Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19286 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The use election result data enables us to examine the relationship between candidates' expenditures and the share of votes they won in the election. Therefore, an empirical investigation can utilize a large cross-sectional sample of observations of the same product, or candidates."
330 JER 15:3 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Darawijaya
"Penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi pengaruh uang yang diterima oleh kandidat pemilu sebagai sumbangan dana kampanye dan faktor-faktor lain terhadap keterpilihan kandidat pemilu melalui studi kasus pemilu legislatif Indonesia 2014. Estimasi dilakukan dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dan Logistic Regression untuk mengukur pengaruh uang dan faktor-faktor lainnya terhadap perolehan suara dan peluang keterpilihan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa uang memberikan pengaruh positif terhadap keterpilihan, sedangkan faktor-faktor lainnya hanya beberapa variabel yang memiliki pengaruh positif terhadap keterpilihan, seperti incumbency status, umur, jenis kelamin, tempat lahir, dan pekerjaan.

This study was conducted to estimate the effect of money received by election candidate as campaign funds and other factors on candidate's electability through a case study of Indonesian legislative election of 2014. The estimation was conducted by using Ordinary Least Square method and Logistic Regression method. The results demonstrate that campaign donations have a positive effect on the electability, while only a few of other variables that have effects on electability, such as incumbency status, age, gender, place of birth, and job.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Idris Sandiya
"Suksesi melalui proses pemilihan umum merupakan momen penting bagi kelangsungan demokrasi, begitu pula menjadi momen yang rawan terjadi penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, serta konflik sosial. Dalam kaitannya dengan hubungan antara Negara, demokrasi dan netralitas, penting untuk memastikan sikap netral dari aparatur negara pada masa pemilu. Baik yang bersifat birokratis, seperti ASN, maupun instrumen ketertiban umum dan ketahanan nasional seperti TNI/Polri. Pelayanan yang diselenggarakan oleh aparat birokrasi sepatutnya didasarkan pada profesionalisme bukan karena kepentingan politik. Netralitas juga dimaknai bahwa pemerintahan hendaknya tidak memihak pada kepentingan golongan, tetapi bertindak atas dasar sikap profesionalisme dengan kemampuan individu yang kredibel dan tingkat kapabilitas yang tinggi. Maka, penelitian ini bertujuan melakukan analisa terhadap kecenderungan keberpihakan Polri terhadap penguasa dalam kontestasi politik Pemilu tahun 2019. Lebih jauh, penelitian ini akan berupaya menjawab bagaimana implementasi netralitas Polri di masa depan dalam perspektif pemolisian demokratis di Indonesia. Dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui proses wawancara, triangulasi dan kajian pustaka. Analisis penelitian ini dilakukan secara hierarkis linier. Dalam konteks ini, penulis melihat penerapan birokrasi yang netral dan Polri yang menerapkan democratic policing belum tercermin dalam konteks pelaksanaan dan pengamanan pada masa Pemilu, khususnya dalam konteks penelitian ini, Pemilu tahun 2019. Lebih jauh, Polri dan seluruh jajarannya harus melakukan adaptasi dan bertransformasi untuk menjawab semua tantangan yang membentang. Terutama mengingat dengan hadirnya masyarakat digital yang dapat bertindak sebagai civil oversight melalui media sosial.

Succession through the election process is an important moment for the continuity of democracy and a moment that is prone to abuse of power, corruption, and social conflicts. Regarding the relationship between the State, democracy, and neutrality, it is critical to ensure the neutrality of the state apparatus during the election period. Not only bureaucracy, such as civil servants but also keepers of public order and national security such as the military and the police. Public services provided by the bureaucratic apparatus should be based on professionalism instead of political interests. Neutrality also means that the government should not side with group interests but act based on a professional attitude with credible individual abilities and a high level of capability. The research aims to analyse the inclination of Indonesian National Police (Polri) towards incumbent on political contestation, such as election, in 2019. Furthermore, the current research will attempt to shed light on implementing the police neutrality model in the future based on the perspective of democratic policing in Indonesia. The research employs the qualitative approach using a case study design. Data are collected through interviews, triangulation, and literature review. The analysis of this research is carried out in a linear hierarchical manner. In this context, the author argues that the implementation of a neutral bureaucracy and democratic policing has not been reflected in the general election context especially during the 2019 general election. Polri needs to answer all the challenges that arise especially considering a digital community that can act as a civil oversight through social media.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tan Sri Zulfikar
"Kemerdekaan Republik lndonesia yang teiah diraih semenjak 1945 masJh menempuh jalan panjang unhlk membawa masyarakat Indonesia mencapai kesejahteraan sosial sebagai cita-cita nasionalnya sebagaimana termaktub dalam UUD 1945, Perkembangan dan kemajuan ekonomi, politik dan budaya belum benar-benar rnendekati kata baik, dan bahkan dalam hal-hal tertentu, menunjukkan kemunduran dari era-era pemerintahan sebelwnnya. Sebagai partai bam GERINDRA telah memperoleh 4,6% perwakiian dan lolos batas minimal parliamentary threshold. Ini merupakan kebanggaan bagi GERINDRA sebagai keberhasilan melaksanakan strategi komunikasi politik kontemporer (meskipun sebagian pimpinan puncak Partai GERINDRA menganggap 4,6% terlatu rendah).
GERINDRA dalam melakukan pemasaran politik di dukung dengan 3 institusi yaitu: (l) Bumas GERINDRA; (2) GERINDRA Media Centre (GMC); dan (3) Konsultan Komunikasi. Ketiganya berkolaborasi sinergis demi terciptanya strategi komunikasi politik yang tepat dan efekrif gWia meraih voters sebanyak-banyaknya.
Secara ilmiah peneJitlan ini bertolak berdasar paradigma subjektivisme. Pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif, bersifat deskriptif yang ditulis dalam bentuk sebuah narasi pada bagian analisis informan. Penelitian ini menggaii data empirik melalui indepth interview dengan mekanisme probing. Teknik pemilihan informan adalah purposive judgement artinya peneliti memilih sendiri informannya yang dir.asa memiliki pengetahuan yang menarik dan memiliki pengetahuan yang terkait dengan penelitian.
Penelitian ini akan pula mengungkap di antaranya fungsi kehumasan Partai GERINDRA, fungsi konsultan politik GERINDRA. Strategi kampanye Partai GERINDRA, pencitraan Prabowo Soebianto. pengcmasan pesan-peSan politik GERlNDRA. Peran Gerindra Media Centre (GMC) dalam berkampanye politik melasanakan media relations dan community relations, disertai upaya pengemasan isu-isu politik Partai GERINDRA.
Penelitian ini menjadi jawaban dari pertanyaan bagaimana upaya marketing politik yang dilakukan GERINDRA mampu memenangkan kursi di DPR Rl 4,6%. Dalam penelitian ini ditelaah lebih jauh lagi upaya-upaya teknik pemasaran politik, political advertising dan political public relations.
Secara implisit tesis ini mengandung hipotesa: makin efektif melaksanakan political marketing makln banyak meraih suara Hipotesa ini tidak terbukti, karena asumsi citer/s paribus (terutama profesionalisme KPU) tidak teJPenuhi dan muneulnya fenomena "black swan" ini tidak terbayangkan.

The Independence of the Republic of Indonesia that was proclaimed in 1945, still had a long way to go for bringing the Indonesian people to the goal of realizing social justice, as contained in the 1945 Constitution. The achievements thus far attained in the economic, political, and cultural fields have not yet approached the stipulated. goal, and in certain aspects, had become worse that in the previous government. As anew party, GERJNDRA has gained 4.6 percent of the par1iamentary seats and had passed the parliamentary threshold requirement. This is indeed a grand achjevement for GERINDRA that has been made possible by conducting a contemporary political communications strategy (in spite of some of the top leaders of the GERINDRA Party thinking that 4,6 percent is too low).
In conducting of political marketing, the GERINDRA Party is supported by 3 institutions, namely (1} the Public Relations of GERINDRA; (2) the media Centre of GERINDRA; and (3) the Communication Consultant. AU three institutions have in synergy collaborated for attaining the right and effective poUtical communication sttategy that is directed at attracting the largest number of voters.
Scientifically, this study is based on the subjectivism paradigm. The approach of this study is qualitative and descriptive, that is written in the fonn of a narration in the infonnant analysis section. This study collects empirical data from ln depth interviews with a probing mechanism. The infunnant selection technique is purpose judgment,in the sense that the researcher himself selects his informant, who is believed to have an attractive information and has the knowledge that is related to the study.
This study will also reveal the pubtic relations function, and the political consultant function of the GERINDRA Party, The campaign strategy of the GERINDRA Party covers the imaging of Prabowo Subianto and packaging of political messages of GERINDRA. In the political campaign, the role of the Gerindra Media Centre (GMC) is to conduct media relations and community relations, and to package political issues brought to the surface by the GERlNDRA Party.
This study provides the answer to the question on how the polltical marketing ofGERJNDRA has been able to win 4.6 percent of the DPR~RI seats. This study first looks at the technical means in political marketing, political advertising, and in conducting political public relations.
This thesis implicitly contains the hypothesis that: the more effective the political marketing efforts, the greater number of votes is obtained. This hypothesis has not been proven because the assumption on the ceteris paribus {mainly professionalism of the KPU/General Election Commission) is not met and the appearance of the "'black swan" was not taken into account.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T32475
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Assyifa Pangestuti
"Kontestasi pemilihan umum (pemilu) di Indonesia menunjukkan dinamika yang cukup intens sejak dilaksanakannya pemilu pada tahun 1955 hingga pemilu 2024 era reformasi. Berbagai strategi kampanye dilakukan untuk mendapatkan suara masyarakat, salah satunya dengan penggunaan alat peraga kampanye (APK) pemilu sebagai metode alternatif. Hal ini dilatarbelakangi oleh karakteristik peserta pemilu yang tidak lagi didominasi oleh masyarakat dari akar rumput, tetapi juga diikuti oleh masyarakat kelompok elit dari berbagai kalangan. Penulisan ini berupaya menguraikan bagaimana penggunaan APK yang melibatkan peserta pemilu, KPU selaku penyelenggara, dan pemerintah sebagai penegak hukum justru merugikan masyarakat serta lingkungan selama penyelenggaraan pemilu 2024 berlangsung. Penulisan ini menggunakan teknik analisis isi kualitatif serta perspektif kriminologi visual, kriminologi hijau, dan teori kriminologi budaya. Hasil analisis data menunjukkan adanya penggunaan APK pemilu secara berlebihan yang dilakukan oleh kelas penguasa (pemerintah dan peserta pemilu) untuk memenangkan kontestasi pemilu dan mendapatkan kursi jabatan meskipun melanggar aturan, tetapi berdampak pada timbulnya perlukaan dan kerugian (harm) bagi masyarakat dan lingkungan.

The contestation of general elections (elections) in Indonesia has shown quite intense dynamics since the implementation of elections in 1955 to the 2024 elections in the reform era. Various campaign strategies have been carried out to get public votes, one of which is the use of election campaign props (APK) as an alternative method. This is motivated by the characteristics of election participants who are no longer dominated by people from the grassroots, but also followed by elite groups from various circles. This writing seeks to describe how the use of APKs involving election participants, the KPU as the organizer, and the government as a law enforcer, harms the community and the environment during the 2024 elections. This paper uses qualitative content analysis techniques and theories of visual criminology, cultural criminology, and green criminology. The results of the data analysis show that the excessive use of election APKs by the ruling class (government and election participants) to win election contestation and get a seat of office even though it violates the rules, has an impact on the incidence of harm to the community and the environment."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raka Alif Ghiffar
"Pada pemilihan umum India tahun 2019, untuk pertama kalinya partai Bharatiya Janata Party (BJP) mampu meningkatkan perolehan kursi dan suaranya secara signifikan di Telangana. Padahal Telangana merupakan salah satu negara bagian yang dalam sejarahnya sangat sulit ditaklukkan oleh BJP. Melalui pendekatan kualitatif, penelitian ini membahas mengenai strategi yang digunakan oleh BJP pada pemilu tahun 2019 di negara bagian Telangana dengan menggunakan model pemasaran politik yang dikemukakan oleh Cwalina, Falkowski, dan Newman. Melalui dua elemen kunci dari model tersebut, yaitu pengembangan dan penyebaran pesan kampanye penelitian ini menjelaskan bagaimana strategi yang dilakukan oleh BJP memiliki pengaruh penting pada peningkatan perolehan suaranya di Telangana. Penelitian ini berkesimpulan bahwa dalam kampanye pemilu 2019, BJP menetapkan segmen pemilih Hindu sebagai target segmen yang akan diprioritaskannya di Telangana. BJP kemudian merancang pesan kampanye dengan mengangkat isu tentang ancaman yang dihadapi umat Hindu dan menggambarkan bahwa BJP adalah satu-satunya partai yang dapat mengamankan kepentingan umat Hindu. Pesan kampanye tersebut lalu disebarkan melalui dua cara, yakni secara langsung melalui kampanye tatap muka dan termediasi melalui media sosial. Strategi ini pada akhirnya membuat BJP berhasil mengkonsolidasikan suara pemilih Hindu dan meningkatkan perolehan suaranya di Telangana.

In the 2019 Indian general election, for the first time the Bharatiya Janata Party (BJP) was able to significantly increase its seat and vote share in Telangana. Even though Telangana is one of the states which in its history has been very difficult to conquer by the BJP. Through a qualitative approach, this study discusses the strategy used by the BJP in the 2019 elections in the state of Telangana using the political marketing model put forward by Cwalina, Falkowski, and Newman. Through the two key elements of the model, namely the development and dissemination of campaign messages, this research explains how the strategy undertaken by the BJP has an important influence on increasing vote share in Telangana. This research concludes that in the 2019 election campaign, the BJP determined the Hindu voter segment as the target segment to prioritize in Telangana. The BJP then drafted a campaign message by raising the issue of the threats faced by Hindus and portraying that the BJP is the only party that can secure the interests of Hindus. The campaign message is then disseminated in two ways, namely directly through face-to-face campaigns and mediated through social media. This strategy ultimately allowed the BJP to consolidate the votes of Hindu voters and increase their vote share in Telangana."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Tiara Maretha
"Tesis ini membahas kontruksi identitas aktor politik melalui iklan kampanye politik dalam kontestasi pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tahun 2019. Objek penelitian adalah video iklan kampanye politik pasangan calon 01, Joko Widodo dan Maruf Amin yang diunggah oleh akun kanal Youtube Komisi Pemilihan Umum (KPU). Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan multimodalitas buah pemikiran Kress dan van Leuween (2001) sebagai teknik analisis. Hasil penelitian menunjukan bahwa Joko Widodo selaku kandidat Presiden di Pilpres 2019 menampilkan identitas keagamaan dan sosial yang kuat pada video iklan kampanye politiknya. Selain itu iklan kampanye politik berkontribusi pada upaya aktor politik mempersuasi khalayak menggunakan emotional appeal daripada rational appeal.

This thesis discusses the construction of political actors identity through political campaign advertisements in the 2019 presidential and vice presidential election of Republic of Indonesia . This research analyzing the political campaign video for candidate 01, Joko Widodo and Maruf Amin, uploaded by General Election Commission (KPU) Youtube channel. It is a qualitative study using multimodality by Kress and van Leuween (2001) as a tool analysist. The results of research shows that Joko Widodo in his political campaign advertisements expresses the moral-ethic identity including his beliefs as well as social-self identity. Besides, the identity of political actor also contributes more to public persuasion using the emotional appeal rather than rational appeal.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T55320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakina
"Penelitian ini menemukan bahwa expertise paling banyak digunakan di putarankedua Pilkada DKI Jakarta, sedangkan rewarding paling banyak digunakan diputaran pertama. Punishing paling sedikit digunakan di kedua putaran tersebut.Rewarding, expertise, dan moral persuasion terbukti berpengaruh terhadappreferensi pemilih. Ketiga strategi ini signifikan pengaruhnya bagi seluruhpasangan di putaran pertama dan signifikan pula pengaruhnya hanya bagipasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di putaran kedua.Punishing di putaran pertama hanya signifikan pengaruhnya terhadap peluangmemilih bagi pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saeful Hidayat tetapitidak untuk kedua pasangan penantang lainnya. Dan, di putaran kedua tidakterbukti pengaruhnya terhadap preferensi pemilih bagi penantang maupunkompetitor.Variabel kontrol berupa pemimpin non muslim cukup baik menjelaskan peluangmemilih Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saeful Hidayat di putaran keduaPilkada DKI Jakarta 2017.Kata Kunci: Compliance Gaining, Pemasaran Politik, Rewarding, Punishing,Expertise, Moral Persuasion, dan Preferensi Pemilih.

The Jakarta Regional Head Election This research result reveals that expertise was most used in the second round ofDKI Jakarta Election, meanwhile rewarding was mostly used in the first roundelection. Punishing is the least used in both round elections. Rewarding,expertise, and moral persuasion had been proven to have an effect on voterpreferences.The three of those strategies have significant influence to all the candidates in thefirst round election and they have also significant influence to Anies Baswedan Sandiaga Uno in the second round election. Punishing in the first round election had only significant effect on opportunity ofvoting behavior for the pair candidate, Basuki Tjahaja Punama Djarot SaefulHidayat but it is no longer for two other candidates pairs.The non Moeslem Leader as control variable is more reasonable to explain thevoting opportunities of Basuki Tjahaja Purnama Djarot Saeful Hidayat in thesecond round of 2017 Jakarta Election.Key Words Compliance Gaining, Political Marketing, Rewarding, Punishing,Expertise, Moral Persuasion, and Voter Preferences."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
D2338
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Rufaida Yandri
"Tulisan ini meneliti tentang penggunaan klientelisme sebagai strategi pemenangan kandidat Fadly-Asrul dalam Pilkada Kota Padang Panjang tahun 2018. Kemenangan Fadly-Asrul akan diteliti menggunakan teori Klientelisme Elektoral dari Simeon Nichter sebagai pisau analisis. Sejatinya, paslon petahana memiliki modal relasi yang lebih kuat untuk melakukan klientelisme pada masyarakat dan pejabat struktural yang pernah dipimpin. Namun paslon Fadly-Asrul sebagai pendatang baru mampu mengalahkan paslon petahana dan paslon lain yang sudah lebih dikenal di Kota Padang Panjang. Diantara keempat kandidat, Fadly-Asrul merupakan kandidat dengan modal finansial besar sama halnya dengan paslon petahana, Hendri-Eko. Selama kampanye, Fadly-Asrul dan Hendri-Eko banyak melakukan pendekatan yang bersifat klientelisme pada masyarakat. Meskipun sama-sama kuat dari segi finansial, Fadly-Asrul memiliki strategi klientelisme elektoral yang lebih tepat sasaran dibanding paslon Hendri-Eko. Fadly-Asrul melakukan klientelisme elektoral secara menyeluruh dengan menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Fadly-Asrul memperhitungkan seluruh klasifikasi pemilih, mulai dari supporting voters, opposing voters, supporting nonvoters, dan opposing nonvoters. Strategi klientelisme elektoral yang digunakan oleh Fadly-Asrul diperhitungkan dengan baik dan disesuaikan dengan kondisi pemilih, seperti kultur, agama, dan kebiasaan. Sehingga klientelisme Fadly-Asrul lebih mudah diterima oleh masyarakat atau pemilih.

This paper examines the use of clientelism as a winning strategy of Fadly-Asrul in Padang Panjang Regional Head Elections 2018. The victory of Fadly-Asrul will be analyzed using the theory of Simeon Nichter Electoral Clientelism. Indeed, incumbent candidate, Hendri- Eko, has a stronger relationship to clientelism in society and current structural officials. However, Fadly-Asrul as a newcomer was able to defeat the incumbent and other more well known candidates in the city of Padang Panjang. Among the four candidates, Fadly- Asrul is a candidate who has a firm financial resources as well as the incumbent. During the campaign, Fadly-Asrul and Hendri-Eko did many clientelism based approaches to the voters. Although equally strong in terms of financial, Fadly-Asrul has clientelism electoral strategy that is more targeted than Hendri-Eko. Fadly-Asrul conduct a thorough electoral clientelism by approaching all levels of society. Fadly-Asrul took into account the entire classification of voters, ranging from supporting voters, opposing voters, supporting nonvoters and opposing nonvoters. Electoral clientelism strategy that was being used by Fadly-Asrul was reckoned and adapted to the condition of voters, such as culture, religion, and custom. So Fadly-Asrul’s clientelism was more easily accepted by the public or voters in Padang Panjang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Izzati
"Partai Gerindra merupakan bagian dari 18 partai politik baru yang ikut pemilu 2009, dan mengusung figur kontroversial Prabowo Subianto sebagai capresnya. Kondisi tersebut menempatkan Partai Gerindra pada posisi ke tiga sebagai partai besar di Indonesia. Hal ini menjadi sebuah fenomena bahwa kekuatan partai baru dengan mengusung tokoh yang kontroversial namun partai tersebut bisa tetap yakin dan konsisten membawa partai Gerindra melangkah sebagai partai terdepan dengan menggalang massa yang setiap tahunnya terus bertambah. Kekalahan partai Gerindra dalam mengusung nama calon presiden Prabowo menjadi cambuk yang besar bagi massa pendukung Prabowo Subianto karena gagal membawa kemenangan. Hal ini membutuhkan evaluasi dari berbagai elemen dalam tubuh partai untuk kedepannya Partai Gerindra mampu membawa nama Prabowo Subianto sebagai pemimpin bangsa Indonesia.
Dalam Tesis ini penulis merumuskan masalah sebagai acuan penulis, adapun rumusan masalahnya adalah strategi apa yang dilakukan Partai Gerindra dalam membangun politik pencitraan Partai Gerindra melalui sosok Prabowo Subianto pada pilpres 2014. Perumusan masalah itu dijabarkan dengan menggunakan metode penelitian.
Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah menggunakan jenis penelitiaan kualitatif. Penelitian kualitatif ini menggunakan teknik wawancara individu intensif (mendalam). Wawancara mendalam didasarkan pada sebuah panduan wawancara, pertanyaan-pertanyaan terbuka, dan penyelidikan informal untuk memfasilitasi diskusi tentang isu-isu dengan cara yang setengah terstruktur atau tidak terstruktur. Pertanyaan terbuka digunakan untuk memungkinkan terwawancara berbicara panjang lebar mengenai sesuatu topik. Selain data dari wawancara mendalam, penelian ini menggunakan data-data dari buku beserta artikel yang berhubungan dengan AD/ART partai Gerindra, catatan pemerintah, media massa, internet, dan sumber lain yang relevan dengan penelitian
Pada saat musim kampanye politik 2014 Partai Gerindra berperan dalam melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto. Langkah politik pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra terhadap Prabowo diantaranya adalah Partai Gerindra melakukan kampanye politik yang cukup intens di berbagai media publik, baik internal maupun lokal. Kemudian Gerindra konsisten menarik perhatian anak muda untuk ikut terjun ke politik dengan tujuan untuk menjadi bangsa yang kuat dan bisaberdiri dibawah kaki sendiri. Dengan membuat sistem pengkaderisasi yang belum dimiliki partai lainnya membuat partai gerindra mencetak anak-anak muda yang berkualitas untuk membangun negara. Selain menggunakan jasa media, Partai Gerindra juga melakukan komunikasi politik secara dialogis keberbagai segmentasi masyarakat misalnya kaum buruh, mahasiswa, petani, nelayan dan guru. Langkah-langkah strategi politik pencitraan tersebut menghasilkan tanggapan yang beragam. Sebagian tetap menilai Prabowo dengan citra kontroversialnya dan sebagian besar.

Gerindra is part of 18 new political parties that is running in the election of 2009, and carries a controversial figure Prabowo as president candidat. The conditions put Gerindra in the third position as a major party in Indonesia. This is a phenomenon that the strength of a new party by bringing a controversial figure, but the party can remain confident and consistently bring Gerindra party stepped down as the party leading up to raise mass each year continues to grow. Gerindra party's defeat in nominating presidential candidates Prabowo a whip which was great for the supporters of Prabowo for failing to bring victory. This requires an evaluation of the various elements within the party for the future Gerindra capable of carrying the name Prabowo as leader of the nation of Indonesia.
In this thesis, the formulation of the problem is what kind of strategy, that Gerindra party do in build imegary political of Gerindra party through the figure Prabowo of the election in 2014. Formulation of the problem was described by using research methods.
The method that used in this thesis is using the qualitative research. This qualitative study is using the technique of intensive individual interviews (in-depth). In-depth interviews based on an interview guide, open-ended questions, and informal investigations to facilitate the discussion of issues in a way that half-structured or unstructured. Open-ended questions are used to allow the interviewees to speak at length on a topic. In addition to the data from in-depth interviews, this study presented by using data from the book as well as articles related to AD / ART Gerindra party, government records, mass media, internet, and other sources that are relevant to the research.
By the time of the political campaign season in 2014 Gerindra political role in doing imaging Prabowo. Political steps undertaken imaging Gerindra against Prabowo include Gerindra do fairly intense political campaign in various public media, both internally and locally. However, Gerindra as consistenly may to attract young people follow in politic with purpose to become strong nation. By creating a group system which is there is no other party using this system, it makes Gerindra party create young people that has quality to build the country and Gerindra Party do some politic communication dialogical to various society, for example the workers, students, farmers, fishermen and teachers. There are a lot of argument about this strategy, most of them still have opinion about the controversial imager of Prabowo.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>