dampak pemanasan global. Kedua alat ini dapat digabungkan menjadi satu sistem yang disebut sebagai Air Conditioner Water Heater (ACWH). Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mencari tahu dampak dari retrofitting refrijeran R290 pada sistem ACWH dengan memvariasikan temperatur evaporasi pada sistem. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pengambilan data berupa waktu pemanasan air, tekanan kompresor, dan temperatur pada sistem dilakukan saat temperatur air keluar storage mencapai 50 ˚C yang kemudian diolah untuk mendapatkan nilai konsumsi listrik dan COP pada sistem. Hasil penelitian menunjukan, untuk memanaskan air hingga 50˚C refrijeran R290 membutuhkan waktu antara 25 menit hingga 27 menit, dan mengonsumsi listrik antara 0,32 kWh hingga 0,42 kWh. Selain itu COP sistem saat temperatur air mencapai 50˚C bernilai 2,4 hingga 4,4.

The heat energy that is wasted from the Air Conditioner condenser is currently only a waste of energy that is wasted into the environment. The heat energy has the potential as an energy source that can be used for the heating process. In this study, the heat energy is used to heat water using a double pipe heat exchanger with an environmentally friendly hydrocarbon refrigerant as an effort to reduce the impact of global warming. These two tools can be combined into a single system known as Air Conditioner Water Heater (ACWH). The purpose of this study was to find out the impact of retrofitting refrigerant R290 on the ACWH system by varying the evaporation temperature in the system. The method used in this research is experimental. Data retrieval in the form of water heating time, compressor pressure, and temperature in the system is carried out when the temperature of the water exiting the storage reaches 50 C which is then processed to obtain the value of electricity consumption and COP in the system. The results showed, to heat water up to 50˚C refrigerant R290 takes between 25 minutes to 27 minutes, and consumes electricity between 0.32 kWh to 0.42 kWh. In addition, the COP of the system when the water temperature reaches 50˚C is worth 2.4 to 4.4."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chaizar Ali Fachrudien
"Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) telah meningkat dengan signifikan pada satu dekade terakhir. Pada tahun 2014, International Energy Agency (IEA) mencatat bahwa kapasitas pembangkitan PLTS diseluruh dunia telah mencapai 177 GWp, dimana 99%-nya merupakan PLTS on-grid. PLTS on-grid merupakan sistem pemasangan PLTS yang terhubung dengan jaringan utilitas, sehingga dibutuhkan beberapa studi untuk menentukan kapasitas dan lokasi optimal pemasangan PLTS. Pemasangan PLTS dengan kapasitas dan lokasi optimal dapat mengurangi rugi daya saluran sehingga sistem distribusi akan semakin efisien.
Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi karakteristik penurunan nilai rugi daya saluran akibat penetrasi PLTS pada beberapa sistem distribusi radial dan mengembangkan sebuah perhitungan nilai rugi daya saluran terkecil berdasarkan karakteristik tersebut untuk menentukan kapasitas dan lokasi pemasangan optimal PLTS pada sistem distribusi radial. Terdapat 7 sistem distribusi yang diinvestigasi, yaitu 2 sistem distribusi standar The Institute of Electrical and Electronics Engineer (IEEE) dan 5 sistem distribusi Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Simulasi aliran daya dilakukan pada ke-7 sistem distribusi tersebut dengan menggunakan perangkat lunak DIgSILENT Powerfactory 14.1, dimana data yang diambil adalah data rugi daya saluran. Penetrasi PLTS divariasikan 10% - 100% dan lokasi pemasangan PLTS divariasikan dari bus terdekat gardu induk (GI) sampai bus terjauh dari GI. Karakteristik rugi daya saluran seiring pergeseran lokasi pemasangan PLTS ke ujung penyulang menghasilkan grafik polinomial orde 2 (y = ax2 ? bx + c, a > 0) dan grafik fungsi x dengan pangkat negatif (y = ax-c), sementara seiring kenaikan kapasitas PLTS menghasilkan grafik polinomial orde 2 dengan nilai a > 0.
Karakteristik tersebut digunakan pada perhitungan dengan pemrograman C untuk menentukan lokasi dan kapasitas optimal PLTS, dimana hasil penentuan titik optimalnya sesuai dengan hasil perhitungan DIgSILENT Powerfactory 14.1, akan tetapi memiliki perbedaan nilai rugi daya saluran sebesar 11.18%. Berdasarkan perhitungan DIgSILENT, lokasi optimal berada pada nomor bus dengan rentang 42.1% - 89.47% atau rata-rata pada nomor bus 67.25% dari bus GI dengan rentang kapasitas penetrasi optimal 80% - 90%.

The utilization of photovoltaic (PV) has risen significantly over the last decade. In 2014, International Energy Agency (IEA) reported that the photovoltaic generation capacity had reached 177 GWp around the world, where 99% of it were on-grid. On-grid photovoltaic is a photovoltaic installation system that is connected to the utility grid, therefore some studies are required to determine the optimum photovoltaic capacity and location. An optimum photovoltaic capacity and its location can minimize line loss, therefore the distribution system become more efficient.
This research aims to investigate the line loss reduction characteristics due to photovoltaic penetration on radial distribution grids and develop a minimum line loss calculation based on that characteristics to determine an optimum photovoltaic penetration capacity and location on that grids. 7 distribution grids were investigated: 2 distribution grids from the Institute of Electrical and Electronics Engineer (IEEE) standard and 5 distribution grids from the National Electricity Company of Indonesia (Perusahaan Listrik Negara, PLN).
The load flow simulation was done on these 7 distribution grids by using software DIgSILENT Powerfactory 14.1, where in the line loss data were taken. The photovoltaic penetration was varied from 10% to 100% and the location was varied from the nearest bus until the farthest bus from the substation. The line loss characteristics, corresponding to the shift on photovoltaic location up to the edge of the feeder yields a 2nd order polynomial graph (y = ax2 ? bx + c, a > 0) and an x function graph with a negative order (y = ax-c), wherein corresponding to the rise in photovoltaic capacity yields a 2nd order polynomial graph with a > 0.
These characteristics were used as a reference for making a C programming calculation to determine an optimum photovoltaic capacity and location, wherein the optimum value from C calculation was equal with DIgSILENT calculation, but the line loss calculation has different value 11.18%. Based on DIgSILENT calculation, optimum photovoltaic location was on bus number from 42.1% up to 89.47% or in average was on bus number 67.25% from substation bus, with optimum photovoltaic capacity was from 80% up to 90%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65319
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Lintang Amurwaizzani
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai tiga pokok permasalahan yaitu prosedural pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sejauh yang telah ada di Indonesia, dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan dan manusia dan urgensi akan regulasi tentang Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dilihat dari kasus pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Sumurbatu, Bantar Gebang. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini bersifat yuridis normatif.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa belum ada prosedural yang maksimal dalam pengoperasian PLTSa di Indonesia dan apabila tidak dioperasikan dengan maksimal, PLTSa memiliki risiko pencemaran udara yang akan bedampak besar bagi lingkungan dan manusia. Kasus pembangunan PLTSa Sumurbatu dapat dijadikan salah satu alasan kuat timbulnya urgensi pembuatan regulasi khusus tentang PLTSa. Karena itu terdapat urgensi pembentukan regulasi khusus tentang PLTSa dan beberapa alternatif yang harus dilakukan untuk memastikan perlindungan lingkungan dari risiko pencemaran lingkungan oleh pengoperasian PLTSa.

ABSTRACT
This thesis discusses three main issues, namely the procedural management of Waste-to-Energy Plant as far as it has been in Indonesia, the impact on the environment and humans and the urgency of regulation concerning Waste-to- Energy Plant seen from the case of the construction of Sumurbatu Waste-to-Energy Plant, Bantar Gebang. The research method used in writing this thesis is normative juridical.
The results of this study indicate that there is no maximum procedure in Waste-to-Energy Plant operation in Indonesia and if Waste-to-Energy Plant is not operated optimally, Waste-to-Energy Plant has great risk of air pollution which will have a large impact on the environment and humans. The case of Sumurbatu Waste- to-Energy Plant can be used as one of the strong reasons for the emergence of the urgency of making special regulations concerning Waste-to-Energy Plant. Therefore, there is an urgency to establish a special regulation on Waste-to-Energy Plant and several alternatives that must be done to ensure environmental protection from the risk of environmental pollution by the operation of Waste-to-Energy Plant."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>