Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45584 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Latif
"A young man 21 years old with prognathic mandible and disharmony in dental and skeletal, is treated by orthodonsics and orthognathic surgery. Eleven month after orthodonsic treatment, osteotomi subsigmoid is done. The oblique cutting line in both ramus mandible is operated via intra oral approach. After 8 weeks post operative, finishing treatment in orthodonsics is performed. Panoramic and cephalometric post operative and one year after are shown that mandible is in good position and no relaps evidence."
Jakarta: Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Omar Luthfi
"ABSTRAK
Pendahuluan: Strategi koreksi akut pada penyakit Blount menyajikan metode yang lebih praktis dan singkat tanpa memberikan dampak psikososial dan resiko infeksi situs pin. Namun demikian, luaran anatomis pada berbagai derajat deformitas perlu dikaji kembali. Disamping itu, luaran fungsional juga merupakan aspek penting yang belum banyak dilaporkan. Metode: Sampel diambil tahun 2014-2017 dan dibagi menjadi kelompok deformitas ringan-sedang dan deformitas berat. Luaran anatomis dievaluasi berdasarkan Tibiofemoral Angle (TFA) dan Metaphyseal-Diaphyseal Angle (MDA). Rekurensi dinilai satu tahun pasca operasi. Luaran fungsional dievaluasi berdasarkan Lower Extremity Functional Scale (LEFS). Hasil: Terdapat 19 pasien dengan total 31 ekstremitas dan rerata usia operasi 8,19 (±3,10). Pada deformitas ringan-sedang, rerata pre operatif TFA adalah 32,90 (±4,38) dan MDA adalah 24,60 (±6,16). Pada deformitas berat, rerata pre operatif TFA adalah 57,57 (±11,88) dan MDA adalah 45,20 (±16,85). Berdasarkan analisa statistik, tidak didapatkan hubungan bermakna antara derajat deformitas pre operasi dengan luaran post operasi (TFA p=0,147; MDA p=0,327), satu tahun post operasi (TFA p=0,981; MDA p=0,265) dan angka rekurensi (TFA p=0,690; MDA p=0,445). Tidak didapatkan komplikasi neurovaskular maupun sindrom kompartemen post operasi. Rerata LEFS pre operasi adalah 67,00 (±7,95) pada deformitas ringan-sedangan dan 70,08 (±4,35) pada deformitas berat. Sedangkan post operasi adalah 73,85 (±2,73) pada deformitas ringan-sedang dan 75,33 (±2,46) pada deformitas berat. Pembahasan: Luaran anatomis koreksi akut pada deformitas ringan-sedang dan deformitas berat memberikan hasil yang sama baiknya. Angka rekurensi tidak dipengaruhi oleh besarnya deformitas pre operasi. Strategi ini aman diterapkan sepanjang tidak adanya komplikasi neurovaskular dan sindrom kompartemen yang didapatkan. Secara umum didapatkan peningkatan fungsional pada pre dan post operasi pada kedua kelompok.

ABSTRACT
Introduction: Acute correction strategy in Blount disease provides more practical technique and shorter monitoring without psychosocial impact and pin site infections. However, the anatomical outcomes in various degree of deformity need more investigation. Moreover, functional outcomes are important aspect that had not widely reported. Method: Samples took in 2014-2017 and divided into mild-moderate deformity and severe deformity group. Anatomical outcomes evaluated from the tibiofemoral angle (TFA) and metaphyseal-diaphyseal angle (MDA). Recurrences were evaluated one year after operation. Functional outcome was evaluated with Lower Extremity Functional Scale. Result: There are 19 patients with total of 31extremity and operation age mean 8.19 (±3.10). In mild-moderate deformity group, the pre-operative TFA mean was 32.90 (±4.38) and MDA was 24.60 (±6.16). In severe deformity group, the pre-operative TFA mean was 57.57 (±11.88) and MDA was 45.20 (±16.85). By statistical analysis, we found no correlation between the pre-operative degree of deformity with outcomes in post-operative (TFA p=0.147; MDA p=0.327), one year after operation (TFA p=0.981; MDA p=0.265) and recurrence rate (TFA p=0,690; MDA p=0.445). There are no post-operative neurovascular and compartment syndrome complication. The pre-operative LEFS score mean was 67.00 (±7.95) in mild-moderate deformity group and 70.08 (±4.35) in severe deformity group. The post-operative mean was 73.85 (±2.73) in mild-moderate deformity group and 75.33 (±2.46) in severe deformity group. Discussion: Anatomical outcomes of acute correction strategy between mild-moderate deformity group and severe deformity group show equal good result. Recurrence rate were not related by pre-operative degree of deformity. The acute correction was a safe strategy since there were no neurovascular and compartment syndrome complication founded in this study. Generally, the functional state was increase from pre to post-operative in two groups.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain A.M.
"Le Fort I osteotomy is the surgery in the maksila similar to the live fracture of the Fort I. In the orthognathic surgery, Le Fort I osteotomy is the best choice for the correction of vertical dimension and relatively easy and middle and sufficient to reposisi and maksila. For the open bite case anteriory and postering in the patient could be performed. Le Fort I osteotomy in the posterior and repositioned part of maksila toward posuride so it could be occluded, functional and restored in the intended aesthetic."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizal Nursin
"ABSTRAK
Alat-alat besar yang digunakan di Indonesia umumnya berasal dari luar negeri, dan biasanya alat tersebut dilengkapi dengan tabel-tabel yang disusun berdasarkan kondisi dan budaya pabrik pembuatnya. Karena alat tersebut digunakan di Indonesia dengan kondisi dan budaya yang berbeda,maka tabel waktu siklus yang ada perlu dikoreksi untuk mendapatkan angka yang sesuai. Faktor koreksi inilah yang diteliti dalam penelitian ini.
Penelitian ini dilakukan dengan cara observasi langsung ke lapangan dimana alat beroperasi dan dibatasi pada alat dengan type 200 dan type 300, dimana data dikumpulkan dengan menggunakan metode analisis operasi untuk mendapatkan waktu siklus. Data tersebut diolah dengan menggunakan statistik dimana pengujian data dilakukan dengan statistik pengujian menyangkut rataan dan variansi.
Dari hasil analisis data ternyata terbukti bahwa ada perbedaan waktu siklus antara tabel dengan hasil observasi lapangan, dengan demikian dari data dapat ditentukan besarnya faktor koreksi yang perlu diberikan jika menggunakan table dari pabrik pembuat alat berat.
Kesimpulan yang penting dari hasil penelitian ini adalah di dapatnya angka faktor koreksi yang diperlukan dalam menghitung produksi jika menggunakan table yaitu sebesar 1,10 untuk sudut swing 450-900 dan 1,30 untuk sudut swing 900-1800 untuk backhoe type 200, dan factor koreksi sebesar 1,13 untuk sudut swing 900-1800 untuk backhoe type 300. "
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizal Nursin
"ABSTRAK
Alat-alat besar yang digunakan di Indonesia umunya berasal dari luar negeri, dan biasanya alat tersebut dilengkapi dengan table-tabel yang disusun berdasarkan kondisi dan budaya pabrik pembuatnya. Karena alat tersebut digunakan di Indonesia dengan kondisi dan budaya yang berbeda,maka table waktu siklus yang ada perlu dikoreksi untuk mendapatkan angka yang sesuai. Faktor koreksi inilah yang diteliti dalam penelitian ini.
Penelitian ini dilakukan dengan cara observasi langsung ke lapangan dimana alat beroperasi dan dibatasi pada alat dengan type 200 dan type 300, dimana data dikumpulkan dengan menggunakan metode analisis operasi untuk mendapatkan waktu siklus. Data tersebut diolah dengan menggunakan statistik dimana pengujian data dilakukan dengan statistik pengujian menyangkut rataan dan variansi.
Dari hasil analisis data ternyata terbukti bahwa ada perbedaan waktu siklus antara table dengan hasil observasi lapangan, dengan demikian dari data dapat ditentukan besarnya factor koreksi yang perlu diberikan jika menggunakan table dari pabrik pembuat alat berat.
Kesimpulan yang penting dari hasil penelitian ini adalah di dapatnya angka factor koreksi yang diperlukan dalam menghitung produksi jika menggunakan table yaitu sebesar 1,10 untuk sudut swing 450-900, dan 1,30 untuk sudut swing 900-1800 untuk backhoe type 200, dan factor koreksi sebesar 1,13 untuk sudut swing 900-1800 untuk backhoe type 300."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1996
S28378
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Jalil
"ABSTRAK
Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar garis pandang akan dibias dan terpusat di depan retina pada keadaan mata tidak berakomodasi. Tidak penuhnya koreksi tajam penglihatan pada penderita miopia tinggi setelah dilakukan koleksi dengan pemeriksaan subjektif dan objektif, merupakan keluhan yang banyak dijumpai pada penderita dengan miopia tinggi dalam praktek sehari-hari. Penelitian ini akan melakukan pengukuran panjang aksis bola mata pada penderita miopoa tinggi dengan koreksi tajam penglihatan penuh dan tidak penuh, dan akan diuji secarastatistik apakah ada perbedaan dalam dua kelompok ini."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T58520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awandra Evandi
"ABSTRAK
Latar Belakang: Periodontitis merupakan penyakit kronik pada jaringan periodonsium yang masih menjadi masalah besar, sehingga dibutuhkan suatu model periodontitis sebagai pendekatan pencegahan dan terapi yang, terstandar, terkendali, dan sederhana untuk menangani masalah tersebut. Lipopolisakarida LPS merupakan suatu metode terstandar yang terbukti dapat menginduksi terjadinya periodontitis. Tujuan: Membuat sebuah model periodontitis regio posterior mandibula pada Rattus norvegicus Wistar yang terstandar, terkendali, dan sederhana. Metode: Periodontitis diinduksi menggunakan injeksi LPS Bakteri E.Coli dengan konsetrasi 200mg, 300mg, 500mg, dan 750mg dalam 200ml larutan saline, pada gingiva daerah interdental molar 1 dan molar 2 tulang mandibula tikus. Tikus dikorbankan pada hari ketujuh setelah injeksi, kemudian tulang mandibula didiseksi dan dipisahkan dari jaringan lunak untuk dilakukan pengamatan menggunakan stereomikroskop. Hasil: Injeksi LPS pada regio posterior mandibula Rattus norvegicus Wistar dengan konsentrasi 200mg, 300mg, 500mg, dan 750mg yang dilarutkan dalam 200ml larutan saline, menunjukkan kerusakan tulang alveolar dengan hasil kerusakan yang meningkat seiring meningkatnya konsentrasi. Kesimpulan: Injeksi lipopolisakarida dengan konsentrasi 200mg yang dilarutkan dalam 200ml larutan saline pada jaringan periodontal regio posterior mandibula Rattus norvegicus Wistar , sudah dapat dapat menyebabkan kerusakan tulang alveolar, sehingga dapat menjadi model periodontitis regio mandibula posterior yang terstandar, terkendali, dan sederhana.

ABSTRACT
Introduction Periodontitis is a chronic disease of the periodontium tissue that remains a major problem, therefore a standardized, controlled, and simple model of periodontitis is needed as a prevention and treatment approach to deal with the problem. Lipopolysaccharide LPS has been proven as the inducible of periodontitis. Objective To establish a standardized, controlled, and simple periodontitis model of Rattus norvegicus Wistar mandibula posterior region. Methods Periodontitis was induced by injection of 200mg, 300mg, 500mg, dan 750mg LPS in 200ml saline into mandibula posterior region of Rattus norvegicus Wistar at the interdental area between molar 1 and molar 2. Rats were sacrificed at 7 days after injection, and mandibula bone was dissected and separated from soft tissue, and observed by stereomicroscope. Result LPS injection of 200mg, 300mg, 500mg, dan 750mg LPS in 200ml saline into Mandibula Posterior of Rattus norvegicus Wistar shows alveolar bone destruction with increased damage as the concentration increase. Conclusion Injection of LPS with concentration of 200mg in 200ml of saline water, in the mandibula posterior region of Rattus norvegicus Wistar already can cause alveolar bone destruction, therefore it can be use as a standardized, controlled, and simple model of periodontitis in mandibular posteior."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
zhiara Aulia
"ABSTRAK
Latar Belakang: Distribusi frekuensi gigi molar tiga mandibula impaksi berdasarkan Pell-Gregory dan Winter serta hubungannya dengan kanalis mandibula dapat berguna untuk diagnosis dan menentukan rencana perawatan. Kebijakan BPJS belum dinyatakan dengan jelas tentang cakupan pelayanan pencabutan gigi molar tiga impaksi. Tujuan: Memperoleh frekuensi kasus impaksi gigi molar tiga mandibula berdasarkan klasifikasi Winter dan Pell-Greory, serta hubungannya dengan kanalis mandibula dari radiograf panoramik di RSKGM FKG UI dan dapat berkontribusi dalam kebijakan BPJS untuk cakupan pelayanan pencabutan gigi molar tiga mandibula impaksi. Metode: Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif kategorik, dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medik pasien di RSKGM FKG UI. Hasil: Peneliltian dilakukan pada 109 sampel kasus gigi molar tiga mandibula impaksi, dimana 55,96% kasus adalah pada pasien perempuan. Hasil uji Chi-Square dan Mann-Whitney yang dilakukan menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p ≥ 0,5) pada frekuensi klasifikasi molar tiga mandibula impaksi berdasarkan jenis kelamin. Frekuensi tertinggi berdasarkan klasifikasi Pell Greory adalah Kelas 2 (57,8%), Posisi A (59,6%), klasifikasi Winter adalah mesioangular (31,2%), dan hubungan antara molar tiga mandibula impaksi dengan kanalis mandibula tertinggi adalah Relasi C, yaitu garis radiopak dari kanalis mandibula terputus, sebanyak 28,4%. Kesimpulan: Penelitian ini mendapatkan hasil distribusi gigi molar tiga mandibula impaksi yang dapat menjadi acuan dalam penilaian kesulitan dalam penatalaksanaannya.

ABSTRACT
Background: The frequency and distribution of impacted mandibular third molar based on Pell-Gregory and Winters classification and its relationship with mandibular canal could be used to establish the diagnosis and determain the treatment plan. The coverage of impacted third molar extraction has not been clearly stated in the BPJS policy. Objective: This study aims to obtain the frequency and distribution of impacted mandibular third molar and the relation with mandibular canal from panoramic radiograph at RSKGM FKG UI. Methods: This was a descriptive study using secondary data which is patients medical record at RSKGM FKG UI. Results: There are 109 cases of impacted mandibula third molar, and 55,96% of the cases are in female patients. The results of Chi-Square test and Mann-Whitney test shows that statistically there are no significant differences (p ≥ 0,5) in the frequency of impacted mandibular third molar based on the gender. The highest frequency of Pell-Gregorys classification are Class 2 (57,8%) and Position A (59,6%), Winters classification is mesioangular (31,2%), and the highest frequency of the relation between impacted mandibular third molar with the mandibular canal is Relation C, that is interruption of the white line (28,4%). Conclusion: The results of the frequency and distribution of impacted mandibular third molar in this study could be used as a reference in assessing the difficulties of its management."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wita Anggraini
"Latar betakang dan cara penelitian : Penurunan densitas tulang pada wanita pascamenopause diyakini sebagai akibat defisiensi estrogen. Efek defisiensi estrogen terhadap tulang adalah peningkatan perubahan tulang (bone remodelling), yang mencapai osteopenia sampai dengan osteoporosis. Pasien wanita pasca-menopause, sering mengeluh Geligi Tiruan Penuh-nya (GTP) cepat gail (longgar). Penyebab GTP gail adalah resorpsi sisa tulang alveolar yang berkelanjutan. Di dalam penelitian ini hendak dicari hubungan antara densitas tulang di beberapa bagian rangka badan dengan bentuk anatomi mandibula tidak bergigi pada wanita pasca-menopause. Penelitian dilakukan pada 14 orang wanita pasca-menopause. Pemeriksaan densitas tulang memakai DPX-L Bone Densitometer. Observasi pada mandibula dilakukan melalui gambaran ronsen panoramik dan model cetakan. Parameter yang diteliti adalah: tinggi sisa tulang alveolar mandibula dan tebal kortikal sudut mandibula pada ronsen panoramik serta tinggi sisa tulang alveolar dan bentuk sisa tulang alveolar pada model cetakan. Data yang diperoleh diuji korelasinya dengan uji korelasi produk momen dari Pearson, uji T data mandiri dan analisis regresi multipel.
Hasil dan kesimpulan : Densitas tulang di L1-L4, femur proksimalis dan radius distalis tidak berkorelasi dengan tinggi sisa tulang alveolar (p>0,05). Densitas tulang di radius distalis berkorelasi dengan bentuk sisa tulang alveolar (p<0,0I). Densitas tulang di L1-L4, kolum femoris dan segitiga Ward pada femur berkorelasi dengan tebal kortikal sudut mandibula kiri (p"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>