Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85078 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Christiany Juditha
"Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memunculkan fenomena baru yang dikenal dengan cybercrime. berdasarkan laporan dari state of the internet 2013 menyimpulkan bahwa indonesia memiliki banyak catatan kasus kejahatan dunia intenet terbesar dan masuk peringkat kedua untuk kasus kejahatan cybercrime. salah satu kasus cybercrime yang banyak dialami perempuan indonesia adalah love scams(penipuan hubungan cinta melalui internet). pola komunikasi yang dilancarkan pelaku cybercrime (scammers) yang baru dikenal korban justru lebih dipercaya, dibanding komunikasi langsung dari orang yang telah dikenal dekat. tujuan penlitian ini untuk mendeskripsikan pola komunikasi dalam kasus cybercrime. metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi kualitatif dengan menggunakan computer mediated communication (cmc) models yang terdiri dari impersonal, interpersonal dan hyperpersonal. penelitian ini menyimpulkan ketiga pola ini terbangun dalam kasus love scam. faktor sumber pesan (scammers) memiliki kontrol yang besar terhadap dirinya sendiri dan berada dalam pengaturan komunikasi dengan korban-korbannya yang sama sekali tidak tahu siapa sebenarnya mereka. karena itu scammers umumnya mencoba menyampaikan unsur-unsur diri yang terbaik, termasuk kepribadian, prestai, dab bahkan penampilan (foto) melalui saluran komunikasi internet. penerima pesan (korban) yang sedang kesepian dan mencari cinta dan tanpa pikir panjang melakukan umpan balik. komunikasi secara intens pun terjalin sehingga korban terjerumus dan masuk perangkap penipuan dan kehilangan uang hingga ratusan juta rupiah"
Kementerian Komunikasi dan Informasi Ri, 2015
384 JPPKI 6:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Perkembangan teknologi informasi dan kmonikasi memunculkan fenomena baru yang dikenal dengan cybercrime. berdasarkan laporan dari state of the internet 2013 menyimpulkan bahwa indonesia memiliki banyak catatan kasus kejahatan dunia intenet terbesar dan masuk peringkat kedua untuk kasus kejahatan cybercrime. salah satu kasus cybercrime yang banyak dialami perempuan indonesia adalah love scams(penipuan hubungan cinta melalui internet). pola komunikasi yang dilancarkan pelaku cybercrime (scammers) yang baru dikenal korban justru lebih dipercaya, dibanding komunikasi langsung dari orang yang telah dikenal dekat. tujuan penlitian ini untuk mendeskripsikan pola komunikasi dalam kasus cybercrime. metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi kualitatif dengan menggunakan computer mediated communication (cmc) models yang terdiri dari impersonal, interpersonal dan hyperpersonal. penelitian ini menyimpulkan ketiga pola ini terbangun dalam kasus love scam. faktor sumber pesan (scammers) memiliki kontrol yang besar terhadap dirinya sendiri dan berada dalam pengaturan komunikasi dengan korban-korbannya yang sama sekali tidak tahu siapa sebenarnya mereka. karena itu scammers umumnya mencoba menyampaikan unsur-unsur diri yang terbaik, termasuk kepribadian, prestai, dab bahkan penampilan (foto) melalui saluran komunikasi internet. penerima pesan (korban) yang sedang kesepian dan mencari cinta dan tanpa pikir panjang melakukan umpan balik. komunikasi secara intens pun terjalin sehingga korban terjerumus dan masuk perangkap penipuan dan kehilangan uang hingga ratusan juta rupiah"
JPPKI 6:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Kemhan dan TNI sebagai leading sector dalam hal pertahanan, tidak terkecuali dalam bidang siber perlu melakukan langkah langkah terkait pertahanan siber. Langkah awal yang perlu dilakukan terkait pengamanan terhadap ancaman siber adalah mengetahui kesiapan TIK. Kemhan dan TNI dalam rangka mendukung pertahanan siber. Untuk mengaktifkan permasalahan penyiapan pertahanan siber dapat dimulai dengan melalui TIK di Indonesia. Dari hasil penelitian diperoleh formulasi model yang sesuai untuk pengukuran kesiapan TIK di Kemhan dan TNI berbasis Technology Acceptance Model dengan kerangka Technology-Organization Environment. Terdapat lima variabel dominan dalam model kesiapan sistem ( TIK untuk pertanahan siber dan kurangnya minat adopsi Perceived Easer Use), tekanan kompetisi (Competitive Preasure), dan kualitas sistem (Perceived Service Quality). Dari hasil penelitian terhadap kesiapan TIK di Kemhan dan TNI dapat disampaikan bahwa terdapat permasalahan yang meliputi rendahnya kesiapaan TIK untuk pertahanan siber dan kurangnya minat adopsi TIK."
JIP 1:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ibnu Kamil
"Tujuan dari Tesis ini adalah untuk menganalisis modus operandi yang dilakukan oleh tersangka dalam penipuan melalui email (Business Email Compromise) yang terjadi, selain juga menganalisis upaya penyidikan dari Unit III Cyber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dalam melakukan penanganan tindak pidana tersebut dan untuk menganalisis faktor-faktor penghambat apa saja yang dihadapi Unit III Subdit Cyber Polda Metro Jaya dalam menangani kejahatan dalam tindak pidana tersebut. Penelitian ini menggunakan beberapa teori dan konsep yakni cyber crime, konsep sistem pembuktian berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE), teori cyber law, penipuan, teori rutin online activity dan juga penelitian sebelumnya. Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif, sumber data ditentukan secara purposive dengan metode pengumpulan data melalui cara observasi wawancara dengan informan penelitian, dan telaah dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi (Law of Information Technology). Motif dari para tersangka adalah secara bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, dimana secara bersama-sama telah bekerja sama untuk mendapatkan hasil berupa uang dari korban. Unit III Cyber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan penanganan tindak pidana dengan menerima laporan dari korban, perintah penyidikan, dan dimulainya penyidikan. Hambatan penyidik dalam menangani tindak pidana penipuan lewat elektronik dalam hal ini email yang kemudian menggunakan jasa perbankan adalah tidak adanya tenaga ahli teknologi yang benar-benar paham.

The aim of this thesis ia to analyza the modus operandi carried out by the suspect of business email compromise happened, and to analyze the imvestigative attempt of Unit III Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya in handling the criminal acts. This thesis adopts several concepts and theories of cyber crime, concept of empirical evidence based on Information Electronic Transa Regulation (UU ITE), cyber law theory, deception law, online routine activity and previous research. The method employed is qualitative . Data resource is determined by purposive in interview and observation and document analysis. The research finding indicates that the suspect makes use of information technology, so called Law of Information Technology. The motif of the suspec is the collaboration to reach the goal in the form of money from the victim. Unit III Cyber Distresktimsus.Polda Metro Jaya takes an action in handling the criminal act toward the report from the victim, investigation instruction and investigation inception.The obstacle of investigating to handle this electronic deception throughout electronic mail is the lack of technology experts who deeply understand."
Jakarta : Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jenny Irna Eva Sari
"ABSTRAK
Seiring dengan semakin tingginya serangan siber yang masuk ke Indonesia, Pemerintah memberikan perhatian besar mengenai keamanan siber yaitu dengan menerbitkan Perpres 53 Tahun 2017 tentang Pembentukkan Badan Siber dan Sandi Negara BSSN . Perwujudan hal tersebut dilakukan dengan menata Lembaga Sandi Negara menjadi BSSN guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan mewujudkan keamanan nasional. Salah satu kegiatan yang mendukung keamanan siber adalah penyelenggaraan Security Operation Center SOC . Kegiatan SOC telah menjadi program prioritas nasional yang dicanangkan Lemsaneg dalam Rencana Kerja Pemerintah RKP Tahun 2017. Urgensi untuk mencapai stabilitas keamanan dan ketertiban dalam kegiatan prioritas keamanan siber, menjadi alasan utama perlunya pengamanan informasi dan komunikasi di lingkungan pemerintahan serta lingkup nasional. Dari hasil penilaian kapabilitas minimum SOC, didapat bahwa hasil penilaian kapabilitas SOC pada BSSN belum optimal dan dibutuhkan perangkat tata kelola khusus untuk mengoptimalisasi kapabilitas SOC. Identifikasi masalah memperlihatkan belum adanya rancangan pengembangan SOC secara menyeluruh berdasarkan kapabilitas SOC dalam pengelolaan insiden siber. Penelitian ini menggunakan kerangka kerja NIST Framework for Improving Critical Infrastructure Cybersecurity sebagai kerangka kerja utama. Metodologi penelitian yang digunakan ialah studi kasus dengan pendekatan Soft System Methodology SSM . Pengumpulan data berupa wawancara, studi dokumen, dan observasi. Hasil dari penelitian ini adalah rancangan pengembangan dan aktivitas untuk meningkatkan kapabilitas dalam menyelenggarakan SOC secara optimal serta memenuhi tujuan dalam terjaminnya keamanan informasi. Rancangan tersebut akan divalidasi oleh kepala Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional, Badan Siber dan Sandi Negara.

ABSTRACT
Due to the increasing number of cyber-attacks coming into Indonesia, the Government gives great attention towards cyber security by issuing Presidential Decree 53 of 2017 on the Establishment of Badan Siber dan Sandi Negara BSSN . The Agency is established by arranging Lembaga Sandi Negara into BSSN in order to increase national economic growth and to achieve national security. One of the activities that support cybersecurity is the establishment of Security Operation Center SOC . SOC 39;s activities have become national priority program launched by Lemsaneg in the Government Work Plan of 2017. The urgency to achieve security and order stability in cybersecurity priority activities becomes the main reason for the need of information and communication security within the government and the national scope. Based on the result of SOC minimum capability assessment, it is found that the SOC capability at BSSN is not optimal yet. To optimize the capability, it needs particular governance tool. The problem identification shows that there is no comprehensive SOC development plan based on SOC capability in managing cyber incidents. This research uses the NIST Framework for Improving Critical Infrastructure Cybersecurity as the main framework. The methodology used in this research is case study with Soft System Methodology SSM approach. Data collection are in the form of interviews, document studies, and observation. The result of this research is the development and activity design to increase the capability in organizing the SOC optimally and to fulfill the purpose in ensuring the information security aspect. The draft will be validated by the head of the National Cyber Security Operations Center in BSSN."
2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriela Nauli Christyanti
"Layanan kencan online memberikan kesempatan bagi pengguna untuk bertemu calon pasangan pada aplikasinya. Namun, dengan meningkatnya aktivitas kencan online dalam beberapa tahun terakhir, hal tersebut juga membuka pintu bagi terjadinya berbagai tindak pidana siber yang menargetkan pengguna aplikasi kencan online. Oleh karena itu, layanan kencan online dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum atas tindak pidana siber yang terjadi pada layanannya. Dengan fokus penelitian pada aplikasi kencan online Tinder dan Bumble, penelitian ini akan menguraikan lebih lanjut mengenai (i) bagaimana layanan kencan online sebagai penyelenggara sistem elektronik diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia; (ii) tanggung jawab hukum yang ditanggung oleh layanan kencan online jika terjadinya tindak pidana siber; dan (iii) kepatuhan layanan kencan online terhadap ketentuan yang mengatur penyelenggara sistem elektronik di Indonesia. Dengan metode penelitian yuridis normatif dan pendekatan kualitatif, ditemukan bahwa layanan kencan online di Indonesia diatur antara lain oleh UU ITE dan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019. Ketentuan tersebut mengatur bahwa layanan kencan online dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum atas terjadinya tindak pidana siber dalam hal tidak terpenuhinya kewajiban hukumnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tinder dan Bumble, sebagai penyelenggara sistem elektronik asing yang beroperasi di Indonesia, juga ditemukan belum sepenuhnya mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Online dating services provide an opportunity for users to meet potential romantic partners on their platforms. However, with the rise in activity on many online dating applications in recent years, it has also opened the doors to various cybercrimes targeting users on these platforms. Hence, online dating services could be held liable for the occurrence of cybercrimes on their platforms. With a focus on the online dating applications Tinder and Bumble, this research will further elaborate on (i) how online dating services as an electronic system provider are regulated within Indonesian laws and regulations; (ii) the legal liabilities online dating services bear in the occurrence of cybercrimes; and (iii) online dating services’ compliance to provisions governing electronic system providers in Indonesia. With a juridical-normative research method and a qualitative approach, it is found that online dating services in Indonesia are governed among others by the ITE Law and Government Regulation No. 71 of 2019. Such provisions stipulate that online dating services may be held liable for the occurrence of cybercrimes if they have not performed all of their legal obligations provided within the regulations. Tinder and Bumble, as foreign electronic system providers conducting operations in Indonesia, are also found to have not fully complied with Indonesian laws and regulations subjected to them."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irawan
"Tempat terjadinya suatu tindak pidana (locus delicti) merupakan unsur yang penting dalam pemeriksaan sidang pengadilan pidana. Berdasarkan KUHAP, jika suatu dakwaan tidak dilengkapi dengan locus delicti yang tepat, maka pihak terdakwa dapat mengajukan eksepsi. Ternyata untuk menentukan suatu locus delicti, aparat penegak hukum seringkali mengalami kesulitan. Kesulitan serupa juga bisa terjadi pada penanganan kasus-kasus cybercrime, karena cybercrime memiliki sifat transborder. Kompleksitas penentuan locus delicti dalam kasus cybercrime, bisa menimbulkan sengketa kewenangan mengadili yang berkaitan dengan kompetensi relatif. Sebagai suatu dampak perkembangan teknologi informasi, cybercrime merupakan fenomena yang relatif baru sehingga peristiwa hukum yang terjadi dalam cyberspace membutuhkan peraturan perundangundangan yang dapat mengakomodasi keunikan di dalamnya. Satu-satunya instrumen internasional yang bisa dijadikan pedoman dalam menangani cybercrime adalah Convention on Cybercrime 2001. Namun sayangnya, konvensi ini belum bisa dijadikan pedoman secara tegas dalam menentukan locus delicti suatu cybercrime. Dari sisi penentuan locus delicti, konvensi ini masih berpotensi menimbulkan sengketa yurisdiksi. Sementara itu, kriminalisasi yang dirumuskan dalam Convention on Cybercrime 2001, masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Tulisan ini membahas penentuan locus delicti yang dapat digunakan sebagai patokan untuk menentukan yurisdiksi suatu cybercrime.

Locus delicti is an important element on investigation of criminal cases. According to KUHAP, if there is no precise locus delicti within an accusation then defendant could bring exception to trial. In fact it is not too easy to determine the locus delicti for law enforcers. The difficulties are also happen to cybercrime cases, because cybercrime has transborder character. Complexity to determine locus delicti on cybercrime cases, have made an issue of relative competency conflict. Cybercrime has new phenomenon as emerging of information technology, so every single incident that happen on cyberspace need regulation that can accommodate its unique. The only international instrument that can put cybercrime in order is Convention On Cybercrime 2001. But unfortunately, this convention is not strictly detail straighten up how to determine cybercrime locus delicti. The convention still potentially raised jurisdiction conflict. While, criminalization within Convention On Cybercrime 2001 still spread on some Indonesia’s regulations. The thesis will cover determination of locus delicti on cybercrime cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Marissa Amalina Shari
"Perkembangan teknologi yang begitu pesat memunculkan berbagai permasalahan di masyarakat. Salah satu akibatnya tersebut adalah terciptanya media baru yang disebut dunia maya. Di dunia maya orang bebas melakukan apapun tanpa diketahui oleh orang lain karena tidak diketahui asal - usul maupun kewarganegaraan asli seseorang. Hal ini dimanfaatkan sebagian orang untuk melakukan tindak kejahatan yang disebut dengan tindak pidana siber. Telah banyak usaha melakukan pengaturan di dunia maya untuk mencegah terjadinya tindak pidana siber baik hukum nasional maupun internasional. Di Indonesia lahirnya Undang - Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Penerapan Undang - Undang No.11 Tahun 2008 ini dinilai masih banyak kelemahan dan kekurangan di dalam mengatur tindak pidana siber serta menimbulkan banyak permasalahan baru.

Technology development that so advanced of eliciting a variety of the problem in society . one of a consequently is that the creation of new media called the virtual world . In the virtual world a free person do anything without being known by others as of unknown origin the proposal of nor of citizenship a native someone. Some people it is used for committing a crime so called by a criminal offense siber. Has much effort do arrangement online to prevent the occurrence of a criminal offense siber either national or international law. In Indonesia enacted Law No.11 Year 2008 on Information and Electronic Transactions. Application of Act No.11 of 2008 is still considered a lot of weaknesses and shortcomings in regulating cyber crime and raises many new problems in cyber crime."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29358
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Clough, Jonathan
"Digital technology has transformed the way in which we socialise and do business. Proving the maxim that crime follows opportunity, virtually every advance has been accompanied by a corresponding niche to be exploited for criminal purposes; so-called 'cybercrimes'. Whether it be fraud, child pornography, stalking, criminal copyright infringement or attacks on computers themselves, criminals will find ways to exploit new technology. The challenge for all countries is to ensure their criminal laws keep pace. The challenge is a global one, and much can be learned from the experience of other jurisdictions. Focusing on Australia, Canada, the UK and the USA, this book provides a comprehensive analysis of the legal principles that apply to the prosecution of cybercrimes. This new edition has been fully revised to take into account changes in online offending, as well as new case law and legislation in this rapidly developing area of the law."
United Kingdom: Cambridge University Press, 2015
e20528729
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Nugroho
"ABSTRAK
Dibalik banyaknya kajian displin ilmu Hubungan Internasional yang meneliti tentang respon negara dalam menanggapi kejahatan transnasional, masih cukup sedikit kajian yang berfokus pada respon negara dalam menghadapi cybercrime. Hal ini dikarenakan, kasus-kasus cybercrime hanya dianggap sebagai sebuah kasus dalam ranah teknologi saja. Situasi ini menarik perhatian penulis untuk membuat penelitian dengan menganalisis bagaimana upaya kerjasama ASEAN dalam menanggulangi kejahatan yang terjadi di ruang cyber cybercrime . Dalam penelitian ini digambarkan bahwa kasus cybercrime dapat memberikan implikasi terhadap hubungan antar negara, karena sifat kejahatan tersebut yang borderless lintas batas negara dan karakter ancaman yang dikategorikan sebagai keamanan non tradisional. Dengan menggunakan konsep kerjasama internasional yang dikemukakan oleh Robert Keohane dan Joseph Nye serta metode pengolahan data secara kualitatif terhadap gejala-gejala latar belakang sosial yang muncul pada kasus cybercrime, tulisan ini hendak menggambarkan tujuan dari dilakukannya suatu kerjasama internasional oleh negara-negara anggota ASEAN dalam penanggulangan cybercrime. Hasil penelitian ini menemukan fakta bahwa upaya ASEAN untuk menanggulangi cybercrime telah dituangkan dalam deklarasi ASEAN yaitu The 3rd Joint Communiqu AMMTC pada 11 Oktober 2004 di Singapura. Selain itu, para pemimpin ASEAN memandang bahwa cybercrime merupakan ancaman besar bagi stabilitas keamanan kawasan, serta ekonomi dan politik. Komponen kerjasama keamanan ASEAN telah dikokohkan dalam ASEAN Regional Forum ARF . Namun kerjasama ARF tersebut dinilai belum efektif karena adanya kelemahan-kelemahan dalam proses pengambilan keputusan sehingga belum mampu mengatasi perbedaan pendapat yang cukup mendasar dalam merumuskan strategi yang diperlukan khususnya untuk memerangi cybercrime. Walaupun masih terdapat kelemahan dalam penanggulangan cybercrime di ASEAN, namun kondisi tersebut dapat diminimalir dengan adanya kerjasama seperti pertukaran informasi intelijen terhadap pelaku potensial cyber melalui sistem electronic-ASEANAPOL Database System e-ADS , harmonisasi hukum yang mengatur keamanan di ruang cyber,serta pelatihan bersama para penyidik dan penegak hukum dalam hal investigasi dan penyidikan digital forensik.

ABSTRACT
Despite the vast research of International Relations disciplines that examines the state s response toward transnational crime, it is still quite a bit of study which focuses on the state s response face to cybercrime. This is because, many researches study cybercrime cases from the point of view of technology. This condition attracted the attention of writers to make a research by analyzing how the efforts made by ASEAN cooperation to combat crimes in the cyber space cybercrime . This research describes that cybercrime cases may have implications to influence a relation between nation states, due to the fact that cybercrime has borderless nature and the character of the threat which is categorized as a non traditional security. Therefore, by using the concept of international cooperation by Robert Keohane and Joseph Nye and conducting a qualitative data processing methods for symptoms of social background that appears in cybercrime cases, this research aims to describe the purpose of the international cooperation performed by ASEAN member countries in combating cybercrime. The result of this study found that ASEAN s efforts to combat cybercrime has been validated by a declaration in the 3rd ASEAN joint communiqu AMMTC on October 11th, 2004 in Singapore. In addition, ASEAN leaders consider cybercrime as major threat to the regional security and stability, as well as economic and political. ASEAN security cooperation has been affirmed in the ASEAN Regional Forum ARF . However, the ARF cooperation is considered ineffective because it still shows a weakness in the decision making process that has not been able to overcome disagreements which are fairly fundamental in formulating the strategies needed to combat cybercrime. Although, there are still weaknesses in the ASEAN cooperation to combat cybercrime, but, such condition can be mitigated by a cooperation such as the exchange of intelligence information on potential cyber offenders through an integrated system named electronic ASEANAPOL Database System e ADS , the harmonization of law governing security in cyber space, as well as the integrated activity of people capacity building for investigators and law enforcement in terms of investigations and digital forensic investigation."
2016
T46974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>