Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107902 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahma Lestari Anggraini
"ABSTRAK
Tulisan ini mengkaji literatur dengan menggunakan teknik analisis diskursus pada 26 literatur yang membahas interaksi NGO negara maju dengan negara pendonor yang dipublikasikan pada tahun 1993 sampai dengan tahun 2015. Tulisan ini mengklasifikasikan literatur dengan membuat taksonomi isu utama dalam literatur yang terdiri dari isu diversifikasi pendanaan, mekanisme pendanaan, legitimasi NGO negara maju, dan mekanisme akuntabilitas.Kemudian di masing-masing isu, argumen penulis diklasifikasikan dengan menggunakan tipologi dependensi dan independensi.Temuan yang diperoleh dalam tulisan ini adalah 18 dari 26 literatur merepresentasikan pola interaksi NGO negara maju dependen terhadap negara pendonor.Interaksi NGO negara maju yang dependen dengan negara pendonor mendorong NGO melakukan konformitas pada sistem bantuan luar negeri negara pendonor dan mengurangi kekuatan NGO dalam pembangunan.Tulisan ini juga memberikan rekomendasi agenda riset agar diskursus interaksi NGO negara maju dengan negara pendonor diteliti dengan menggunakan teori daridisiplin ilmu politik dan memandang interaksi NGO negara maju dengan negara pendonor dari sudut pandang intervensi-otonomi.

ABSTRACT
This paper is a literature review that applies discourse analysis in reviewing literature about interaction between Northern NGOs and state-donor in foreign aid practice that were published in 1993 to 2015. This paper classifies the literature by making taxonomy of main issue discussed in the literature that comprised of diversification of funding, funding mechanism, Northern NGOs‟ legitimacy, and accountability mechanism. Then within each issue, each authors‟ arguments are classified using the typology of independency and dependency of NGO in the interaction with state-donor. 18 out of 26 literature reviewed in this paper showed that NGO are dependent to state-donor in the interaction. The dependency causes Northern NGO to conform to state-donor‟s foreign aid system and thus reduces NGO‟s strength in international development. This paper recommends further research that applies political theory on this issue and to see the interaction between Northern NGOs and state-donor using intervention-autonomy point of view."
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Thoolen, Hans
Boston: Martinus Nijhoff Publishers, 1986
323.4 THO h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Veni Yulianingsih
"Meta studi ini menelusuri praktik bantuan luar negeri Tiongkok di negara-negara berkembang yang mencakup wilayah Asia, Afrika, Amerika Latin & Karibia, dan Eropa Timur dan Tengah yang merupakan wilayah alokasi bantuan luar negeri Tiongkok menurut Buku Putih Tiongkok yang diterbitkan pada tahun 2011, 2014, dan 2021. Tulisan ini terbagi dalam tiga tema utama yaitu motif, karakteristik dan dinamika bantuan serta respons donor tradisional. Hasil penelusuran menemukan bahwa motif bantuan Tiongkok terutama diarahkan untuk mencapai kepentingan ekonomi yang mencakup perolehan sumber daya alam dan perluasan pasar Tiongkok, yang terjadi sejak 1980-an ketika Tiongkok melakukan internasionalisasi yang dicirikan dengan kebijakan yang lebih pragmatis. Dalam hal karakteristik bantuan, pragmatisme bantuan Tiongkok mencapai puncaknya setelah dikeluarkannya strategi going global pada akhir 1990-an, dengan bentuk bantuan yang beragam dan mulai menggabungkan antara bantuan dan investasi. Dalam hal dinamika serta respons donor tradisional, di wilayah Afrika kehadiran Tiongkok dianggap menantang donor tradisional, sementara di wilayah Asia Tenggara, Amerika Latin Karibia, Pasifik, dan Eropa Timur kehadiran bantuan Tiongkok masih menjadi perdebatan terkait anggapan tersebut. Adapun celah literatur tentang bantuan Tiongkok yang penulis temukan yaitu pembahasan terkonsentrasi ke wilayah Afrika dan minimnya pembahasan yang mengkritisi model bantuan Selatan-Selatan Tiongkok. Selain itu,  pembahasan bantuan luar negeri Tiongkok masih berfokus pada perspektif liberal dan minimnya studi yang membahas bantuan Tiongkok menggunakan perspektif lain terutama strukturalisme dan post-positivisme.

This meta-study explores China's foreign aid practices in developing countries covering the regions of Asia, Africa, Latin America & the Caribbean, and Eastern and Central Europe which are China's foreign aid allocation areas according to the China White Paper published in 2011, 2014 , and 2021. This meta-study is divided into three main themes, namely the motives, characteristics and dynamics of traditional donor assistance and responses. The search results found that the motive for Chinese aid was mainly directed at achieving economic interests which included acquiring natural resources and expanding China's market, which had occurred since the 1980s when China carried out internationalization characterized by more pragmatic policies. In terms of the characteristics of aid, China's aid pragmatism reached its peak after the issuance of the going global strategy in the late 1990s, with various forms of aid starting to combine aid and investment. In terms of the dynamics and response of traditional donors, in the African region the presence of China is considered to challenge traditional donors, while in the regions of Southeast Asia, Latin America, the Caribbean, the Pacific, and Eastern Europe, the presence of Chinese aid is still a matter of debate regarding this assumption. The literature gap on Chinese aid that the author found is that the discussion is concentrated on the African region and the lack of discussion that criticizes China's South-South aid model. In addition, the discussion of Chinese foreign aid still focuses on a liberal perspective and the lack of studies discussing Chinese aid using other perspectives, especially structuralism and post-positivism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: ASEAN National Secretariat of Indonesia, 1977
068.59 ASE (1);068.59 ASE (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Hamonangan
"Tesis ini membahas relasi antara Pemerintah Prancis sebagai aktor negara dan organisasi non-pemerintah sebagai aktor non-negara, dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri Prancis terhadap isu perubahan iklim global pasca Protokol Kyoto. Penulis menggunakan teori kebijakan luar negeri melalui pendekatan sosial untuk menjelaskan peran organisasi non-pemerintah di dalam dinamika struktrur domestik mengenai kebijakan iklim Prancis. Hasil kajian tesis ini menunjukkan bahwa di dalam sistem yang demokratis, organisasi non-pemerintah memiliki ruang untuk mempengaruhi pemerintah Prancis terkait kebijakannya terhadap perubahan iklim. Dalam konteks isu perubahan iklim di Prancis, organisasi non-pemerintah memiliki sebagai penyedia informasi dan kelompok lobi. Selain itu, organisasi non-pemerintah juga berupaya membuat perubahan normatif dengan membangun jejaring sesama organisasi non-pemerintah dan dengan pemerintah di tingkat lokal. Organisasi non-pemerintah juga menikmati hubungan kerjasama secara langsung bersama Pemerintah Prancis. Hal tersebut ditujukan guna menciptakan keselarasan antara tindakan negara dan masyarakat sipil di tingkat domestik Prancis dan juga kebijakan di tingkat internasionalnya. Penulis berpendapat bahwa kebijakan luar negeri Prancis dalam merespon isu perubahan iklim pasca Protokol Kyoto merupakan hasil pertemuan dari upaya pengambilan posisi kepemimpinan dalam negosiasi iklim internasional dan tujuan nasionalnya, di mana organisasi non-pemerintah memiliki peran sebagai aktor non-negara yang mendesak negara untuk dapat bertindak lebih maju dan selaras sesuai dengan kebijakan luar negeri yang responsif terhadap isu perubahan iklim, namun juga dengan tetap memperhatikan keadilan sosial dan keadilan ekonomi bagi masyarakat Prancis.

This thesis analyzes the relationship between French Government as a state actor and non-governmental organizations as non-state actors, in the process foreign policy making process on the issue of global climate change after the Kyoto Protocol. The author uses foreign policy theory through a social approach to explain the role of non-governmental organizations in the dynamics of domestic structures regarding French climate policy. The results of this thesis study show that in a democratic system, non-governmental organizations have room to influence the French government regarding their policies on climate change. In the context of climate change issues in France, non-governmental organizations have information providers and lobby groups. In addition, non-governmental organizations also try to make normative changes by building relationships between networks of non-governmental organizations and the government at the local level. Non-governmental organizations also enjoy direct cooperative relations with French government. It is intended to create harmony between the actions of the state and civil society at the French domestic level and also at the international level. The author argues that France's foreign policy in responding to the issue of climate change after the Kyoto Protocol is the result of a meeting of the interplay between taking leadership positions in international climate negotiations and its national goals, in which non-governmental organizations have a role as non-state actors who urge countries to act more advanced and aligned in accordance with foreign policies that are responsive to the issue of climate change, while continuing to pay attention to social and economic justice for the French citizen."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johan, Saravanamuttu
Kuala Lumpur: A Project Funded by the Asia Foundation, 1986
341.247 3 SAR a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nurrima Agustina
"Penelitian ini membahas mengenai bagaimana peran Indonesian Corruption Watch (ICW) sebagai Non-Governmental Organization (NGO) dalam menuntut hak atas keterbukaan informasi publik di bidang pendidikan kepada Lima Kepala SMP Induk di DKI Jakarta dan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat peran ICW dalam satu proses utuh penyelesaian sengketa informasi publik. Dalam menganalisis peran tersebut, penelitian ini menggunakan teori Claims-making oleh Joel Best dan Scott R. Harris dan secara khusus menggunakan dua bentuk tingkatan claims making process, yaitu Emergence of a Social Problems dan Legitimation, Mobilization, Plan of Action. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam dan dukungan literatur-literatur terkait. Berdasarkan hasil temuan, diketahui bahwa badan publik tidak melaksanakan kewajibannya dalam mengelola informasi dan memberikan pelayanan. Hal ini juga yang menyebabkan sengketa informasi publik terkait pengelolaan anggaran yang berhubungan dengan adanya korupsi sistemik dalam bidang pendidikan. Dalam proses penyelesaian sengketa informasi publik tersebut, ICW menjalankan perannya dan melakukan cara-cara secara formal maupun non-formal sebagai salah satu bentuk check and balances dengan tetap melakukan penguatan masyarakat sipil.

This study discusses how the role of the Indonesian Corruption Watch (ICW) as a Non-Governmental Organization (NGO) in demanding the right to public information openness toward the Five Principals of the Main Middle School in DKI Jakarta and the Head of the DKI Jakarta Education Department. The purpose of this study is to look at the role of ICW in an intact process of resolving public information disputes. In analyzing this role, this study uses Claims-making theory by Joel Best and Scott R. Harris and specifically uses two forms of claims making process levels, namely Emergence of a Social Problems and Legitimation, Mobilization, Plan of Action. This study used a qualitative method with in-depth interviews and support of related literature. This study found that the Public Agency does not carry out its obligations in managing information and providing services. This also causes public information disputes related to budget management related to systemic corruption in the education sector. In the process of resolving these public information disputes, ICW carries out its role and performs methods formally and informally as one form of checks and balances while continuing to strengthen civil society.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muslihudin Sharbinie
"Sumberdaya alam termasuk didalamnya sumberdaya hutan merupakan sumberdaya yang rentan terhadap konflik mengingat sumberdaya alam terikat dalam suatu lingkungan yang saling terkait. Suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh individu akan berdampak terhadap lingkungan baik lingkungan sendiri atau lingkungan di luar dimana ia berada; sumberdaya alam terikat dalam suatu ruang sosial dimana hubungan yang komplek dan tidak seimbang terjalin yaitu antara berbagai aktor sosial seperti eksportir hasil bumi; petani, etnis minoritas maupun pemerintah; sumberdaya alam yang tersedia cenderung berkurang karena adanya perubahan-perubahan lingkungan yang pesat, permintaan yang cenderung meningkat dan distribusi yang tidak merata ; pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan dalam cara-cara yang berbeda dan merupakan suatu simbol tertentu.
Karena faktor-faktor tersebut, konflik yang berkenaan dengan pengelolaan sumberdaya alam merupakan hal yang banyak ditemukan. Keadaan seperti itu terlebih lagi setelah berakhirnya Perang Dingin. Konflik dalam negara (intra-state conflict) terutama di negara-negara berkembang cenderung meningkat. Berbagai isu konflik muncul ke permukaan termasuk konflik yang berkenaan dengan isu lingkungan seperti konflik pengelolaan Hutan Lindung di Kabupaten Lampung Barat, Propinsi Lampung, Indonesia.
Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi konflik di Kabupaten Lampung Barat adalah dengan melakukan kerjasama dengan salah satu INGOs yaitu the International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF). Sejak tahun 2000 ICRAF telah melakukan mediasi dalam upaya mencari pemecahan konflik. Fenomena tersebut membuktikan bahwa sebagai aktor non-state INGOs memiliki peranan yang signifikan. Mediasi sebagai salah satu pendekatan pemecahan konflik memiliki potensi terhadap perubahan pada aktor-aktor yang terlibat konflik maupun pada kebijakan yang berlaku. Pertanyaannya adalah bagaimana peta konflik pengelolaan sumberdaya tersebut, apa dampak mediasi ICRAF terhadap kebijakan yang berlaku dan bagaimana implikasinya terhadap kebijakan pengelolaan sumberdaya Hutan Lindung di Kabupaten Lampung Barat di masa yang akan datang.
Peneltian ini bertujuan untuk mengkaji fenomena dampak mediasi ICRAF terhadap aktor-aktor yang terlibat konflik dan kebijakan pengelolaan Hutan Lindung di Kabupaten Lampung Barat. Untuk mengkaji fenomena tersebut digunakan perspektif pluralisme. Sebagai sebuah pendekatan pluralisme memandang bahwa gambaran hubungan internasional didasarkan pada empat asumsi pokok yaitu: Pertama, aktor non-negara, merupakan entitas yang penting dalam politik dunia. Organisasi internasional termasuk di dalamnya Non-Governmental Organisations (NGDs) misalnya dalam isu tertentu merupakan aktor yang independen. Mereka bukan hanya merupakan sebuah forum dimana negara-negara berlomba dan bekerjasama satu sama lain dengannya. Dalam organisasi internasional tertentu mereka memiliki kapasitas dalam hal menentukan agenda dan menyediakan informasi yang mampu mempengaruhi bagaimana suatu negara menentukan arah kebijakan tertentu. Kedua, bagi pluralis negara bukan merupakan aktor uniter. Negara merupakan aktor yang terdiri dari individu, kelompok kepentingan dan birokrat. Dalam pandangan pluralis, sebuah keputusan yang dibuat oleh suatu negara pada dasarnya merupakan sebuah keputusan yang sebenarnya dibuat oleh koalisi pemerintah, birokrat dan bahkan individu. Ketiga, bagi pluralis negara bukan merupakan aktor rasional. Pandangan ini bertentangan dengan asuinsi realis yang memandang bahwa negara merupakan aktor rasional. Keempat, bagi pluralis agenda politik internasional bersifat luas (ekstensif). Disamping isu keamanan negara isu-isu ekonomi, sosial, ekologi, perdagangan. moneter, energi, kelaparan dan degredasi lingkungan bagi pluralisme merupakan agenda internasional dan memerlukan pemecahan secara global.
Tesis ini membuktikan bahwa, mediasi ICRAF dalam pengelolaan konflik Hutan Lindung di Kabupaten Lampung Barat berdampak terhadap aktor dan kebijakan-kebijakan yang berlaku. Terbentuknya kelembagaan yang memiliki kapasitas dalam mengkaji potensi sumberdaya alam dan memiliki wewenang dalam memformulasikan kebijakan-kebijakan telah memungkinkan aktor terkait sebagai bagian yang turut menentukan arah kebijakan pengelolaan sumberdaya alam tersebut. Kepemilikan lahan (land tenure) dalam bentuk ijin HKm. (Hutan Kemasyarakatan) yang diberikan oleh pemerintah kepada petani merupakan salah satu indikator bahwa pemerintah telah menaruh kepercayaan kepada petani dalam pengelolaan sumberdaya tersebut. Adanya jaminan kepemilikan lahan, peningkatan kemampuan dalam pengelolaan konflik dan peningkatan teknologi pengelolaan sumberdaya tersebut akan memungkinkan terbentuknya satu sistem pengelolaan sumberdaya Hutan. Lindung yang sesuai dengan perspektif pandangan aktor-aktor terkait. Dengan demikian visi pembangunan kehutanan Kabupaten Lampung Barat yaitu untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari akan lebih mudah tercapai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14096
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>