Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149004 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oki Rahadianto Sutopo
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, Pusat Kajian Sosiologi, LabSosio, 2016
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syafiah Sifa
"Tesis ini berusaha membongkar terjadinya dominasi Amerika dalam film Spanglish. Film yang bercerita tentang imigran Meksiko yang bekerja menjadi pembantu rumah tangga di rumah keluarga Amerika ini dianalisis secara semiotika Barthes yang menekankan kepada terjadinya ketimpangan identitas budaya orang Amerika dan Imigran dalam film produksi Amerika.Teori-teori yang digunakan adalah Hegemoni Gramsci dan Semiotika Barthes.Dalam penelitian tergambarkan bahwa ada hegemoni pada film produksi Columbia pitures ini.Secara kasat mata, dalam film tidak terlihat terjadinya hegemoni, namun setelah di analisis secara semiotika ditemukan adanya ideologi terselubung yaitu Rasisme dan Amerikanisme.Representasi identitas budaya yang dibangun oleh media ini bisa membantu kelompok dominan untuk melanggengkan ideologinya. Oleh karena itu, para peneliti menyarankan para sineas film bisa lebih berhati-hati dalam membangun makna melalui film mereka, karena film yang ditonton akan memberikan kontribusi kepada penonton atau merendahkan kelas subordinat.

This Thesis is trying to break down the american dominance in film Spanglish. The Film tells the story of immigrants Mexico who worksin American family as a housekeeper. This film is analyzed by a semiotics Barthes to see inequality inside cultural identity of Americans and immigrants. The research used hegemony theory Gramsci and semiotic technique of Roland Barthes's model. In research reflected that there are hegemony on this Columbia pictures Film. In this film, hegemony is not seen, but after it is analyzed by semiotic covert ideology have been found which are Racism and Americanism. The representation of cultural identity that built by media can help to perpetuate its ideology of dominant group. Therefore, the researcher suggestthe filmmakers to be more careful in constructing meaning through their films, since film has contribution to the audience in degrading the subordinate classes."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30874
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Enzensberger, Hans Magnus
Frankfurt : am Main Suhrkamp Verlag, 1993
Jer 830.9 Enz g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pryadi Satriana
"Multiculturalism in the United States derived from the concept of cultural pluralism. It constitutes as an opportunity to fight against injustice towards minorities. It is not easy lo create a multicultural society as ethnicity relates to primordialism Interactions among racial groups construct images that may lead to racial prejudices. The American government has the responsibility of building a sense of trust among its citizens so that institutions can act as effective agents of change in fostering a thriving multicultural society."
2005
JSAM-X-1-JanJun2005-75
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991
973 KON
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Havard East Asian monographs no 201
xii
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rangkuti-Hasibuan, Sofia
"Dalam desertasi ini, penulis meneliti individualisme dalam pengalaman bangsa Amerika. Dari penelitian terbukti bahwa individualisme, dalam pengalaman bangsa tersebut, mempunyai makna yang terpuji. Individualisme berarti mengedepankan kepentingan pribadi yang sejalan dengan kepentingan umum. Individualisme yang demikian disebut oleh Alexis deToqueville "individualism properly understood" (individualisme yang tepat) Penelitian juga membuktikan bahwa bangsa Amerika amat menghayati individualisme yang terpuji tersebut. Bahkan, individualisme merupakan sebagian dari jatidiri bangsa tersebut di samping nilai-nilai budaya lainnya seperti materialisme dan sekulerisme. Individualisme juga berkembang menjadi "self-reliant individualism" dalam budaya bangsa Amerika atau disebut juga individualisme yang menekankan kemandirian.
Namun, di akhir-akhir abad ke-20an, individualisme telah berubah kembali ke individualisme yang tidak terpuji. Hal ini terjadi karena berbagai unsur. John Locke, dengan pemikixan dasarnya yang amat mengandalkan manusia telah membawa pengaruh besar dalam budaya bangsa tersebut. Kedua, penelitian juga membuktikan bahwa filosof-filosof Amerika seperti Ralph Waldo Emerson, Henry David Thoreau, dan Walt Whitman, antara lain, turut membentuk pribadi bangsa tersebut karena luasnya tulisan mereka memasyarakat. Bahkan, tulisan mereka pun digunakan sebagai bahan ajar di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di Amerika. Seperti telah dipahami, ketiga filosof tersebut sangat mengandalkan pentingnya individu atau "aku". Oleh sebab dalamnya penghayatan bangsa Amerika terhadap "aku", maka individualisme berkemandirian dan individualisme yang tepat pun bergeser maknanya menjadi individualisme yang sempit. Individualisme yang sempit amat menekankan pentingnya "aku." Maka, di akhir-akhir abad ke-2Oan ini timbul gejala, hedonisme, narsisisme, skeptisisme, kenisbian nilai dan sekulerisme dalam budaya bangsa Amerika. Sebagian besar faham tersebut menekankan bahwa segala sesuatunya itu adalah individu atau "aku" sumbernya.
Penelitian juga menyimpulkan bahwa materialisme adalah jatidiri bangsa Amerika. "The pusuit of happiness" yang mengawali Deklarasi Kemerdekaan bangsa tersebut telah menjadi dasar dari kehidupan mereka sehingga terjadilah "pendewaan kebendaan". Berbagai kejahatan seperti perjudian, pelacuran, perdagangan minuman keras, dan obat bius, dsb. telah menjadi sumber mencari keuntungan tinggi. Orang-orang yang berkecimpung di bidang tersebut telah mengaadalkan berbagai cara untuk tujuan mereka.
Paradoks juga adalah sebagian dari jatidiri bangsa Amerika. Salah satu wujud paradoks yang nyata dalam budaya bangsa tersebut adalah perbudakan. Bangsa tersebut amat meyakini kesucian fitrah manusia, kemandirian, kehandalan dan keutuhannya. Namun hal tersebut tidak diakui untuk para keturunan budak, orang-orang ras kulit hitam dari Afrika. Walaupun perbudakan telah dianggap punah setelah presiden A. Lincoln mengeluarkan peraturannya "the Proclamation Act" tahun 1861, hingga sekarang sisa-sisa perbudakan tersebut masih ada dalam bentuk-bentuk yang lain pula.
Akibat dari penekanan yang amat kuat pada "aku' tersebut yang dibarengi dengan berbagai unsur-unsur buruknya seperti materialisme dan paradoks, timbullah kekosongan rohani dalam bangsa tersebut. Dari hasil penelitian sulit akan disimpulkan yang manakah yang terdahulu, kekosongan rohani atau individualisme berkemandirian dan individualisme yang tepat. Tetapi, memang kehampaan rohani tersebut pun mempunyai akar dalam sejarahnya. Kekakuan kaidah-kaidah Puritanisme telah membuat umatnya lari dari keyakinan tersebut dan mencari keyakinan yang lebih praktis di luar kubu Puritanisme.
Oleh karena akibat sampingan tersebut di atas, maka individualisme yang terpuji perlu diteliti apabila is akan digunakan sebagai landasan pembangunan bangsa Indonesia dalam (PJP It). Seperti telah dimaklumi program pemerintah dalam pengembangan sumberdaya insani ini menekankan pengembangan manusia yang sejahtera rohani dan jasmani dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Untukmemahami individualisme tersebut dalam suasana Indonesia, maka penelitian mengenai Individualisme di Indonesia diadakan juga untuk bahan pembahasan agar penulis mengetahui letak individualisme yang terpuji tersebut dalam budaya bangsa Indonesia. Terbukti bahwa individualisme di Indonesia mempunyai warna yang tidak terpuji karena dua unsur. Pertama, feodalisme turut memberi makna yang jelek pada individualisme. Kaum feodal telah mematikan kemandirian dan kehendak rakyat jelata. Mereka menganggap diri mereka sebagai "titisan dewa di bumi", menurut istilah mantan presiden Indonesia Sukarno. Kehendak mereka adalah kehendak dewa dan harus ditaati oleh rakyat jelata.
Kedua, kolonialisme juga turut menambah makna yang tidak terpuji pada individualisme. Dari semenjak awal berdirinya republik ini, pendiri-pendiri bangsa tidak menyetujui faham-faham dari barat untuk digunakan sebagai dasar INdonesia merdeka. Hal ini disebabkan, penelitian membuktikan, oleh penindasan dan kekerasan yang dipaksakan oleh pemerintah kolonial pada bangsa pribumi demi keuntungan kaum penjajah. Individualisme adalah faham dari barat yang menggambarkan keserakahan kaum kolonial atas kekayaan Nusantara.
Namun, penelitian juga menguraikan dan menyimpulkan bahwa pendiri-pendiri bangsa Indonesia seperti Ki Hajar Dewantara, H.O.S. Cokroaminoto, Sukarno, M. Hatta, M. Yamin, dan lain-lain merupakan pengejawantahan dari individualisme berkemandirian dan individualisme yang tepat. Mereka telah berjuang keras memajukan rakyat dan bangsanya dan membawakan kesejahteraan bagi mereka.
Tulisan ini juga menyimpulkan bahwa individualisme berkemandirian dan individualisme yang tepat dapat digunakan sebagai landasan pembangunan bangsa. Dengan demikian penelitian ini ada manfaatnya bagi negara dan bangsa karena akan sia-sialah suatu studi atau penelitian apabila is tidak bisa dimanfaatkan bagi tanah air yang tercinta ini.
Dari penelitian dapat diraih kesimpulan bahwa individualisme yang terpuji sejalan dengan budaya dan agama sebagian besar masyarakat Indonesia. Faham tersebut dapat dilaksanakan di Indonesia dengan nilai-nilai agama sebagai landasan spiritual, Pancasila sebagai dasar filosofis dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusionalnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
D293
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Suryadi
Yogyakarta: IRCIsod, 2007
306.2 Sur s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Sutandio
"Dalam tesis ini, saya melakukan analisis pembacaan dekonstruktif dari empat novel karya Stephen King dalam konteks ideologi rasisme dan anti-rasisme. Saya tertarik melakukan analisis ini karena pendekatan dekonstruksi merupakan suatu pendekatan postsrukturalisme yang dinilai kontroversial. Selain itu, saya tertarik menerapkannya disebabkan oleh sifatnya yang `membangkang' terhadap paradigma-paradigma lama (dalam hal ini di negara Barat), sehingga banyak dikecam oleh pendekatan-pendekatan konvensional yang sudah ada. Empat novel yang saya pilih adalah IT, The Dark Tower II: The Drawing of the Three, The Green Mile dan Bag of Bones. Saya memilih empat novel ini dari kurang lebih 50 novel-novel King karena peranan tokoh-tokoh kulit hitam di dalamnya dominan dalam keseluruhan penceritaan, sehingga representasi mereka menarik untuk dianalisis.
Selain penggunaan pendekatan dekonstruktif, saya juga menerapkan satu teori sosiologi, terutama yang berhubungan dengan orang-orang kulit hitam dan orang-orang kulit putih, sebagai acuan dalam melakukan analisis. Didalamnya terdapat istilah representasi dan stereotipe yang merupakan dua istilah umum yang berkaitan erat dengan hubungan sosial antara orang-orang kulit hitam dengan orang-orang kulit putih.
Pendekatan lain yang saya terapkan dan juga berperan dalam analisis adalah pendekatan kajian budaya, terutama yang berhubungan dengan pemilihan novel populer. Ideologi juga merupakan konsep atau kategori penting dalam kajian budaya. Untuk menjelaskan istilah ideologi yang saya gunakan, saya meminjam definisi ideologi dari Anthony Fasthope dan Ben Agger, kemudian dihubungkan dengan analisis tesis.
Setelah menyelesaikan analisis pembacaan dekonstruktif empat novel yang dipilih dalam konteks ideologi rasisme dan anti-rasisme, saya berpendapat bahwa pendekatan dekonstruktif adalah suatu pendekatan yang menarik dan menantang untuk dilakukan. Saya berpendapat pendekatan ini telah memberikan warna baru dalam keragaman jenis kritik sastra yang telah ada.

In this thesis, I would like to do the analysis of deconstructive reading in four novels of Stephen King, in racism and anti-racism context. I am interested in doing this analysis because the deconstruction approach which is chosen is one of the post structuralism critical approaches that is considered to be controversial. One of the reasons is that one of its characteristics that `rebels' against the old-established paradigms (especially in the West). Later on, this caused criticism from other more conventional existed approaches. The four novels that have been chosen are IT,The Dark Tower II: The Drawing of the Three, The Green Mile and Bag of Bones. I chose these particular four novels out of about fifty novels written by King, for the reason that the roles of the black characters in these novels are quite dominant, thus their representation is interesting to analyze.
Besides the use of deconstructive approach, I also apply a sociology theory, particularly about the relation between the blacks and the whites. There are two significant terms in it, which are used in the analysis. They are representation and stereotype.
Another approach applied that also play important roles in the analysis is the cultural studies approach. This approach is particularly related to the popular novels which are chosen, and the ideology, which are ones of important concepts or categories in cultural studies. To explain the term ideology used, I borrow the definition from Anthony Easthope and Ben Agger, which later connected with the analysis.
After finishing the deconstructive reading of the four novels chosen in the context of racism and anti-racism ideology, I am of the opinion that deconstructive reading is a very challenging and interesting approach. I also believe that this approach has contributed a new insight to the variety of literary criticisms.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T7174
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>