Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70181 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Anis
Jakarta: UI-Press, 2013
PGB 0317
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Bondan Tiara Sofyan
"Perunggu (Cu - Sn) yang diproses melalui metalurgi serbuk merupakan material yang banyak digunakan sebagai bantalan swa-lumas (sellubricating bearings). Karakteristik dan kinerja bantalan sangat dipengaruhi oleh struktur mikro, khususnya porositas terbuka. Sedangkan struktur mikro sangat ditentukan oleh kandungan Sn dan variabel proses yang dipakai. Pada penelitian ini dievaluasi pengaruh kandungan Sn (5, 10 dan 15 %), tekanan kompaksi (200, 300 dan 400 MPa) serta temperatur sinter (800, 850 dan 900°C) terhadap karakteristik Cu-Sn produk metalurgi serbuk.
Penambahan tekanan kompaksi menaikkan densitas dan kekuatan bakalan, sementara penambahan kandungan Sn cenderung menurunkan kekuatan bakalan_ Secara umum, peningkatan temperatur sinter menyebabkan penurunan densitas produk sinter yang diikuti dengan pembesaran (swelling). Di samping itu, peningkatan temperatur sinter juga menyebabkan penurunan kekerasan makro, kekuatan tekan dan laju keausan produk sinter. Laju keausan sangat dipengaruhi oleh penambahan beban yang diluncurkan (sliding force), sementara bentuk kerusakan aus ditentukan oleh fraksi porositas terbuka yang dimiliki oleh produk sinter. Porositas dan fasa kedua, 5, yang terbentuk pada produk sinter bertambah banyak dengan penambahan kandungan Sn, yang disertai pula dengan peningkatan besar butir."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
T8939
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rhidiyan Waroko
"Material Fe-M n-C telah banyak dikembangkan sebagai material mampu luruh untuk aplikasi penyangga pembuluh dalam satu dekade belakangan ini. Penggunaan biomaterial Fe-M n-C mampu menghindari tindakan pembedahan kembali setelah pembuluh jantung kembali normal setelah mengalami penyempitan, yaitu sekitar 6-12 bulan. Pengujian material Fe-M n-C dilakukan untuk mencari kelayakan kandidat biomaterial ini digunakan sebagai penyangga pembuluh yang mampu luruh. Material tersebut dibuat dengan cara pemaduan mekanik kemudian metalurgi serbuk. Hasil pengujian EDAX pada material akhir menunjukkan komposisi material yaitu Fe-24Mn-0.4C dan Fe-33Mn-0.3C. Hasil pengujian atomic absorption spectroscopy pada ektrak larutan kedua larutan menunjukkan kandungan logam pada ekstrak material Fe-24M n-0.4C lebih tinggi dari ekstrak material Fe-33M n-0.3C. Pada permukaan kedua material juga menunjukkan adanya pembentukan lapisan kalsium fosfor yang dapat memberikan tahanan antarmuka seperti data pada pengujian electrochemical impedance spectroscopy. Secara umum, hasil pengujian biokompatibilitas dengan metode sitotoksisitas pada kedua material menunjukkan nilai viabilitas sel yang lebih baik dari material SS 316 L. Secara keseluruhan, material Fe-24M n-0.4C dan material Fe-33M n-0.3C layak digunakan sebagai kandidat biomaterial.

Fe-M n-C materials has been developed as biodegradable material for coronary stent application in recent decades. The use of Fe-Mn-C biomaterials is able to avoid surgery after heart vessels returned to normal condition after a constriction, which is about 6-12 months. Material testing of Fe-M n-C alloy is performed to proving of feasibility that biomaterials candidate for biodegredable coronary stent. Fe-Mn-C biomaterials produce by mechanical alloying and powder metallurgy. EDAX test result shows that both material composition is Fe-24M n-0.4C and Fe-33Mn-0.3C. Atomic absorption spectroscopy (AAS) test result of solution extract of both materials shows that metal composition at solution extract of Fe-24M n-0.4C material higher than solution extract of Fe-33M n-0.4C material. On the surface of both materials shows that there is a Calsium/Phospor layer. Electrochemical impedance sp ectroscopy (EIS) test result shows that there is interface barrier on the surface, that cause by Calsium/Phospor layer. Generally, biocompatibility test result shows that the cell viability of both materials is higher than SS 316 L material. For all test result shows that both material, Fe-24M n-0.4C and Fe-33Mn-0.3C material can be used for biodegradable material candidate."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T43305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Chandrika Nastiti Hendrawan
"Selongsong peluru adalah salah satu komponen yang terpenting dalam peluru karena merupakan tempat mesiu, proyektil, dan primer. Material yang digunakan untuk membuat selongsong peluru adalah paduan cartridge brass (Cu-Zn) dengan kandungan seng dalam rentang 28 ? 32 wt.%. Selongsong peluru difabrikasi dengan melewati beberapa tahap yaitu pengecoran, canai dingin, deep drawing, dan anil. Persen deformasi yang diberikan saat proses fabrikasi mencapai lebih dari 70 %, maka dari itu agar dapat melalui seluruh proses fabrikasi diatas dibutuhkan paduan kuningan yang memiliki keuletan tinggi dan perilaku rekristalisasi yang dapat dikontrol. Penambahan unsur Mn diharapkan dapat meningkatkan keuletan dari paduan cartridge brass tanpa mengorbankan kekuatan dari paduan tersebut.
Pada penelitian ini, paduan Cu-31Zn dengan penambahan 9 wt.% Mn difabrikasi dengan pengecoran gravitasi. Untuk memperoleh paduan dengan komposisi kimia yang homogen maka dilakukan perlakuan panas homogenisasi pada temperatur 800 oC selama 2 jam. Kemudian paduan dilakukan canai dingin dengan deformasi 20, 40, dan 70 %. Selanjutnya paduan dengan deformasi 70 % dilakukan perlakuan panas anil dengan variasi temperatur 300, 400, dan 600 oC selama 30 menit. Karakterisasi material yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis struktur mikro dengan mikroskop optik dan Scanning Electron Microscope (SEM) ? Energy Dispersive Spectroscopy (EDS), dan pengujian kekerasan microvickers.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan derajat deformasi sebesar 20, 40, dan 70 % menyebabkan pemipihan fasa kedua dengan L/T ratio masing-masing sebesar 4, 11,6, dan 18. Selain itu juga terjadi peningkatan kekerasan paduan yaitu sebesar 68, 147, 171, dan 205 HV. Sementara proses anil dengan variasi temperatur 300, 400, dan 600 oC menyebabkan terjadinya fenomena recovery, rekristalisasi (dgrain ~ 5 μm), dan grain growth (dgrain ~ 40 μm) yang ditandai dengan penurunan kekerasan spesimen yaitu sebesar 201, 128, dan 171 HV. Penambahan Mn menyebabkan pertumbuhan fasa kedua mengandung sedikit Zn dan Mn akibat kecenderungan ordering Cu dan Mn yang meningkatkan nilai kekerasan dan memperlambat laju rekristalisasi, sehingga dibutuhkan temperatur anil dan/atau waktu yang lebih tinggi untuk mencapai rekristalisasi sempurna pada paduan cartridge brass dengan penambahan Mn.

Cartridge shell is one of the most important components in a bullet because it contains gunpowder, projectiles, and primer. The material used to make cartridge shells are cartridge brass alloys (Cu-Zn) with the zinc content in the range of 28 ? 32 wt.%. Bullet casings are manufactured by passing through several stages fabrication, which are casting, cold rolling, deep drawing, and annealing. The degree of deformation during the fabrication process reaches 70 % or more. Therefore in order to be able to go through the whole process of fabrication it is required to use brass alloys that have high ductility and recrystallization behavior that can be controlled. The addition of Mn is expected to improve the ductility of the cartridge brass alloy without sacrificing its strength.
In this study, the characteristics of Cu-31Zn alloy with the addition of 9 wt.% Mn fabricated by gravity casting was observed. To obtain alloys with homogeneous chemical composition, homogenizing heat treatment was carried out with the temperature of 800 °C for 2 hours. Then the alloys were cold rolled with degree of deformation of 20, 40, and 70 %. Furthermore, the specimens with 70 % degree of deformation were annealed with temperature variation of 300, 400, and 600 °C for 30 minutes. Characterization of material carried out in this study included the analysis of the microstructure by optical microscopy and Scanning Electron Microscope (SEM) - Energy Dispersive Spectroscopy (EDS), and microhardness testing.
The results showed that the addition of Mn up to 9 wt.% to cartridge brass alloy led to the formation of second phase particles that are less rich in Zn and Mn content due to ordering tendency of Cu and Mn. The increase in the degree of deformation of 20, 40, and 70 % led to the decrease of second phase L/T ratio, each for 4, 11.6, and 18. There were also increase in the alloy hardness with the values of 68, 147, 171, and 205 HV respectively. The annealing process with temperature variation of 300, 400, and 600 °C led to the phenomena of recovery, recrystallization (dgrain ~ 5 μm), and grain growth (dgrain ~ 40 μm) that resulted in the decrease of hardness with the values of 201, 128, and 171 HV respectively. The effect of Mn addition in the cartridge brass alloy is to increase the hardness by solid solution and dispersion strengthening mechanisms and to decrease the rate of recrystallization, so it required higher annealing temperature and / or longer annealing time to reach full recrystallization.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S66566
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Irawan
"Zirkonium-Niobium paduan (Zr-Nb paduan) memiliki potensi untuk menggantikan implant Titanium kontemporer dengan mempertimbangkan sitotoksisitas nya, suseptibilitas magnetik dan ketahanan korosi. Metalurgi serbuk sebagai salah satu metode pembentukan dapat digunakan dalam produksi implant dengan desain rumit dan struktur mikro yang fleksibel, baik dalam komposisi dan porositas. Pemadatan dan sintering dilakukan untuk menghasilkan produk yang padat dengan porositas. Pengamatan morfologi porositas akan diamati dengan mikroskop optik dan jumlah porositas dalam paduan akan diamati dengan pengujian porositas. Sedangkan struktur kristal diamati dengan dan X-Ray Diffraction (XRD). Konstituen fasa mikro sangat tergantung pada komposisi Niobium. Pengujian kekerasan menunjukkan peningkatan seiring dengan penambahan jumlah Niobium. Sementara itu penambahan Niobium akan menurunkan jumlah porositas dan mengubah morfologi porositas menjadi berbentuk jaring. Penambahan Niobium dalam jumlah besar membutuhkan temperature sintering yang jauh lebih tinggi dibandingkan paduan dengan jumlah Niobium lebih kecil.

Zirconium-Niobium alloy (Zr-Nb alloy) has potency to replace the contemporary Titanium bioimplant by considering its cytotoxicity, magnetic susceptibility and corrosion resistance. Powder metallurgy as one of the forming methods could be used in production of bioimplant with intricate design and flexible microstructure, both in composition and porosity. Compaction and sintering is carried out to produce solid product with remained porosity. Resulting porosity of Zr-Nb alloy produced by powder metallurgy method will be characterized by density measurements and optical microscopy. Crystalline structure is observed by X-Ray Diffraction (X-RD). The microphase constituent is highly dependent on Niobium composition. The density of alloy will decrease as the addition of Niobium. In contrary, the hardness of alloy will increase as the addition of Niobium."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54356
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoza Kurniawan
"Pengembangan paduan zirkonium sebagai biomaterial diproduksi melalui metode metalurgi serbuk diteliti dengan penambahan unsur paduan molibdenum 1%, 3%, 6% dan 9% dan hubungannya terhadap densitas dan porositas, struktur mikro, kekerasan Rockwell C dan sifat bioaktivitas dengan simulated body fluid (SBF). Hasil dari pengujian densitas dan porositas didapatkan bahwa seiring dengan penambahan molibdenum akan menghasilkan porositas yang semakin banyak. Hal ini terjadi karena seiring dengan penambahan molibdenum akan menurunkan koefisien difusivitas pada paduan zirkonium. Struktur mikro yang terbentuk didominasi fasa α-Zr dan Mo2Zr. Namun seiring dengan penambahan molibdenum, akan terbentuk fasa γ-Mo yang merupakan serbuk molibdenum yang tidak terdifusi ke dalam β-Zr dalam proses sinter. Kekerasan yang dicapai pada penambahan molibdenum bervariasi antara 42 HRC hingga 45 HRC, dimana terendah dicapai 3% Mo dengan 42,14 HRC dan tertinggi 6% Mo dengan 45,08 HRC. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah porositas dan fasa Mo2Zr yang terbentuk di dalam paduan. Sifat bioaktivitas logam zirkonium semakin menurun seiring dengan penambahan molibdenum yang disebabkan oleh terbentuknya fasa γ-Mo pada struktur mikro.

Development of zirconium alloy as biomaterial produced with powder metallurgy method is observed from the effect of 1%, 3%, 6% and 9% molybdenum addition on density and porosity, microstructure, Rockwell C hardness and bioactivity properties with simulated body fluid (SBF). The result of density and porosity testing shows the increasing molybdenum content can produce more porosity on alloys. That caused by the addition of molybdenum would decrease coefficient of diffusivity in zirconium alloys. Microstructure formed predominantly α-Zr phase and Mo2Zr. But along with the addition of molybdenum, will form γ-Mo phase which is the molybdenum powders did not diffuse into β-Zr on sintering process. Hardness on addition of molybdenum varies between 42 HRC to 45 HRC, which in the lowest achieved by 3% Mo with 42,12 HRC and the highest achieved by 6% Mo with 45,08 HRC. That in influenced by the amount of porosity and Mo2Zr phase in the alloys. Bioactivity properties in zirconium alloy will decrease along with the addition of molybdenum, which caused the formation of γ-Mo phase on the microstructure.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S53849
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dharmanto
"Proses atomisasi logam biasanya menghasilkan serbuk dengan butiran partikel berukuran lebih dari 200 μm, berbentuk tidak teratur. Selain itu, saat ini diperlukan juga serbuk logam dengan densitas rendah untuk aplikasi PM, supaya menghasilkan modulus elastisitas rendah. Hal tersebut dikarenakan adanya masalah modulus elastisitas logam jauh lebih besar daripada modulus elastisitas tulang alami (10 hingga 30 GPa) mendekati modulus elastisitas tulang alami. Melihat masalah tersebut maka dibutuhkan reaktor fabrikasi serbuk logam yang tepat, yang mampu untuk memproduksi serbuk logam dengan butiran partikel berbentuk bulat berpori berukuran kurang dari 200 μm dan berbiaya rendah. Maka pada penelitian ini, sebuah alat atomisasi plasma berbiaya rendah dirancang dan dibuat sebagai solusi untuk masalah biaya tinggi, masalah bentuk yang tidak beraturan pada hasil atomisasi plasma, dan masalah modulus elastisitas logam jauh lebih besar daripada modulus elastisitas tulang alami. Kemudian dibuat atomisasi plasma dengan daya sumber energi kurang dari 7 kVA. Prototipe mesin atomisasi telah berhasil dibuat dapat memproduksi serbuk logam dengan butiran partikel berbentuk bulat berpori dengan ukuran <200 μm dengan teknologi plasma berbiaya rendah. Prototipe mesin atomisasi plasma memiliki chamber dengan ukuran diameter 500 mm dengan tinggi 1000 mm, yang dilengkapi dengan dua buah siklon, dua buah scrubber basah, dua buah saringan dan kompresor. Pembangkit plasma memiliki tegangan keluaran rata-rata kurang lebih 102 volt, dengan arus yang dapat diatur dari 20 A sampai dengan 60 A. Pada variasi kecepatan umpan 2 mm3/detik, 3 mm3/detik, dan 4 mm3/detik pada ukuran serbuk <200μm masing masing adalah 4.90%, 5.20%, dan 5.35%, dimungkinkan tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil jumlah serbuk ukuran <200μm. Dimana pencapaian jumlah hasil ukuran serbuk <200μm dibagi dengan jumlah seluruh hasil produksi (Yield Rasio) masing masing adalah 5.15%, 5.48%, dan 5.65%. Jumlah serbuk tertinggi dihasilkan dari variasi arus 35 A, diikuti dengan arus 30 A dan 25 A, yaitu masing masing adalah 18.30%, 14.30%, dan 11.35%. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi arus yang digunakan maka akan menghasilkan serbuk dengan ukuran <200 μm semakin banyak. Dimana pencapaian jumlah hasil ukuran serbuk <200μm dibagi dengan jumlah seluruh hasil produksi (Yield Rasio) masing masing berurutan adalah 22.49%, 16.69%, dan 12.80%. Jumlah serbuk pada ukuran partikel <200 μm untuk tekanan 1.5 bar, tekanan 2.0 bar, dan tekanan 2.5 bar masing-masing adalah 8.05%, 23.60%, dan 17.50%. Ada kemungkinan bahwa ini bisa terjadi karena untuk memecah logam cair menjadi tetesan butiran ukuran yang lebih kecil, diperlukan energi kinetik dari tekanan gas yang lebih besar. Sehingga tekanan gas yang besar dapat menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan tekanan gas yang kecil. Sedangkan pada tekanan 2.5 bar terjadi penurunan jumlah pada ukuran serbuk <200 μm, hal tersebut dimungkinkan karena pada tekanan 2.5 bar terjadi menurunkan lama waktu kontak lelehan logam pada nosel atau panas yang kontak dengan lelehan logam berkurang. Hasil serbuk dari desain baru atomisasi conduit plasma telah dianalisis menggunakan desain eksperimen untuk mendapatkan nilai optimal dari distribusi ukuran partikel serbuk logam. Optimalisasi parameter terbaik untuk mendapatkan distribusi ukuran partikel minimum dalam serbuk logam. Nilai minimum dalam hasil distribusi ukuran partikel D10, D50, dan D90 dari optimasi adalah 71 μm, 325 μm, dan 534 μm, dan nilainya dapat dicapai dengan menggabungkan parameter arus dan faktor tekanan 45 A dan 2.5 bar. Hasil persamaan regresi dapat digunakan sebagai referensi dalam pengoperasian alat atomisasi plasma saluran dalam memperoleh distribusi ukuran partikel tertentu yang dibutuhkan. Porositas serbuk logam dari hasil atomisasi plasma desain baru telah dianalisis menggunakan desain eksperimen. Analisis desain eksperimen untuk mendapatkan nilai porositas serbuk logam yang optimal. Variasi arus 45 A memiliki jumlah porositas yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah porositas pada variasi arus 40 A atau 35 A. Permukaan partikel serbuk pada variasi 45 A memiliki permukaan yang lebih halus dibandingkan permukaan partikel serbuk. dengan variasi 40 A dan 35 A. Serbuk logam dari hasil arus 45 A memiliki bentuk bulat yang lebih sempurna dibandingkan arus 40 A atau 35 A. Alat atomisasi conduit plasma dengan diameter lubang conduit 4 mm dan panjang 100 mm, jika digunakan untuk menghasilkan Ti Alloy maka arus yang disarankan adalah diatas 45 A dengan tegangan 102 V. Penelitian ini telah berhasil membuat bahan baku logam ringan densitas 4.11 ±0.32 g/cm3 dengan modulus elastisitas kompresi didapat rata-rata 11.05 ±2.9 GPa dari bahan serbuk stainless steel sebagai salah satu contoh aplikasi produk akhir dari hasil serbuk atomisasi plasma.

The metal atomization process usually produces powders with particles of more than 200 m in size, irregular in shape. In addition, currently also required metal powders with low density for PM applications in order to produce a low modulus of elasticity, because the modulus of elasticity of metal is much larger than the modulus of elasticity of natural bone (10 to 30 GPa), approaching the modulus of elasticity of natural bone. Seeing these problems, we need an appropriate metal powder fabrication reactor, which is capable of producing metal powders with spherical, porous particles measuring less than 200 m and low cost. So in this study, a low-cost plasma atomizer is designed and manufactured as a solution to the problem of high cost, the problem of irregular shape in the plasma atomization result, and the problem of the modulus of elasticity of metals being much larger than the modulus of elasticity of natural bone. Then made atomization plasma with an energy source of less than 7 kVA. The atomization machine prototype has been successfully manufactured to produce metal powders with spherical porous particles of <200 m in size using low-cost plasma technology. The plasma atomizer prototype has a chamber with a diameter of 500 mm and a height of 1000 mm, which is equipped with two cyclones, two wet scrubbers, two filters, and a compressor. The plasma generator has an average output voltage of approximately 102 volts, with a current that can adjust from 20 A to 60 A. The raw material is in the form of a wire with a diameter of 1.6 mm. The feed speed variation of 2 mm3/second, 3 mm3/second, and 4 mm3/second at powder size <200μm, which are 4.90%, 5.20%, and 5.35% respectively, it is possible that it has no significant effect on the yield of powder size <200μm. The total yield of powder size <200μm divided by the total yield (Yield Ratio) is 5.15%, 5.48%, and 5.65%, respectively. The highest amount of powder was produced from the variation of the current 35 A, followed by the current 30 A and 25 A, which were 18.30%, 14.30%, and 11.35%, respectively. This shows that the higher the current, the more powders with a size of <200 m will be produced. Where the achievement of the total yield of powder size <200μm divided by the total number of production results (Yield Ratio), respectively, were 22.49%, 16.69%, and 12.80%, respectively. The pressure variation of 1.5 bar pressure, 2.0 bar pressure, and 2.5 bar pressure at powder size <200 μm were 8.05%, 23.60%, and 17.50%, respectively. It is possible that this could happen because to break the molten metal into smaller droplets, needs the kinetic energy of the gas pressure is greater so that large gas pressure can produce a smaller particle size compared to small gas pressure. While at a pressure of 2.5 bar there is a decrease in the amount of powder size <200 m, this is possible because, at a pressure of 2.5 bar, there is a decrease in the contact time of the molten metal on the nozzle or the heat in contact with the molten metal decreases.. The powder yield from the new design of the channel plasma atomization has been analyzed using the experimental design to obtain the optimal value of the metal powder particle size distribution. Optimization of the best parameters to obtain the minimum particle size distribution in metal powders. The minimum values in the D10, D50, and D90 particle size distribution results from the optimization are 71 μm, 325 μm, and 534 μm, and these values can be achieved by combining current parameters and pressure factors of 45 A and 2.5 bar. The results of the regression equation can be used as a reference in the operation of the channel plasma atomizer in obtaining the required particle size distribution. The porosity of the metal powder from the plasma atomization of the new design was analyzed using a design of experimental. The design of experimental analysis to obtain optimal porosity values for metal powders. The current variation of 45 A has a smaller amount of porosity than the amount of porosity at the current variation of 40 A or 35 A. The surface of the powder particles in the 45 A variation has a smoother surface than the surface of the powder particles. With variations of 40 A and 35 A. The metal powder of current 45A has a more perfect spherical shape than the current 40 A or 35 A. A conduit plasma atomizer with a conduit hole diameter of 4 mm and a length of 100 mm, if used to produce Ti Alloy, the recommended current is above 45 A with a voltage of 102 V. This research was succeeded in making light metal raw materials with a density of 4.11 ±0.32 g/cm3 with an elastic modulus of compression obtained an average of 11.05 ±2.9 GPa from stainless steel powder as an example of the application of the final product from plasma atomization powder."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Wirahadisaputra
"Perkembangan metalurgi serbuk besi untuk pembuatan komponen otomotif telah mendorong diciptakannya metode kompaksi hangat untuk mendapatkan bakalan dengan densitas yang tinggi. Penelitian ini hendak membandingkan beberapa karakteristik bakalan dan produk sintar hasil kornpaksf temperatur ruang, F50°C dan 25O°C dengan campuran serbuk yang relatif sederhana dan murah, yaitu_FeO hasil millscale, dan 0,5% grafit.
Serbuk FeO, graffr, Zn stearate, dan glyserin dicampur dan diaduk; kemudian dikompaksi pada tiga variabel temperatur tersebut di atas pada tekanan 600 MPa, dengan waktu rahan 5 menit. Seluruh sampel disinter dalam atmosfir endogas pada temperatur H20”C selama 30 menit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa makin tingginya temperatur kompaksi diikuti dengan peningkatan densitas dan kekuatan tekan bakalan; Serta peningkatan densitas, kekuatan tekan dan kekerasan prodak sinter. Porositas sinter ditemukan sernakin sedikit. Kompaksi hangar menyebabkan daerah kontak antar partfkef bakalan semakin Iuas, yang dibuktikan melalui pengujian fuas permukaan bakalan. Perubanan dimensi tidak menunjukkan kecenderungan tertentu meskipun perabahan total menunjukkan sampel mengalami pengembangan (sweiling).
Dari perbandingan dua temperatur kampaksi 150°C dan 250°C, temperatur I50"C dinilai Iebih efisien karena selain lebih hemat biaya dan wakta pemanasan; beberapa karakteristik bakaian dan produk sinter dari kedua temperatur tersebat tidak berbeda jaun. Sedangkan antara kompaksi temperatur ruang dan ?50°C menunjukkan perbedaan yang berarti."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S41998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Smallman, R.E.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991
669.94 SMA m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>