Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92022 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Christella Natali
"Latar Belakang: Anestesia blok saraf perifer merupakan teknik anestesia untuk memfasilitasi operasi daerah ekstremitas atas atau bawah khusunya pada pasien dengan masalah medis berat. Anestesia blok saraf perifer bawah minimal memerlukan dua injeksi, yaitu pada pleksus lumbalis dan sakralis. Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya, didapatkan bahwa penyuntikkan 30 ml metilen biru pada ruang paravertebra lumbal 4 ternyata dapat menyebar ke ruang paravertebra L1 sampai S2. Berdasarkan penelitian tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui volume metilen biru yang dapat mencapai segmen L2 sampai S3 dengan teknik sekali injeksi.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode up and down. Jumlah sampel maksimal ditentukan 20 kadaver. Volume awal yang ditentukan adalah 40 ml. Interval antar volume ditentukan 10 ml. Bila penyebaran metilen biru pada volume 40 ml mencapai ruang paravertebra L2 sampai S3, maka kadaver selanjutnya menggunakan volume metilen biru 30 ml, namun bila tidak didapatkan penyebaran ruang paravertebra L2 sampai S3, maka kadaver selanjutnya menggunakan volume 50 ml. Penelitian akan dihentikan bila memenuhi satu dari tiga ketentuan yaitu hasil konstan tercapai, tidak didapatkan penyebaran ruang paravertebra L2 sampai S3 pada volume maksimal 80 ml dan jumlah maksimal 20 kadaver tercapai.
Hasil : Dari kelima volume metilen biru yang diteliti, tidak didapatkan penyebaran ruang paravertebra L2 sampai S3. Segmen penyebaran tertinggi metilen biru pada ruang paravertebra L1 dengan volume 60 ml. Penyebaran terendah metilen biru didapatkan pada S1 dengan volume 60 ml dan 70 ml. Penyebaran kontralateral didapatkan pada volume 40 ml dan 70 ml.
Simpulan: Dari kelima volume zat pewarna metilen biru 1% belum ada volume yang menghasilkan penyebaran ruang paravertebra L2 sampai S3, dengan demikian tidak didapatkan volume minimum.

Background: Peripheral nerve blockade is a technique to facilitate lower or upper extremities surgery, specifically in patients with severe comorbidities. Peripheral nerve blockade for lower extremity needs at least two injections, each for lumbal plexus and sacral plexus blockade. Referring to the previous Prawiro?s study in 2013, a single injection of 30 ml of methylene blue in paravertebral space of L4 resulted in an ipsilateral spread from paravertebral space of L1 up to S2. This study aimed to determine the minimum volume of methylene blue to spread from paravertebral space of L2 up to S3.
Objective: To determine the minimum volume in a single injection of 1% methylene blue to spread from paravertebral space of L2 up to S3 at paravertebral space of L4.
Methods: This study used ?up and down? method with maximum sample of 20 cadavers. The initial injection volume was 40 ml with an interval of 10 ml. If the initial injection in the first cadaver spread from paravertebral space of L2 up to S3, then the next volume for the second cadaver would be 30 ml. If the initial injection did not spread from paravertebral space of L2 up to S3, then the next volume for the second cadaver would be 50ml. The study stopped when one of the 3 conditions had been achieved, i.e. constant result after injection, a maximum volume of 80 ml did not spread from paravertebral space of L2 up to S2, and all 20 cadavers had been used.
Results: None of the volume spread from the paravertebral space of L2 up to S2. The highest spread was at level L1 using 60 ml with the lowest was at level S1 using 60 ml and 70 ml. We found contralateral spread after using 40ml and 70ml. There seemed to be no correlation between the injected volume and the range of spread in lumbar paravertebral space.
Conclusion: None of the volume in a single injection of methylene blue spread from paravertebral space of L2 up to S3."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eric Prawiro
"Latar Belakang: Blok psoas merupakan salah satu teknik anestesia untuk operasi ekstremitas bawah. Teknik blok psoas membutuhkan alat stimulator saraf atau USG untuk memfasilitasi prosedur blok tersebut. Belum semua rumah sakit atau instansi kesehatan memiliki alat tersebut. Blok paravertebral lumbal dapat dijadikan alternatif dari blok psoas karena dapat dilakukan dengan teknik blind. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebaran zat pewarna metilen biru 1% pada injeksi 1 titik di ruang paravertebral lumbal 4. Metode: Penelitian ini dilakukan pada 16 kadaver di kamar mayat bagian forensik RSUPN-CM. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dan sampel adalah kadaver segar yang memenuhi kriteria penerimaan dan tidak terkena kriteria penolakan atau pengeluaran. Penelitian dilakukan dengan menginjeksikan 30 ml zat pewarna metilen biru 1% di ruang paravertebral lumbal 4 menggunakan jarum blok pada posisi miring ke kanan. Kadaver kemudian dikembalikan ke posisi terlentang dan penyebaran zat pewarna didokumentasikan setelah otot psoas diinsisi. Analisis hasil penelitian menggunakan statistik deskriptif. Hasil: Kadaver yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah kadaver segar, tidak diawetkan, tinggi badan ≥ 150 cm, IMT ≤ 30 kg/m2, dan tidak dikenal. Kriteria pengeluaran adalah kadaver dengan kelainan skoliosis torakolumbal, jejas di area punggung dan pinggang, kasus kriminal, dan intoksikasi. Tidak ada kadaver yang dikeluarkan dalam penelitian ini. Penyebaran tertinggi ke arah sefalad mencapai lumbal 1 (6,25%) dengan rata-rata terbanyak pada lumbal 3 (50%). Penyebaran terendah ke arah kaudad mencapai sakral 2 (12,5%) dengan rata-rata terbanyak pada lumbal 5. Penyebaran ke arah kontralateral sebanyak 18,75%. Penyebaran paling sedikit pada 2 segmen (6,25%), paling banyak pada 5 segmen (12,5%), dan rata-rata terbanyak pada 4 segmen (43,75%). Ruang paravertebral lumbal 4 merupakan tempat utama penyebaran (100%), diikuti dengan segmen lumbal 3 (87,5%) dan lumbal 5 (87,5%). Kesimpulan: Injeksi 1 titik 30 ml zat pewarna metilen biru 1% pada blok paravertebral lumbal 4 dapat mencapai area pleksus lumbalis yang diinervasi oleh persarafan lumbal 2-4. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui volume dan lokasi injeksi yang optimal dan aman untuk menghasilkan penyebaran yang lebih baik pada persarafan pleksus lumbalis.

Background: Psoas block is one of the anesthesia techniques for lower limb surgery. Psoas block technique requires nerve stimulator or ultrasound to facilitate the procedure. Not all hospitals or health agencies have the tools. Lumbar paravertebral block can be used as an alternative to the psoas block because it can be done with a blind technique. This study was conducted to determine the spread of methylene blue dye injection 1% at one point in the fourth lumbar paravertebral space. Method: The study was conducted on 16 cadavers in the morgue forensic section RSUPN-CM. This study was an experimental study and the sample is fresh cadavers that meets acceptance criteria and not exposed to rejection or removal criteria. The study was conducted by injecting 30 ml of methylene blue dye 1% in the fourth lumbar paravertebral blocks using needle tilting to the right position. Cadaver then returned to the supine position and the spread of dye documented after psoas muscle incision. Analysis of the results of research using descriptive statistics. Results: Cadaver were included in this study were fresh cadaver, uncured, ≥ 150 cm height, BMI ≤ 30 kg/m2, and unknown cadaver. Exclusion criteria is cadaver with thoracolumbar scoliosis disorder, injury in the back and waist area, criminal cases, and intoxication. No cadaver that was removed in this study. The highest cephalad spread achieving 1st lumbar (6.25%) with the highest average in the 3rd lumbar (50%). The lowest caudad spread achieving 2nd sacral (12.5%) with the highest average in the 5th lumbar. Spread to the contralateral as much as 18.75%. The least spread is 2 segments (6.25%), the most spread is 5 segments (12.5%), and the highest average is 4 segments (43.75%). 4th lumbar paravertebral space is a prime spot spread (100%), followed by 3rd lumbar segment (87.5%) and the 5th lumbar(87.5%). Conclusion: Injection of 1 point 30 ml of methylene blue dye 1% at the 4th lumbar paravertebral block can reach the lumbar plexus area innervated by 2nd-4th lumbar innervation. Further research is needed to determine the volume and location of the optimal and safe injection to produce a better spread of the lumbar plexus innervation."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Partogi, Alexander Samuel
"Latar belakang: Blok paravertebral torakal merupakan salah satu modalitas dalam tatalaksana nyeri operasi daerah torakal. Terdapat beberapa pilihan teknik salah satunya teknik loss of resitance dan metode jumlah tempat penyuntikan. Penyebaran zat anestetik lokal pada blok paravertebral torakal masih merupakan kontroversi.
Metode: 14 kadaver segar yang menjalani pemeriksaan dalam di kamar jenazah, akan dipisahkan menjadi 2 kelompok penyuntikan. 7 kadaver dalam kelompok pertama akan mendapatkan penyuntikan zat pewarna metilen biru 1% 20mL blok paravertebral teknik loss of resistance 1 titik pada segmen T4. 7 kadaver dalam kelompok kedua akan mendapatkan penyuntikan zat pewarna metilen biru 1% masing-masing 10 mL blok paravertebral teknik loss of resistance pada 2 titik segmen T2 dan T5. Dinilai penyebaran zat pewarna pada segmen paravertebral ke arah kranial dan kaudal, interkostal, dan pada ruang pleura.
Hasil : Dijumpai zat pewarna metilen biru terpapar di ruang paravertebral pada semua kadaver. Pada kelompok 1 titik penyuntikan didapatkan median total segmen paravertebral yang terpapar zat pewarna metilen biru 1 % adalah 3 segmen (2-5 segmen) berbeda secara statistik bila dibandingkan kelompok 2 titik penyuntikan yaitu 5 segmen (4-5 segmen) (p=0,004). Didapatkan bahwa pada kelompok penyuntikan 1 titik median jumlah segmen interkostal yang terpapar zat pewarna metilen biru adalah 2 segmen (1-2 segmen) yang tidak berbeda secara signifikan dengan kelompok penyuntikan 2 titik yaitu 2 segmen (1-2 segmen) (p=0,591). Pada pemeriksaan dalam tidak didapatkan zat pewarna metilen biru (0%) di rongga pleura pada semua subjek kadaver.
Kesimpulan: Blok paravertebral teknik loss of resistance 2 titik penyuntikan dan 1 titik penyuntikan memberikan angka keberhasilan yang baik (100%). Blok paravertebral torakal teknik loss of resistance pada kadaver dengan dua titik penyuntikan memberikan pemaparan zat pewarna metilen biru pada segmen paravertebral yang lebih luas dibandingkan dengan satu titik penyuntikan dan tidak berbeda dengan penyebaran interkostal.

Background: Thoracic paravertebral block is one of modality in pain management for thoracic surgery area. There are several techniques such as the loss of resistance techniques and the total injection site. The spread of the local anesthetic agent on thoracic paravertebral block is still a controversy.
Methods: 14 fresh cadavers underwent examination at the mortuary, had been separated into two groups. 7 cadavers in the first group had received single injection of paravertebral block with loss of resistance technique using 20 ml methylene blue dye 1% at T4. 7 cadavers in the second group will get a dual injection paravertebral block with loss of resistance technique using methylene blue 1% 10 mL for each injection at T2 and T5. The spread of dye then were evaluated during dissection of cadaver at the cranial and caudal from injection site in paravertebral space , at intercostal and pleural space.
Results: Methylene blue dye was present in paravertebral space at all cadavers. Methylene blue dye was found spreading across median total 5 paravertebral segments (range, 4–5) in dual injection group, statistically different with single injection group (median 3 segments , range, 2-5 segments ,p= 0.004). Methylene blue dye was also found spreading in median 2 intercostal segments (range 1-2 segments) in dual injection group, not significantly different from single injection group (median 2 segments, range 1-2 segments, p = 0.591). In both group, there were no spreading of methylene blue dye found in pleural space.
Conclusion: Dual injection sites and single injection site of paravertebral block with loss of resistance technique on cadaver had shown good successful rate. Dual injection site thoracic paravertebral block with loss of resistance technique showed a statistically significant better spread of methylene blue dye at the paravertebral segments than the single point injection site thoracic paravertebral block in cadaver with no difference in intercostal spreading.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Claudia
"Limbah zat warna merupakan salah satu kontributor terbesar dalam terjadinya polusi air. Degradasi limbah zat warna menggunakan suatu fotokatalis perlu dilakukan untuk menangani permasalahan limbah tersebut. CuBi2O4 dan CuO merupakan suatu semikonduktor tipe-p berbasis oksida logam yang memiliki celah pita sempit, menunjukkan respons yang sangat baik terhadap cahaya tampak, dan dapat digunakan sebagai fotokatalis. Akan tetapi, kedua  material tersebut menunjukkan aktivitas fotokatalitik yang buruk akibat laju rekombinasi pasangan elektron dan hole yang cepat, sehingga sintesis material heterojunction dilakukan untuk mengatasi kekurangan ini. Komposit CuBi2O4/CuO disintesis dengan berbagai variasi rasio massa CuBi2O4:CuO (1:1, 1:2, dan 2:1) menggunakan metode grinding annealing. Lebih lanjut, CuBi2O4/CuO CuBi2O4, dan CuO yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi menggunakan instrumen XRD, FTIR, UV-Vis DRS, dan TEM. CuBi2O4 dan CuO menunjukkan celah pita sebesar 1,76 eV dan 1,55 eV. Perubahan nilai energi celah pita teramati ketika modifikasi dilakukan, yakni 1,73 eV, 1,70 eV, dan 1,59 eV. Pengujian aktivitas fotokatalitik terhadap metilen biru di bawah cahaya tampak selama 180 menit menunjukkan bahwa sintesis CuBi2O4/CuO efisien dalam meningkatkan aktivitas fotokatalitiknya dengan persentase degradasi sebesar 81,1%. Sedangkan CuO dan CuBi2O4 masing-masing menunjukkan persentase degradasi sebesar 73,3% dan 64,2%.

Dye waste is one of the biggest contributors to water pollution. Degradation of dye waste using a photocatalyst needs to be done to deal with this waste problem. CuBi2O4 and CuO are metal oxide-based p-type semiconductors that have a narrow band gap, responsive to visible light, and can be used as photocatalysts material. Synthesis of CuBi2O4 and CuO using solvothermal and hydrothermal methods was successfully carried out which was confirmed by XRD, FTIR, TEM, and UV-Vis DRS. CuBi2O4 and CuO show bandgap energy 1.76 eV and 1.55 eV, respectively. However, both materials exhibit poor photocatalytic performance due to the fast recombination rate of electron-hole pairs, so that the synthesis of heterojunction materials was carried out to overcome this deficiency. CuBi2O4/CuO composite was synthesis by grinding annealing method using various CuBi2O4:CuO mass ratios (1:1, 1:2, and 2:1). Furthermore, CuBi2O4/CuO composite were characterized using XRD, FTIR, UV-Vis DRS, and TEM. Changes in the value of the band gap energy observed when modifications were made to 1.73 eV, 1.70 eV and 1.59 eV. The heterojunction CuBi2O4/CuO showed an enhanced photocatalytic performance with 81,1% removal of methylene blue within 180 min of visible light irradiation, compared to the results obtained with the pristine materials. While CuO and CuBi2O4 only showed 73,3% and 64,2% removal of methylene blue within 180 min of visible light irradiation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Sarwono Sandi Agus
"Latar Belakang : Analgesia efektif dapat mengurangi morbiditas, mempercepat pemulihan, meningkatkan kondisi pasien dan mengurangi biaya rumah sakit. Teknik blok epidural sering digunakan untuk tatalaksana nyeri pascatorakotomi,namun beberapa keterbatasan ditimbulkan pada teknik ini. Teknik blok Paravertebral (PVB) dapat digunakan sebagai alternatif tatalaksana nyeri,pemasangan intraoperatif oleh dokter bedah Toraks Kardio Vaskular.
Metode : Penelitian eksperimental, consecutive sampling, 22 subjek, dilakukan torakotomi posterolateral elektif, di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta. Subjek dibagi menjadi kelompok 1 (PVB) dan kelompok 2 (epidural). Diberikan regimen anestesi blok yang sama di kedua kelompok. Skor nyeri VAS diukur saat pasien telah di ekstubasi, pada jam ke-24, 36, dan 48. Dilakukan pengukuran terhadap waktu mobilisasi duduk, komplikasi dan analgetik tambahan.
Hasil : Blok Paravertebral memberikan hasil lebih baik pada penilaian VAS jam ke-24 (p=0,029). Pada penilaian VAS jam ke-36 dan 48, tidak ada perbedaan signifikan dikedua kelompok. Pada pengamatan waktu mobilisasi didapakan kelompok1 lebih cepat mobilisasi (p=0,038). Pada pengamatan terhadap komplikasi dan penambahan analgetik tidak didapatkan perbedaan bermakna.
Kesimpulan : Teknik blok Paravertebral dengan kateter yang dipasang oleh dokter BTKV dapat digunakan dengan beberapa keuntungan untuk manajemen tatalaksana nyeri pada pasien pascatorakotomi.

Background : Analgesia can effectively reduce morbidity, recovery, emprove condition and reduce hospital cost. Epidural block is often used for pain treatment post thoracotomy, however, some limitation posed on this technique. Paravertebral block (PVB) can be used as an alternative to the treatment of pain, instalation intraoperatively by Cardio Vascular Thoracic Surgeon.
Method : Experimental research, consecutive sampling, 22 subjects, performed elective posterolateral thoracotomy, in General Hospital Persahabatan Jakarta. Subjects were divided into group 1 (PVB) and group 2 (epidural). Given same regimen block anesthesia in both groups. VAS pain scores measured when the patient has extubated, at 24 hr, 36, and 48. Do measures of mobilization time sitting, complication and additional analgetics
Results : PVB provides better result in VAS assessment 24 hr (p=0,029). On VAS assessment 36 hr and 48 h, there was no significant difference in both groups. Group 1 found faster mobilization (p=0,038). In observation of complications and additional analgetic not found significant differences
Conclusion : PVB with catheter, placed by surgeon can be used with multiple advantages for pain management in post thoraotomy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Abraham Ambril
"Nyeri punggung bawah memiliki prevalensi yang tinggi dan sangat berkaitan dengan proses degenerasi diskus intervertebralis. Magnetic Resonance Imaging MRI lumbal merupakan pemeriksaan yang terpenting dalam penilaian kelainan pada degenerasi diskus intervertebralis yang dapat dapat memperlihatkan herniasi diskus, stenosis kanalis spinalis, dan stenosis foraminal. Terdapat dua protokol potongan aksial, yaitu contiguous axial CA dan disc space-targeted angled axial DSTAA , yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Belum ada penelitian yang terpublikasi yang mendukung penggunaan teknik CA maupun DSTAA pada kasus degenerasi vertebra lumbal, oleh sebab itu penelitian ini akan meneliti tentang kesesuaian teknik CA dengan teknik DSTAA pada diagnosis herniasi diskus dan stenosis kanalis spinalis lumbal.Penelitian ini menggunakan desain potong lintang cross-sectional study untuk mengetahui kesesuaian teknik CA dan teknik DSTAA pada diagnosis herniasi diskus dan stenosis kanalis spinalis pada vertebra lumbal, yang dilakukan di Departemen Radiologi RSCM Jakarta selama bulan Agustus sampai September 2016, dengan jumlah sampel 22 subjek.Dari hasil penelitian ini didapatkan kesesuaian diagnosis herniasi diskus intervertebralis lumbal dan diagnosis stenosis kanalis spinalis lumbal antara teknik CA dengan teknik DSTAA. Penelitian ini menunjukkan penggunaan teknik DSTAA dapat dilakukan sebagai protokol pemeriksaan MRI lumbal di pusat layanan kesehatan yang memiliki jumlah pasien yang banyak.

Lower back pain has a high prevalence and is associated with the degeneration of intervertebral discs. Magnetic Resonance Imaging MRI examination of the lumbar is important in the assessment of abnormalities in the intervertebral disc degeneration and can be demonstrating disc herniation, spinal canal stenosis and foraminal stenosis. There are two axial protocols, contiguous axial CA and disc space targeted angled axial DSTAA , each of which has advantages and disadvantages. There are no published studies that support the use of DSTAA technique and CA technique at the lumbar spine degeneration cases, therefore, this study will examine the technical suitability CA with DSTAA techniques in diagnosis for disc herniation and lumbar spinal canal stenosis.This study used cross sectional design to determine the suitability of the CA technique and DSTAA technique at diagnosis for disc herniation and stenosis of the spinal canal in the lumbar spine, which is carried out in the Department of Radiology RSCM Jakarta during August to September 2016, with a sample of 22 subject.From the results of this study, there is suitability of the diagnosis of lumbar intervertebral disc herniation and lumbar spinal canal stenosis diagnosis between CA technique and DSTAA technique. This study shows that DSTAA technique can be used as a lumbar MRI examination protocol at health center that has a huge patient loads."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T57672
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najla Zulfikar
"Silika mesopori dapat digunakan sebagai material adsorben zat warna sebagai langkah pencegahan timbulnya permasalahan lingkungan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui bahwa limbah pertanian tongkol jagung telah berhasil dimanfaatkan sebagai prekursor silika dalam pembuatan silika mesopori, agar aplikasinya sebagai adsorben berbagai zat warna memiliki kinerja yang baik maka dibutuhkan adanya inovasi dalam proses sintesis mesopori silika berbahan dasar bio massa. Untuk mengetahui kondisi sintesis yang mampu menghasilkan silika mesopori dengan luas permukaan serta kapasitas adsorpsi yang tinggi maka pada penelitian ini dilakukan variasi rasio massa surfaktan Cetyltrimethyl ammonium bromide(CTAB)/Pluronic (P123) yang digunakan, yaitu; 0:1, 1:3, 1:1, dan 3:1. Kemudian silika mesopori yang terbentuk di karakterisasi dengan SAXS, SEM, BET, FTIR, dan spektrofotometri UV Visible. Silika mesopori yang disintesis pada penelitian ini memiliki volume adsorpsi antara 127 – 425 cc/g dan diameter pori antara 0,17 – 6,24 nm. Silika mesopori yang dihasilkan juga memiliki luas permukaan antara 127,47 – 425,12 m2/g kapasitas adsorbansi pada rentang 0,6 – 2,6 mg/g dan persentase penyerapan zat antara 6 – 26% setelah proses adsorpsi selama 3 jam. Pada penggunaan rasio Cetyltrimethyl ammonium bromide(CTAB)/Pluronic (P123)sebesar 1:1 dihasilkan luas permukaan, kapasitas adsorbansi, dan persentase penyerapan zat warna tertinggi. Penelitian ini membuktikan bahwa silika mesopori menyerap zat warna kationik lebih baik dibandingkan anionik dan memiliki potensi untuk dijadikan sebagai material adsorben berbasis bio massa

Mesoporous silica can be used as a dye adsorbent material as a measure to prevent environmental problems. Based on previous research, it is known that corncob agricultural waste has been successfully used as a silica precursor in the manufacture of mesoporous silica so that its application as an adsorbent of various dyes has good performance, innovation is needed in the synthesis process of mesoporous silica-based on biomass. To determine the synthesis conditions capable of producing mesoporous silica with a high surface area and adsorption capacity, this study carried out variations in the mass ratio of the surfactant Cetyl trimethyl ammonium bromide (CTAB)/Pluronic (P123) used, namely; 0:1, 1:3, 1:1, and 3:1. Then the mesoporous silica formed was characterized by SAXS, SEM, BET, FTIR, and UV Visible spectrophotometry. The mesoporous silica synthesized in this study had an adsorption volume between 127 – 425 cc/g and a pore diameter between 0.17 – 6.24 nm. The resulting mesoporous silica also has a surface area between 127.47– 425.12 m2/g, the adsorption capacity in the range of 0.6 – 2.6 mg/g, and the percentage of absorption of substances between 6 – 26% after the adsorption process for 3. Using Cetyl trimethyl ammonium bromide ratio (CTAB)/Pluronic (P123) of 1:1 resulted in the highest surface area, adsorption capacity, and percentage of dye absorption. This study proves that mesoporous silica absorbs cationic dyes better than anionic and has the potential to be used as adsorbent-based materials biomass."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ervita Shelvia Anggraeni
"Pada penelitian ini dilakukan fotodegradasi metilen biru dengan menggunakan katalis berbagai morfologi TiO2 (TiO2 nanocube dan TiO2 nanospindel) yang diintegrasikan dengan nanopartikel Au. Pengujian aktivitas fotokatalitik untuk degradasi metilen biru dilakukan dengan menggunakan sinar tampak. Hasil karakterisasi XRD membuktikan bahwa nanopartikel TiO2 nanocube dan TiO2 nanospindel memiliki struktur kristal tetragonal. Aktivitas fotokatalitik nanopartikel TiO2 mengalami peningkatan karena dapat aktif pada daerah sinar tampak setelah diintegrasikan dengan nanopartikel emas, didukung melalui hasil karakterisasi UV-Vis DRS yaitu nilai energi band gap pada kedua Au-TiO2 nanohybrids sebesar 3.3 eV. Studi aktivitas fotokatalitik TiO2 nanocube, TiO2 nanospindel dan Au-TiO2 nanohybrids diamati dengan reaksi degradasi metilen biru dibawah sinar tampak. Persentase degradasi pada konsentrasi 0.01 mM TiO2 nanocube yaitu 27,11%, TiO2 nanospindel sebesar 35,59 %, pada Au-TiO2 nanocube yaitu 40 %, dan Au-TiO2 nanospindel 55,67 % selama 1 jam waktu penyinaran. Perhitungan kinetika reaksi fotodegradasi metilen biru didapatkan bahwa Au-TiO2 nanohybrids mengikuti kinetika orde satu.

In this study photodegradation of methylene blue using Au-TiO2 nanohybrids, TiO2 nanocube, TiO2 nanospindel as catalyst. Photocatalytic activity test for degradation of methylene blue using visible light. Characterization with XRD proves TiO2 nanocube and TiO2 nanospindle have a tetragonal structure, Photocatalytic activity of TiO2 nanoparticles can be active in visible light radiation after it modified by Au nanoparticles, UV-Vis DRS has proven that nanohybrids have band gap energy of 3.3 eV. The study of photocatalytic activity TiO2 nanocube, TiO2 nanospindle, and nanohybrids Au-TiO2 were observed with methylene blue degradation using visible light radiation. Percentages of degradation at the concentration of 0,01 mM. TiO2 nanocube is 27,11%, TiO2 nanospindle is 35,59%, nanohybrids Au-TiO2 nanocube is 40% and nanohybrids Au-TiO2 spindle is 55,67% for 1 hour irradiation time.  In study of reaction kinetics shows that degradation of methylene blue followed the pseudo-first order kinetics."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogi Kristianto
"Komposit ZrO2/NGP dan ZrO2/graphene dengan masing-masing 5 massa dari NGP dan graphene telah disintesis dengan menggunakan metode sol-gel, dilanjutkan dengan metode kopresipitasi. Sampel tersebut dikarakterisasi dengan X-ray Diffraction XRD , Energy Dispersive X-ray EDX , Transmission Electron Microscopy TEM , Brunauer-Emmett-Teller BET , Fourier Transform Infrared FT-IR , UV-Visible Diffuse Reflectance UV-Vis dan Thermal Gravimetric Analysis TGA dalam rangka untuk menginvestigasi kristal struktur, komposisi atomic, morfologi, luas spesifik permukaan, mode vibrasi, nilai celah energi dan stabilitas panas dari komposit. Aktivitas catalytic dilakukan dengan menggunakan sinar ultraviolet photocatalytic , ultrasonic sonocatalytic dan gabungan antara ultraviolet dengan ultrasonic sonophotocatalytic sebagai sumber iradiasi pada proses degradasi limbah pewarna methylene blue MB . Hasil menunjukan bahwa ZrO2/graphene mampu menghadirkan kemampuan aktivitas catalytic dan adsorpsi yang lebih baik daripada ZrO 2/NGP dan ZrO2 pada proses degradasi MB. Pada aktivitas catalytic, ditunjukan bahwa sonophotocatalytic menghadirkan efisiensi terbagik, diikuti dengan sonocatalytic dan photocatalytic. Sebagai tambahan, efek dari, suhu kalsinasi, derajat keasaman pH , dosis katalis, konsentrasi MB, scavenger spesies aktif dan penggunaan kembali diinvestigasi dan hasilnya akan dibahas.

ZrO2 NGP and ZrO2 graphene composites with five weight percent 5 wt of NGP and graphene, respectively, where synthesized by sol gel method, followed by coprecipitation. The prepared samples were characterized by X ray Diffraction XRD , Energy Dispersive X ray EDX , Transmission Electron Microscopy TEM , Brunauer Emmett Teller BET , Fourier Transform Infrared FT IR , UV Visible Diffuse Reflectance UV Vis and Thermal Gravimetric Analysis TGA in order to investigate the crystal structure, atomic composition, morphology, specific surface area, vibration modes, bandgap energy value and thermal stability of the samples. The catalytic activities were performed using ultraviolet photocatalytic , ultrasonic sonocatalytic and the combination of ultraviolet and ultrasonic sonophotocatalytic as an irradation source in degrading methylene blue MB dye. The results showed that ZrO2 graphene could exhibit the best catalytic performance and adsorption than ZrO2 NGP and ZrO2 in degrading MB. In the catalytic activity, sonophotocatalytic exhibit the best catalytic performance, followed by sonocatalytic and photocatalytic. In addition, effect of contact time, calcination temperature, pH, catalyst dosage, MB concentration, scavenger of active species and reusability were investigated and the results were discussed."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S67787
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febby Widyasari
"Industri tekstil merupakan penyumbang terbesar limbah zat warna ke dalam air, contohnya zat warna metilen biru yang bersifat racun, karsinogenik, dan tidak dapat terurai secara alami. Salah satu teknik mengurangi kadar metilen biru adalah melalui degradasi secara fotokatalitik dengan menggunakan semikonduktor. CuBi2O4 merupakan semikonduktor tipe-p dengan celah pita yang sempit (1,5 – 1,8 eV) dapat digunakan sebagai fotokatalis untuk degradasi metilen biru karena memiliki respon cahaya tampak. Penambahan logam mulia Paladium (Pd) dapat meningkatkan kinerja aktivitas fotokatalitik CuBi2O4 karena dapat menekan rekombinasi pasangan e− dan h+. Penelitian ini, telah berhasil mensintesis CuBi2O4 melalui metode solvotermal, dan mensintesis nanokomposit Pd/CuBi2O4 dengan variasi perbandingan rasio mol Pd:CuBi2O4 (1:1, 1:2, dan 2:1) melalui metode presipitasi dan reduksi. CuBi2O4 dan Pd/CuBi2O4 hasil sintesis telah dibuktikan melalui karakterisasi dengan XRD, TEM, FTIR, dan UV-Vis DRS. Uji sifat katalis dilakukan pada larutan Metilen Biru dengan variasi penambahan massa katalis sebesar 5 mg, 10 mg, dan 15 mg, serta variasi kondisi (fotolisis dan adsorpsi). Persentase degradasi metilen biru paling optimum adalah pada katalis Pd/CuBi2O4 (2:1) 10 mg, yaitu sebesar 82,63% dengan laju degradasi 8,9 × 10-3 min-1.

Textile industry is the largest contributor of colorant waste into water, for instance, the toxic, carcinogenic, and non-biodegradable dye methylene blue. One of the techniques to reduce the concentration of methylene blue is through photocatalytic degradation using a semiconductor. CuBi2O4 is a p-type semiconductor with a narrow bandgap (1.5 - 1.8 eV) that can be utilized as a photocatalyst for methylene blue degradation due to its visible light response. The addition of the noble metal Palladium (Pd) can enhance the photocatalytic activity of CuBi2O4 by suppressing the recombination of electron-hole pairs (e− dan h+). In this research, CuBi2O4 has been successfully synthesized through the solvothermal method, and Pd/CuBi2O4 nanocomposites have been synthesized with various ratios of Pd:CuBi2O4 (1:1, 1:2, and 2:1) using the precipitation and reduction method. CuBi2O4 and Pd/CuBi2O4 synthesized products have been characterized using XRD, TEM, FTIR, and UV-Vis DRS. The catalytic properties test was performed on Methylene Blue solutions with varying catalyst masses of 5 mg, 10 mg, and 15 mg, as well as different conditions (photolysis and adsorption). The optimum percentage of methylene blue degradation was observed with the catalyst Pd/CuBi2O4 (2:1) 10 mg, which was 82.63%, with a degradation rate of 8,9 × 10-3 min-1."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>