Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58588 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Agustina
"This study was carried out to investigate the effect of 4NQO oral induction in oesophagus of male rat. Sixteen male Sprague Dawley rats were divided into three experimental groups and one untreated group as control. The experimental groups were applied with 0.5% 4-nitroquinoline 1-oxide on the dorsal mucosa of tongue thrice weekly for 8, 16 or 24 weeks, one brush stroke per application. At the end of the 36th week, all rats were sacrificed and the tongue and oesophagus were excised and fixed in 10% buffed formalin for 24 hours. The H&E sections were prepared for histological examination. The microscopial assessment showed that all rat tongues whether applied with 4NQO for 8, 16 or 24 weeks were identified having Squamous Cell Carcinoma (SCC). Microscopial examination of oesophagus indicated that 75% or the rats applied with 4NQO for 16 weeks showed hyperkeratosis, and 80% and 20% of the rats applied with 4NQO for 24 weeks showed malignancy changes and hyperkeratosis, respectively. No histological changes were detected either in the tongue or the oesophagus of the control rats. It was concluded that the effect of carcinogenic induction in oral mucosa caused malignant changes in oesophagus."
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, Faculty of Dentistry, 2005
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Budiawan Atmadja
"USG transabdominal dapat memainkan peranan didalam menilai derajat varises esofagus. Kriteria diagnostik yang diajukan Kishimoto dkk untuk menilai adanya varises esofagus melalui penilaian ketebalan dan ireguleritas dinding anterior esofagus dengan USG transabdominal dapat dipakai sebagai acuan dalam menilai derajat varises esofagus.

Transabdominal ultrasound can play a role in assessing the degree of esophageal varicose veins. Diagnostic criteria proposed by Kishimoto et al to assess the presence of esophageal varicose veins
through the assessment of the thickness and irregularity of the anterior wall of the esophagus with transabdominal ultrasound can be used as a reference in assessing the degree of esophageal varicose veins.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ismawati
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Proteasom adalah partikel subseluler yang berperan dalam degradasi protein intrasel. Dari kepustakaan diketahui bahwa konsentrasi proteasom serum pada penderita kanker meningkat dibandingkan individu normal. Belum diketahui apakah konsentrasi proteasom juga meningkat pada tahap prakanker. Telah dilakukan penelitian induksi karsinogenesis hati pada tikus Wistar dengan menggunakan N,2-Fluorenilasetamida (FAA) 40 lag. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati apakah terjadi perubahan konsentrasi proteasom dalam plasma dan jaringan hati pada tahap prakanker dan bagaimana efek pemberian tomat terhadap konsentrasi proteasom. Pada penelitian ini tikus dibagi menjadi 5 kelompok : kelompok kontrol 1(KKl) yaitu kelompok tikus yang hanya diberi akuabides, kelompok kontrol 2 (KK2) yaitu kelompok tikus yang diberi Pulvis Gum Arab (PGA) + minyak kelapa, kelompok kontrol 3 (KK3) yaitu kelompok tikus yang diberi emulsi tomat, kelompok perlakuan 1 (KP1) yaitu kelompok tikus yang diinduksi FAA dan kelompok perlakuan 2 (KP2) yaitu kelompok tikus yang diberi emulsi tomat dan diinduksi FAA. Pengamatan dilakukan dengan mengambil plasma dan jaringan hati setelah perlakuan selama 4 minggu dan 8 minggu. Dilakukan pengukuran konsentrasi proteasom dan pemeriksaan histopatologis jaringan hati untuk menilai derajat kerusakan hati. Pengukuran konsentrasi proteasom dilakukan dengan ELISA. Analisis hasil dilakukan dengan uji statistik Anava 1 arah, kecuali untuk konsentrasi proteasom plasma 4 minggu digunakan uji non parametrik Kruskal Wallis dengan batas kemaknaan p <0,05.
Hasil dan kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi proteasom plasma KP1 berbeda bermakna (p<0,05) dibandingkan kelompok kontrol dan KP2 setelah 8 minggu, sedangkan konsentrasi proteasom jaringan hati KP1 telah berbeda bermakna (p<0,05) dibandingkan kelompok kontrol dan KP2 sejak perlakuan 4 minggu. Pengamatan secara histopatologis menunjukkan adanya perubahan pada tahap prakanker pada perlakuan 8 minggu pada KP1 dan tidak pada kelompok yang lain. Dengan demikian hasil pengamatan konsentrasi proteasom pada tikus menunjukkan, bahwa peningkatan konsentrasi proteasom plasma terjadi pada tahap prakanker sementara peningkatan konsentrasi proteasom hati terjadi lebih dahulu daripada plasma dan kelainan histopatologisnya. Dari penelitian ini ternyata tomat memiliki efek protektif terhadap terjadinya karsinogenesis hati.

Proteasome is subcellular particle, which have role in degradation of intracellular protein. It is known that concentration of proteasome in serum cancer patients is higher than normal subject, but whether proteasome concentration increased at precancer is still unknown. This study was conducted to investigate the alteration of proteasome concentration during hepatocarcinogenesis induced by N, 2-Fluorenilacetamide (FAA) and protective effect of tomato. This research use rats that divided randomly into 5 groups: control group I (KKI), which only received bidistilled water, control group 2 (KK2), received Pulvis Gummi Arabic (PGA) + palm oil, control group 3 (KK3), received tomato emulsion, group of treatment I (KPI), which induced by FAA and group of treatment 2 (KP 2), induced by FAA and received tomato emulsion. The rats were sacrificed in the forth and eights week after treatment. Some parts of the liver were taken for histological examination and the rest were homogenized. Concentration of proteasome was determined from liver homogenats and plasma by ELISA method.
This study showed that proteasome concentration in plasma KP 1 is significantly increase compared to all control groups and KP 2 after 8 weeks, while concentration of proteasome in liver KP 1 significantly increase compared to all control groups and KP 2 after 4 weeks. Histological examinations showed signs of precancer only at KP 1 after 8 weeks treatment and not in other groups. This study suggested that proteasome concentration of rats? plasma were increased in precancer; elevation of liver proteasome were detected before alteration of liver cell occurred; and tomato emulsion has protective effect in liver carcinogenesis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novrida
"Tomat merupakan salah satu sayuran yang telah diketahui banyak mengandung antioksidan terutama likopen. Berdasarkan kepustakaan diketahui likopen merupakan antioksidan yang sangat potensial dalam meredam radikal bebas dan mengurang resiko kanker. Telah dilakukan penelitian tentang hambatan karsinogenesis dengan emulsi tomat pada tikus yang di induksi N-2-Fluorenilasetamida (FAA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek emulsi tomat dalam menghambat karsinogenesis yang diinduksi dengan FAA. Penelitian ini menggunakan 50 ekor tikus galur Wistar, berumur kurang lebih 3 bulan dengan berat badan berkisar 180 - 200 gram, yang dibagi secara acak dalam lima kelompok. Kelompok pertama (KK1), merupakan kelompok tikus yang hanya diberi aquades saja, kelompok kedua (KK2) diberi bahan pengemulsi terdiri dari pulvis gum arabic (PGA), minyak kelapa dan aquades, kelompok ketiga (KK3) diberi emulsi tomat, kelompok keempat (KPI) diberi FAA dengan dosis 40 ug/mL/hari. Kelompok kelima (KP2) diberi emulsi tomat dan FAA. Pemberian bahan perlakuan dilakukan melalui sonde lambung. Pengamatan terhadap plasma dilakukan setelah 2, 4, 6 dan 5 minggu perlakuan, sedangkan terhadap jaringan hati setelah 4 dan 8 minggu perlakuan. Sebagai parameter karsinogenesis dilakukan pengukuran kadar asam sialat plasma dan hati. Untuk mengetahui keadaan stres oksidatif dilakukan pengamatan terhadap kerusakan akibat radikal bebas serta senyawa antioksidan endogen seperti MDA, senyawa dikarbonil dan GSH plasma dan hati. Data yang diperoleh diolah secara statistik dengan menggunakan uji ANOVA.
Pada KP1 ditemukan peningkatan bermakna kadar asam sialat plasma pada minggu ke-4, peningkatan kadar MDA plasma dan hati pada minggu ke-2, peningkatan kadar senyawa dikarbonil plasma dan jaringan hati pada minggu ke-4 dan penurunau kadar GSH plasma pada minggu ke-4. Pada KP2 ditemukan kadar asam sialat, kadar MDA, kadar senyawa dikarbonil yang tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan semua kelompok kontrol baik dalam plasma maupun pada jaringan hati. Terdapat korelasi antara peningkatan kadar asam sialat plasma dengan peningkatan kadar MDA dan senyawa dikarbonil serta dengan penurunan kadar GSH plasma. Hal ini menunjukkan bahwa stres oksidatif dapat memicu terjadinya karsinogenesis. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa emulsi tomat dapat menghambat karsinogenesis melalui penghambatan stres oksidatif."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16230
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Herdian
"Karsinoma kolorektal merupakan salah satu kanker dengan beban penyakit yang tinggi di dunia. Berbagai penelitian mengenai efek anti-tumor vitamin D telah dilakukan sejak hubungannya dengan kanker kolorektal terungkap. Studi ini bertujuan untuk mencari secara sistematis penelitian mengenai efek anti-tumor vitamin D pada kanker kolorektal untuk memahami mekanisme molekuler di balik aktivitasnya. Sebuah tinjauan sistematis dilakukan dengan mencari di database elektronik PubMed untuk penelitian asli yang mempelajari efek pemberian vitamin D pada kanker kolorektal. Studi yang menyelidiki mekanisme di balik efek tersebut memenuhi syarat untuk evaluasi. Dua puluh tujuh studi dimasukkan untuk analisis dengan rentang tanggal publikasi dari 1987 hingga 2017. Studi in vitro dan in vivo mengungkapkan bahwa pemberian vitamin D mampu menekan proliferasi, menginduksi apoptosis, mempertahankan diferensiasi sel, mengurangi respons proinflamasi, menghambat angiogenesis, dan menghambat perkembangan metastasis. Penambahan kalsium ke suplementasi vitamin D juga ditemukan meningkatkan aktivitas anti-tumor vitamin D melalui cross-talk antara jalur pensinyalan mereka. Vitamin D dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan kanker kolorektal melalui jalur genomik (mengatur transkripsi gen pro- dan anti-tumor) atau non-genomik (mencegah aktivasi jalur pensinyalan pro-tumor secara langsung).

Colorectal carcinoma is one of the cancers with a high disease burden globally. Since its relationship with colorectal cancer has been revealed, various studies on the antitumor effect of vitamin D have been conducted. This study aims to systematically search for research on the anti-tumor effect of vitamin D on colorectal cancer to understand the molecular mechanism behind its activity. A systematic review was carried out by searching the PubMed electronic database for original research studying the effects of vitamin D administration on colorectal cancer. Studies investigating the mechanism behind these effects are eligible for evaluation. Twenty-seven studies were included for analysis with publication date ranges from 1987 to 2017. In vitro and in vivo studies revealed that administration of vitamin D could suppress proliferation, induce apoptosis, maintain cell differentiation, reduce pro-inflammatory responses, inhibit angiogenesis, and inhibit the development of metastases. The addition of calcium to vitamin D supplementation was also found to increase vitamin D anti-tumor activity through cross-talk between their signaling pathways. Vitamin D can inhibit the growth and development of colorectal cancer through genomic pathways (regulating transcription of pro- and anti-tumoral genes) or non-genomic (directly prevents activation of pro-tumor signaling pathways)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rustadi Sosrosumihardjo
"ABSTRAK
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan retardasi perkembangan
intrauterin (IUGR) masih merupakan masalah, khususnya di Indonesia, karena
menunjukkan angka kejadian yang tinggi dan pertu diturunkan. Malnutrisi pada
anak kurang dan 1 tahun terbanyak pada bayi BBLR. Penyebab gagal tumbuh
terbanyak pada bayi adalah masalah saluran cerna, terutama maldigesti,
malabsorpsi, dan diare kronik.
Pada penelitian dengan menggunakan hewan coba, didapatkan mukosa
usus halus hipotrofi dan normoplasi pada tikus malnutrisi. Keadaan normoplasi
tercermin dari kandungan DNA mukosa usus halus yang menetap pada
malnutrisi. Keadaan ini selain memperlihatkan bahwa usus halus dapat
mempertahankan jumlah selnya dalam menghadapi pembatasan nutrien, juga
memberi petunjuk bahwa akan dapat berkembang apabila mendapatkan
masukan nutrien yang cukup.
Apakah reatimentasi dapat memulihkan mukosa yang hipotrofi normoplasi
menjadi normotroti normoplasi? Apabila keadaan tersebut terjadi, apakah respon
pemulihan itu berbeda antara tikus yang diinduksi pada masa pranatal dan yang
diinduksi malnutrisi pada masa pascasapih? Penelitian ini berusaha menjawab
pertanyaan tersebut.
Metodologi
Penelitian eksperimental dengan desain post test-control group dilakukan
dengan menggunakan anak tikus jantan jenis Sprague-Dawley, dalam kurun
waktu April 2003 - Desember 2004. Delapan puluh ekor anak tikus jantan yang
dilahirkan dari 10 induk tikus berumur 8 minggu dengan berat badan antara 250-
300 gram, diberikan makanan baku yang lazim digunakan untuk penelitian.
Penelitian dibagi dalam 2 tahap : (1) induksi malnutrisi pranatal yaitu 3 minggu
pada masa gestasi, 3 minggu masa laktasi dan 3 minggu pascalaktasi, dan
induksi malnutrisi pascasapih selama 9 minggu dimulai segra setelah disapih;
dilanjutkan dengan tahap (2) Realimentasi selama 8 minggu. Pada setiap akhir
tahapan dilakukan nekropsi untuk memperoteh data. Data tersebut adalah (1)
kadar albumin serum, (2) ukuran badan (berat badan, panjang badan, Iingkar
dada), (3) ukuran usus (berat usus, panjang usus, diameter usus dan berat
mukosa), (4) morfologi usus halus (tebat mukosa, tinggi vilus, kedalaman kripta,
nisbah vitus/kripta, jumlah virus, kandungan protein, kandungan DNA, dan nisbah
protein/DNA), dan (5) aktivitas disakaridase (laktase, maltase, sukrase).
Hasil Penelitian
Berat badan tikus malnutrisi pranatal dan pascasapih yang direalimentasi lebih
tinggi dari tikus malnutrisi yang tidak direalimentasi, tetapi Iebih rendah dari tikus
kontrol. Semua parameter yang digunakan untuk menilai morfologi pada tikus
malnutrisi pranatal dan pascasapih yang direalimentasi lebih tinggi dari tikus
malnutrisi yang tidak direalimentasi, tetapi lebih rendah dibandingkan tikus
kontrol. Aktivitas spesifik disakaridase pada tikus malnutrisi pranatal yang
direalimentasi lebih tinggi dari tikus malnutrisi yang tidak direalimentasi, tetapi
lebih rendah dari nilai kontro. Sedangkan aktivitas spesifik disakaridase pada
tlkus malnutrisi pascasapih yang direalimentasi lebih rendah dari tikus malnutrisi
yang tidak direalimentasi, tetapi lebih tinggi dari nilai kontrol. Persentase
peningkatan beberapa parameter terhadap kontrol yaitu berat usus, berat
mukosa, dan kandungan protein mukosa usus halus tikus malnutrisi pascasapih
yang direalimentasi lebih tinggi dari tikus malnutrisi pranatal yang direalimentasi.
Kesimpulan
Malnutrisi tidak mengurangi populasi enterosit usus halus tikus. Realimentasi
dapat meningkatkan berat badan tikus malnutrisi pranatal dan pascasapih, tetapi
tidak mencapai berat badan tikus normal. Realimentasi pada tikus malnutrisi
pranatal dan pascasapih dapat memperbaiki hipotrotl mukosa usus halus tetapi
tidak mencapai nonnotroti Realimentasi pada tikus malnutrisi pranatal dapat
meningkatkan aktivitas disakaridase tetapi tidak mencapai nilai normal.
Realimentasi pada tikus malnutrisi pascasapin dapat me-ngaklbatkan perubahan
aktivitas disakaridase tetapi tldak mencapai nilai normal. Realimentasi pada tikus
malnutrisi pranatal dan pascasapih dapat memperbaiki maturitas mukosa usus
halus, tetapi tidak mencapai normal. Realimentasi pada tikus malnutrisi
pascasapih memberikan respon yang lebih baik daripada tikus malnutrisi
pranatal.

Abstract
Background
Low birth-weight infant and intrauterine growth retardation (lUGR) are still a
health problem, especially in Indonesia due to high prevalence and need to be
reduced. Malnutrition in infants are most common occur in low birth-weight
infants. The most common etiology of failure to thrive in infants is due to
gastrointestinal origin, particularly nutrient maldigestion and malabsorption, and
chronic diarrhea.
Malnutrition in rats resulted in hypotrophic and norrnoplastic mucosa of the
small intestine. The nomioplasia was reflected from persistent DNA content of
the intestinal mucosa in malnutrition. The finding was not only showed that small
intestine was able to maintain its cell number in condition with restriction nutrient,
however also suggested the posibility of epithelial regeneration if given the
adequate nutrient intake.
Did realimentation recover the hypotrophic normoplastic mucosa to
nonnotrophic normoplastic? lf so, will the recovery response be different between
rats with malnutrition induced in prenatal period and post-weaning period. The
study aim to answer the above question.
Methodology
Experimental animal study with post test-control group design was perfomied
using male litter of Sprague-Dawley rats, from April 2003 to December 2004.
Eighty male Sprague-Dawley rats bom from 10 female rats which were 8 week
old and body weight of 250-300 grams, was fed standard chow. The study was
divided into 2 phases: (1) prenatally-induced malnutrition, i.e. 3 weeks gestation
period, 3 weeks lactation period, and 3 weeks post-weaning period, and post-
weaning-induced malnutrition for 9 weeks starting right after weaning, continued
with phases (2) realimentation for 8 weeks. At the end of each phase, the rats
were sacrilied to obtain data. The data include (1) serum albumin level, (2)
physical parameters (body weight, body length, chest cirouimstance), (3) small
intestinal parameters (intestinal weight, length, diameter, and mucosal weight),
(4) small intestinal morphology (mucosal thickness, villus height, cryptus depth,
ratio of villus/crypt, number of villi, protein content, DNA content, ratio of
protein/DNA), and (5) disaocharidases (lactase, maltase, sucrase) activities.
Results
Both in pranatally and postweaning-induced malnutrition, the body weight of rats
in realimentation group was higher than non-realimentation group, but lower than
control group. All parameters to evaluate the morphology of rats with prenatally
and postweanlng-induced malnutrition in realimentation group were higher than
those of non-realimentation, but lower than control group. Specihc activity of
disaocharidases in rats with prenatally-induced malnutrition in realimentation
group was higher than those without realimentation, but lower than control. While
specific activity of disaccharidases in postweaning-induced malnutrition rats in
realimentation group was lower than those without realimentation, but higher
than control. After relimentation, percentage of increase from control values in
some parameters in realimentation rats (intestinal and mucosal weight, protein
content of intestinal mucosa) in postweaning-induced malnutrition rats was
higher compared to prenatally-induced malnutrition rats.
Conclusions
Malnutrition did not reduced the population of small intestinal enterocytes.
Realimentation was able to increase the body weight of rats in prenatally and
post-weaning-induced malnutrition, but the increase did not reach the nom1al
body weight. Realimentation in rats in prenatally and postweaning-induced
malnutrition was able to improve the hypotrophy of small intestinal mucosa but
not fully recover to nomiotrophic state. Realimentation in rats in prenatally-
induced malnutrition was able to increase the disacxsharidases activities but not
to the nom'|al values. Realimentation in rats of postweaning-induced malnutrition
was able to decrease the disaccharidases activities, but not to nom1al values.
Realimentation was able to improve the maturity of small intestinal mucosa of
rats in prenatally and postweaning-induced malnutrition, but did not reach the
nomtal values. Realimentation in rats of postweaning-induced malnutrition
showed better responses than rats of prenatally-induced malnutrition."
2005
D715
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anasya Diandra Atmadikoesoemah
"Latar Belakang: Hibiscus sabdariffa Linn dikenal sebagai herbal yang memiliki efek antioksidan dan antiinflamasi. Inflamasi merupakan salah satu mekanisme terjadinya diabetes mellitus, sebuah penyakit metabolik yang terjadi akibat gangguan pada insulin dan fungsi sel beta pancreas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi Hibiscus sabdariffa Linn. terhadap kadar HOMA-IR (Homeostasis Model Assessment-Insulin Resistance) dan Interleukin-6 pada kondisi diabetes mellitus.
Metode: Dua puluh empat tikus Sprague-Dawley ditempatkan secara acak menjadi enam kelompok; kontrol normal, normal dengan 200mg/kgBB Hibiscus, normal dengan 500mg/kgBB Hibiscus, kontrol diabetes, diabetes dengan 200mg/kgBB Hibiscus, dan diabetes dengan 500mg/kgBB Hibiscus. Hibiscus sabdariffa Linn diberikan selama 5 minggu kepada kelompok Hibiscus, dan sampel darah dari tiap kelompok diambil untuk menilai kadar gula darah, insulin, dan IL-6. Kadar IL-6 diukur menggunakan ELISA. HOMA-IR dicek menggunakan tes non-parametrik Kruskal-Wallis dan IL-6 dicek menggunakan one-way ANOVA untuk menilai signifikansi statistik.
Hasil: Tikus di kelompok diabetes yang diberikan 200mg/kgBB dan 500mg/kgBB Hibiscus memiliki nilai HOMA-IR dan kadar IL-6 yang lebih rendah walau tidak ada signifikansi statistik antar kelompok HOMA-IR (p= 0.127) dan IL-6 (p = 0.760).
Kesimpulan: Penelitian ini tidak menghasilkan signifikansi statistik terhadap penurunan HOMA-IR dan IL-6.

Introduction: Hibiscus sabdariffa Linn. is known as one of the herbs that possess antioxidant and anti-inflammatory benefits. Inflammation has been long suggested to be one of the pathophysiology of diabetes mellitus, a metabolic disorder that is rooted from insulin impairment and beta cell dysfunction. This study objective is to explore the antiinflammatory effect of Hibiscus sabdariffa Linn towards HOMA-IR (Homeostasis Model Assessment-Insulin Resistance) and Interleukin-6 in diabetes mellitus condition.
Methods: Twenty four Sprague-Dawley rats were randomly allocated into six different group; normal control group, normal with 200mg/kgBW of Hibiscus, normal with 500mg/kgBW of Hibiscus, diabetic control, diabetic with 200mg/kgBW of Hibiscus, and diabetic with 500mg/kgBW of Hibiscus. Hibiscus sabdariffa Linn. was administered for 5 weeks for the Hibiscus group, and the blood samples of each group are drawn to obtain blood glucose, insulin, and IL-6. IL-6 level was measured using ELISA kit. HOMA-IR statistical significance was checked using non-parametric Kruskal-Wallis test and IL-6 statistical significance was calculated using one-way ANOVA.
Results: Rats in diabetic group that are treated with 200mg/kgBW and 500mg/kgBW had lower value of HOMA- IR and IL-6 although there were no statistical significance between both HOMA-IR (p = 0.127) and IL-6 (p = 0.760) group.
Conclusion: This study does not yield statistically significant decrease of both HOMA-IR and IL-6.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risti Sifa Fadhillah
"Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian fortifikan Fe fumarat dalam susu kedelai terhadap kadar zat besi plasma darah tikus (Rattus norvegicus L.) jantan galur Sprague-Dawley. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri atas 25 ekor tikus putih jantan yang dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu KK 1 yang diberi larutan CMC 0,5%; KK 2 yang diberi larutan CMC 0,5% dan susu kedelai tanpa fortifikan; dan KP 1, 2, dan 3 yang diberi larutan CMC 0,5% dan susu kedelai dengan fortifikan Fe fumarat dosis 1,35 mg Fe/ kgBB, 2,7 mg Fe/ kg BB, dan 5,4 mg Fe/ kgBB selama 21 hari berturut-turut. Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-0 dan setelah pencekokan hari ke-21. Darah dipreparasi menggunakan destruksi basah lalu ditentukan kadar zat besinya dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Hasil uji ANAVA satu arah (P < 0,05) menunjukkan pengaruh nyata pemberian fortifikan Fe fumarat dalam susu kedelai terhadap kadar zat besi antar kelompok perlakuan. Peningkatan kadar zat besi tertinggi terjadi pada KP 1 yaitu sebesar 27,90% terhadap KK 1 dan 17,49% terhadap KK 2.

The effect of Fe fumarate fortificant addition in soy milk intake on plasma iron concentration of male Sprague-Dawley rats (Rattus norvegicus L.) had been studied. By using Complete Random Design (CRD), twenty five rats were divided into five groups, consist of normal control group (KK 1) which was administered with CMC 0.5% solution, treatment control group (KK 2) which was administered with CMC 0.5% solution and unfortified soy milk, and three treatment groups which were administered with soy milk added with fortificant Fe fumarate 1.35 mg Fe/kgbw (KP 1); 2.7 mg Fe/kgbw (KP 2); and 5.4 mg Fe/kgbw (KP 3). All of the five groups were treated for consecutive 21 days. The plasma iron concentration was measured by Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). One way ANOVA test and post-hoc LSD test (P < 0.05) showed significant effect of fortificant Fe fumarate addition in soy milk intake on plasma iron concentration in all treatment groups. The highest increase of plasma iron concentration was detected on KP 1, which is 27.90% to KK 1 and 17.49% to KK 2."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65436
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azhoma Gumala
"ABSTRAK
Nanopartikel emas telah diteliti untuk sistem penghantaran tertarget obat sitotoksik.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan hasil karakterisasi dan biodistribusi dari
konjugat trans-resveratrol-PEG-Asam Folat-Nanopartikel Emas. Nanopartikel emas
disintesis dengan reduksi HAuCl4 menggunakan natrium sitrat. Nanopartikel emas
dikonjugasikan dengan PEG-FA dan resveratrol membentuk konjugat resveratrol-PEGAsam Folat-Nanopartikel Emas (rsv-PEG-FA-AuNP). Karakterisasi konjugat rsv-PEG-FAAuNP dilakukan dengan pengukuran partikel, zeta potensial, FTIR, UV, dan TEM. Studi biodistribusi pada tikus Sprague Dawley betina sehat dilakukan setelah 90 menit pemberian injeksi konjugat rsv-PEG-FA-AuNP melalui vena ekor. Hasil karakterisasi rsv-PEG-FAAuNP diperoleh nilai diameter rata-rata nanopartikel dan zeta potensial rsv-PEG-FA-AuNP 249,03 ± 10,31 nm dan -36,33 ± 3,12 mV. Pada uji biodistribusi ditemukan konjugat rsv-PEG-FA-AuNP di ginjal (1,90 ± 0,20 μg/g) dan limfa (2,65 ± 1,18 μg/g) setelah 90 menit pemberian iv, namun resveratrol bebas tidak ditemukan di darah, ginjal, dan limfa setelah 90 menit pemberian iv. Konjugat rsv-PEG-FA-AuNP pada sirkulasi sistemik ditemukan pada waktu yang lebih lama dibandingkan dengan resveratrol bebas dan distribusinya tersebar pada organ otak, ginjal, limpa, hati, dan paru.

ABSTRACT
Gold nanoparticles had been studied for active targeting purpose of cytotoxic agent. This study was presenting the result of characterization and biodistribution of trans resveratrol-PEG-Folic Acid-Gold Nanoparticle conjugates rsv-PEG-FA-AuNP. Gold nanoparticles were generated by reduction of HAuCl4 using sodium citric. Rsv-PEG-FA-AuNPs were produced by conjugation of gold nanoparticles with PEG-folic acid and resveratrol.
Characterization of rsv-PEG-FA-AuNP conjugates were held by examination of particle size, zeta potential, FTIR, and TEM. Biodistribution study in female Sprague-Dawley rats conducted after 90 minutes i.v tail vein delivery of rsv-PEG-FA-AuNP conjugates. The mean particle size and zeta potential of rsv-PEG-FA-AuNP were 249.03 10.31 and -36.33
3.12 respectively. Transmission electron microscopy showed almost spherical shape of rsv-PEG-FA-AuNP conjugates. Rsv-PEG-FA-AuNP conjugates were found in kidney 1.90 0.20 μg/g and spleen 2.65 1.18 μg/g after 90 minutes i.v. delivery in female Sprague-Dawley rats. Resveratrol-PEG-FA-AUNP conjugates have longer systemic circulation than free resveratrol and restrained throughout brain, spleen, kidney, lung, and liver after distribution.
"
2019
T54536
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Safrina
"Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh fortifikan NaFeEDTA dalam tepung tahu terhadap jumlah sel darah merah tikus putih Rattus norvegicus L. jantan galur Sprague-Dawley. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL , terdiri atas 25 ekor tikus putih jantan yang dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu KK 1 yang diberi larutan CMC 0,5 ; KK 2 yang diberi CMC 0,5 dan suspensi tepung tahu tanpa fortifikan; dan KP 1, 2 dan 3 diberi CMC 0,5 dan tepung tahu dengan fortifikan NaFeEDTA dosis 2,7 mgFe/kgBB; 5,4 mgFe/kgBB; dan 10,8 mgFe/kgBB selama 14 hari. Pengambilan darah dilakukkan pada hari ke-0 dan setelah perlakuan pada hari ke-14. Jumlah sel darah merah dihitung menggunakan alat hematology analyzer. Hasil uji ANAVA satu arah P < 0,05 menunjukkan pengaruh nyata pemberian fortifikan NaFeEDTA dalam tepung tahu terhadap jumlah sel darah merah antar kelompok perlakuan. Hasil uji LSD P < 0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah sel darah merah yang nyata antara KK 1 dengan semua kelompok perlakuan KP 1, KP 2 dan KP 3 ; KK 2 dengan semua kelompok perlakuan pada t14 dan antar semua kelompok perlakuan. Peningkatan jumlah sel darah merah tertinggi terjadi pada KP 2 yaitu 22,26 terhadap KK 1; dan 20,24 terhadap KK 2.

The effect of fortificant NaFeEDTA inserted in tofu flour intake on red blood cell count in male Sprague Dawley rats Rattus norvegicus L. has been studied. Twenty five rats were divided into five groups, consist of normal control group KK 1 which was administered with CMC 0,5 , treatment control group KK 2 which was administered with CMC 0,5 and tofu flour non fortificant, and three treatment groups which was administered with CMC 0,5 and tofu flour added with fortificant NaFeEDTA 2,7 mgFe kgbw KP 1 5,4 mgFe kgbw KP 2 and 10,8 mgFe kgbw KP 3 . All the five groups were treated for 14 consecutive days. Red blood cell count was measured by automatic hematology analyzer. One way ANOVA test P 0,05 showed significant effect of fortificant NaFeEDTA inserted in tofu flour intake red blood cell count in all treatment groups. LSD test P 0,05 showed that the red blood cell count significantly different between KK 1 towards all treatment groups KK 2 towards all treatment groups and all the treatment groups. The highest increase of red blood cell count was detected on KP 2 at t14 which is 22,26 to KK 1 and 20,24 to KK 2. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68177
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>