Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107440 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mariska Anindhita
"LatarBelakang: Keberadaan sel Oct4 pada suatu struktur merupakan indikasi adanya sel dengan kapasitas pluripoten, disebut juga sel punca pluripoten yang sedang gencar diteliti karena manfaatnya. Dalam proses pengembangan sel punca pluripoten, masih ditemukan hambatan yaitu pengisolasian sumber sel dari embryo yang dianggap kontroversial. Dengan karakteristik kulit dan pandangan sebagai material yang terbuang paska sirkumsisi, kulit prepusium diduga memiliki sel punca pada lingkungan histologinya dan dirasa bisa menjadi sumber baru yang tidak kontroversial untuk sel punca pluripoten.
Metode: Sampel diambil dari sirkumsisi massal yang kemudian diolah dengan proses histoteknik dan dilakukan proses staining oleh Hematoxylin-Eosin staining dan Immunohistochemistry Oct4 staining di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Slide sampel yang diperoleh kemudian dilakukan mikrofoto menggunakan optilab dan dianalisa.
Hasil: Sel Oct4 ditemukan pada kulit prepusium. Namun sel tersebut hanya ditemukan di beberapa lokasi, yaitu kelenjar sebasea, folikel rambut, pembuluh darah, dan lapisan hipodermis dari kulit.
Kesimpulan: 80 dari sampel kulit prepusium yang diambil memiliki sel Oct4 dan sel hanya di temukan pada 4 lokasi spesifik kelenjar sebasea, hair follicle, pembuluh darah dan lapisan hipodermis.

Background The presence of Oct4 cell in a structure indicates the presence of pluripotent cell, which popular nowadays being on researched due to its benefit. In the development of the cell, an obstacle is found such as the isolation process of the cell rsquo s source, embryonic stem cell, is considered as controversial. With its skin characteristic and views as discarded material, preputial skin expected to possessed stem cell in its histological environment and has the potential to be new source of pluripotent stem cell that is not controversial.
Method Sample was taken from mass circumcision event, which then undergo histotechnique process involved the staining with Hematoxylin Eosin Staining and Immunohistochemistry Oct4 staining in Histology Laboratory, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sample slide that obtain then being analyzed by microphoto of the slide under the microscope.
Results Oct4 cells are found in the preputial skin. However, these cell only found limited in several locations such as sebaceous gland, hair follicle, blood vessel, and hypodermis layer of the skin.
Conclusion 80 of the preputial skin sample possessed the Oct4 cells and these cells are only found in 4 specific locations sebaceous gland, hair follicle, blood vessel, and hypodermis layer."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audrey Clarissa
"ABSTRAK
Penemuan akan sel pluripoten pada kulit prepusium, yang sebelumnya dibuang,
menunjukan bahwa kulit prepusium dapat dijadikan sumber untuk bank sel punca
yang dapat bermanfaat bagi donor dan keluarganya. Dalam transportasi jaringan
ke bank, kami ingin melihat metode yang lebih sederhana dan murah dengan
menggunakan biang es dan es dibandingkan dengan nitrogen cair untuk
memelihara sel-sel punca. Kulit-kulit prepusium diperoleh dari sirkumsisi masal
dengan persetujuan dari para subjek dan dikirim dengan menggunakan biang es
atau es. Di laboratorium, sampel kulit diproses dengan teknik histologi,
pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE), dan Imunohistokimia (IHK) menggunakan
antibodi Oct-4. Data hasil percobaan dianalisis dengan mikroskop, OptiLab?,
Image Raster?, dan SPSS. Ekspresi positif dari Oct-4 dihitung dan dianalisis
dengan SPSS. Rata-rata dari ekspresi positif Oct-4 adalah 2.30 pada sampel yang
dikirim dengan menggunakan biang es, dan 2.38 pada es. Hasil dari percobaan
kami menunjukkan tidak ditemukannya perbedaan yang berarti antara biang es
dan es (nilai P adalah 0.091). Dengan demikian, biang es dan es memiliki fungsi
yang sama sebagai metode transportasi dingin untuk kulit prepusium dan dapat
digunakan sebagai jembatan menuju pembekuan dengan nitrogen cair

ABSTRACT
The discovery of pluripotent cells in preputial skin, a previously discarded tissue,
means prepuce can become a new source of stem cell banking which can be
beneficial for the donor and his family. In transporting preputial skin to the
biobank, we wanted to see simpler and inexpensive cold transport methods using
dry ice and ice rather than liquid nitrogen to preserve the stem cells. The preputial
skins were obtained from mass circumcision with informed consent and
transported into the laboratory with dry ice or ice. In the laboratory, the skin
samples underwent histotechnique process, Hematoxylin-Eosin (HE) staining, and
Immunohistochemistry (IHC) with Oct-4 antibody staining. The data was
analyzed using microscope, OptiLab?, Image Raster?, and SPSS. Oct-4 positive
expression was counted and the data was examined with SPSS. The mean of Oct-
4 expression in samples transported with dry ice was 2.30 and ice was 2.38. Our
study resulted in no significant difference between dry ice and ice (P value is
0.901) in the Oct-4 expression. Thus, dry ice and ice have equal function as cold
transport method for preputial skin and can be used as a bridge towards liquid
nitrogen freezing."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70408
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amit, Michal, editor
"Human pluripotent stem cells, including human embryonic stem cells and induced pluripotent stem cells, are a key focus of current biomedical research. The emergence of state of the art culturing techniques is promoting the realization of the full potential of pluripotent stem cells in basic and translational research and in cell-based therapies. This comprehensive and authoritative atlas summarizes more than a decade of experience accumulated by a leading research team in this field. Hands-on step-by-step guidance for the derivation and culturing of human pluripotent stem cells in defined conditions (animal product-free, serum-free, feeder-free) and in non-adhesion suspension culture are provided, as well as methods for examining pluripotency (embryoid body and teratoma formation) and karyotype stability.
"
New York: Springer, 2012
e20401870
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
"This volume looks at induced pluripotent stem (iPS) cells, mature cells that have been genetically reprogrammed so that they return to their embryonic state."
New York: Springer, 2012
e20401549
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Pragiwaksana
"Sel punca mesenkim (MSC) dan sel punca pluripoten terinduksi (iPSC) telah dilaporkan mampu berdiferensiasi menjadi hepatosit secara in vitro dengan berbagai tingkat maturasi hepatosit. Sebuah metode sederhana untuk proses deselulerisasi perancah hati telah dikembangkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi diferensiasi hepatosit dari iPSC dibandingkan dengan MSC dalam perancah hati yang dideselularisasi. Langkah pada penelitian ini adalah mengkultur iPSC dan MSC, mendeselularisasi hati kelinci, menyemai kultur sel ke dalam perancah, dan mendiferensiasikan menjadi hepatosit selama 21 hari dengan protokol Blackford yang dimodifikasi. Pemeriksaan dilakukan dengan pewarnaan Haematoxylin Eosin (HE), Masson Trichrome (MT), imunohistokimia (IHK) albumin dan cytochrome 3A4 (CYP3A4). Ekspresi gen albumin, cytochrome P450 (CYP450), dan cytokeratin-19 (CK-19) dianalisis menggunakan qRT-PCR. Pemeriksaan scanning electron microscope (SEM) dan immunofluorescence (IF) marker hepatocyte nuclear factor 4 alpha (HNF4-α) dan CCAAT/enhancer-binding protein alpha (CEBPA) dilakukan.
Diferensiasi hepatosit dari iPSC dalam perancah hati yang dideselulerisasi dibandingkan dengan diferensiasi hepatosit dari MSC dalam perancah hati yang dideselulerisasi menunjukkan pembentukan sel tunggal dan kapasitas adhesi pada perancah yang lebih sedikit, dan penurunan tren ekspresi albumin dan CYP450 yang lebih rendah. Jumlah penyemaian sel awal yang lebih rendah menyebabkan hanya beberapa iPSC menempel pada bagian-bagian tertentu dari perancah hati yang dideselularisasi. Injeksi jarum suntik manual untuk reselulerisasi yang tidak merata menciptakan pola pembentukan sel tunggal oleh hepatosit dari diferensiasi iPSC di perancah hati yang dideselulerisasi. Hepatosit dari diferensiasi MSC memiliki kapasitas adhesi lebih tinggi ke perancah hati yang dideselulerisasi yang mengarah pada peningkatan tren ekspresi albumin dan CYP450. Penurunan ekspresi gen CK-19 lebih banyak terjadi pada diferensiasi hepatosit dari iPSC.
Hasil tersebut dikonfirmasi oleh adanya sinyal positif protein HNF4-α dan CEBPA dengan pemeriksaan IF yang menunjukkan hepatosit yang dewasa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah diferensiasi hepatosit dari iPSC pada perancah hati yang dideselularisasi lebih dewasa dengan adhesi sel-matriks ekstraseluler lebih rendah, distribusi sel spasial saling berjauhan, dan ekspresi albumin dan CYP450 lebih rendah dibandingkan dengan diferensiasi hepatosit dari MSC pada perancah hati yang dideselularisasi.

Mesenchymal stem cells (MSC) and induced pluripotent stem cells (iPSC) have been reported able to differentiate to hepatocyte in vitro with varying degree of hepatocyte maturation. A simple method to decellularized liver scaffold has been established by Faculty of medicine Universitas Indonesia.
This study aims to evaluate hepatocyte differentiation from iPSCs compared to MSCs in decellularized liver scaffold. iPSCs and MSCs were cultured, rabbit liver were decellularized, cell cultures were seeded into the scaffold, and differentiated into hepatocytes for 21 days with modified Blackford protocol. Haematoxylin-Eosin (HE), Masson Trichrome (MT), immunohistochemistry (IHC) albumin and CYP3A4 was performed. Expression of albumin, cytochrome P450 (CYP450) and cytokeratin-19 (CK-19) genes were analyzed using qRT-PCR. Scanning electron microscope (SEM) and immunofluorescence (IF) examination of hepatocyte nuclear factor 4 alpha (HNF4-α) and CCAAT/enhancer-binding protein alpha (CEBPA) marker was performed.
Hepatocyte differentiated iPSCs compared with hepatocyte differentiated MSCs in decellularized liver scaffold single–cell–formation and lower adhesion capacity in scaffold, and decrease trends of albumin and CYP450 expression. Lower initial seeding cell number causes only a few iPSCs to attach to certain parts of decellularized liver scaffold. Manual syringe injection for recellularization abruptly and unevenly create pattern of single–cell–formation by hepatocyte differentiated iPSCs in the decellularized liver scaffold. Hepatocyte differentiated MSCs have higher adhesion capacity to decellularized liver scaffold that lead to increase trends of albumin and CYP450 expression. CK-19 expression gene diminished more prominent in hepatocyte differentiated iPSCs.
These results were confirmed by the presence of HNF4-α and CEBPA positive signal protein with IF examination, showing mature hepatocyte.The conclusion of this study is hepatocyte differentiated iPSCs in decellularized liver scaffold differentiation is more mature with lower cell-extracelullar matrix adhesion, spatial cell distribution far from each other, and lower albumin and CYP450 expression than hepatocyte differentiated MSCs in decellularized liver scaffold.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rona Laras Narindra
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui viabilitas sel punca sum-sum tulang manusia setelah dipapar larutan ekstrak scaffold HA/alginat (30/70) atau scaffold HA/alginat/kitosan (30/50/20) selama 24, 48, atau 72 jam. Larutan ekstrak scaffold diuji dengan MTT. Hasil viabilitas sel pada pemaparan 24, 48, atau 72 jam scaffold HA/alginat secara berurutan 78,3±7,90%, 69,4±10,63%, 80,6±10,89%, sedangkan pada scaffold HA/alginat/kitosan secara berurutan 94,2±10,55%, 81,8±13,91%, 96,7±16,28%. Pada waktu pemaparan 24 jam, viabilitas sel antara scaffold HA/alginat dan scaffold HA/alginat/kitosan berbeda bermakna (p<0,05). Viabilitas sel scaffold HA/alginat/kitosan secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan viabilitas sel scaffold HA/alginat pada waktu pemaparan 24 jam.

This study aims to determine the viability of human bone marrow stem cells after exposed to the extract solution of HA/alginate (30/70) or HA/alginate/chitosan (30/50/20) scaffolds. The cell viability was evaluated by MTT assay. The cell viability of HA/alginate scaffold on 24, 48, or 72 hour is 78.3±7.90%, 69.4±10.63%, and 80.6±10.89%, respectively, while the cell viability of HA/alginate/chitosan scaffold is 94.2±10.55%, 81.8±13.91%, and 96.7±16.28%, respectively. The cell viability obtained from the HA/alginate and HA/alginate/chitosan scaffold in 24 hour is significantly different (p<0.05). The cell viability of HA/alginate/chitosan scaffold is significantly higher than that of the HA/alginate scaffold in 24 hour."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahresa Hilmy
"Defek kritis tulang panjang adalah kondisi bagian tulang yang hilang dengan ukuran lebih dari 2 cm dan atau 50% diameter tulang, sehingga sulit untuk mengalami regenerasi. Salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah tindakan transplantasi autologous namun peningkatan risiko morbiditas pada pendonor menyebabkan diperlukannya tata laksana alternatif untuk defek kritis tulang panjang. Penggunaan eksosom sel punca mesenkimal adiposa atau PRF telah menunjukkan hasil yang menjanjikan pada penelitian sebelumnya. Kami bertujuan untuk mengevaluasi efek penggunaan eksosom sel punca mesenkimal adiposa dan PRF terhadap defek kritis tulang panjang pada tikus Sprague-Dawley. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental post-test only control group design pada hewan coba tikus Sprague Dawley. Sampel diambil secara acak dari tikus putih spesies Sprague Dawley jantan yang berusia 8-12 minggu, dengan berat sekitar 250 – 350 gram. Sebanyak 30 ekor tikus dibagi ke dalam 5 kelompok, yaitu kelompok perlakuan hidroksiapatit (HA) dan bone graft (BG) (kelompok I), kelompok perlakuan HA, BG, dan PRF (kelompok II), kelompok perlakuan HA, BG dan eksosom sel punca mesenkimal adiposa (kelompok III), kelompok perlakuan HA, BG, PRF, dan eksosom sel punca mesenkimal adiposa (kelompok IV), dan kelompok perlakuan HA, PRF, dan eksosom sel punca mesenkimal adiposa (kelompok V). Setiap tikus kemudian dibuat defek tulang femur sebesar 5mm yang difiksasi interna menggunakan K-wire ukuran 1,4 mm. Histomorfometri dan BMP-2 dilakukan untuk menilai proses penyembuhan tulang pada setiap kelompok perlakuan. Pada analisis RT-PCR, kelompok IV (HA + BG + eksosom sel punca mesenkimal adiposa) memiliki ekspresi gen BMP-2 tertinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Sebaliknya, kelompok III (HA + BG + eksosom sel punca mesenkimal adiposa + PRF) memiliki tingkat chordin tertinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Secara umum, kelompok yang diintervensi dengan eksosom sel punca mesenkimal adiposa atau PRF memiliki ekspresi BMP-2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Namun, kami tidak menemukan perbedaan yang signifikan antar kelompok dalam analisis statistik. Pembentukan jaringan ikat pada penyembuhan tulang predominan dibandingkan pembentukan jaringan tulang untuk semua kelompok. Kelompok dengan pemberian kombinasi eksosom sel punca mesenkimal adiposa, PRF, HA menunjukkan hasil yang setara/ekuivalen dengan HA+ BG. Dalam penelitian ini, penggunaan eksosom sel punca mesenkimal adiposa dan/atau PRF telah menunjukkan peningkatan aktivitas osteogenic yang ditunjukkan dengan peningkatan laju penyembuhan tulang. Kuantifikasi BMP-2 dapat menunjukkan aktivitas osteogenic pada tikus yang ditatalaksana dengan eksosom sel punca mesenkimal adiposa, bone graft dan HA. Selain itu, penggunaan eksosom sel punca mesenkimal adiposa yang dikombinasikan dengan PRF menunjukkan efek yang saling mendukung. Hal ini tampak pada kombinasi eksosom sel punca mesenkimal adiposa, PRF, HA tanpa BG menunjukkan hasil yang setara/ekuivalen dengan HA+ BG. Hasil histomorfometri menunjukkan aktivitas osteogenic yang baik pada tikus yang ditatalaksana dengan eksosom sel punca mesenkimal adiposa dan/atau PRF. Namun, efek ini tidak terlalu tampak pada kombinasi eksosom sel punca mesenkimal adiposa, PRF, HA dan BG meskipun hasil ini memiliki tren yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini mendukung sinergi antara eksosom sel punca mesenkimal adiposa dan PRF. Penggunaan PRF dan eksosom sel punca mesenkimal adiposa memiliki luaran histomorfometri dan molekular (BMP-2 dan Chordin) yang sebanding dengan penggunaan bone graft pada defek tulang kritis pada tikus Sprague Dawley.

Critical long bone defects is defined as a defect of over 2 cm or 50% of the bone diameter that leads to a small chance of healing. Autologous bone graft has been proposed as a treatment for critical bone defects in prior studies. However, unreliable results and donor-site morbidity call for an alternative treatment in critical long bone defect. Biological augmentation with ASCs exosome and PRF has shown promising results in bone regeneration in prior studies. We aimed to evaluate the efficacy of ASCs exosome and PRF in treating critical long bone defect in Sprague-Dawley rats. This study was a quasi-experimental post-test only control group design on Sprague-Dawley rats. Samples were taken randomly from male Sprague-Dawley white rats aged 8 to 12 weeks, weighing approximately 250 to 350 grams. A total of 30 rats were divided into 5 groups: hydroxyapatite (HA) and bone graft (BG) treatment group (group I); HA, BG, and PRF treatment group (group II); HA, BG, PRF and ASCs exosome treatment group (group III); HA, BG, and ASCs exosome treatment group (group IV); and HA, PRF, and ASCs exosome treatment group (group V). A 5 mm femur bone defect was created that was internally fixed using a 1.4 mm K-wire threaded. Histomorphometry and BMP-2 was performed to evaluate bone healing process in each group. On RT-PCR analysis, group IV (HA+BG+ASCs exosome) had the highest BMP-2 gene expression compared to other groups. In the contrary, group III (HA+BG+ASCs exosome+PRF) has the highest chordin level compared to other groups. In general, the group intervened by ASCs exosome or PRF has a higher BMP-2 expression compared to control. However, we did not find any significant difference between groups in statistical analysis. Histomorphometry examination showed increased bone healing progression in groups with ASCs or PRF. The use of biological augmentation to increase the speed and rate of bone healing especially in critical bone defect has been shown in previous study. In this study, the use of ASCs exosome and/or PRF has shown increased osteogenic activities that translates into increased rate of bone healing. The quantification of BMP-2 could show the osteogenic activities in rats treated with ACSs exosome with BG and HA. In addition, the use of adipose mesenchymal stem cell exosomes in combination with PRF showed a mutually supportive effect. This was seen in the combination of adipose mesenchymal stem cell exosomes, PRF, HA without BG showed equivalent results with HA + BG. Histomorphometric results showed good osteogenic activity in rats treated with adipose mesenchymal stem cell exosomes and/or PRF. However, this effect was less pronounced in the combination of adipose mesenchymal stem cell exosomes, PRF, HA and BG although this result had a higher trend compared to the control group. This supports the synergy between adipose mesenchymal stem cell exosomes and PRF. The ASCs exosome showed a positive effect on osteogenesis in critical long bone defects in Sprague-Dawley rats."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Pramantha Putra Wijaya
"Pendahuluan: Penelitian in vitro menggambarkan inferioritas osteogenesis SPM adiposa dibandingkan dengan SPM sumsum tulang. Sebaliknya, penelitian in vivo menunjukkan kemiripan potensi osteogenik keduanya. penelitian ini mencoba mengetahui perbedaan kapasitas osteogenik antara keduanya dengan mengukur ekspresi Bone Morphogenetic Protein (BMP)-2 dan BMP Reseptor II, juga proses penyembuhan tulang dengan pengukuran histomorfometri.
Metode: Delapan belas tikus Sprague dawley (SD) dilakukan defek tulang femur 5mm. Tikus dibagi tiga kelompok yang terdiri dari kontrol, implantasi SPM sumsum tulang + Hydroxypatite, dan implantasi SPM adiposa + Hydroxypatite. Tikus dikorbankan pada minggu kedua kemudian penilaian histomorfometri kuantitatif dilakukan dengan Image-J. Paramater yang diukur adalah luas total kalus, % area penulangan, % area kartilago, dan % area fibrosis. Dilakukan penilaian imunohistokimia menggunakan intensitas pewarnaan dan skor Imunoreaktivitas (IRS).
Hasil: Kelompok SPM sumsum tulang menunjukkan ekspresi BMPR II lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Ekspresi BMPR II dianalisis dan didapatkan hasil yang signifikan (p= 0,04) dengan median 4.00 ± 2.75. Kelompok SPM sumsum tulang dan adiposa juga menunjukkan proses penyembuhan tulang yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol (p = 0,001). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara SPM sumsum tulang dan SPM adiposa yang diukur pada % total area kalus (p = 1.000),% area penulangan (p = 1.000),% kartilago (p = 0,493) dan % fibrosis (p = 0,128).
Diskusi: SPM adiposa memiliki kemampuan penyembuhan tulang yang serupa dengan SPM sumsum tulang. Growth factor dan reseptornya penting namun bukan satu-satunya faktor penyembuhan tulang.

Introduction: In vitro studies describe inferior osteogenesis of Adiposes to Bone Marrow Mesenchymal Stem Cell (MSC). Contrary, in vivo studies showing the resemblance of osteogenic potential between both groups. This study tries to investigate the difference of osteogenic capacity between BMSCs and ASCs by quantifying the expression of Bone Morphogenetic Protein (BMP)-2 and BMP receptor (BMPR) II also the bone healing process by histomorphometry measurement.
Methods: Eighteen Sprague dawley (SD) rats were induced with 5mm femoral bone defect, then divided into three groups that consist of Control, Implementation of BMSC+Hydroxypatite, and Implementation of ASC+Hydroxypatite. They were sacrificed after 2 weeks, then performed histomorphometry assessment with Image-J. The measured paramater were total area of callus, % of osseous area, % of cartilage area, and % of fibrotic area. The immunohistochemistry measurement performed by staining intensity and immunoreactivity score (IRS).
Results: The BMSC group showed higher expression of BMPR II compare to others. The expression of BMPR II was analyzed statistically and showed significant result (p=0.04) with median 4.00 ± 2.75. Both BMSC and ASC group have significantly better bone healing process compared with control group (p=0,001). There are no significant differences between ASC and BMSC measured in %total callus area (p=1.000), %Osseous area (p=1.000), %Cartilage area (p=0.493) and % Fibrous area (p=0.180).
Discussions: ASC bone healing ability are similar to BMSC. Growth factor and its receptor are important but not sole contributing factor for bone healing."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rithwik Chandur Nathani
"Ada banyak metode yang telah dikembangkan untuk menghasilkan mikrokapsul untuk keperluan enkapsulasi sel punca. Namun, emulsi mikrofluida ditemukan memuaskan karena memungkinkan kita untuk menghasilkan tetesan berukuran rata yang dapat dikontrol secara efisien, di mana bahkan memungkinkan untuk melakukan enkapsulasi sel tunggal di setiap tetesan. Namun proses ini bukan tanpa masalah, terlihat bahwa kapsul mikro mudah larut dalam larutan buffer salin Ca2+/Mg2+. Masalah menunjukkan bahwa kapsul memiliki kekuatan mekanik yang buruk dan tidak stabil. Oleh karena itu, enkapsulasi ganda diperlukan, yang memungkinkan untuk menambahkan lapisan lain ke kapsul yang akan memungkinkan stabilitas lebih baik dan meningkatkan kekuatan mekanik. Di sini, studi awal enkapsulasi lapisan ganda dilakukan dengan menggunakan teknologi Lab-On-Chip dan minyak serta air sebagai bahan pengujian. Studi ini mengeksplorasi penggunaan Chip Polycarbonate (PC) dan Polydimethylsiloxane (PDMS) untuk enkapsulasi lapisan ganda. Simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD) awalnya dilakukan untuk memastikan bahwa laju aliran sesuai untuk pengujian chip dan kemudian chip diuji secara individual dan dikarakterisasi, di mana parameter yang sesuai untuk enkapsulasi lapisan ganda diperoleh dan digunakan untuk menghasilkan sistem enkapsulasi ganda. Hasilnya menunjukkan karakteristik generasi tetesan dari chip individu dan desain sistem dua chip yang sukses yang dapat menghasilkan enkapsulasi lapisan ganda dengan ukuran sekitar 1300 -1700μm. Studi banding juga mengkonfirmasi fenomena yang diamati. Tulisan ini dapat digunakan untuk riset lebih lanjut pada enkapsulasi dua lapis terkendali mengunakan Lab-on-Chip.

There had been many methods developed to generate microcapsules for stem cell encapsulation purposes. However, microfluidic emulsion is found to be satisfactory as it allows us to generate a controllable even sized droplets efficiently, where it is even possible to encapsulate single cell in each droplet. However, this process does not come without a problem, it was noticed that the micro capsules were easily dissolved in a saline buffer solution Ca2+/Mg2+. The issue shows that the capsules had poor mechanical strength and were unstable. Therefore, double encapsulation was introduced, which allows us to add another layer to the capsule with would allow more stability and increase mechanical strength. Here, an initial study of double layer encapsulation is conducted with Lab-On-Chip technology using oil and water as testing materials. This study explores the use of Polycarbonate (PC) and Polydimethylsiloxane (PDMS) Chip for double layer encapsulation. A Computational Fluid Dynamics (CFD) simulation was initially conducted to ensure that flowrates were suitable for chip testing and then the chips are tested individually and characterized, where suitable parameters for double layer encapsulation were obtained and used to generate a double encapsulation system. The result shows the droplet generation characteristics of individual chips and a successful two chip system design that could generate double layer encapsulations with sizes of approximately 1300 -1700μm. Comparative studies also confirmed observed phenomenon. This paper can be used for further studies in controllable double-layer encapsulation using Lab-on-Chip.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Chandra
"Pendahuluan. Sel punca mesenkimal merupakan jawaban untuk berbagai penyakit, termasuk orthopedi. Meskipun jumlah terbatas, prosedur invasif, nyeri, dan sel yang relatif sedikit, sumsum tulang masih menjadi sumber utama. Adiposa menjadi alternatif menjanjikan dengan kemampuan sebanding. Dengan meningkatnya harapan hidup, jumlah pasien tua meningkat dan menjadi sangat potensial untuk aplikasi sel punca. Namun, timbul kontroversi mengenai kualitas sel punca pada penuaan.
Metode Penelitian. Penelitian dilakukan di Unit Pelayanan Terpadu Teknologi Kedokteran Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta sejak Oktober 2015 - Maret 2016. 12 subjek dibagi menjadi tiga kelompok usia; 15-30 tahun, 31-40 tahun, dan 41-55 tahun dan dilakukan pengambilan sumsum tulang krista iliaka posterior dan adiposa, kemudian dilakukan isolasi dan kultur sel punca mesenkimal. Peneliti melakukan analisis karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, diferensiasi osteogenik, dan pewarnaan Alizarin. Seluruh data dianalisis dengan SPSS 20.
Temuan Penelitian. Karakteristik biologis dan pewarnaan Alizarin Red menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok usia sama(p>0,05). Waktu penggandaan populasi menunjukkan adanya perbedaan signifikan sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok 31-40 tahun(p=0,028) dan 41-55 tahun(p=0,035).
Kesimpulan. Sel punca mesenkimal adiposa menunjukkan karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, dan diferensiasi osteogenik yang konstan. Sel punca mesenkimal sumsum tulang menunjukkan waktu penggandaan populasi yang menurun seiring usia, berbeda dengan karakteristik biologis dan diferensiasi osteogenik. Adiposa dapat menjadi pilihan sumber sel punca mesenkimal pada setiap golongan usia.

Introduction. Mesenchymal stem cell is the answer of many medicine problems, including orthopaedic. Bone marrow is still the main source. Because of limited source, invasive procedure, pain, and relative less cell, adipose will be promising source with equal regenerating and differentiating ability. Along with increasing life expectancy, geriatric population is increasing as well as the potential need for stem cell application. Yet there is still controversy about stem cell quality in aging.
Methods. This study was conducted in Stem Cell Medical Technology Integrated Service Unit Cipto Mangunkusumo General Hospital-Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta, October 2015 - March 2016. 12 patients were divided into 3 age group; 15-30 year, 31-40 year, and 41-55 year. Bone marrow from posterior iliac crest and adipose tissue were collected, mesenchymal stem cell isolation and culture were done subsequently. Biological characterization, Population Doubling Time, osteogenic differentiation, and alizarin red assay were carried out. All data was analyzed using SPSS 20.
Results. No significant difference was observed in biological characteristic and Alizrin red assay of bone marrow and adipose mesenchymal stem cell among age group (p>0.05). There is significant difference in Population Doubling time in 31- 40 year group(p=0.000) and 41-55 year group(p=0.000).
Conclusions. Adipose mesenchymal stem cell had steady biological characteristic, Population Doubling Time, and osteosteogenic differentiation. Bone marrow mesenchymal stem cell had increasing population doubling time in increasing age, apart from biological characteristic and osteogenic differentiation. Adipose could be the source of choice in harvesting mesenchymal stem cell at any age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>