Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100668 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The treatment of diabetes mellitus patient who had periodontal abscess requires a careful management and good cooperation with an internist. Periodontal abscess management technique on diabetic patient is not quite different from other periodontal diseases nevertheless the dentist needs to complete examination, mainly blood glucose level must be checked, pre and post treatment. The objective of this report is to know the result of periodontal abscess management in uncontrol diabetic patient aged 55 years by flap approach technique, it showed satisfactory result two months after treatment."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Bedah flep periodontal adalah salah satu terapi dalam menangani kerusakan tulang alveolar. Bedah flep periodontal jika dilakukan dengan insisi konvensional akan menyebabkan terjadinya resesi gingiva dan kehilangan papila interdental setelah perawatan. Hal ini dilematis terutama pada daerah yang memerlukan nilai estetik tinggi, seperti regio anterior atau daerah dengan gigi tiruan cekat. Tantangan saat ini adalah bagaimana terapi bedah flep periodontal dapat dilakukan dengan hasil estetik baik dan resesi gingiva minimal. Tujuan dari laporan kasus ini adalah menginformasikan dan menjelaskan mengenai prosedur kerja, hasil klinis dan radiografis, serta kaitan estetik kedokteran gigi dan resesi gingiva pada kasus bedah flep dengan insisi preservasi papila pada area yang memerlukan estetik. Kasus pertama pada daerah anterior dengan restorasi gigi tiruan cekat (full veneer crown) dan kasus kedua pada daerah posterior dengan restorasi onlay metal. Kasus 1 yaitu bedah flep dengan insisi preservasi papila pada regio anterior yaitu gigi 11 dan 12, dengan full veneer crown pada gigi 12. Kasus 2 yaitu bedah flep dengan insisi preservasi papila pada regio posterior yaitu gigi 46 dengan inlay. Hasil evaluasi dari kedua kasus yaitu dengan insisi preservasi papila didapatkan penutupan primer sempurna, hasil estetik baik, dan resesi gingiva minimal, serta papila interdental dapat dipertahankan dengan baik. Sebagai kesimpulan, tantangan bedah flep periodontal pada regio anterior atau daerah yang memerlukan nilai estetik tinggi dapat diatasi dengan insisi preservasi papila. Insisi preservasi papila harus menjadi pertimbangan utama pada bedah flep periodontal jika dimungkinkan.

Flap surgery is treatment for periodontal disease with alveolar bone destruction. Surgical periodontal flap with conventional incision will result in gingival recession and loss of interdental papillae after treatment. Dilemma arises in areas required high aesthetic value or regions with a fixed denture. It is challenging to perform periodontal flap with good aesthetic results and minimal gingival recession. This case report aimed to inform and to explain the work procedures, clinical and radiographic outcomes of surgical papilla preservation flap in the area that requires aesthetic. Case 1 was a surgical incision flap with preservation of papillae on the anterior region of teeth 11 and
12, with a full veneer crown on tooth 12. Case 2 was a surgical incision flap with preservation of papillae on the posterior region of tooth 46 with inlay restoration. Evaluation for both cases were obtained by incision papilla preservation of primary closure was perfect, good aesthetic results, minimal gingival recession and the interdental papillae can be maintained properly. In conclusion, periodontal flap surgery on the anterior region or regions that require high aesthetic value could be addressed with papilla preservation incision. Incision papilla preservation should be the primary consideration in periodontal flap surgery if possible."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Diabetes mellitus is a common disease describe as a systemic disease of carbohydrate metabolism caused by a relative or absolute deficiency of insulin. This condition is characterized by hyperglycemia, glucosuria, polyuria, polydipsia, pruritis and weight loss. Diabetes mellitus in itself does not cause periodontal disease, however diabetics or patients with an increased blood glucose concentration (>200mg/dl) tend to have increased incidence and severity of periodontal disease. Patient with diabetics above 50 years old (3 cases) radiografically can be seen as alveolar bone loss in maxilla and mandible. Alveolar bone loss is seen larger in the posterior maxilla region. The vascular alteration in diabetics may enhance the susceptibility of periodontium to become periodontitis and serve as etiology factor in pathologic bone resorption."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gladiola Alifa Putri
"Latar belakang: Diabetes Melitus tipe-2 dan penyakit periodontal merupakan penyakit dengan frekuensi tinggi di Indonesia. Diabetes Melitus tipe-2 diketahui dapat memperberat penyakit periodontal, dan juga sebaliknya. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan status periodontal pada penderita periodontitis kronis dengan Diabetes Melitus tipe-2 dan tanpa Diabetes Melitus tipe-2.
Tujuan penelitian: Mengetahui perbedaan status periodontal pada penderita periodontitis kronis dengan Diabetes Melitus tipe-2 dan tanpa Diabetes Melitus tipe-2, dengan batasan penelitian pada kedalaman poket, resesi gingiva, dan kehilangan perlekatan klinis.
Metode: Penelitian cross-sectional pada 97 subjek Diabetes Melitus tipe-2 dan 97 subjek tanpa Diabetes Melitus tipe-2 menggunakan data kartu status rekam medik Klinik Periodonsia RSKGM FKG UI tahun kunjungan 2007-2016. Data dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna dari rerata kedalaman poket, resesi gingiva, dan kehilangan perlekatan klinis subjek Diabetes Melitus tipe-2 dibandingkan dengan subjek tanpa Diabetes Melitus tipe-2.

Background: Type 2 Diabetes Mellitus and periodontal are high frequency diseases in Indonesia. Type 2 Diabetes Mellitus has known for the effect that can worsen periodontal diseases, and vice versa. Therefore, further researches are needed on the difference of periodontal status between chronic periodontitis patient with and without type 2 Diabetes Mellitus.
Objective: To understand the periodontal status differences between chronic periodontitis patient with and without type 2 Diabetes Mellitus, with limitation spesifically on pocket depth, gingival recession, and loss of attachment.
Method: Cross sectional study of 97 subjects with type 2 Diabetes Mellitus and 97 subjects without type 2 Diabetes Mellitus sourced from medical record status cards in Klinik Periodonsia RSKGM FKG UI during 2007 2016. It was statistically analyzed by Mann Whitney test.
Result: There were statistically significant differences in the mean values of pocket depth, gingival recession, and loss of attachment on subjects with type 2 Diabetes Mellitus compared with subjects without type 2 Diabetes Mellitus p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sara Sonnya Ayutthaya
"

Penyakit komorbid Diabetes Melitus (DM) yang umum dan paling sering adalah hipertensi. DM dan hipertensi terdapat secara bersamaan pada 40%-60% penderita DM tipe 2. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui unmodifiable factors dan modifiable factors pada penderita DM tipe 2 sebagai faktor risiko hipertensi. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Sampel penelitian adalah pasien DM tipe 2 yang berobat di poli penyakit dalam RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi pada tanggal 30 September-19 Oktober 2019 dengan total sampel sebanyak 292 responden. Unmodifiable factors meliputi gender, umur, pendidikan, status perkawinan, lama menderita DM, hereditas DM, hereditas hipertensi dan golongan darah. Sedangkan modifiable factors terdiri dari indeks massa tubuh, pekerjaan, aktifitas fisik dan merokok. Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik ≥ 140 mm Hg dan/atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mm Hg. Analisis data dengan Cox regression menggunakan Stata versi 15. Persentase hipertensi pada penderita DM tipe 2 adalah 46,57%. Dari analisis multivariat faktor risiko hipertensi yang signifikan untuk unmodifiable factors adalah faktor umur > 50 tahun (Pv= 0,02; PR= 1,93) dan kelompok dengan hereditas DM yang berasal dari kakek/nenek (Pv= 0,04; PR= 1,86) dan orang tua (Pv= 0,04; PR= 1,54). Sedangkan dari modifiable factors, Indeks Massa Tubuh berat badan lebih (Pv= 0,01; PR=1,81) dan obesitas (Pv=0,02; PR=1,81), merupakan faktor risiko hipertensi yang signifikan. Disarankan agar terhadap pasien DM tipe 2 terutama bila disertai dengan berat badan berlebih atupun obesitas perlu diberikan informasi lengkap tentang faktor risiko hipertensi.


The most common Diabetes Mellitus (DM) comorbid disease is hypertension. DM and hypertension are present simultaneously in 40% -60% of people with type 2 diabetes. The purpose of this study is to know unmodifiable factors and modifiable factors of type 2 DM patients as risk factors for hypertension, The design of this study was cross sectional. The sample of study was type 2 DM patients those seeking treatment at Department of Internal Medicine-dr Chasbullah Abdulmadjid Hospital-Bekasi on September 30-October 19, 2019 with a total of 292 respondents. Unmodifiable factors include gender, age, education, marital status, duration of DM, heredity of DM, heredity of hypertension and ABO blood group. While modifiable factors consist of body mass index, occupation, physical activity and smoking. Hypertension is a state of systolic blood pressure ≥140 mm Hg and /or diastolic blood pressure ≥90 mm Hg, Data were analysed with Cox regression using Stata versi 15.The precentage of hypertension in patients with type 2 DM was 46.57%. Multivariate analysis revealed that the significant hypertension risk factors for unmodifiable factors are age > 50 years (Pv= 0,02; PR= 1,93) and DM heredity from grandfather/grandmother (Pv= 0,04; PR= 1,86) and parents (Pv= 0,04; PR= 1,54). While from modifiable factors, Body Mass Index overweight (Pv= 0,01; PR=1,81) and obesity (Pv=0,02; PR=1,81) were the significant risk factors for hypertension. It is recommended that patients of type 2 diabetes especially when accompanied by overweight or obesity need to be given complete information about risk factors for hypertension

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Insulin merupakan salah satu terapi yang diberikan kepada penderita diabetes mellitus untuk mengontrol kadar gula darahnya secara teratur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eline D. Mollema pada tahun 2000 diperoleh bahwa pemakaian suntikan insulin mandiri menimbulkan rasa takut penderita diabetes mellitus terhadap terjadinya hipoglikemia, Iuka cacat tubuh, dan kematian. Penelitian ini dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama tiga minggu dengan menggunakan metode deskriptif eksploratif. Responden yang digunakan sebanyak 7 orang penderita diabetes mellitus. Dari hasil analisa diperoleh bahwa penderita diabetes mellitus mempunyai persepsi positif terhadap timbulnya rasa takut terhadap terjadinya hipoglikemia, luka cacat tubuh, dan kematian. Selanjutnya basil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti lainnya dan pemberi pelayanan kesehatan agar dapat mengembangkan pengelolaan yang lebih baik lagi terhadap penderita diabetes mellitus."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
TA5004
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Munandar Rusman
"Penelitian ini membahas mengenai hubungan motivasi dengan kepatuhan melakukan senam kaki pada penderita Diabetes Mellitus dengan menggunakan instrumen Behavioral Regulation in Exercise Questionnaire-2 (BREQ-2) untuk mengukur tipe motivasi dan Exercise Adherence Rating Scale (EARS) untuk mengukur kepatuhan melakukukan senam kaki. Penelitian ini bersifat cross-sectional dengan 128 responden yang berasal dari Poliklinik Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati dan didapatkan hasil gambaran motivasi penderita DM melakukan senam kaki menunjukkan rerata skor elemen teridentifikasi (10,47) dan intrinsik (11,49) lebih tinggi dibandingkan rerata skor elemen amotivasi (5,29), external 6,83), dan terinterojeksi (3,27). Rerata skor Relative Autonomy Index (RAI) yaitu 22,62. Gambaran kepatuhan penderita DM melakukan senam kaki menunjukkan rerata skor yaitu 32,37 atau dalam persen yaitu 50%. Terdapat hubungan antara skor RAI motivasi, elemen amotivasi, elemen terinterojeksi dan elemen intrinsik dengan skor kepatuhan melakukan senam kaki pada penderita DM di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Rekomendasi dari hasil penelitian ini yaitu pentingnya meningkatkan motivasi berupa dukungan dari tenaga kesehatan terhadap pasien di Rumah Sakit dan membuat program senam kaki bagi penderita DM yang terjadwal baik di dalam lingkungan poliklinik maupun diluar lingkungan poliklinik sehingga penderita DM merasa didukung oleh lingkungannya baik. Selain itu, peneliti melihat perlu adanya suatu logbook atau buku harian bagi penderita DM yang berisi tatalaksana DM baik dari edukasi, perencanaan makan, farmakologi dan latihan fisik yang dapat diisi oleh penderita dan dapat dilihat kepatuhan dari tatalaksana DM di buku tersebut.

This study examines the relationship between motivation and adherence to foot exercises in patients with Diabetes Mellitus using the Behavioral Regulation in Exercise Questionnaire-2 (BREQ-2) to measure motivation types and the Exercise Adherence Rating Scale (EARS) to measure adherence to foot exercises. It is a cross-sectional study with 128 respondents from the Internal Medicine Clinic at Fatmawati General Hospital, and the results show that the motivation of DM patients to perform foot exercises indicated higher mean scores for identified and intrinsic elements compared to mean scores for amotivation, external, and introjected elements. The mean Relative Autonomy Index (RAI) score was 22.62. The description of adherence of DM patients to foot exercises showed a mean score of 32.37 or 50% in percentage. There is a relationship between RAI motivation scores, amotivation elements, introjected elements, and intrinsic elements with adherence scores to foot exercises in DM patients at Fatmawati General Hospital. Recommendations from this study emphasize the importance of increasing motivation through support from healthcare professionals for patients in the hospital and implementing a scheduled foot exercise program for DM patients both within and outside the clinic environment to make them feel supported by their surroundings. Additionally, researchers see the need for a logbook or daily book for DM patients containing DM management including education, meal planning, pharmacology, and physical exercise which can be filled out by patients and used to assess adherence to DM management in the book."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katuuk, Mario Esau
"Komplikasi kronis pada diabetes melitus berupa ulkus kaki diabetik dapat dicegah dengan melakukan perawatan kaki mandiri. Salah satu faktor yang berperan dalam perilaku perawatan kaki adalah efikasi diri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan efikasi diri dengan perilaku perawatan kaki pada individu dengan diabetes melitus tipe 2 (DMT2).
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif observasional analitik dengan pendekatan crossectional, melibatkan 74 individu dengan DMT2. Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner karakteristik demografi, Foot Care Confidence Scale, Nottingham Assessment of Functional Footcare, dan pengetahuan perawatan kaki.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang bermakna antara efikasi diri dengan perilaku perawatan kaki (r = 0.303; p = 0.009). Hasil analisis multivariat didapatkan efikasi diri menjadi prediktor terhadap perilaku perawatan kaki setelah dikontrol oleh pengetahuan dan tingkat pendidikan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah perlunya upaya untuk memperbaiki perilaku perawatan kaki pada individu dengan DMT2 dengan meningkatkan efikasi diri menggunakan sumber-sumber efikasi diri yang ada.

Chronic complications of type 2 diabetes mellitus such as diabetes foot ulcer could be prevented by performing foot self care. Self efficacy is the most important role in foot care.
This study aims to investigate the relationship between self efficacy and foot care behavior.
This study was observational analytic with cross-sectional approach, recruited 74 people with type 2 diabetes mellitus using consecutive sampling method. Data collection was done using demographic questionnaire, Foot Care Confidence Scale, Nottingham Assessment of Functional Foot-care and diabetic foot self care knowledge.
The result showed that there was a positive relationship between self efficacy and foot care behavior (r = 0.303; p = 0.009). Multivariate analysis showed that self efficacy became a strong predictor of foot self care behavior along with knowledge and educational level.
In conclusion, it is needed to improve foot self care in people with type 2 diabetes mellitus through increasing self efficacy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ames, lowa: John Wiley & Sons, 2014
617.632 DIA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira
"Komplikasi Diabetes Mellitus (DM) sering terjadi akibat kurangnya pengontrolan pola makan dan aktivitas olahraga penderita DM di rumah sehingga menyebabkan kadar gula darah tidak normal. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran pola makan dan aktivitas olahraga penderita DM di rumah di Kecamatan Turikale, Maros, Sulawesi Selatan. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional menggunakan sampel penderita DM di Kecamatan Turikale, Maros, Sulawesi Selatan sebanyak 111 responden yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Instrument yang digunakan adalah kuesioner tentang kesesuaian pola makan dan aktivitas olahraga penderita DM di rumah dengan anjuran (r Alpha = 0,723).
Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar penderita DM di rumah dalam menerapkan pola makan (62,2%) dan aktivitas olahraga (56,8%) masih belum sesuai dengan yang dianjurkan. Berdasarkan hasil penelitian ini direkomendasikan untuk dilakukan program senam DM dan kampaye makanan sehat, gizi seimbang bagi penderita DM oleh Puskesmas secara berkala untuk menurunkan angka kematian akibat komplikasi DM.

Complications of Diabetes Mellitus DM are often caused by lack of dietary control and exercise activities Those situations lead to an uncontrolled increase of blood sugar level This study aimed to reveal the diet and exercise activities in outpatient DM sufferer at Turikale District Maros South Sulawesi The study design was a descriptive cross sectional approach involving 111 DM patients that were recruited by purposive sampling technique The instrument used was a questionnaire about the suitability of diet and exercise activities along with the recommendation r Alpha 0 723
Results of this study showed the majority of diabetic patients still have not implemented the diet 62 2 and sports activities 56 8 as recommended DM activity program and healthy food campaign with balanced nutrition for people with diabetes need to be programmed by the health center regularly to reduce mortality due to complications of uncontrolled diabetes
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46361
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>