Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163070 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desi Isnayanti
"Latar belakang : Penalaran klinik merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang dokter. FK UMSU telah menerapkan metode problem based learning agar kemampuan berpikir kritis dan keterampilan penyelesaian masalah mahasiswa terbentuk. Sayangnya mahasiswa masih sering kesulitan untuk mengaplikasikan ilmunya saat berhadapan dengan pasien di pendidikan klinik. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukan terhadap rancangan pengajaran penalaran klinik melalui uji coba metode pengajaran penalaran klinik dengan menggunakan pasien simulasi pada pendidikan kedokteran tahap preklinik.
Metode : Desain penelitian adalah eksperimental, dilakukan pada mahasiswa angkatan 2012 FK UMSU dengan jumlah sampel sebanyak 36 orang. Sampel dibagi menjadi dua kelompok melalui randomisasi sistematik. Kelompok intervensi diberi simulasi pengajaran penalaran klinik, sedangkan kelompok kontrol belajar mandiri. Kedua kelompok diberikan pretes dan postes dalam bentuk script concordance test. Persepsi kelompok intervensi terhadap pengajaran dinilai melalui focus group discussion (FGD). Perbedaan rerata pretes dan postes dianalisis secara kuantitatif dengan uji t, sedangkan data FGD dianalisis secara tematik.
Hasil : Hasil uji t tidak berpasangan data prestes dan postes menunjukkan bahwa kemampuan penalaran klinik kelompok intervensi tidak lebih baik atau sama dengan kelompok kontrol (perbandingan data pretes yaitu t=0,921; df=34; α=0,363, sedangkan perbandingan data postes yaitu t =-0,249; df=32; α= 0,805). Selain itu, hasil uji t berpasangan menunjukkan bahwa tidak didapatkan perbedaan rerata pretes dan postes antara kelompok intervensi dan kontrol (rerata pretes dan postes kelompok intervensi adalah t=-0,113; df =17; α=0,911, sedangan kelompok kontrol adalah t= -1,231; df= 17; α=0,235). Secara keseluruhan, melalui intervensi dalam penelitian ini tidak ada perbedaan bermakna peningkatan kemampuan penalaran klinik kelompok intervensi setelah diberikan pengajaran penalaran klinik dengan simulasi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil analisis FGD menunjukkan bahwa mahasiswa belum memahami konsep penalaran klinik dengan baik. Namun, mahasiswa berpendapat metode pengajaran ini bermanfaat untuk mengajarkan keterampilan penalaran klinik. Adapun hambatan atau kesulitan yang dihadapi saat aplikasi pengajaran adalah kurangnya pengetahuan mahasiswa dan peran pasien simulasi dan fasilitator yang belum maksimal. Secara keseluruhan, mahasiswa menyambut baik metode pengajaran penalaran klinik dengan menggunakan pasien simulasi.
Kesimpulan : Mahasiswa yang mendapatkan pengajaran penalaran klinik dengan menggunakan pasien simulasi tidak lebih baik kemampuan penalaran kliniknya dibandingkan dengan mahasiswa yang belajar mandiri. Hal ini dapat terjadi karena keterbatasan penelitian dalam proses simulasi pengajaran. Metode pengajaran penalaran klinik dengan pasien simulasi dapat dilakukan di FK UMSU dengan memperbaiki segala aspek terkait proses pembelajaran di pendidikan tahap preklinik.

Background: Clinical reasoning is one of the skills that must be achieved by a medical doctor. Faculty of Medicine (FM) UMSU has implemented problem based learning method to develop critical thinking and problem solving skills. Unfortunately, the students still often feel difficult to apply their knowledge when dealing with patients in clinical training. This study aims to provide feedback to the current design of clinical reasoning teaching by testing a method using simulated patients in preclinical phase.
Method: An experimental study was performed among year 2012 students of FM UMSU with the total sample of 36 students. They were divided into two groups through systematic random sampling. The intervention group was given a clinical reasoning teaching method using a simulated patient, while the control group conducted self directed learning. Both groups were given pretest and postest with script concordance test format. The perception toward the teaching method of the intervention group was collected through focus group discussion (FGD). The mean difference between pretest and posttest data was analyzed using the T test, while FGD data was analyzed based on themes emerged strongly and consistently.
Result: The clinical reasoning skills of intervention group was not better or equal to the control group (the comparative of pretest data is t=0,921; df=34; α=0,363, while postest data is t =-0,249; df=32; α= 0,805). There was no difference in the mean of pretest and posttest between intervention and control groups (mean difference between pretest and posttest data of intervention group is t=-0,113; df =17; α=0,911, while control group is t= -1,231; df= 17; α=0,235). Overall, there was no significant difference in increased clinical reasoning skills of intervention group after being given a clinical reasoning teaching using simulated patient compared to the control group. The FGD data showed that students did not understand the clinical reasoning concept well. However, students thought this teaching method was useful for teaching clinical reasoning skills. The barriers encountered during implementation was the lack of knowledge of students and that the role of patients simulated and facilitators are not yet adequate. Overall, students had good perceptions on the clinical reasoning teaching method using simulated patient.
Conclusion: Clinical reasoning skills of students who experienced the clinical reasoning teaching method by using patient simulation were not better than students who studied independently. This was probably due to limitations in the detailed processes of implemented teaching method. The clinical reasoning teaching method using patient simulation can be potentially conducted at FM UMSU by overcoming limitations related to the learning processes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldeka Kamilia Mufidah
"Pendahuluan: Pendidikan dokter terdiri dari dua tahap pembelajaran, yaitu tahap akademik (preklinik) dan tahap klinik. Dosen yang ideal merupakan komponen terpenting dalam proses pembelajaran tersebut. Kedua tahap pembelajaran tersebut memiliki metode dan lingkungan pembelajaran yang berbeda sehingga diperkirakan terdapat perbedaan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik. Penelitian ini bertujuan membandingkan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik menurut persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang (cross sectional) ini menggunakan data primer yang diperoleh dari pengisian mandiri kuesioner yang valid dan reliabel (Cronbachs alpha 0.950). Sampel diperoleh secara cluster random sampling dari populasi mahasiswa tingkat tiga dan lima Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebanyak 200 orang. Data yang diperoleh dianalisis bivariat.
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa tahap akademik dengan klinik terhadap atribut dosen yang ideal yaitu atribut penuh persiapan (p 0.010), kompetensi klinis (p 0.028), bersikap tidak diskriminatif (p 0.001), pengajaran yang interaktif (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), dan memberikan tugas yang jelas dan sesuai topik (p0.005). Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa berjenis kelamin perempuan dengan laki-laki terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut profesionalisme (p 0.014) dan empati (p 0.010), serta terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa dari Jabodetabek dengan luar Jabodetabek terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut role model (p 0.027). Hasil analisis peringkat menunjukkan atribut dosen kedokteran yang ideal pada tiga peringkat teratas pada tahap akademik ialah profesionalisme, pengetahuan, komitmen terhadap perkembangan peserta didik, kejelasan, bersikap jujur, respek, mampu membimbing mahasiswanya dalam proses pembelajaran, dan keterampilan komunikasi yang baik. Sedangkan pada tahap klinik ialah pengetahuan, kompetensi klinis, respek, profesionalisme, mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk pembelajaran, ketulusan hati, kejelasan, dan bersikap jujur.
Diskusi: Pada tahap akademik, pembelajaran cenderung lebih terstruktur dan dominan kuliah, dengan lingkungan belajar yang formal sehingga dosen yang penuh persiapan dipersepsi sebagai dosen yang ideal. Sementara di tahap klinik, pembelajaran lebih bersifat experiential, mahasiswa dominan memelajari keterampilan klinik dengan lingkungan belajar tidak formal berupa lingkungan pelayanan kesehatan, sehingga kompetensi klinik dan pengajaran yang interaktif menjadi atribut yang ideal. Baik mahasiswa tahap akademik maupun mahasiswa tahap klinik memandang atribut terpenting yang harus dimiliki seorang dosen ideal adalah penguasaan pengetahuan, profesionalisme, kejelasan dan kualitas personal seperti jujur dan respek.

Medical education consists of two stages of learning, preclinical and clinical. An ideal medical teacher needs attributes for supporting learning process. Both stages have different environments of learning and learning methods, so that the ideal medical teachers attributes in both stages are estimated to be different. This study aims to compare the attributes of ideal medical teacher between preclinical stage and clinical stage according to medical students view in faculty medicine of Universitas Indonesia.
Method: This cross-sectional study using primary data with questionnaire which is valid and reliable (Cronbachs alpha 0.950). The sample was obatained by cluster random sampling from two groups, medical students in third years and fifth years of Faculty Medicine of Universitas Indonesia. Total 200 data were analyzed by bivariate analysis.
Result: The results of bivariate analysis showed that there were differences in perceptions between preclinical and clinical students on the ideal attributes of medical teacher, such as well-prepared (p 0.010), clinical competence (p 0.028), non-discriminative (p 0.001), interactive teaching (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), and provide clear and on-topic assignment (p 0.005). There are differences in perceptions between female and male students on the ideal attributes of medical teacher, such as professionalism (p 0.014) and emphaty (p 0.010) and there are differences in perceptions between students from Jabodetabek and outside Jabodetabek on the ideal attributes of medical teacher, such as role model (p 0.027).  The results shown that the ideal attributes of medical teacher based on top three in preclinic stage are professionalism, knowledge, commitment to the development of students, clarity, honest, respect, guiding students in the learning process, and good communicator skill. Meanwhile in clinical stages are knowledge, clinical competence, respect, professionalism, creating conducive atmosphere to learning, sincerity, clarity, and honest.
Discussion: In the preclinical stage, learning methods are more structured such as lectures with a formal learning environment, so that the well-prepared attribute is considered as ideal attributes for medical teacher. While in the clinical stage, learning methods are more experiential and students tend to be more in learning clinical skills with a non-formal learning environment, so that the clinical competent and interactive teaching attributes are considered as important attribute for medical teacher. Both students at the preclinical and clinical stages considered the attributes of knowledge, professionalism, clarity, and personal attributes such as honest and respect as the important attributes for ideal medical teacher.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalu Ahmad Gamal Arigi
"Latar Belakang: Pendidikan kedokteran dianggap sebagai salah satu pendidikan yang memiliki stressor tinggi. Banyaknya sumber stressor dari mahasiswa tersebut apabila tidak sejalan dengan strategi coping yang baik maka berdampak terhadap keinginan untuk menunda menyelesaikan tugas akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan dan perbandingan jenis penggunaan strategi coping dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa kedokteran tahap preklinik. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dilakukan pada 202 mahasiswa semester 2, 4, 6 Fakultas Kedokteran Universitas Mataram pada April 2023. Data didapatkan menggunakan instrument Brief Cope dan kuesioner Prokrastinasi akademik yang sebelumnya sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Hasil: Terdapat hubungan antara penggunaan strategi coping dengan prokrastinasi akademik mahasiswa kedokteran Preklinik dengan nilai p=0.002 (<0.05). Terdapat perbedaan nilai penggunaan strategi coping dan Prokrastinasi akademik pada mahasiswa semester 2, 4 dan 6 dengan nilai uji P pada nilai penggunaan strategi coping 0,008 (p<0,05) dan nilai prokrastinasi akademik sebesar 0,010 (p<0,05). Problem focused coping pada aspek planning dan jenis prokrastinasi akademik pada aspek penundaan dalam memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu 3.20 dan 2.55. Kesimpulan: Prokrastinasi akademik pada mahasiswa merupakan masalah yang sering terjadi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya yaitu strategi coping. Sehingga diperlukan pengembangan dan penerapan strategi coping yang efektif guna mengurangi prokrastinasi akademik dan meningkatkan prestasi akademik serta kesejahteraan mereka.

Background: Medical education is an education that has a high stressor. The many sources of stress for these students, if not accompanied by effective coping strategies, will have an impact on starting and delaying completing academic assignments. This study explores the relationship and comparison of coping strategies and academic procrastination in medical students at the preclinical stage. Methods: This study used a cross-sectional study design and was conducted on 202 students in grades 2, 4, and 6 of the Faculty of Medicine, University of Mataram, in April 2023. Data were obtained using the Brief Cope instrument and an academic procrastination questionnaire, which had been tested for validity and reliability. Results: There was a relationship between the use of coping strategies and academic procrastination in preclinical medical students, with p = 0.002 (<0.05). There are differences in scores using coping strategies and academic procrastination for students in grades 2, 4, and 6, with a P value of 0.008 (p<0.05) for coping strategies and 0.010 (p<0.05) for academic procrastination. Problem-focused coping on planning aspects and types of academic procrastination on aspects of delays in starting or completing assignments have the highest average scores of 3.20 and 2.55. Conclusion: Academic procrastination among students is a problem that often occurs. One of the factors that can influence it is the coping strategy. It is necessary to develop and implement effective coping strategies to reduce academic procrastination and increase academic achievement and welfare."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ansari Adista
"Latar Belakang:Presentasi kasus merupakan bagian dari experiential learning dalam Kolb's learning cylce yaitu dalam fase refleksi. Pelaksanaan presentasi kasus saat ini tidak optimal sehingga terjadi penurunan kualitas. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan persepsi antara peserta didik dan dosen klinik mengenai manfaat pelaksanaan presentasi kasus. Penelitian ini menggali secara mendalam proses pelaksanaan presentasi kasus dan mengidentifikasi kendala pelaksanaannya di rumah sakit pendidikan FK Unsyiah.
Metode: Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif, dengan rancangan studi kasus. Penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam terhadap 6 koordinator pendidikan dan 18 dosen klinik, Focus Group Discussion FGD terhadap 57 peserta didik, studi dokumen dan observasi dari 6 Bagian yang diteliti, yaitu Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Kesehatan Anak, Ilmu Bedah, Obstetri dan Ginekologi, Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Ilmu Penyakit Saraf. Data dianalisis melalui tiga tahapan yang meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil: Presentasi kasus merupakan metode pembelajaran yang sangat bermanfaat bagi peserta didik dan dosen klinik. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat kendala yang dapat mempengaruhi kualitas presentasi kasus. Kendala utama yang teridentifikasi dari dosen klinik adalah kurangnya waktu yang dialokasikan untuk pelaksanaan presentasi kasus. kendala dari peserta didik yaitu kesungguhan dalam mengerjakan dan pemahaman mengenai manfaat terhadap presentasi kasus. Kendala sarana dan prasarana berupa ruangan diskusi yang masih kurang serta format penyusunan dan format penilaian belum dimiliki oleh seluruh Bagian. Kendala dari rumah sakit berupa variasi kasus yang kurang bervariasi karena sistem rujukan bertingkat.
Kesimpulan: Kendala dalam pelaksanaan presentasi kasus harus menjadi bahan evaluasi bagi pengelola program pendidikan profesi dokter, agar manfaat presentasi kasus dapat maksimal diraih oleh peserta didik tahap klinik.

Background: Case presentation is a part of reflection in experiential learning in Kolb rsquo s learning cycle. Literatures demonstrates many benefits that students can reach with a good case presentation. But, there is a mismatch between clinical educators rsquo expectation and students rsquo perceptions of case presentation, so that the students cannot obtain an optimum benefits of case presentation. This research was conducted to explore in depth process of case presentation implementation and also to identify its implementation barriers in teaching hospital of Unsyiah Medical School.
Methods: Qualitative research with case study design was used for this research. Study casetheme used is case presentation implementation in Dr.Zainoel Abidin teaching hospital Banda Aceh. Data were taken using in depth interview with 6 education coordinators and 18 clinical teachers, focus group discussions with 57 students, observation, and documentation studies, from six departments. Followed by analysis through three stages including data reduction, data presentation, and conclusions.
Results: Case presentation is an useful and effective teaching method in clinical eduation. But, there were various barriers from clinical teacher, students, teaching hospital and learning support that can influence the benefit of case presentation identified. Factors identified in the clinical teachers are lack of time allotted. Factors identified in the students are lack of preparations about case presentation, and also lack understanding about case presentation method. Factors identified in the teaching hospitals are less variation of patients in some cases. Means of learning support in the form of modules containing learning outcomes and objectives clearly, form of assessment and also comfortable rooms supporting case presentation is yet exist.
Conclussion: There are various barrier factors of case presentation implementation which have been identified in this qualitative study. This barriers must becoming parameters on monitoring and program evaluation to improve the quality of a case presentation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ragatama Riyanto
"Latar Belakang Pandemi COVID-19 telah menyebabkan perubahan besar dalam pendidikan kedokteran, dengan masuknya berbagai metode pembelajaran daring, termasuk simulasi virtual dan gamifikasi. Penggunaan kedua metode tersebut disebutkan cukup baik dalam meningkatkan pembelajaran pada berbagai topik. Inovasi tersebut juga muncul untuk meningkatkan keberhasilan pembelajaran seperti pada pembelajaran pengobatan rasional (POR). Penelitian ini bertujuan sebagai asesmen awal untuk menggambarkan persepsi mahasiswa preklinik FKUI terhadap pembelajaran daring menggunakan simulasi virtual berbasis web dan gamifikasi yang nantinya akan menjadi dasar perancangan pada pembelajaran POR. Metode Penelitian ini dilaksanakan dengan menyebarkan survei daring dengan consecutive sampling. Pengumpulan data berlangsung sejak bulan Agustus–Desember 2022. Analisis data menggunakan NVIVO 12 secara kualitatif dengan analisis tematik. Hasil Berdasarkan hasil analisis tematik 282 mahasiswa preklinik FKUI, didapatkan tiga tema besar, yakni optimisme, pesimisme, dan netralitas pada persepsi terhadap simulasi virtual berbasis web dan gamifikasi. Optimisme meliputi persepsi positif pada simulasi virtual, sementara pesimisme meliputi persepsi negatif. Terdapat subtema pada masing-masing tema, seperti kebermanfaatan simulasi virtual, output pembelajaran, motivasi mahasiswa, karakteristik pembelajaran, realisme simulasi virtual, sarana dan prasarana penyelenggaraan simulasi virtual serta impresi terhadap simulasi virtual. Pada tema netralisme didapatkan satu subtema berupa familiaritas mahasiswa terhadap simulasi virtual. Kesimpulan Persepsi mahasiswa kedokteran terhadap simulasi virtual, baik berbasis web dan berbasis gamifikasi dalam pembelajaran penggunaan obat rasional (POR), bervariasi. Meskipun begitu, optimisme terhadap manfaat teknologi tersebut besar. Dengan implementasi H5P dan pesatnya perkembangan teknologi, simulasi virtual berpotensi untuk diterapkan ke depannya dalam pendidikan kedokteran, khususnya pembelajaran POR.

Introduction The COVID-19 pandemic has caused major changes in medical education, with the introduction of various online learning methods, including virtual simulations and gamification. The use of these two methods is said to be quite good in improving learning on various topics. This innovation also appears to increase learning success, such as in rational drug use learning (RDU). This research aims as an initial assessment to describe FMUI pre-clinical students' perceptions of online learning using web-based virtual simulations and gamification which will later become the basis for designing RDU learning. Method This research was carried out by distributing an online survey with consecutive sampling. Data collection took place from August–December 2022. Data analysis used NVIVO 12 qualitatively with thematic analysis. Results Based on the results of the thematic analysis of 280 FMUI pre-clinical students, three major themes were obtained, namely optimism, pessimism and neutrality in perceptions of web-based virtual simulations and gamification. Optimism includes positive perceptions of the virtual simulation, while pessimism includes negative perceptions. There are subthemes in each theme, such as the usefulness of virtual simulations, learning output, student motivation, learning characteristics, realism of virtual simulations, facilities and infrastructure for organizing virtual simulations and impressions of virtual simulations. In the theme of neutralism, one sub-theme was found in the form of students' familiarity with virtual simulations Conclusion Medical students' perceptions of virtual simulations, both web-based and gamification-based in learning rational drug use (POR), vary. Even so, there is great optimism regarding the benefits of this technology. With the implementation of H5P and the rapid development of technology, virtual simulation has the potential to be applied in the future in medical education, especially POR learning."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Rizky Arrumaisya
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi matriks terapung polimer kitosan-gum arab-Aloe vera dalam mengenkapsulasi kurkumin (KUR) dan Moringa oleifera (MO) serta pengaruhnya terhadap rilis ekstrak di dalam lambung yang dapat dimanfaatkan dalam pengobatan GERD. Matriks terapung kitosan-gum arab-Aloe vera yang mengandung KUR dan ekstrak MO dibuat menggunakan metode freeze-drying. Pada pembuatan matriks dilakukan, kedua ekstrak dilakukan penambahan hydroxypropyl-?-cyclodextrin (HP?CD) menjadi dispersi padat untuk ditingkatkan solubilitas ekstrak sehingga profil rilis zat aktif dalam cairan lambung juga dapat ditingkatkan. Variasi komposisi terbaik yaitu CGA1 dengan komposisi rasio kitosan:gum arab sebesar 2:1, kandungan Aloe vera sebesar 16,6% (per total polimer, w), kandungan dispersi padat 20% (per total polimer, w), yield 64,63%, loading actual 5,73 mg GAE/g matriks, persentase rilis kumulatif fenolik 61% pada jam ke-4, dan mampu mengapung selama 4 jam. Matriks CGA1 dimasukkan ke dalam kapsul HPMC sebagai alternatif bentuk sediaan obat oral dan mampu bertahan lebih dari 4 jam dalam media Simulated Gastric Fluid (SGF), memiliki persentase rilis kumulatif fenolik 40% pada jam ke-4, serta mengikuti kinetika rilis orde 0 yang ideal untuk pelepasan obat terkendali. Karakteristik matriks lainnya seperti scanning electron microscopy(SEM) dan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) diukur melalui pengujian.

This study aims to obtain the formulation of the floating matrix of chitosan-gum arabic-Aloe vera polymer in encapsulating curcumin (KUR) and Moringa oleifera (MO) and its effect on extract release in the stomach that can be utilized in the treatment of GERD. Floating matrix containing KUR and MO extract was made using freeze-drying method. In making the matrix, both extracts were added hydroxypropyl-?-cyclodextrin (HP?CD) into solid dispersion to increase the solubility of the extract so that the release profile of the active substance in gastric juices can also be improved. The best composition variation is CGA1 with a chitosan:gum arabic ratio of 2:1, Aloe vera content of 16.6% (per total polymer, w), solid dispersion content of 20% (per total polymer, w), yield of 64.63%, actual loading of 5.73 mg GAE/g matrix, phenolic cumulative release percentage of 61% at 4 hours, and able to float for 4 hours. CGA1 matrix is inserted into HPMC capsules as an alternative to oral drug dosage forms and can last more than 4 hours in Simulated Gastric Fluid (SGF) media, has a cumulative phenolic release percentage of 40% at the 4th hour, and follows order 0 release kinetics which is ideal for controlled drug release. Other matrix characteristics such as scanning electron microscopy (SEM) and Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) are measured through testing. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Paramadhina
"Latar belakang: Ujian lisan pada kedokteran merupakan ujian dimana satu atau lebih penguji memberikan beberapa pertanyaan kepada peserta ujian secara lisan. Ujian lisan dapat menguji kesiapan mental peserta ujian, investigasi serta manajemen pasien. Suatu penelitian menunjukkan bahwa orang yang memiliki (Indeks Prestasi Kumulatif) IPK tinggi memiliki kemampuan komunikasi yang rendah dan sebaliknya. Sedangkan salah satu keterampilan yang dinilai penting pada ujian lisan adalah keterampilan dari komunikasi mahasiswa. Di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), terdapat modul pre-internship dimana peserta didik diharapkan bertemu dengan kasus yang akan ditemukan ketika nantinya menjadi seorang dokter. Salah satu evaluasi yang dilakukan pada modul ini adalah ujian lisan. Ujian lisan diharapkan dapat melihat kesiapan mahasiswa. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat apakah terdapat korelasi antara IPK profesi dokter dengan nilai sumatif ujian lisan Orientasi Ilmu Kedokteran Komunitas (IKK) Modul Pre-Internship mahasiswa klinik FKUI
Metode: Studi ini merupakan studi potong lintang (cross-sectional) dengan teknik pengambilan sampel adalah total sampling (n = 179). Data yang dianalisis merupakan data sekunder yang didapatkan dari Departemen IKK FKUI. Data disajikan dalam bentuk data numerik dan dianalisis dengan menggunakan uji Spearman
Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi signifikan (p = 0.003) dengan sifat yang lemah (r = 0.223) antara IPK profesi dokter dengan nilai sumatif ujian lisan mahasiswa.
Kesimpulan: Terdapat korelasi yang bermakna antara IPK profesi dokter dengan nilai sumatif ujian lisan orientasi IKK Modul Pre-Internship mahasiswa klinik FKUI tahun ajaran 2020–2021. Penelitian ini membutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mungkin berpengaruh saat ujian lisan.

Introduction: An oral exam in medicine is an exam in which one or more examiners give several questions to the students orally. Oral exams can test the student’s mental readiness, investigation, and patient management. A study shows that people who have a GPA have low communication skills and vice versa. Meanwhile, one of the skills that is considered important in the oral exam is the student's communication skills. At the Faculty of Medicine, University of Indonesia (FMUI), there is a pre-internship module where students are expected to meet cases that will be found when they become a doctor. One of the evaluations carried out in this module is an oral exam. Oral exams are expected to see the readiness of students. Therefore, this study aims to see if there is a correlation between the GPA of professional doctors and the scores of the Community Medicine Orientation in Pre-Internship Module for FMUI’s clinical students.
Method: This study is a cross-sectional study with total sampling technique (n = 179). The data analyzed is secondary data obtained from the Community Medicine Department of FMUI. Data is presented in the form of numerical data and analyzed using Spearman's test
Result: This study shows that there is a significant correlation (p = 0.003) with a weak trait (r = 0.223) between the GPA of the medical profession and the summative score of the students' oral exams.
Conclusion: There is a significant correlation between the GPA of the medical profession and the summative score of oral exam in orientation of community medicine for the Pre-Internship Module of FMUI’s clinical students for the 2020-2021 academic year. This study requires further research on the factors that may affect the oral exam.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktavinda Safitry
"Latar Belakang: Kompetensi "mengambil keputusan terhadap dilema etika yang terjadi pada pelayanan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat" tercantum dalam SKDI 2005 sehingga harus ada dalam kurikulum dan dilaksanakan di dalam modul. Penerapan proses pengambilan keputusan etis (PKE) berkaitan dengan manajemen pasien, karena itu pembelajaran pada tahap klinis pendidikan kedokteran menjadi keharusan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses pembelajaran pengambilan keputusan etis di tahap klinispendidikan kedokteran di FKUI.
Metode: Penelitian merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan mengidentifikasi komponen Buku Kurikulum, Buku Rancangan Pengajaran modul praktik klinik, dan dokumen lain; wawancara mendalam pengelola program studi, pengelola modul, staf pengajar; serta Focus Group Discussion (FGD) pada mahasiswa.
Hasil: Tidak ada modul praktik klinik yang lengkap mencantumkan PKE dalam dokumen. Pengelola modul kurang memahami kompetensi PKE SKDI 2006. Sebagai klinisi, staf pengajar mampu mengidentifikasi dan mengambil keputusan penyelesaian dilema etika. Mahasiswa memahami PKE dan menemukan kasus berdilema etika dalam proses pembelajaran tahap klinik. Mahasiswa mendiskusikan dilema etika yang ditemui dengan residen dan/atau dokter penanggungjawab kasus. Mahasiswa memiliki prior knowledge yang didapat pada tahap preklinik.
Kesimpulan: Proses pembelajaran pengambilan keputusan etis di tahap klinis merupakan hidden curriculum.Perlu dilakukan peningkatan kapasitas staf pengajar di bidang teori etika kedokteran dan penyusunan modul agar PKE menjadi komponen tertulis dalam kurikulum.

Background: Ethical Reasoning is one of competency component stated in the ?2006 Indonesian Medical Doctor Competencies Standard? therefor it has to be taught in medical faculties. The competency should be stated in all documents related to the curriculum. The learning of ethical reasoning should be done in clinical years since it is related to patient's managements. This research was done to evaluate the ethical reasoning learning process in the clinical stage medical education in Faculty of Medicine University of Indonesia.
Method: This is a descriptive qualitative research which identifies the component of curriculum inside the curriculum documents; indepth interview to the module developer, module organizer, and teachers; and focus group discussion with clinical year medical students.
Result: Ethical Reasoning Competency was not written as the aim of any module, as seen in the Instructional Design of all documents. The module developer did not recognize this competency despite their daily practice of ethical reasoning. The students learnt ethical reasoning in clinical stage by observing the medical staff during their interaction with patient with ethical dilemma. The student were able to identify the cases based on their prior knowledge from previous stage.
Conclusion: Ethical reasoning learning process in clinical stage is part of hidden curriculum.Capacity building for faculty members in medical ethics theory and module development for the faculty member are needed to make the ethical reasoning process as a part of the curriculum.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharto
"Early clinical exposure kunjungan rumah sakit ( ECE-KRS) yang merupakan kegiatan integrasi pembelajaran i!mu dasar dan ilmu klinik diharapkan mampu memberi motivasi belajar, sosialisasl dan persiapan pendidikan profesi. Namun ECE-KRS tersebut tidak selalu berlangsung lancar antara lain karena faktor pada diri mahasiswa. Penelitian ini mencari faktor karakteristik mahasiswa yang berhubungan dengan hambatan pelaksanaan ECE-KRS.
Penelitian case control dengan kuestoner dilakukan dalam bulan April - September 2007 di FK Unair- RSU Dr. Soetomo Surabaya,. yang melibatkan mahasiswa preklinik Angkatan 2006, 2005 dan 2004. Pada tahap pertama diperoleh 482 mahasiswa terdiri 110 mahasiswa dengan ada persepsi hambatan (kasus) dan 352 tanpa persepsi hambatan {kontrol), yang kemudian dilakukan sampling, Diperoteh 58 sampel kelompok kasus dan 56 sampel kelompok kontrol. Tahap kedua bertujuan menganalisa 12 karakteristik mahasiswa yang dapat merupakan faktor dominan hambatan.
Analisa regresi logistik dan multivariat model Enter dan Stepwise menunjukkan faktor ikut tidaknya mahasiswa di organisasi setelah masuk Fakultas Kedokteran merupakan faktor yang dominan, Mahasiswa yang tidak ikut dalam organisasi akan mengalami hambatan 2,4 kati lebih besar dibanding mahasiswa yang ikut organisasi :Adjusted OR 2,44.
Hasil peneiitian ini menyarankan Fakultas Kedokteran untuk mendorong mahasiswanya berorganisasi, karena akan membantu kegiatan ECE KRS meningkatkan motivasi belajar, sosialisasi dan persiapan pendidikan Profesi. Juga meningkatkan program guidance dan counselling.

Early clinical exposure hospital visit (ECE-KRS) is an early introduction to cilinical work environment in hospitals for preclinical students. It will motivate the students i11 learning medicine, socialization and preparation for the professional education . However, the ECE program does not always run smoothly because of several factors within and outside of the students. This study is aimed at exploring the internal factors which influence the ECE implementation.
The case control study was conducted during April-Septembar 2007 in Medical Faculty- dr Soetomo Hospital Surabaya by recruiting the preclinical student from Angkatan 2006, 2005 and 2005. At the first stage, the number of respondents were 482 students, consisted of 110 people with obstacle perception (case) and 352 students without obstacle (control), The student sample consisted of 58 student from control group and 56 from case group.
The result was, among 12 characteristics being studied, analyzed by logistic regression and multivariate Enter and Stepwise model, the variable as a member in medical organization was dominant The student who didn't joint the medical organization after entered to medical faculty will have 2,4 time probability to have obstacle perception on ECE-KRS (,adjusted OR 2,44 (CI 95%: 1.02-5,60).
It is suggested that medical faculty should motivate the student to join the medical student organization, and utilize guidance and counselling program which will increase ECE-KRS usefulness to motivate the student in learning and professional education preparation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T31984
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoanita Widjaja
"Latar Belakang: Umpan balik merupakan komponen penting dalam pendidikan kedokteran yang dapat meningkatkan pembelajaran. Umpan balik pada tahap akademik memegang peran penting dalam pembelajaran konsep dasar untuk persiapan tahap klinik. Banyak faktor yang mempengaruhi efektivitas proses umpan balik ini, salah satu di antaranya yaitu aspek budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi aspek budaya dalam proses umpan balik pada peserta didik dan staf pengajar di pendidikan kedokteran tahap akademik.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Pengumpulan data dilakukan selama bulan Februari sampai Maret 2016 melalui Focus Group Discussion (FGD) peserta didik angkatan 2009 hingga 2014, observasi latihan KKD dan wawancara mendalam staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara (FK UNTAR). Hasil FGD dan wawancara dituliskan dalam bentuk transkrip verbatim, kemudian dilanjutkan dengan analisis tematik dan koding. Analisis hasil observasi dilakukan dengan analisis tematik. Selanjutnya dilakukan reduksi dan penyajian data.
Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan banyaknya faktor yang berperan dalam proses umpan balik, baik pada saat pencarian maupun pada saat penerimaan dan pemberian umpan balik yang selanjutnya akan menentukan efektivitasnya. Aspek budaya berperan dalam beberapa hal. Budaya collectivism, high power distance dan sopan santun berperan dalam perilaku mencari umpan balik. Budaya femininity, masculinity pada peserta didik, serta terdapatnya kompetensi budaya pada staf pengajar dan dipegangnya prinsip pendidikan nasional Indonesia, Tut Wuri Handayani, berkontribusi dalam efektivitas umpan balik.
Kesimpulan: Aspek budaya memegang peran penting dalam proses umpan balik. Peran budaya tampak pada perilaku mencari umpan balik dan merupakan faktor penting untuk meningkatkan efektivitas umpan balik. Institusi perlu meningkatkan kemampuan staf pengajar dan peserta didik dalam memaknai proses umpan balik yang sadar budaya. Kompetensi budaya merupakan salah satu kemampuan yang dapat mendukung hal tersebut. Selain itu, institusi perlu menyusun kebijakan untuk membudayakan umpan balik pada lingkungan pendidikan kedokteran.

Background: Feedback is an important element in medical education since it can improve learning. Feedback has a significant role in learning in basic concepts during undergraduate medical program as a preparation for learning in the clinical years. A lot of factors influencing feedback process effectiveness, one of them is cultural aspect. This research was aimed at exploring cultural aspect related to feedback process within medical students and faculty in undergraduate medical education program.
Method: A qualitative study using an ethnography approach was applied as a research method. Data collection was conducted between February and March 2016 through Focus Group Discussion (FGD) with 2009-2014 batch of medical, direct observation of skills teaching in clinical skills laboratory and in-depth interview with the faculty members of Faculty of Medicine Tarumanagara University. Thematic analysis and coding were used to analyze FGD and in-depth interview transcripts and also observational data. Data reduction and presentation were then conducted.
Results: The themes emerged are related to influencing factors in feedback-seeking behaviour, feedback process and feedback effectiveness. Cultural aspects play an important role at some points within the feedback process. Collectivism, high power distance and politeness are cultural aspects found in feedback-seeking behaviour. Femininity-masculinity in medical students along with cultural competence of faculty members and also the principle of ?Tut Wuri Handayani? (the identity of Indonesian national education) are contributing factors in feedback effectiveness.
Conclusion: Cultural aspects are the key to understand the influencing factors in feedback-seeking behaviour and feedback effectiveness. There is a need for medical education institution to encourage faculty and medical students‟ cultural awareness within the feedback process. Cultural competence is an important component fit for that purpose. Moreover, institution needs to set a policy in order to establish feedback culture in medical education.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55671
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>