Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70951 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ida Bagus Yudistira Nugraha Yustama
"ABSTRACT
Osteoarthritis genu adalah penyakit sendi degeneratif perusakan kartilago artikular dan tulang subkondral berujung disabilitas. Diabetes melitus sebagai komorbid osteoartritis genu menyebabkan kekakuan matriks ekstraseluler, kerusakan tulang subkondral, dan disfungsi kondrosit. Tujuan penelitian untuk mencari perbedaan bermakna status pasien osteoartritis genu komorbid diabetes melitus dengan perubahan nilai verbal numeric analog scale pasca terapi. Desain penelitian cross sectional dengan teknik sampling consecutive sampling. Jumlah sampel 72 36 komorbid diabetes melitus dan 36 non komorbid . Analisis data menggunakan uji saphiro-wilk dan Mann-Whitney. Selisih nilai diperoleh melalui pengurangan nilai terakhir pasca terapi dengan nilai saat kunjungan pertama pada rekam medik 2015. Hasil penelitian menunjukkan pasien osteoartritis genu memiliki rentang usia 61-70 tahun 36,1 , mayoritas perempuan 66,7 , dan jenis terapi TENS 58,3. Rerata selisih VNAS OA genu komorbid DM 1,6389, dan OA genu tanpa komorbid DM 2,6389. Hasil uji statistika menunjukkan perbedaan bermakna antara status pasien OA genu diabetes melitus dengan selisih VNAS P 0,024.

ABSTRACT
Knee osteoarthtritis, a joint degenerative disease, the process of which include damage of knee articular cartilage and subchondral bone that may caused dissabilitation. Diabetes mellitus as a comorbid for this disease that may cause joint extracellular matrix rigidity, subchondral bone defect, and chondrosite dysfunction. Research purporse is finding the significant difference between diabetes mellitus status on knee osteoarthtritis and verbal numeric analog scale score changes after treatment. This research use cross sectional design and consecutive sampling technique. Total sample is 72 medical records. Analyzing the data by using Shapiro wilk and Mann whitney test. Score changes is a score gained by reducing the final pain score with the initial one in the medical record. The results are common age having knee osteoartrtis 61 70 years old 36,1 , woman gender majority 66,7 , and TENS treatment 58,3 . Mean pain score changes of knee osteoarthritis with diabetic comorbidity and knee osteoarthritis without diabetic comorbidity are 1,6389 and 2,6389. Statistic test shows significant difference between diabetes mellitus status on knee osteoarthtritis and verbal numeric analog scale VNAS score changes after treatment P 0,024. "
2016
S70357
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Seri Mei Maya Ulina
"Latar Belakang: Osteoartritis (OA) lutut merupakan OA simptomatik yang paling banyak diderita dan menimbulkan hendaya. Tujuan tatalaksana penyakit kronis seperti OA lutut adalah tercapainya kualitas hidup terkait kesehatan yang baik. kibat prevalensi OA lutut yang meningkat sejalan dengan usia, maka komorbiditas sangat umum ditemukan pada penderitanya. Komorbiditas diduga sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut.
Tujuan: Mengetahui hubungan indeks komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut simptomatik.
Metode: Desain penelitian adalah studi potong lintang dan dilakukan di Poliklinik Rematologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Kualitas hidup terkait kesehatan diukur menggunakan instrumen generik Medical Outcome 36- Items Short Form (SF-36) Health Status Survey yang diisi secara subjektif oleh subjek. Indeks komorbiditas dinilai oleh peneliti menggunakan instrumen Cumulative Illness Rating Scale (CIRS). Analisis hubungan dilakukan dengan uji Chi-square dan alternatifnya, yaitu uji Fisher Exact.
Hasil: Mayoritas subjek penelitan adalah wanita dengan rerata usia 62,62 tahun (SD8,02). Faktor risiko terbanyak OA lutut adalah berat badan lebih atau obes. Rerata IMT subjek adalah 27,54 kg/m2 (SD 4,44). Sebanyak 86,1% subjek memiliki ringkasan komponen fisik kualitas kehidupan terkait kesehatan yang buruk. Sedangkan 72,2% subjek memiliki ringkasan komponen mental kualitas hidup terkait kesehatan baik. Sebanyak 98,7% memiliki >1 komorbid. Tiga sistem komorbiditas terbanyak adalah endokrin- metabolik, vaskuler, serta muskuloskeletal dan integumen. Nilai median indeks komorbiditas CIRS adalah 1,68 (0-2,33) dengan kategori terbanyak adalah indeks komorbiditas sedang. Dalam analisis bivariat, tidak ditemukan hubungan indeks komorbiditas dengan ringkasan komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan (RO= 1,11; IK95%= 0,26-4,75), maupun dengan ringkasan komponen mental kualitas hidup terkait kesehatan (RO=1,21; IK95%= 0,41-3,61).
Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara indeks komorbiditas dengan komponen kualitas hidup terkait kesehatan, baik komponen fisik maupun mental pada pasien OA lutut simptomatik. Kondisi komorbiditas dan kualitas hidup yang homogen pada populasi studi ini mungkin berkontribusi terhadap hal ini.

Background: Knee osteoarthritis (OA) is the most prevalent symptomatic OA among adults and is the leading cause of disability. The ultimate treatment goal in such chronic disease is to achieve a good health related quality of life (HRQoL). Since knee OA prevalence is increasing throughout age, comorbidity become common condition. Comorbidity is presumed as contributing factor unto health related quality of life in knee OA patient.
Objective: To evaluate the relation between comorbidity index and health related quality of life in symptomatic knee OA patient.
Methods: This was a cross-sectional study conducted in Rheumatology Policlinic Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. HRQol was measured with a selfassesment generic instrument Medical Outcome 36- Items Short Form (SF-36) Health Status Survey. Comorbidity index was measured by researcher with Cumulative Illness Rating Scale (CIRS). Bivariate analysis was performed by using Chi-square test and its alternative Fisher Exact Test.
Results: Most subjects were woman with mean age of 62,62 years (SD8,02). The most prevalent risk factor was overwight or obesity. Mean value for body mass index in this study was 27,54 kg/m2 (SD 4,44). Eighty six percent of subjects were having poor physical component summary (PCS) of HRQoL. Whereas 72,2% of subjects waere having good mental component summary (MCS) of HRQoL. Ninety eight point seven percent subjects were having >1 comorbidity(ies). The three top positive comorbidity system were endocrine- metabolic, vascular, and musculosceletal and integument. The median value of comorbidity index was 1,68 (0-2,33) which is resembled moderate comorbidity index. There was no relation has been found in bivariate analysis between comorbidity index and PCS (OR= 1,11; CI95%= 0,26-4,75), neither with MCS (OR=1,21; CI95%= 0,41-3,61).
Conclusion: There is no relation between comobidity index and HRQoL, both physically and mentally component in symptomatic knee OA patients. The homogenicity of comorbidity condition and HRQoL in subjects may contributed to the result.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Azka Hayati
"Latar Belakang : Otot Kuadrisep pada penderita Osteoarthritis lutut disekitar sendi lutut sering mengalami atrofi, penurunan kekuatan serta fungsi sebagai stabilitas sendi terutama sendi penumpu berat badan. Terapi latihan merupakan salah satu bentuk rehabilitasi untuk peningkatan kekuatan otot sekitar sendi, yang mengalami kelemahan karena nyeri dan tidak digunakan. Volume latihan yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan struktural otot skeletal. Secara struktural latihan yang menyebabkan kelemahan sarkomer akibat dari robeknya membran dan rendahnya kadar protein intraseluler (Kreatin Kinase) karena masuk ke dalam aliran darah. Semakin tinggi intensitas latihan penguatan otot semakin tinggi pula terjadinya risiko kerusakan otot, akan tetapi semakin rendah intensitas penguatan otot semakin kurang efektivitas pencapaian penguatan otot.
Tujuan : Untuk mengetahui efektivitas latihan penguatan otot intensitas rendah dan sedang untuk mencapai kekuatan otot Kuadrisep dan fungsi yang optimal pada penderita OA lutut serta tidak menyebabkan kerusakan otot yang bermakna.
Populasi dan Sampel : Semua pasien OA lutut usia 50-65 tahun di poliklinik Muskuloskeletal Departemen Rehabilitasi Medik RSCM dengan nyeri lutut VAS < 4 dan klinis (kriteria ACR) serta memenuhi kriteria penerimaan.
Metode : Dilakukan pengukuran kekuatan otot Kuadrisep dengan dinamometer jinjing, kecepatan jalan 15 meter (detik), dan kadar serum enzim Kreatin Kinase sebelum dan setelah latihan. Responden dibagi menjadi 2 kelompok intensitas ringan (40% dari 10 RM) dan sedang (60% dari 10 RM) dilakukan latihan penguatan otot Kuadrisep isotonik dengan menggunakan NK table 3 set 10 repetisi, frekuensi 3 x/minggu selama 8 minggu dengan kenaikan beban bertahap setiap minggu.
Hasil : Terdapat perbedaaan bermakna peningkatan sebesar 27,2 % kekuatan otot Kuadrisep setelah diberikan latihan intensitas ringan (p=0,001) dan sebesar 27,94 % (p <0,001) latihan intensitas sedang. Didapatkan penurunan waktu jalan 15 meter sebesar 39,9 % pada intensitas ringan (p=0,03) dan penurunan sebesar 47,37% pada intensitas sedang (p=0,007). Kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan bermakna pada kekuatan otot, kecepatan jalan, dan kadar enzim Kreatin Kinase.
Kesimpulan : Latihan kekuatan otot Kuadrisep intensitas ringan dan sedang efektif mencapai kekuatan otot dan fungsi yang optimal tanpa menyebabkan kerusakan otot yang bermakna.

Background : Osteoarthritits is rheumatoid disease mostly occurs in knee joint. Quadricep muscle around joint frequently athrophy, reduce strengthening, and functioning as stability joint especially as a role weight bearing joint so that occur deformity and worsen disease. Therapeutic exercise is one of rehabilitation treatment to enhance muscle strengthening around joint that become weakness due to pain and inactivity. Therefore it is important to make exersie prescription to achieve optimal result. High intensity exercise may cause structural damage skeletal muscle. This damage may lead muscle soarness, edema, and weakness. In structural, exercise can lead fraility of sarcomer consequence disruption of membrane and reduction level of protein intraceluller (Creatine Kinase) into bloodstream. Higher intensity of exercise will cause high risk of injury, however lower of intensity of muscle strengthening increasing less effective achievement of muscle strength. Ideally training given to the patient is an effective muscle-strengthening exercises to achieve optimal muscle strength and functional improvement achieved in the absence of muscle damage.
Objective : to find effetctivity of strengthening exercises low and moderate intensity to achieve Quadriceps muscle strength and optimal functional in patient with knee OA without causes significantly muscle damage.
Subject : All of knee OA patient at Inpatient of Musculoskeletal Rehabilitation Departement-Medical Faculty of Indonesia - Cipto Mangunkusumo Hospital, age 50-65 years with knee pain VAS < 4, clinical according American College of Rheumatology, and require inclusion criteria.
Method : Pre and Post Experimental, measurement of Quadriceps muscle strengthening with Hand held Dynamometer before and after exercise, time of walking speed on 15 metre (second), and creatine Kinase enzyme in blood serum. Subject divide to be 2 group, low intensuty (40% of 10 RM) and moderate (60% of 10 RM). Isotonic Quadricep strengthening exercise with NK table, 3 set 10 repetion 3 times in week during 8 week that intensity gradually increase each week.
Result : The study found that significantly increase of 27,2 % muscular strength Quadricep that having given a low intensity exercise ( p = 0,001 ) and significantly increase of muscular strength 27,94 % ( p < 0,001 ) in moderate intensity exercise . Decline significantly time of walking speed on 15 meters of 39,9 % in group low intensity (p = 0.03) and 47,37 % in moderate intensity (p = 0,007). Both of groups did not show the difference activity of Creatine Kinase.This study indicated no difference significantly exercise of muscular strengthen in both groups low and moderate intensity (p = 0,410 ).There was not significantly difference time walking speed both of group (p = 0,514). There were no significantly differences levels of enzyme Creatine kinase in both groups.
Conclusion: Quadriceps muscle exercise low and moderate intensity effective achieve muscle’s strength and functional optimal without causes significantly muscle damage.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ikram Picaso
"Obesitas merupakan suatu trend yang semakin banyak di dunia. Hal ini terjadi karena banyak faktor seperti junk food, globalisasi, dan penurunan aktivitas fisik. Obesitas sendiri merupakan faktor terbesar terjadinya Osteoartritis (OA) lutut. Otot quadriceps adalah salah satu otot yang melindungi sendi lutut. Pasien OA lutut ditemukan memiliki kelemahan otot quadriceps. Hubungan antara obesitas dan OA lutut serta hubungan antara OA lutut dengan kekuatan otot quadriceps sudah banyak diteliti, namun hubungan antara IMT dan kekuatan otot quadriceps masih belum jelas. Penelitian ini diadakan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kekuatan otot quadriceps pada pasien obesitas dengan OA lutut. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional secara analitik. Populasi subjek penelitian merupakan pasien obesitas dengan OA lutut di poli Rehabilitasi Medik RSCM. Data subjek penelitian diambil dari rekam medis elektronik lalu diskrining menggunakan kriteria eligibilitas sehingga didapatkan 18 subjek penelitian berdasarkan jumlah minimum sampel. Analisis data digunakan korelasi spearman di software SPSS. Hubungan dinyatakan bermakna secara statistik apabila p<0.05. Proses analisis data dengan korelasi spearman pada variabel Indeks Massa Tubuh (IMT) dan kekuatan otot quadriceps menghasilkan nilai p<0.05 dengan nilai rho -0,498. Hasil dari analisis data menunjukkan bahwa terdapat inverse correlation antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dan kekuatan otot quadriceps yang bermakna secara statistic, maka semakin besar IMT seseorang, semakin lemah kekuatan otot quadriceps subjek pada populasi pasien obesitas dengan OA lutut.

Obesity is an increasing trend in today’s world. This happens because various factors such as increase in availability of junk food, globalization, and decrease in physical activity. Obesity is one of the biggest risk factor for knee OA. Quadriceps muscle is one of the muscle that protects the knee joint. There is a lot of findings of weakening in quadriceps muscle strength in knee OA patients. There is a lot of evidence for the correlation of obesity and knee OA, there is also a lot of evidence for the correlation of knee OA and quadriceps muscle strength, but there is very little evidence for the correlation between BMI and quadriceps muscle strength. This study is made to find the correlation between BMI and quadriceps muscle strength in obese patients with knee OA. This study has an analytic cross-sectional design. The population of this study’s subject is obese patients with knee OA in the Department of Medical Rehabilitation of dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Subject’s data is acquired through electronic medical records and then screened using a particular eligibility criteria. This study acquired 18 subjects according to the minimum study sample. Data was analysed using spearman correlation in SPSS software. The correlation is stated statistically significant if p<0,05. Data analysis using spearman correlation to search for the correlation between BMI variable and quadriceps muscle strength variable shows a result with p<0.05 and a rho of -0,498. Based on the results of data analysis, it can be concluded that there is an inverse correlation between BMI and quadriceps muscle strength that’s statistically significant. Therefore, in obese patients with knee OA, the higher the BMI means the lower the strength of quadriceps muscle is."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handono Kalim
"ABSTRAK
Latar belakang
Osteoarthritis (OA) adalah salah satu penyakit yang paling tua dalam sejarah manusia. Meskipun demikian, persoalan OA sekarang menjadi jauh lebih banyak, Iebih nyata dan lebih bermakna dengan semakin bertambah panjangnya usia.
Hasil pengobatan terhadap penyakit ini sampai sekarang masih belum memuaskan oleh karena patogenesisnya belum dapat dipahami dengan baik. Pendekatan epidemiologik yang biasa untuk mengetahui patogenesis OA sebagai suatu keseluruhan dipandang masih belum cukup. Hal itu masih perlu dilengkapi dengan penelitian patogenesis OA pada populasi tertentu, misalnya pada diabetes melitus.
Meskipun OA dan diabetes melitus merupakan penyakit yang sering dijumpai, terutama pada orang lanjut usia, kaitan antara kedua keadaan ini belum banyak terungkap. Berbeda dengan komplikasi mikroangiopati, makroangiopati atau neuropati, komplikasi muskuloskeletal diabetes melitus, khususnya OA, kurang dibicarakan. Tak mengherankan kalau dalam konggres International Diabetes Federation yang terakhir (1991), OA telah digolongkan sebagai "overlooked diabetes complications".
OA timbul lebih sering, lebih awal dan menimbulkan keluhan yang lebih nyata pada orang-orang dengan diabetes melitus. Prevalensi DISH (Diffuse Idiopathic Skeletal Hyperostosis), salah satu bentuk simpangan OA, pada penderita diabetes melitus adalah 115-13,5%, yang hampir dua kali dari Prevalensi pada non diabetes. Sebaliknya, intoleransi glukosa juga ditemukan jauh lebih banyak (sampai 23%) diantara penderita-penderita DISH. Dua penelitian radiografi menemukan bahwa frekuensi osteofit pada kaki dan tangan dijumpai Iebih sering pada diabetes daripada non diabetes.
Penelitian klinik dan radiografik yang dilakukan di RS.Dr. Saiful Anwar Malang juga menemukan kaitan yang serupa. Tanda-tanda radiografik perubahan degeneratif sendi kaki ditemukan pada 15.1% diantara 172 penderita diabetes melitus (usia 32-55 tahun) dibanding pada 8.7% kontrol non diabetes sesuai jenis kelamin dan umumya. Diantara penderita diabetes melitus yang berobat jalan terdapat 50% penderita dengan artrosis (1eher) dibanding 23% pada kontrol.
Hasil penelitian-penelitian klinik tersebut disokong oleh hasil penelitianpenelitian pada binatang percobaan. Diskus intervertebra tikus diabetes terbukti mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang lebih cepat daripada tikus non diabetes. Disamping itu, spondilosis deforman timbul lebih berat pada tikus diabetes. Pada tulang rawan sendi tikus diabetes timbul perubahan enzim-enzim penghancuran proteoglikan dan kolagen yang dapat dinormalkan kembali dengan tranplantasi pankreas. Pada jaringan tersebut juga terdapat perubahan komposisi kolagen dan proteoglikan matrik.
Adanya kaitan antara diabetes dan OA menyokong konsep tentang peranan faktor metabolik dan hormonal pada patogenesis OA. Hormon pertumbuhan (HP), insulin, estradiol dan faktor pertumbuhan seperti insulin-1 (FPI-1) terbukti mempunyai pengaruh nyata pada metabolisme tulang rawan sendi. Adanya perubahan aktivitas hormon tersebut dapat berkaitan dengan patogenesis OA. Meningkatnya HP pada akromegali merangsang pembentukan tulang baru dan hipertropi tulang rawan sendi yang menyerupai gambaran OA.
Bagaimana patogenesis OA sebagai salah satu komplikasi menahun diabetes melitus dapat dijelaskan dengan konsep 2 jalur umum patogenesis OA. kerusakan tulang rawan sendi dan reaktivasi pertumbuhan tulang rawan sendi.

ABSTRACT
Introduction
It is known that diabetes mellitus (DM) increases the risk of osteoarthritis, however the factors play important role in its pathogenesis has not established yet. Osteoarthritis is characterized by joint cartilage degradation and bone formation.
Many studies reported that the duration of DM and the metabolic control in DM become important factors in the development of chronic diabetic complications. It is suggested that some hormones are increased in diabetics, such as insulin, growth hormone (OH), insulin like growth factor-1 (IGF-1) and estradiol. Those hormones are known to promote metabolic action in bone and cartilage joints.
Therefore, some factors that influence the pathogenesis mechanism in DM increased the risk of OA, of which are the level of insulin, GH, 1GF-1 and estradiol serum concentrations, the duration of diabetes and the severity of hyperglycemia.
It is hypothized that the duration of DM and good metabolic control could increase the risk of QA in diabetics. There is a basic concept that the level of insulin, HP1 FPI-1 and estradiol could be risk factors for OA among the diabetics.
The aim of this research is to determine the role of the duration of suffering DM, metabolic control, concentration of insulin, GH, IGF-1 and estradiol in the occurrence of OA among the diabetics.
Material and methods
This study was conducted in the Metabolic and Endocrine clinic of the Dr. Saiful Anwar Hospital in Malang during 1988 up to 1991. Sampling was "purposive" collected among the diabetics (n= 372) who has non obese non insulin dependent diabetes, average body mass index (BMI) = 22.56 + 4.11, ages more than 44 years old, average age= 59.13 + 7.96 years, and onset of DM is older than 30 years.
A case control study to the duration of DM (more or less than 8 years) and the metabolic control was used on this study. Good metabolic control was determined by the average of fasting blood glucose < 120 mg/dl, the compliance of patients and the blood level of fructosamine (< 3 mmol/l). The role of each risk factor was shown by odds ratio (OR).
Radiography of the knee was taken in all samples, to find out knee osteoarthritis (KOA), using diagnostic criteria and gradation of Kellgreen and Lawrence , besides getting the clinical symptoms among the diabetics based on the ARA criteria.
To evaluate the risk of OA in diabetics, the similar study was conducted among the 172 samples non obese (ages and BMI matched). The exclusion criteria are other joint diseases than KOA, obesity, history joint injury and lower extremities paralyses.
Radio immuno assays was measured among the 30 cases of KOA, 30 cases without KOA, for good and poor metabolic control. The assays included the concentration of blood insulin, GH, IGF-1 and estradiol. The results of concentration of serum hormones are statistically analyzed by ANOVA.
In this study was also observed the possible correlation between KOA and high level of insulin related to the complication of diabetes, such as hypertension, Coronary Heart Disease and lipid disturbance. The clinical finding was determined to see the possible correlation KOA in diabetics and the peripheral neuropathy and also diabetes retinopathy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
D159
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leni Kopen
"Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah efek klinis lateral wedged insole (LWI) pada pasien osteoartritis lutut kompartemen medial dipengaruhi oleh postur kaki. Penelitian eksperimental nonblinded dilakukan untuk membandingkan efek klinis LWI pada 20 subjek kelompok postur kaki netral dan 17 subjek dengan postur kaki tidak netral. LWI dibuat custom molded dengan peninggian di lateral 7 mm disertai penyokong arkus medial. Subjek memakai LWI selama 4 minggu. Hasil keluaran penelitian ini adalah selisih penurunan derajat nyeri dengan menggunakan skala numeric rating scale (NRS) dan selisih penurunan waktu tempuh uji jalan 15 meter setelah pemakaian LWI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selisih penurunan derajat nyeri lutut kanan kelompok postur kaki netral didapatkan sebesar 3(0-4) dan kelompok postur kaki tidak netral sebesar 1(0-2). Ada perbedaan signifikan antar kedua kelompok (p<0.001). Selisih penurunan derajat nyeri lutut kiri kelompok postur kaki netral didapatkan sebesar 3,15 (±1,46) dan kelompok postur kaki tidak netral sebesar 0(0-2). Ada perbedaan signifikan antar kedua kelompok (p<0.001). Selisih penurunan waktu tempuh uji jalan 15 meter kelompok postur kaki netral sebesar 6,18 detik (±3,30) dan kelompok postur kaki tidak netral sebesar 2,76 detik (-3,2-15,37). Ada perbedaan yang signifikan antar dua kelompok dengan nilai p= 0,015. Penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok postur kaki netral mendapatkan penurunan derajat nyeri dan penurunan waktu tempuh uji jalan 15 meter yang lebih baik dibandingkan kelompok postur kaki tidak netral. Temuan ini mengindikasikan bahwa melakukan asesmen yang baik terhadap postur kaki dapat meningkatkan efektivitas LWI pada pasien osteoartritis lutut kompartemen medial.

The aim of this study was to prove whether the clinical effects of lateral wedged insoles (LWI) depend on individual foot posture. We conducted a non-blinded experimental study comparing clinical effect of LWI in two groups. There were 37 subjects with medial knee osteoarthritis, divided into normal foot groups (20 subjects) and abnormal foot groups (17 subjects). LWI was designed as custom molded insole with 7 mm lateral elevation accompanied by medial arch support. Subjects used LWI for 4 weeks. Data were obtained by measuring the pain level using numeric rating scale (NRS) and time duration in performing 15 meter walking test which represent functional capacity. Outcomes of this study were the difference in the decrease of pain level and the increase of functional capacity after the use of LWI. The difference of right knee pain level after the use of LWI was 3(0-4) in normal foot and was 1(0-2) in abnormal foot. The difference between groups was statistically significant (p < 0.001). The difference of left knee pain level after the use of LWI was 3.15 (± 1.46) whereas in the abnormal foot was 0 (0-2). The difference between groups was also statistically significant (p<0.001). The difference of time duration in performing 15 meter walking test after the use of LWI in the normal foot group was 6.18 second (± 3.30) and in the abnormal foot was 2.76 second (-3.2-15.37). The difference between groups was statistically significant with p = 0.015. The present study showed that normal foot group had a better outcomes in the decrease of pain level and the increase of functional capacity than that of the abnormal foot group after the use of LWI. These findings suggested that it is suggested to assess individual foot alignment to ensure adequate insole treatment for patients with medial knee osteoarthritis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuri Annisa Iqbal
"Latar Belakang Osteoartritis (OA) merupakan kondisi degeneratif sendi kronis yang umum terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Nyeri adalah gejala predominan OA yang memengaruhi kualitas hidup pasien. Penyebab OA bersifat multifaktorial dan berat badan berlebih ataupun obesitas merupakan faktor risiko OA yang dapat diubah dan paling berpengaruh. OA bersifat nonreversibel sehingga tata laksananya saat ini berfokus pada manajemen rasa nyeri yang ditimbulkan. Penelitian ini utamanya bertujuan untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan nyeri lutut pada pasien obesitas dengan osteoartritis genu. Metode Penelitian ini dilakukan dengan desain studi potong lintang analitis. Populasi penelitian merupakan pasien obesitas dengan osteoartritis lutut di Indonesia. Data subjek penelitian didapatkan dari rekam medis pasien yang menjalani rehabilitasi di Poli Rehabilitasi Medik RSCM. Hasil data dianalisis dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk uji normalitas data. Analisis hubungan variabel dilakukan dengan menggunakan uji Spearman. Hubungan dinyatakan bermakna apabila p<0.05. Hasil Hubungan indeks massa tubuh dengan nyeri lutut memiliki nilai p<0.001 dan nilai r=0.457. Kesimpulan Rerata indeks massa tubuh pasien obesitas dengan osteoartritis genu Poli Rehabilitasi Medik RSCM adalah 30.17 kg/m2. Rerata skor nyeri lutut yang dialami pasien adalah 3.9 dengan semua pasien mengalami nyeri. Terdapat hubungan bermakna antara indeks massa tubuh dan nyeri lutut pada pasien obesitas dengan osteoartritis genu.

Introduction Osteoarthritis (OA) is a common chronic degenerative joint condition that occurs worldwide, including in Indonesia. Pain is the predominant symptom of OA that affects the quality of life of patients. The causes of OA are multifactorial, and excess body weight or obesity is a modifiable and influential risk factor for OA. OA is nonreversible, so current management focuses on addressing the pain it causes. The main aim of this study is to determine the relationship between body mass index and knee pain in obese patients with knee osteoarthritis. Method This research was conducted with an analytical cross-sectional study design. The study population consisted of obese patients with knee osteoarthritis in Indonesia. Subject data were obtained from the medical records of patients undergoing rehabilitation at the Medical Rehabilitation Clinic of RSCM. Data results were analyzed using the Kolmogorov-Smirnov test for data normality. Variable relationships were assessed using the Spearman test. The relationship was considered significant when p<0.05. Results The relationship between body mass index and knee pain has a p-value of <0.001 and an r-value of 0.457. Conclusion The mean body mass index of obese patients with knee osteoarthritis at the Medical Rehabilitation Clinic of RSCM is 30.17 kg/m2. The mean knee pain score experienced by patients is 3.9, with all patients experiencing pain. There is a significant relationship between body mass index and knee pain in obese patients with knee osteoarthritis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 20023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alwin Tahid
"Pasen dan cara kerja : 30 pasen OA lutut (15 pria, 15 wanita) dengan peningkatan sudut Q (> 15°) yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi kemudian dicatat derajat nyeri (Nilai VAS; Visual Analogue Scale), derajat OA (Klasifikasi Kellgreen & Lawrence) dan IMT. Selanjuinya dilakukan pemeriksaan pola ajakan otot vastus medialis dan vastus lateralis dengan EMG. Ditentukan awal ajakan otot vastus lateralis dibandingkan dengan otot vastus medialis. Grafik EMG dinilai pada tugas berdiri berjinjit dan berdiri dengan tumit. Hasil pemeriksaan kemudian dianalisa secara stalistik lalu dilihat hubungan antar variabel secara statistik.
Hasil : Terjadi perubahan pola ajakan otot vastus lateralis dan vastus medialis pada seluruh naracoba penderita OA baik laki-laki dan perempuan dengan kenaikan sudut Q (>l5°). Terdapat hubungan signifikan berupa korelasi negatif (R = -0,663; p = 0,007) antara kenaikan sudut Q dan perubahan pola ajakan pada kelompok laki-laki dengan cara pemeriksaan berdiri berjinjit. Terdapat hubungan signifikan berupa korelasi negatif (R = -0,508; p = 0,002) antara pembahan pola ajakan dan derajat OA lutut pada nilai total (Gabungan kelompok pria dan wanita, n = 30) dengan cara pemeriksaan berdiri berjinjit. Terdapat hubungan signifikan berupa korelasi negatif (R = -0,692; p = 0,04) antara perubahan pola ajakan dan derajat OA lutut pada nilai kelompok Iaki-laki dengan cara pemeriksaan berdiri berjinjit.
Kesimpulan : Walaupun seluruh naracoba penderita OA lutut dengan peningkatan sudut Q mengalami perubahan pola ajakan, namun hubungan yang terjadi tidak sesuai dengan teori dasar. Terdapat hasil pemeriksaan perubahan pola ajakan yang tidak terdistribusi normal, baik berdiri berjiniit maupun berdiri dengan tumit. Hal ini, diduga sebagai penyebab timbulnya hasil-hasil yang tidak menunjang hipotesis. Penyebabnya mungkin akibat adanya faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam kriteria inklusi dan elslusi seperti kekakuan(rightness) jaringan lunak bagian lateral, kekendoran (laxity) jaringan lunak bagian medial, displasia tulang dan posisi abnormal patella.

Subject and Interventions : 30 pts knee OA (15 men, 15 women) with increased Q - angle (>15°) and passes exclusion and inclusion criteria, have been registered entering the EMG study on medial and lateral vastus recruitment pattern atter noted on the pain scale, knee OA grade, and BMI. The starting point of recruitment is determined using the EMG on muscle activity visualization Comparison of medial and lateral vastus recruitment starting point, concluded as the altered recruitment pattern. The EMG examination is conduct in the rock on toe and heel test. All of data was analyzed using statistic software, to determine the correlation between all variables.
Results : All of the patients with increased Q-angle shows altered recruitment pattern. There is a significant negative correlation between increased Q-angle and altered recruitment pattern in male group with rock on toe test (R = -0,663; p = 0,007). The significant negative correlation occurs between altered recruitment pattern and the knee OA grade in the total value (male+female group, n=30) with rock on toe test (R = -0,508; p = 0,002). Significant negative correlation also occurs between altered recruitment pattern and the knee OA grade in the male group with rock on toe test (R = -0,692; p = 0,04).
Conclusion : Even all of the knee OA patients with increased Q-angle shows altered recnritment pattern, the correlation occurs in different way with the theory. The results have not been support the hypothesis owing to the fact that the recruitment pattern data is not nomtally distributed and another factors which are not include in the exclusion criteria may affect the pain and knee OA grade. Those factors are lateral solt tissue tightness, medial soft tissue laxity, dysplastic bone and patella position abnomarlity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21347
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norman Hardi Utama
"Obesitas telah menjadi salah satu masalah kesehatan yang besar di dunia. Di Indonesia, prevalensi obesitas dilaporkan meningkat dari tahun ke tahun. Pada penderita obesitas, penurunan berat badan dengan latihan fisik dapat memberikan banyak manfaat kesehatan. Akan tetapi, pada penderita obesitas dengan osteoartritis sendi lutut latihan disik harus dilakukan dengan hati-hati. Kombinasi latihan aerobik pada intensitas submaksimal dengan sepeda statis, disertai latihan keseimbangan dan kekuatan otot tungkai bawah yang disesuaikan dengan kapasitas fisik diberikan pada individu obesitas dengan osteoartritis lutut untuk menurunkan berat badam. Restriksi asupan kalori juga diberikan bersamaan.
Penelitian ini bertujuan menentukan efektifitas kombinasi terapi di atas dalam menurunkan berat badan. Pada penelitian ini dilakukan analisis data sekunder yang diperoleh dari status pasien dari Klinik Obesitas di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. 200 status pasien dari Januari 2009 sampai April 2012 dipilih secara acak oleh petugas ruang penyimpanan status. Dari 200 status tersebut, diambil 37 status yang dipilih berdasarkan tabel nomor acak.
Semua dari 37 subjek adalah wanita, dengan rerata umur 59.41+5.91tahun. Rerata berat badan awal adalah 71.91+11kg. Rerata indeks masa tubuh adalah 31.18+5.15, dan semua subjek adalah penderita obesitas. Rerata lingkar pinggang adalah 96.4+9.51cm. Tiga subjek tidak mengalami perubahan berat badan, sedangkan 34 subjek mengalami penurunan berat badan. Didapatkan rerata perubahan berat badan -2.08 kg(95% CI: -1.48kg to 2.67kg, standar deviasi 1.789kg). Tidak ditemukan korelasi yang bermakna secara statistik antara pengukuran antropometri awal dan usia dengan jumlah penurunan berat badan.
Penelitian ini membuktikan bahwa latihan fisik yang diberikan efektif dalam menurunkan berat badan pasien obesitas dengan osteoartritis lutut. Pengukuran antropometri awal dan usia tidak tampak berkorelasi dengan penurunan berat badan.

Obesity has become a major health problem around the world. In Indonesia, the prevalence of obesity is increasing annually. Weight loss by physical exercise have been demonstrated to have a lot of benefit in people suffering from obesity. However, physical exercise have to be done carefully in patients with osteoarthritis. A delicate combination of aerobic exercise done in submaximal intensity with balance exercise and lower extremity strength which were individually tailored is given to obese patient who also suffer from knee osteoarthritis. Caloric restriction is also given along the physical exercise
This study tried to find out how effective is this regimen in inducing weight loss. Analysis of secondary data obtained from medical record of patients from Obesity Clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital was done. 200 medical records from January 2009 up to April 2012 were taken randomly. From those 200, 37 was chosen randomly with the aid of random number table.
All of the 37 subjects were women with average age of 59.41+5.91year. The initial body weight averaged at 71.91+11kg. The BMI averaged at 31.18+5.15, and all of the subjects were obese. The average waist circumference was 96.4+9.51cm. Three subjects had stable weight and 34 subjects lost weight. The average change was -2.08 kg(95% CI: -1.48kg to 2.67kg, standard deviation 1.789kg). Age and all baseline anthropometric measurement does not correlate with the change in bodyweight.
The study have shown that the physical exercise given was effective in reducing body weight of obese patient‟s with knee osteoarthritis. The baseline age and anthropometric measurement does not appear to correlate with the degree of weight loss.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Rimnauli Deasy Putryanti
"Osteoarthritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif yang ditandai oleh degenerasi kartilago artikular, perubahan struktur tulang subkondral, pembentukan osteofit, kelemahan ligamen, kelemahan otot quadrisep dan peradangan sendi. Manifestasi gejala OA lutut berkontribusi besar terhadap limitasi aktivitas sehari-hari dan menimbulkan disabilitas fungsional yang akan membatasi partisipasi dan menurunkan kualitas hidup pasien OA lutut. Evaluasi luaran klinis dari sudut pandang pasien dirasakan perlu terkait kualitas dan keberhasilan tatalaksana OA lutut. Knee Outcome Survey Activity Daily Living Scale (KOS ADLS) merupakan instrumen untuk menilai status fungsional pasien OA lutut yang mengevaluasi gejala-gejala dan keterbatasan fungsional spesifik selama aktivitas hidup sehari- hari. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kesahihan dan keandalan instrumen KOS ADLS yang diadaptasi dan diterjemahkan ke budaya dan bahasa Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan di poliklinik Departemen Rehabilitasi Medik divisi Muskuloskeletal RSCM dari 1 Oktober 2020 sampai 31 Agustus 2021. Metode penelitian adalah studi potong lintang dengan jumlah sampel 65 orang. Data diolah dengan uji uji kesahihan menggunakan korelasi Bivariate Pearson dimana tingkat signifikansi p < 0.05 dengan koefisiensi korelasi r > 0.3 dan uji keandalan dengan uji konsistensi internal dengan nilai ð›¼-cronbach dan Intraclass Correlation Coefficient (ICC) ≥ 0.7. Hasil penelitian menunjukkan nilai korelasi KOS ADLS untuk keseluruhan item ialah 0.461 – 0.792. Nilai ð›¼ -cronbach Nilai Cronbach’s Alpha KOS ADLS secara keseluruhan adalah 0.911 dan nilai ICC yaitu 0.969 dengan interval kepercayaan 95% 0,950 – 0,981. Berdasarkan hasil analisis statistik, instrumen KOS ADLS-Ina memiliki nilai korelasi dan konsistensi internal diatas nilai minimal yang berarti sahih dan andal dengan tingkat signifikansi p < 0.05. Kesimpulannya, KOS ADLS memiliki kesahihan dan keandalan yang baik untuk digunakan sebagai alat ukur keterbatasan fungsional pada OA lutut di Indonesia.

Osteoarthritis (OA) is a degenerative joint disease characterized by articular cartilage degeneration, changes in subchondral bone structure, osteophyte formation, ligament weakness, quadriceps muscle weakness and joint inflammation. Manifestations of knee OA symptoms contribute greatly to the limitation of daily activities and cause functional disability which will limit participation and reduce the quality of life of knee OA patients. Evaluation of clinical outcomes from the patient's point of view is deemed necessary regarding the quality and success of knee OA management. The Knee Outcome Survey Activity Daily Living Scale (KOS ADLS) is an instrument to assess the functional status of knee OA patients that evaluates symptoms and specific functional limitations during activities of daily living. Material and Methods. The study conducted in Medical Rehabilitation Department, Musculoskeletal division of Cipto Mangunkusumo Hospital from October 1st to August 31st, 2021. Cross sectional was the study’s design with a sample of 65 subjects. Data was collected and analyze for validity with bivariate Pearson correlation with p < 0.05 and correlation coefficient r > 0.3. Reliability was tested with internal consistency in which Î±-cronbach and Intraclass Correlation Coefficient (ICC) ≥ 0.7. 
Result. The result of the study showed that the correlation value for total item was 0.461 – 0.792. As for the internal consistency the Î±-cronbach set at 0.911 and ICC was 0.969 CI 95% 0,950 – 0,981. Based on the statistical analysis, Indonesian version of KOS ADLS (KOS ADLS-Ina) proved that both Pearson’s correlation and internal consistency values have value above the minimal intended value with significancy p < 0.05. 
Conclusions. As a conclusion, the findings show KOS ADLS-Ina as a valid and reliable functional capacity instrument to be used in Indonesian population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>