Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112069 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Setiadi Julianto
"Bidang Telekornunikasi diyakini sebagai salah satu pIlar bagi kemajuan suatu negara dan merupakan kebutuhan utama investor sebelum memutuskan untuk mengalirkan dananya (seperti pada kasus pembangunan Jerman Timur). Indonesia termasuk dalam negara yang tingkat penetrasi pelayanan telekomunikasi raya terendah di antara negara-negara ASEAN, untuk itu upaya mempcrcepat pcnggelaraii jaringan telekomunikasi perlu didukung.
Mengingat pentingnya bidang Telekomunikasi bagi kemajuan dan kemakmuran ekonomi Negara, maka perlu kesadaran kita semua untuk mengetahui secara gamblang seluruh aspek yang mempengaruhi sukses tidaknya upaya demi memajukan pertelekomunikasian terlebih bagi Indonesia yang memiliki area yang demikian luas dengan penduduk yang lebih dari 210 juta jiwa sehingga upaya pembangunan sarana telekomunikasi juga dapat dimaksudkan untuk memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam membangun jaringan telekomunikasi khususnya Selular (GSM) kita membutuhkan dana dan investor untuk berusaha disini sekaligus memperoleh keuntungan dan usahanya. Tentunya peran pemerintah dalam memutuskan aturan main yang adil bagi iklim persaingan antar operator dan kemudahan penggelaran jaríngan perlu kita dukung terutama dalam rnenghitung besar tarif yang wajar demi meningkatkan gairah berinvestasi di bidang selular.
Karya Akhir ini akan membuat model atau formula perhitungan tarif airtime selular. Penulis menganggap penting untuk membuat formula tersebut mengingat híngga saat ini belum ada kajian teknis perihal tata cara perhitungan tarif selular yang wajar artinya dapat diterima oleh masyarakat sebagai si penerima value dan benefit dan pada sisi lain dihasilkan value bagi investor yang berupa keuntungan berusaha sesuai perhitungan yang wajar dalam Capital Budgeting.
Dengan Karya Akhir ini dapat diperlihatkan bahwa perhitungan tarif airtime sangat dipengaruhi oleh:
- Pemilihan Teknologi
- Aspek Komersial dalam menentukan harga per satuan pelanggan
- Kecepatan (Waktu untuk proses pembangunan jaringan)
- Efisiensi Biaya beban usaha yang meliputi (Keandalan Operasi Jaringan, Penetrasi Marketing, Fee Spektrurn Frekukensi, Biaya)
- Pajak oleh Pemerintah
Model perhitungan tarif airtime yang kami lakukan sekaligus mengoreksi usulan formula tarif yang disampaikan oleh Departemen Perhubungan sebagaimana tertuang dalam Rancangan Tata Cara perhitungan Tarif Sambungan Telepon Bergerak Selular.
Hasil perhitungan besar tarif airtime rata-rata tertimbang dengan scenario most likely didapatkan Rp. 722,-per menit. Pada dasarnya tarif adalah nilai terendah yang dapat diterima oleh supplier dan merupakan nilai limit tertinggi yang dapat disetujui oleh pemerintah selaku regulator.
Menurut ketentuan perundangan yang berlaku saat ini terdapat diskriminasi tarif antara postpaid dan prepaid, dimana ketentuan tarif airtime postpaid menggunakan Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan TeIekomunikasi KM. 27/PR.301/MPPT?98 dan ketentuan tarif airtime prepaid Keputusan Menteri KM 79/1998. Sesuai ketentuan pemerintah, besar tarif airtime maksimai Untuk postpaid adalah Rp.406,25,- pada peak hour dan besar tarif aitlime maksimal untuk prepaid adalah sebesar Rp. 974,25,- Jadi berdasarkan analisa perhitungan yang kami lakukan dan jika perilaku pemakaian telepon oleh pelanggan selular tidak berubah, maka seluruh operator akan cenderung untuk menjual kartu prepaid dan mematok tarif airtime Rp. 974,25,-.per menit.
Berdasarkan data dalam Karya Akhir ini, maka dapat diusulkan kepada pemerintah untuk menaikkan tarif airtime postpaid hingga 20 % dan tarif prepaid maksimal adalah sebesar 90 % Iebih besar dari tarif airtime postpaid pada peak hour. Sehingga didapatkan besar tarif airtime postpaid adalab Rp. 390,- per menit atau Rp. 487,5,- pada peak hour dan maksimal Rp. 926,25,- untuk prepaid.
Penulis menyadari keterbatasan dalam beberapa hal terutama sekali dalam mensintesa data pendukung mungkin ada yang tertinggal. Hal tersebut dapat saja terjadi mengingat kompleksitas permasalahan, untuk itu kritik dan masukan sangat diharapkan demi kemajuan kajian perhitungan tarif airtime selular di Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T3319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra C. Baskara
"Gas alam Indonesia yang selama ini menjadi komoditi ekspor, sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan domestik , baik sebagai bahan bakar (pembangkit tenaga listrik) atau sebagal bahan baku (industri pupuk dan petrokimia). Selama ini pasar domestik yang cukup besar dan tersebar di seluruh Indonesia dipasok secara terbatas oleh lapangan lapangan gas yang terdapat di sekitar lokasi industri tersebut.
Perusahaan Gas Negara (PGN) mengantisipasi kondisi ini dengan rencana pembangunan jaringan transmisi dan distribusi gas alam yang terintegrasi secara bertahap dan akan mencakup sebagian besar kawasan Indonesia bagian barat. Pulau Jawa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk dalam rencana PGN tersebut. Pembangunan jaringan transmisi dan distribusi di pulau Jawa ini akari membuka peluang bagi pengembangan lapangan gas dengan cadangan marjinal (<600 BCF) yang selama ini dianggap tidak ekonomis.
Tiga lapangan gas di pulau Jawa, saw lapangan terletak di lepas pantai (offshore) dan dua lapangan terletak di daratan (onshore), dianalisis dengan menggunakan metode capital budgeting untuk mengetahui apakah laparigan lapangan gas marjinal tersebut bisa dikembangkan sebagai lapangan gas berproduksi. Perhitungan tingkat produksi menggunakan metode kurva penurunan eksponensial, mengingat data yang tersedia relatif terbatas. Hash perhitungan tingkat produksi ¡ni selanjutnya digunakan dalam perhitungan cash flow.
Hasil analisis dengan menggunakan metode capital budgeting ketiga lapangan tersebut menunjukkan bahwa ketiga lapangan gas tersebut bisa dikembangkan secara ekonomis. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan Net Present value (NPV) yang positif, Internal Rate of Return (IRR) lebih besar dan cost of capital, Profitability Index (PI) Iebih besar dan 1 dan Payback Period antara 4 sampai 9 tahun. Besarnya NPV dan ketiga lapangan gas ¡ni dlsebabkan oieh tidak diperhitungkannya biaya eksplorasi (dianggap TMsunk costt?) dan rendahnya biaya investasi untuk pemasangan pipeline, khususnya lapangan yang terletak di dekat jaringan transmisi dan distribusi gas PGN.
Analisis sensitivitas yang juga dilakukan menunjukkan bahwa dari tiga variabel yang mempengaruhi perubahan NPV yaitu harga, operating cost dan cost of capital, vaniabel harga adalah yang paling sensitif dengan pengaruh positif terhadap perubahan NPV. Variabel yang paling kurang sensitif adalah operating cost, dimana variabel Operating cost dan variabel cost of capit mempunyai pengaruh negatif terhadap perubahan NPV.
Keterbatasan data dalam melakukan analisis yang akurat dapat diatasi dengan menggunakan data terinci dan Pertamina melalul prosedur yang sudah ditentukan. Data terinci yang dimaksud adalah data terinci mengenai karakteristik reservoir dan suatu lapangan gas yang sangat berpengaruh dalam perhitungan tingkat produksi. Perhitungan tingkat produksi yang akurat akan menghasilkan perhitungan capital budgeting yang akurat pula dan menjadi dasar pengambilan keputusan untuk melakukan investasi atau tidak."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pri Hartanto
"Karya akhir ini, merupakan pembahasan yang dilandasi upaya untuk mengambil peluang usaha yang terbuka oleh diterbitkanya Undang-Undang Pelayaran Nasional tahun 2008, yang memungkinkan sebuah perusahaan swasta nasional untuk mengusahakan kegiatan di bidang pengelolaan pelabuhan umum di Indonesia. Adanya kepadatan yang terjadi pada aktivitas bongkar muat kargo barang pada pelabuhan umum di Dumai, memberikan ide untuk melakukan investasi pengelolaan pelabuhan umum di Dumai, dengan harapan bahwa konsumen yang selama ini bersusah payah mengantri pada pelabuhan laut umum di Dumai, tertarik untuk memanfaatkan jasa pelabuan dari PT.X sehingga kegiatan operasional para penguna jasa pelabuhan di kota Dumai, tidak lagi akan terhambat. Penilaian layak tidaknya proyek investasi ini, akan dipertimbangkan dengan menggunakan metode analisa capital budgeting, di dalamnya termasuk metode perhitungan net present value, internal rate of return, dan payback period. Dengan kriteria mendasar yaitu net present value harus lebih dari nol, internal rate of return harus melebihi besaran dari biaya modal, dan payback period tidak melebihi dari setengah umur ekonomis proyek.
Untuk lebih meningkatkan tingkat kehandalan informasi, maka digunakan pula analisa simulasi Crystal Ball yang dilakukan terhadap besaran net present value, internal rate of return, dan payback period. Berdasarkan hasil yang diperoleh, disimpulkan bahwa proyek ini, layak untuk dijalankan. Dimana melalui hasil perhitungan dan simulasi diperoleh net present value yang besarnya lebih dari nol, internal rate of return yang besarnya lebih dari biaya modal, dan payback period yang periode waktunya tidak mencapai setengah umur proyek. Saran yang diberikan ialah, sebaiknya pihak manajemen dari perusahaan dapat melakukan renegosaisi ulang dan pencarian ulang kontraktor, untuk memperoleh biaya pembangunan yang lebih baik, dan perusahaan dapat mulai melakukan pemasaran terhadap pihak yang dapat menjadi pelangan untuk proyek ini.

study is a research, which based on a opportunity that occur in the wake of 2008 National Maritime Regulation, that enable a private owned company to own and operate its own public port in Indonesia. In conjunction with the increase of activity that result to a congestion in Dumai public port, give an idea for the company to do an investment at port business in Dumai, with hope that the regular customer of Dumai public port, will be interested to use PT. X port, so that their operation activity in Dumai, will not be hindered again.
To capital budgeting method will be used to asses the feasibility of this investment project. Which include net present value, internal rate of return, and payback period. With basic criteria such as : net present value should be more than zero, internal rate of return must be greater than the cost of capital, and payback period should be no more half of the project economical life. To enhanced the reliability of the information provided in the research, Crystal Ball simulation will be performed for net present value, internal rate of return and payback period. From the result obtained a conclusions can be drawn, that this project is feasible to be executed. Reasoning that from calculation and simulation, obtained result such as : net present value is above zero, internal rate of return is greater than cost of capital, and payback period is not more than half of project economical life. Suggestion given to this project are : management of the company should renegotiate and reevaluate the contractor for this project, so that the company can obtained a better price for construction, and the company can start to do a marketing campaign to every potential customer for this project."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26554
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Artanto
"Karya akhir ini membahas tentang pembuktian kelayakan proyek implementasi dan pengembangan sistem aplikasi ERP di PT. XYZ, dilihat dari pandangan keuangan. Proyek implementasi dan pengembangan sistem aplikasi ERP tersebut dijabarkan melalui cash inflow, cash outflow, depresiasi, proyeksi cash flow sebagai komponenkomponen perhitungan NPV dan IRR. Kedua metode tersebut adalah metode yang digunakan untuk melakukan pengukuran apakah layak atau tidaknya suatu proyek implementasi sistem aplikasi ERP di Perusahaan selama pengembangan dan lima tahun setelahnya terhitung setelah sistem aplikasi tersebut digunakan secara operasional. Dari hasil analisis dengan menggunakan kedua metode tersebut, proyek implementasi dan pengembangan sistem aplikasi tersebut layak untuk dijalankan.

This thesis discusses about the feasibility of the ERP application systems development project at PT. XYZ from the financial outlook. To measure the feasibility study in this project, NPV and IRR are the main method will be used. Those two method were used for establishing the project whether it is feasible or not. The main component for calculating the NPV and IRR includes cash inflow, cash outflow, depreciation, cash flow projections. Based on observations and calculations, the ERP implementation and development project in the Company is feasible."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28225
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eriska Yudistirani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyusunan, pembahasan dan alokasi, pelaksanaan dan pelaporan anggaran berbasis kinerja di Badan Kepegawaian Negara (BKN). Penelitian yang yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan metode observasi, studi pustaka dan wawancara. Namun penerapan anggaran berbasis kinerja masih berada pada tataran format belum sampai pada esensi penggaran kinerja yang semestinya. Cukup banyak kelemahan dalam penerapan anggaran berbasis kinerja di BKN meliputi: (1) penyusunan anggaran masih berorientasi kepada input dan sangat minimnya informasi tentang keluaran (output) dan hasil (outcome) program (2) penyusunan anggaran terkadang tidak sinkron dengan Renja KL (3) fleksibilitass pelaksanaan anggaran belum berjalan karena masih melakukan pengendalian ketat anggaran per jenis belanja dan mata anggaran pengeluaran (4) belum adanya format baku pelaporan kinerja dan anggaran (5) format Renja KL masih bersifat masih bersifat kualitatif tanpa target sehingga tidak ada ukuran untuk menilai keberhasilannya (5) format RKA-KL masih sangat minim informasi tentang hasil program dan keluaran kegiatan. Saran utama yang diberikan di penelitian ini adalah: (1) menyempurnakan indikator kerja yang tercantum dalam Renja KL dan RKA-KL agar lebih berorientasi agar lebih berorientasi kepada output/outcome serta jelas targetnya dan bila perlu dicantumkan sumber pengukurannya (2) menyederhanakan dokumen perencanaan dan mempercepat proses penyusunan anggaran sehingga perencanaan kegiatan dapat dilakukan sebelum pengajuan anggaran (3) menggunakan data kinerja sebagai dasar alokasi anggaran tiap unit kerja (4) meningkatkan koordinasi antara Biro Perencanaan dan Inspektorat (5) Meningkatkan kapasitas dalam bidang akuntansi dan keuangan melalui pendidikan dan pelatihan.

This research aims to determine the preparation, discussion and allocation, execution and reporting of performance-based budgeting in the National Civil Service Agency. The research is qualitative analysis and using observation, library research and interviews methods. The application of performance-based budgeting is still at the format level, it has not reached the proper performance-based budgeting essence. There are some weaknesses in the implementation of performance-based budgeting in BKN, namely : (1) preparation of the budget is input oriented and lack of output information (output) and program results (outcomes) (2) the budget preparation is sometimes out of sync with Renja KL (3) the flexibility of budget implementation has not run because there are strict controls on each type expenditure budget and expenditures budget items (4) the absence of a standardized format of performance and budget report (5) Renja KL format is qualitative untargeted so that there is no measurement to assess its success (6) format RKA-KL is still lack of information about program outcomes and activities outputs. The main advices given in this research are: (1) to enhance the performance indicators listed in Renja KL and RKA-KL to be more oriented to output / outcome and have a clear target and if it is necessary, sources of measurement should be included (2) to simplify the planning documents and speed up the budgeting process so that planning activities can be carried out before the submission of the budget (3) to use performance data as the basis of the budget allocations for each unit of work (4) to improve coordination between the Planning and Inspectorate Bureau (5) to increase the capacity of accounting and finance fields through education and training."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arresto Ario
"Aplikasi Participation TV (PTV) adalah salah satu produk nilai tambah yang dibawa oleh Comverse (CMV) dalam industri Telekomunikasi. PTV merupakan layanan yang disediakan oleh CMV dengan menggunakan teknologi 3G yang memungkinkan pemirsa TV untuk berinteraksi dalam program yang dilangsungkan secara visual. Alur penggunaan aplikasi PTV, bukanlah sesuatu yang sederhana. Kompleksitas alur penggunaan ini dipengaruhi oleh banyaknya pemangku kepentingan.
Di antara pemangku pemangku kepentingan tadi, yang terpenting adalah operator 3G dan TV, Untuk memasuki pasar, CMV harus melakukan pendekatan terhadap kedua operator ini. CMV memiliki motivasi untuk mempercepat pemasaran aplikasi ini karena ingin mempercepat cost recovery dan meraih keuntungan sebagai pemain pertama yang masuk pasar. Namun pemasaran ini memiliki kendala yang harus dianalisa, yaitu tingkat penerimaan teknologi baru di pasar.
Industri Telekomunikasi Selular merupakan industri yang saat ini sedang naik daun dalam dunia bisnis di dunia. Di Indonesia sendiri, perusahaan yang bergerak di bisnis telekomunikasi selular juga berhasil mcnunjukkan eksistensi di hidnngnya dengan perform yang sangat baik. Sejak awal perkembangan pada sekitar tahun 1997, Industri ini berkembang sangat pesat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah operator dan diikuti dengan peningkatan jumlah pelanggan.
Industri televisi di Indonesia juga sedang berkembang dengan pesat. Saat ini terdapat 13 Operator TV yang beroperasi di Indonesia dengan cakupan lokal maupun nasional. Industri televisi yang sudah ramai ini ditambah dengan adanya layanan Televisi berbayar baik yang yang menggunakan satelit maupun teknologi kabel. Kepadatan industri ini menyebabkan semua Operator TV mencoba mencari nilai tambah yang berbeda untuk menarik pemirsanya dan menarik investor yang mau melakukan strategi pemasaran dengan menggunakan media televisi.
Permasalahan yang muncul adalah bagaimana peluang penerimaan di pasar dan inisiatif apa yang perlu diambil oleh CMV untuk mcmpercepat pemasaran aplikasi P'1 V. Setidaknya ada tiga pertanyaan yang hams dianalisa:
1. Apakah faktor pendukung infrastruktur 3G dapat mendukung impl ementasi?
2. Bagaimana mengurangi penghalang adopsi dan meningkatkan penerimaan?
3. Siapa yang menjadi prioritas target pasar dan bagaimana minat mereka?
CMV adalah perusahaan yang mulai berdiri sejak tahun 1984. perusahaan ini memiliki kantor pusat di Wakefield, USA dengan pusat operasi tambahan di Td Aviv dan Hongkong. CMV mulai memasuki Indonesia pada tahun 1997 dimana pada saat itu teknologi sclular GSM sedang mulai berkembang. Kesamaan waktu ini memberikan keuntungan bagi CMV untuk berkembang bersama operator selular.
CMV memiliki motivasi untuk - mempercepat pemasaran aplikasi ini di Indonesia karena adanya beberapa alasan. Alasan internal adalah dorongan internal untuk mempercepat cost recovery untuk riset dan pengembangan aplikasi ini. Selain alasan internal ini, secara stratej ik CMV juga memiliki alasan eksternal yaitu mengambil keuntungan sebagai first mover dan menyelaraskan dengan momentum pertumbuhan 3G di Indonesia. Salah saki implikasi yang muncul adalah kepentingan untuk menciptakan permintaan dari sisi operator TV agar dapat memperbesar probabilitas penerimaan aplikasi ini daiam rantai nilai tambah.
Pada saat melakukan analisa mengenai kesiapan infrastruktur, temuan yang didapatkan adalah operator 3G memiliki kesiapan infrastruktur, baik dari sisi cakupan area, kualitas jaringan dan komitmen pemasaran. Jika dilihat pada analisa penerimaan teknologi hare. operator 3G dan operator TV memiliki peluang yang besar monk meningkatkan adopsi PTV di pasar dengan pengembangan yang bisa disesuaikan dengan faktor yang mendukung hat ini. Pada analisa prioritas target pasar, temuan yang ada adalah adanya peluang pasar yang cukup besar. Hal ini dapat disikapi dengan penyediaan format yang sesuai dengan target pasar ini.
Berdasarkan analisa yang dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil adalah CNN memiliki peluang untuk melakukan pemasaran PTV di Indonesia. CMV hares berperan aktif mengembangkan aplikasi agar dapat meningkatkan penerimaan aplikasi di pasar. Faktor¬taktor yang menentukan kesimpulan ini adalah:
1. Infrastruktur 3G yang tersedia memiliki kelayakan dalam mendukung aplikasi PTV.
2. Masyarakat Indonesia cukup terbuka pada teknologi baru. Penerimaan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan keselarasan dengan faktor-faktor yang mendukung tingkat adopsi ini.
3. Ada peluang target pasar yang sangat menarik yaitu pelajar dengan usia dibawah 25 tahun. Penyediaan format acara yang sesuai dengan minat target pasar ini bukanlah sesuatu yang sangat sulit.
Berdasarkan kesimpulan bahwa PTV memiliki peluang untuk memasuki pasar Indonesia. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh CMV untuk memperkuat peluang ini. Langkah-langkah yang diambil oleh CMV hams didukung oleh beberapa department secara terintegrasi. Departemen yang akan terkait adalah pemasaran, riset dan pengembangan, dan manajemen proyek.

Participation TV Application is one of the added value products brought by Comverse (CMV) in the Telecommunication industry. PTV is a service provided by CMV using 3G technologies, which enables the TV viewers to interact with the program that is aired visually. The usage path of PTV application is not a simple matter. The number of stakeholders involved affects the complexity of the usage path.
Among those stakeholders the most important ones are the 3G and Television Operators. In entering the market, CMV must use approach toward these two operators. CMV has the motivation to accelerate the marketing of this application because it wants to swiftly earn cost recovery and gain benefit as the first player to be in the market. However this marketing effort has further obstacle that needs to be analyzed, that is the level of acceptance of new technology in the market.
The Cellular Telecommunication Industry is a prominent industry in the world. In Indonesia itself companies that are in the cellular telecommunication business have shown their existences with excellent performance. From its first development back in 1997 this industry has developed rapidly, which was marked by the increasing number of operators and followed by the increased number of customers.
Television Industry in Indonesia is also developing rapidly. At the moment, there are 13 Television Stations that are operating in Indonesia with local or national coverage. This is added with the presence of paid television service using satellite or cable technology. The increasing density of this industry has cause television operator to seek for different added value in attracting its viewers and grab more investors who are interested in using television as their marketing strategy.
The problem arisen is how the acceptance opportunity really is in the market, and what kind of initiative that CMV should take in order to accelerate the marketing of PTV application. There are at least three questions that should be analyzed:
1. Are the supporting factors of 3G infrastructures able to support the implementation?
2. How could we reduce the adoption barrier and increase the acceptance level?
3. Who are the priorities of target market and how is their intention?
CMV is a company that has been established since 1984. The headquarter of this company is resided in Wakefield, USA with additional center of operations in Tel Aviv and Hong Kong. CMV has been in Indonesia since 1997 where at that time the GSM cellular technology was beginning to develop. The perfect timing of its presence has benefited CMV in developing itself along with other cellular operators. CMV has the motivation to accelerate the marketing of this application in Indonesia due for some reasons.
There is an internal urge to accelerate the cost recovery for research and development of this application. Aside from that strategically CMV also has external reason that is taking benefit as first mover and harmonizes with the momentum of the development of 3G in Indonesia. One of the emerging implications is the need to create demand from the TV operator in order to increase the probability of acceptance of this application in added value chain.
In conducting analysis of the infrastructure preparedness, it is discovered that the Operator 3G has the infrastructure preparedness seen from the area of coverage, quality of network and marketing commitment. If we see it from the analysis of new technology acceptance, the 3G and TV Operators have great opportunity to increase the adoption of PTV in the market by having an adjustable development with other supporting factors. In the analysis of target market priority, it is found that there are great market opportunities. Providing format that is adjusted with this target market is one of the ways to react to it.
Based on the analysis carried out, we could draw a conclusion that CMV has the opportunity to conduct PTV marketing in Indonesia. CMV should actively play its role in developing the application so that it can increase the acceptance of this application in the market. The factors that determine this conclusion are:
1. The available 3G infrastructures have the feasibility in supporting the PTV application.
2. Indonesian community is open to new technology. We can increase the acceptance by also increasing the harmonization with other supporting factors of this adoption.
3. There is an interesting target market that is coming from under-25-year-old students. The provision of event format that is adjusted with the interest of this target market is not a difficult matter.
Based on this conclusion, PTV has the opportunity to enter Indonesian market. There are some steps that should be taken by CMV in order to strengthen this opportunity. Some departments should also support the steps taken by CMV in an integrated way. The related departments are marketing, research and development, and project management."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19678
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deviana Yuanitasari
"Pada era globalisasi perekonomian dunia saat ini, dunia komunikasi sangat penting perannya. Di Indonesia, pemanfaatan jasa telekomunikasi banyak diterapkan sebagaimana di negara-negara berkembang lainnya. Beberapa Perusahaan yang bergerak di bidang jasa telekomunikasi ini, diantaranya adalah Telkomsel, Indosat dan XL yang ketiganya merupakan perusahaan layanan jasa telekomunikasi berbasis GSM (Global System for Mobile) yang menjangkau seluruh Indonesia lewat layanan pra bayar dan pasca bayarnya. Perlindungan hukum bagi konsumen jasa telekomunikasi tidak hanya diatur oleh UUPK, Undang-Undang Telekomunikasi juga memberikan perlindungan bagi konsumen jasa telekomunikasi di Indonesia. Konsep layanan jasa dibidang telekomunikasi yang dalam melangsungkan layanan jasa telekomunikasi menggunakan perjanjian berlangganan tersebut bukannya tidak membawa permasalahan hukum. Kesenjangan antara Perjanjian Berlangganan Jasa Telekomunikasi yang ada dalam praktik dengan aturan yang semestinya diterapkan balk berkaitan dengan masalah keperdataan maupun masalah perlindungan konsumennya membuat suatu kerancuan yang patut diteliti dan diarahkan. Kebanyakan konsumen pada umumnya tidak memperhatikan adanya klausula seperti ini dalam perjanjian yang ditandatanganinya. Di sisi lain pembuat perjanjian baku juga dimanfaatkan ketidaksadaran konsumen untuk keuntungannya, sehingga konsumen dirugikan. Pelaku usaha di Indonesia sejak berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada 20 April 2000 hingga saat ini tahun 2006 belum juga melaksanakan penyesuaian terhadap perjanjian baku yang dibuatnya. Dalam tesis ini, akan membahas mengenai sistem penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Selular GSM di Indonesia, pengaturan tentang kepentingan konsumen Jasa Telekomunikasi selular GSM di Indonesia, dan apakah UUPK sudah memberikan perlindungan kepada konsumen pengguna jasa telekomunikasi dalam kaitannya dengan perjanjian berlangganan jasa telekomunikasi selular GSM di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19789
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Noosy
"Perkembangan arah penyelenggaraan telekomunikasi dari monopoli menuju kompetisi membutuhkan dukungan perangkat regulasi yang memadai guna menjamin berlangsungnya persaingan secara sehat dan efektif. Salah satu regulasi tersebut adalah pengaturan interkoneksi termasuk penentuan biaya interkoneksi- Pengaturan interkoneksi harus didasarkan pada prinsip keadilan (fairness), berbasis biaya, tidak membeda-bedakan (non-discrimatory) dan tidak saling merugikan masing-masing penyelenggara. Tarif interkoneksi yang berlaku saat ini di Indonesia belum mencerminkan kondisi kompetisi karena masih didasarkan pada keputusan men§eri No. KM 46/PR.30l/MPPT-98 dan No. KM 37/ l999, yang berarti masih bemaung pada produk Undang-Undang Telekomunikasi yang lama (Undang-Undang no. 3 tahun 1989) yang masih berada pada nuansa monopoli sehingga diperlukan suatu peraturan baru mengenai interkoneksi yang khususnya mengatur mengenai besamya tarif interkoneksi yang baru.
Untuk melakukan perhitungan biaya interkoneksi terdapat beragam metoda seperti : biaya berbasis eceran, pengirim ambil semua, bagi hasil, dan berbasis biaya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Dari berbagai metoda tersebut yang merniliki keunggulan lebih dibandingkan yang lainnya adalah metoda berbasis biaya terutama dengan pendekatan Biaya Peningkatan Jangka Panjang (LRIC) dimana masing-masing operator akan mendapatkan bagian pendapatan dari suatu panggilan secara adil yang sebanding dengan penggunaan sumbemya secara eiisien dalam melayani suatu panggilan.
Hal tersebut didukung dengan hasil simulasi, dimana dengan menggunakan metoda LRIC didapatkan tarif interkoneksi lokal yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tarif yang berlaku saat ini namun menghasilkan tarif interkoneksi interlokal jauh lebih murah sehingga kondisi tarif Iokal yang mensubsidi interlokal yang ada saat ini dapat dihapuskan. Diperkuat pula dengan pendapat nara sumber ahli interkoneksi,menyebabkan LRIC menjadi metoda perhitungan interkoneksi yang tepat digunakan pada industri pertelekomunikasian di Indonesia.

Telecommunication industry that has moved towards competition requires a set of regulations that adequately guaranty effective and healthy competition among operators. One of them is interconnection regulation including determination of interconnection tariff. To support effective and healthy competition, interconnection regulation must be made based on faimess, cost base, non discriminatory principles and mutually beneficial to operators. Current interconnection cost applied in Indonesia does not represent competitive condition since it has been derived from Ministerial Decree number 46, 1998 and number 37,l999, which is based on previous Telecommunication Law (number 3,l989) in monopoly era.
Therefore new interconnection law particularly related to new interconnection cost is required. Several method can be applied in calculating the tariiff such as : retail-based charges, sender keep all, revenue sharing, and cost based, with all its beneits and weakness in each method. From all the method mentioned earlier, its considered that cost based method with Long Run Incremental Costing (LRIC) approach will gives more benefit than others where each operators will cam revenue share in proportion with efficient resourse utilization for serving a call.
Supported with an outcome from the simulation used in calculating the LRIC method, resulting a slight higher local interconection tariff (compare to existing tariff) but much lower tariff on long distance interconection, therefore, there will be no more subsidized tariff from local interconection to long distance interconection. It is also supported with judgement from several experts on interconection assuring that LRIC method is an appropriate use on Indoensian telecomunication industry."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T16111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Titi Safitri
"Kegiatan sektor rite! di Jakta (khususnya shopping center) mengalami perkembangan yang cukup pesat selama sepuluh tahun terakhir, yang ditandai dengan peningkatan dalam jumlah pasok yang cukup tajam dari 225.000 m2 pada tahun 1980 menjadi 1,2 juta m2 pada tahun 1990?an. Dalam kurun waktu tersebut, periode 1990-1991 dan 1995?1996 merupakan periode yang paling aktif, dimana pada saat tersebut sekitar 100.000m2 dan 165.000m2 suplai ban untuk grade A dan B mulai memasuki pasar.
Pertumbuhan yang pesat ini, tak terlepas dari kedudukan kota Jakarta sebagai ibukota negara yang memiliki jumlah penduduk yang padat disertai dengan tingkat pendapatan penduduk per kapita per tahun yang tinggi. Selain itu, perkembangan tersebut juga ditunjang oleh pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, meningkatnya pendapatan masyarakat, daya tarik kenyamanan berbelanja, perubahan gaya hidup masyarakat kelas menengah atas di perkotaan yang cenderung memilih berbelanja di pusat perbelanjaan modern, serta kualitas produk yang lebih balk dengan harga yang relatif terjangkau.
Namun dengan terjadinya krisis ekononi pada awal pertengahan tahun 1997, banyak aspek keberuntungan dalam pasar properti seakan pergi, seiring dengan memburuknya kondisi perekonomian Indonesia. Banyak pengembang yang menunda proyek?proyek yang tengah berjalan ataupun baru direncanakan bahkan adapula yang menjual proyek?proyek karena tidak tersedianya dana yang cukup akibat inflasi dan melemahnya nilai tukar Rupiah. Beberapa rencana pembangunan pusat perbelanjaan yang ditunda sementara antara lain: Plaza Indonesia II, Conrad, Plaza Pasiflic, Plaza Cilandak, Caleña Jakarta, Plaza Modem, Mal Ciputra, Plaza Kasablanka, clan Mal Pondok Indah II.
Semasa pra?krisis, PT XYZ merupakan salah satu perusahaan yang menikmati kejayaan disektor properti. Berdasarkan business plan yang disiapkan pada masa itu, mereka merencanakan pembangunan sebuah pusat perbelanjaan lanjutan (mall extension) dengan sistem sewa dan salah satu pusat perbelanjaan ternama yang dikelolanya, yang terletak di daerah sekunder untuk masyarakat kelas menengah ke atas. Sebagian proyek pembangunan tersebut telah dimulai pada tahun 1997. Namun, dengan terjadinya krisis ekonomi, pembangunan proyek tersebut untuk sementra terpaksa diberhentikan.
Dengan memperhatikan perkembangan sektor ritel dan pra?krisis sampai sekarang, karya akhir ini membahas apakah proyek pembangunan pusat perbeianjaan xyz layak secara finansial untuk kembali dilanjutkan, mengingat diperlukannya suntikan dana yang cukup besar untuk membiayai proyek tersebut.
Analisa keuangan dilakukan dengan melihat proyeksi free cash flow to equity dengan atau tanpa dana pinjaman selama lima belas tahun. Proyeksi cash inflows berasai dari pendapatan sewa, service charge dan pendapatan lainnya untuk pusat perbelanjaan. Sedangkan proyeksi cash outflows terdini dan biaya pembangunan, biaya operasiona, pajak dan capital expenditure. Pembuatan proyeksi tersebut didasani oleh beberapa asumsi umum yang berkaitan dengan vaniabel makroekonomi Indonesia dan asumsi khusus yang berkaitan dengan pusat perbelanjaan. Sedangkan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi kelayakan investasi adalah berdasarkan metode Net Present Value, Internal Rate of Return dan Payback Period.
Adanya kemungkinan asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam proyeksi mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu, maka diperlukan suatu analisa sensitivitas yang merupakan analisa untuk melihat dampak dari perubahan-perubahan key variable proyek terhadap proyeksi arus kas."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T5234
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Laksono
"Tesis ini bertujuan untuk mengevaluasi keputusan investasi yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) pada proyek PLTU 1 Jawa Timur dan mengidentifikasi potensi risiko bisnis yang muncul serta cara memitigasi risiko dimaksud. Analisis yang digunakan adalah analisis finansial yaitu capital budgeting dengan menggunakan asumsi berupa harga jual yang dihitung menggunakan transfer pricing maupun Tarif Dasar Listrik (TDL). Namun demikian, faktor non finansial sebagai bagian dari analisis non finansial akan diperhitungkan untuk melengkapi analisis finansial.
Hasil analisis kelayakan atas investasi proyek tersebut menunjukkan layak apabila menggunakan asumsi harga jual transfer pricing dan tidak layak apabila menggunakan asumsi harga jual TDL. Proyek tersebut pada akhirnya tetap dilaksanakan dengan mempertimbangkan faktor non finansial yang antara lain faktor re rendahnya rasio elektrifikasi, tingginya demand dan tuntutan masyarakat, serta subsidi.

The purpose of this thesis is to evaluate the investment decision of PT. PLN (Persero) potential business risk that probably happened during investment and how to mitigate the business risk. The feasibility analysis is conduct by financial analysis which is capital budgeting and using selling price that counted by transfer pricing and using Tarif Dasar Listrik (TDL) as an assumption. However, non financial factors as a part of non financial analysis should be considered to complete those analysis before.
The result shown that the project is feasible if analyze by transfer pricing assumption but not feasible if using TDL assumption. At the end, PT. PLN (Persero) decided to run this project because non financial factor which is regulation factor and government supports, economic growth, electrification ratio, height of market demand, and subsidies.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T27297
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>