Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143449 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Miftahul Ulum
"Kasus Tuberkulosis di Indonesia masih tinggi dan menduduki peringkat kedua dunia. Di sisi lain, kasus DM yang dapat meningkatkan risiko TB semakin banyak. Pada DM terjadi penurunan dan abnormalitas sistem imun yang dapat memperparah infeksi TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan DM dengan kesembuhan pengobatan TB. Desain penelitian ini adalah cross-sectional dengan total sampel enam puluh data rekam medis pasien TB dan TB-DM yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di RSCM tahun 2014.
Hasil menunjukkan terdapat pasien TB-DM sebesar 48.3 . Pasien TB-DM yang sembuh dalam enam bulan sebesar 27.6 dan tidak sembuh dalam enam bulan sebesar 72.4 . Analisis bivariat menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara DM dengan kesembuhan pengobatan TB OR 2.46; 95 CI 0.838-7.223. Selain itu, didapatkan pasien TB-DM dengan gula darah tidak terkontrol sebanyak 55.2. Pasien TB-DM terkontrol yang tidak sembuh dalam dua belas bulan sebesar 7.7, sedangkan pasien TB-DM tidak terkontrol yang tidak sembuh dalam dua belas bulan sebesar 68.8. Analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara kontrol gula darah pada pasien TB-DM dengan kesembuhan pengobatan TB OR 26.4; 95 CI 2.653-262.695.

Indonesia still has high Tuberculosis cases and Indonesia placed second in the world in this matter. On the other hand, Diabetes Mellitus cases, that can increase Tuberculosis risk, is increasing. In DM, the immune system is reduced and became abnormal so it can make Tuberculosis infection worse. This study evaluate the relation between DM and Recovery of Adult Pulmonary Tuberculosis. This research is cross sectional, with total sample sixty medical record of TB and TB DM cases that fullfilled the inclusion and exclusion criterias in RSCM 2014.
In this research, there are 48.3 of TB DM cases in sixty TB cases in RSCM. TB DM patient that are cured in six months is 27.6 and TB DM patient that are not cured in six months is 72.4. Bivariate analysis showed that there is no significant correlation between DM and the recovery of Tuberculosis OR 2.461 95 CI 0.838 7.223. From glucose control perspective, the percentage of uncontrolled TB DM patient is 55.2. Controlled TB DM patient that are not cured in 12 months is 7.7 meanwhile uncontrolled TB DM patient that are not cured in 12 months is 68.8 . Bivariate analysis showed that there is a significant correlation between blood glucose control in TB DM patient and the recovery of Tuberculosis OR 26.4 95 CI 2.653 262.695.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanus Imanuel Setiawan
"Tuberkulosis TB merupakan salah satu penyakit pembunuh yang kerap menjadi masalah besar di dunia dan diperburuk oleh masalah efek samping obat yang berdampak pada terhentinya pengobatan pasien TB. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji hubungan antara efek samping OAT dengan keberlanjutan pengobatan TB. Studi ini dilakukan dengan desain penelitian analitik menggunakan studi cross-sectional dengan melibatkan 172 data rekam medis penderita TB paru dewasa yang diobati dan mendapatkan efek samping di RSCM selama tahun 2014.
Pada penelitian ini didapatkan 73,8 pasien mendapatkan efek samping minor dan 26,2 mengalami efek samping minor. Jenis efek samping minor yang muncul didominasi oleh gangguan gastrointestinal 34 dan jenis efek samping mayor didominasi hepatitis yang diinduksi oleh obat 60 . Penelitian ini menunjukkan terdapatnya hubungan yang bermakna antara variabel jenis efek samping dengan keberlanjutan terapi OR, 9,33; 95 CI, 4,20-20,72.

Tuberculosis TB is one of top infectious diseases killer and remains as a major health problem worldwide. Moreover, the TB treatment adverse effects are able to escalate the treatment default. This study aimed to evaluate the correlation between anti TB drug adverse reactions and treatment default. A cross sectional study was performed with a total of 172 medical record data of adult pulmonary TB patients who were treated with first line anti TB drugs in Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital during 2014 and experienced adverse reaction.
127 patients 73.8 were experiencing minor adverse reaction and 45 patients 26.2 were experiencing mayor adverse reaction. The adverse reaction was dominated by gastrointestinal disorders 34 and drug induced hepatitis 60. There was a significant correlation between adverse reactions of anti TB drug and the treatment default cases OR, 9.33 95 CI, 4.20 20.72 p.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70355
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Arianto
"Diabetes melitus dan gizi kurang secara terpisah dikatakan dapat meningkatkan kejadian tuberkulosis. Studi potong lintang analitik ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi tuberkulosis paru (TBP) pada pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Dari keseluruhan 462 pasien DMT2, 125 pasien (27.1%) di antaranya menderita TBP. Total pasien DMT2 yang menderita gizi kurang sebesar 125 pasien (27.1%). Sementara itu, dari keseluruhan pasien DMT2 yang menderita TBP, 78 pasien (62.4%) juga menderita gizi kurang. Hasil uji chi-square menunjukkan adanya hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi TBP yang bermakna secara statistik (p <0.000).

Diabetes mellitus and undernutrition separately were proved as risk factors of tuberculosis incidence. This analytical cross sectional study aimed to measure the prevalence of lung tuberculosis (TBP) among type 2 diabetes mellitus (DMT2) patients and its association with undernutrition. A total of 462 DMT2 patients were analyzed and the results showed that 125 patients (27.1%) had TBP and 125 patients (27.1%) were undernourished. Within DMT2 patients who had TBP, there were 78 undernourished patients (62.4%). We concluded there is a highly significant statistical association between undernutrition and prevalence of TBP among DMT2 patients (p <0.000)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erick
"Diabetes mellitus menyebabkan seseorang menjadi lebih rentan untuk terkena infeksi tuberkulosis paru. Tuberkulosis sendiri merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko yang ada, salah satunya adalah konsumsi alkohol. Studi cross-sectional analitik ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi alkohol dengan prevalensi tuberkulosis pada pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2010. Data yang diperlukan diperoleh melalui rekam medis, dan didapatkan 462 data. Sebanyak 89.39% pasien tidak mempunyai riwayat mengonsumsi alkohol, dan 10.61% sisanya mempunyai riwayat mengonsumsi alkohol. Dari hasil analisis dengan uji chi square, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara konsumsi alkohol dengan tuberkulosis dengan nilai p 0.107 (> 0.005). Hasil ini sesuai dengan penelitian lain dengan populasi di India Selatan yang menyatakan bahwa pengonsumsian alkohol bukan merupakan faktor risiko penting terhadap terjadinya tuberkulosis. Meskipun demikian, untuk penelitian selanjutnya disarankan agar data diperoleh lewat pengisian kuisioner sehingga pola pengonsumsian alkohol untuk masing-masing individu dapat diketahui.
Diabetes mellitus makes someone more vulnerable to get tuberculosis infection. Tuberculosis itself can be prevented by controlling its risk factors, one of which is alcohol consumption. This analitical cross-sectional study intends to understand the associaton between alcohol consumption with tuberculosis prevalence on patient with diabetes mellitus at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2010. Data needed for this study was obtained from medical records, and total data obtained is 462 data. As many as 89.39% patients have no alcohol cosumption record, and the rest 10.61% have it. From data analysis with chi square, the result shows no significant association between alcohol consumption with tuberucolsis (p value0.107). This result is the same with other study in South India which showed that alcohol consumption is not an important risk factor for tuberculosis. However, for the future study, it is mentioned to get the data from questionnaire so that individual pattern of alcohol consumption can be better understood."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harsya Dwindaru Gunardi
"Pendahuluan: Dalam 2 dekade terakhir ini, berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes mellitus (DM) tipe-2 di berbagai penjuru dunia. Selain itu, DM tipe 2 kini juga diketahui menjadi salah satu faktor risiko penyakit tuberkulosis (TB) paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin terhadap prevalensi TB paru pada pasien DM tipe 2.
Metode: Dengan desain cross-sectional, pengambilan sampel dilakukan terhadap seluruh pasien DM tipe 2 yang menderita infeksi paru (TB dan bukan TB) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2010.
Hasil: Hasil menunjukkan dari 125 pasien DM tipe 2 yang menderita TB paru, 82 berjenis kelamin laki-laki (67%) dan 43 berjenis kelamin perempuan (33%).
Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi prevalensi TB pada penderita DM tipe 2 secara bermakna.

Background: In the last 2 decades, many epidemiological studies showed increment tendency of incidence and prevalence of type 2 diabetes mellitus (DM) in many regions of the world. Besides, type 2 DM has also known as a risk factor for lung tuberculosis (TB). The study purpose is to find out the effect of gender to lung TB prevalence in type 2 DM patients.
Method: With cross-sectional design, sampling was taken from all type 2 DM patients with lung infection (TB and non-TB) in Cipto Mangunkusumo Hospital in year 2010.
Result: Result show that amongst 125 type 2 DM patients who had lung TB, 82 of them are males (66%) and the 43 are females (33%).
Conclusion: From this study, we can conclude that gender affect the TB lung prevalence in type 2 DM patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hadiati Rabbani
"

Hepatitis imbas obat termasuk salah satu efek samping serius dari Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang dapat menurunkan kepatuhan pasien tuberkulosis dalam menjalani pengobatan sehingga dapat meningkatkan risiko kegagalan pengobatan atau berkembang menjadi resistensi obat. Salah satu mekanisme hepatitis imbas obat adalah terjadinya stres oksidatif akibat pembentukan metabolit reaktif, terganggunya rantai respirasi mitokondria, dan menurunnya pool enzim antioksidan yang dapat dipicu oleh OAT. Vitamin C merupakan antioksidan potensial yang diketahui memiliki efek protektif pada kerusakan hati akibat obat. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara asupan vitamin C dengan kejadian hepatitis imbas OAT pada pasien tuberkulosis paru. Studi potong lintang dilakukan di RSUP Persahabatan pada bulan Februari – Maret 2024. Sebanyak 108 pasien yang memenuhi kriteria menjadi subjek penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara kuesioner sosiodemografi, pengukuran antropometri, penilaian asupan vitamin dengan SQ FFQ, dan data hasil laboratorium fungsi hati subjek dalam 1 bulan terakhir. Proporsi hepatitis imbas obat pada pasien TB paru di penelitian ini sebesar 6.5%. Mayoritas subjek berjenis kelamin laki-laki (54.6%) dan memiliki nilai tengah usia 41 tahun. Sebagian besar berstatus gizi BB kurang (40.7%), dengan tingkat pendidikan tamat sekolah menengah (73.1%), dan pendapatan kurang (72.2%). Sebanyak 40.7% memiliki penyakit penyerta, 4.6% berstatus positif HIV, 43.5% mengonsumsi obat lain bersama dengan OAT, 52.8% tidak merokok, dan 7.4% subjek mengonsumsi alkohol. Lebih dari separuh subjek berada pada fase pengobatan intensif (56.5%) dan memiliki status bakteriologis positif (50.9%). Umumnya subjek tidak mengonsumsi suplemen vitamin C (85.2%). Sebagian besar pasien memiliki asupan vitamin E dan C yang rendah (97.2% dan 63.0%) dengan nilai tengah asupan sebesar 1.20mg/hari dan 66.65mg/hari. Tidak terdapat hubungan antara asupan vitamin C dengan kejadian hepatitis imbas OAT (OR 3.77 IK 95% 0.44-32.55, nilai p 0.256). Tidak terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hepatitis imbas OAT pada penelitian ini.


Drug-induced hepatitis is one of the serious side effects of anti-tuberculosis drugs (ATD) that can reduce patient compliance in tuberculosis treatment, thus increasing the risk of treatment failure or developing drug resistance. One of the proposed mechanisms is the occurrence of oxidative stress due to the formation of reactive metabolites, disruption of the mitochondrial respiration chain, and decreased antioxidant enzyme pools that can be triggered by ATD. Vitamin C is a potential antioxidant that is known to have a protective effect on drug-induced liver damage. This study aims to find the relationship between vitamin C intake and the incidence of ATD-induced hepatitis in pulmonary tuberculosis patients. A cross-sectional study was conducted at Persahabatan General Hospital from February to March 2024. A total of 108 patients who met the criteria became research subjects. Data were collected using sociodemographic questionnaire interviews, anthropometric measurements, assessment of vitamin intake with the SQ FFQ, and data on the subject's liver function laboratory results in the last 1 month. The proportion of drug-induced hepatitis in pulmonary TB patients in this study was 6.5%. The majority of subjects were male (54.6%) and had a median age of 41 years. Most of them had poor nutritional status (40.7%), with completed secondary school education (73.1%), and low income (72.2%). A total of 40.7% had comorbidities, 4.6% were HIV positive, 43.5% took other drugs along with ATD, 52.8% did not smoke, and 7.4% of subjects consumed alcohol. More than half of the subjects were in the intensive phase (56.5%) and had positive bacteriological status (50.9%). Many subjects did not take vitamin C supplements (85.2%). Most patients had low intakes of vitamins E and C (97.2% and 63.0%) with median intake values ​​were 1.20 mg/day and 66.65 mg/day. There was no relationship between vitamin C intake and the incidence of ATD-induced hepatitis (OR 3.77 95% CI 0.44-32.55, p value 0.256). There were also no factors that influenced the incidence of OAT-induced hepatitis in this study.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayushi Eka Putra
"Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit infeksi penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Pengobatannya yang lama dan sulit mengarahkan pada upaya pencegahan yang dimulai dengan identifikasi faktor risiko. Studi crosssectional analitik ini bertujuan untuk membahas hubungan usia terhadap prevalensi TB paru pada pasien DM tipe 2. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ditemukan hubungan yang bermakna antara usia pasien di atas 40 tahun dengan peningkatan jumlah prevalensi TB paru pada pasien dengan DM tipe 2. Karenanya, disarankan untuk melakukan proses pencegahan DM tipe 2 sebagai faktor resiko infeksi paru yang bersifat modifiable, terutama pada pasien dengan usia di atas 40 tahun.

Lung tuberculosis is one of the high cause of mortality infection diseases in Indonesia. Recovering is usually difficult and needs long term of treatment, leading to the trend of preventing by identifying the risk factors. The purpose of this analytic cross-sectional study is to identify the influence of age to the prevalence of lung tuberculosis in patients with DM type 2. From the result of this study, it is known that there is statistically significant result concerning the influence of age older than 40 years old to the increase of prevalence of lung tuberculosis in patients with DM type 2. Therefore, it is suggested to prevent DM type 2 as a modifiable risk factor of lung infection, especially in patients older than 40 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Komalasari
"Koinfeksi HIV dan tuberkulosis masih merupakan ancaman kesehatan global saat ini. Diperkirakan sebanyak 1.4 juta kasus tuberculosis pada pasien HIV (+) dilaporkan pada tahun 2007. HIV merupakan risiko terbesar untuk tuberculosis, risiko berkembang menjdai TB laten 20 kali lipat. Tuberkulosis penyebab utama kematian pada pasien HIV.Pengobatan tuberculosis paru pada pasien HIV harus dimulai sesegera mungkin saat diagnosis ditegakkan, inisiasi dari pengobatan berkorelasi dengan menurunnya mortalitas dan risiko penularan infeksi tuberculosis.
Tujuan dari penelitian ini adalah menilai perubahan radiografi toraks pada pasien HIV dengan tuberculosis selama pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) di rumah sakit Cipto Mangunkusumo. Semua pasien yang menjalani pemeriksaan radiografi toraks proyeksi AP atau PA sebelum pengobatan, setelah 2 bulan dan 6 bulan setelah pengobatan diberikan dan juga bulan ke 9 dan 12 apabila pengobatan dilanjutkan. Kemudian perubahan scoring lesi radiografi toraks diamati dan dievaluasi.
Hasil penelitian adalah statistic deskriptif menggambarkan perubahan scoring lesi radiogafi toraks sebelum dan 2 bulan serta setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan setelah terapi diberikan. Perubahn yang terlihat pada radiografi toraks membaik 33 pasien (60%), menetap 9 pasien (16.4%) dan memburuk 13 pasien (23.6%). Perubahan lain pada bulan ke-2 dan ke-6 adalah; membaik 43 pasien (78.2%), menetap 6 pasien (10.9%) dan memburuk 6 pasien (10.9%). Kemungkinan kecurigaan kasus imune reconstitution inflammatory syndrome (IRIS) terdapat pada 3 pasien (5.45%). Perubahan skoring lesi pada bulan ke-2 dan ke-6 dianalisa dengan menggunakan Friedman Rank test dengan nilai confidence interval CI 95% ( p = 0.000).
Kesimpulan : Perubahan skoring lesi pada radiografi toraks pasien HIV dengan tuberkulosis paru lebih terlihat membaik setelah 6 bulan sejak diberikan obat anti tuberkulosis. Radiografi toraks masih merupakan modalitas bermakna dalam mengevaluasi perubahan lesi pada pasien HIV dan tuberculosis paru.

HIV and tuberculosis coinfection are major global health threats recently. It was estimated1.4 milionnew tuberculosis cases in patient with HIV- positive were reported in 2007. HIVconfers the greatest risk for tuberculosis, increasing the risk of latentTB reactivation 20-fold.Tuberculosis is a leading cause of death among patients with HIV.The initiation treatment of lung tuberculosis in HIV patients beginsmust be started as early as possible at the time when diagnose is made, the initiation treatment of tuberculosis correlated with decreasing mortality and risk of transmission tuberculosis infection.
The aim of this research is to observe changes of chest radiography in HIV patients with tuberculosis during administration of anti tuberculous therapy at CiptoMangunkusumo hospital. All of patients have taken chest radiography with PA or AP projection before the treatment begin and after 2 and 6 months therapy was given and also after 9 and 12 months if therapy continued, than the changes scoring lesion of chest radiography finding is observed and examined.
Descriptive statistic is provided as scoring lesion changes of chest radiography devided into changes chest radiography before and 2 month after anti tuberculous therapy was given and changes at 2 months to 6 months therapy was given. In group before and 2 months therapy, the changes was seen in chest radiography; better in 33 patients (60%), stationary condition in 9 patients (16.4%) and worse 13 patients (23.6%). Another changes in 2 and 6 months therapy was seen; better in 43 patients (78.2%), stationary condition in 6 patients (10.9%) and worse 6 patients (10.9%). Imune reconstitution inflammatory syndrome was suspected in 3 patients (5.45%).
The changes of scoring lesion in 2 and 6 months therapy was examined used Friedman Rank test with confidence interval CI 95% ( p = 0.000).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hana Aliyah
"Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan salah satu pelayanan farmasi klinik dengan tujuan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Kendala yang dapat ditemukan ketika melakukan PTO adalah keterbatasan sumber daya manusia dan operasional di fasilitas kesehatan, sehingga PTO diprioritaskan sesuai dengan kondisi pasien, jenis obat, dan kompleksitas regimen. Pemantauan Terapi Obat pada laporan ini dilakukan terhadap pasien dengan diagnosis tuberkulosis paru, hemoptisis, dan diabetes melitus di RSUD Tarakan Jakarta. Hasil pemantauan terapi obat menunjukkan bahwa pasien Tn. S mengalami beberapa masalah terkait obat, termasuk interaksi obat, pemberian obat tanpa indikasi, pemberian obat tidak tepat, dan indikasi tanpa terapi. Oleh karena itu, diperlukan intervensi yang sesuai untuk memperbaiki masalah terkait obat dan meningkatkan hasil terapi bagi pasien.

Medication Review (MR/PTO) is one of clinical pharmacy services to ensure safety, efficacy, and rationality of drug therapy for patients. Challenge that might be faces when conducting PTO are limited human and operational resources in healthcare facilities, hence PTO most important consideration includes patient condition, types of drugs, and complexity of the regimen. On this report, PTO is conducted on a patient diagnosed with pulmonary tuberculosis, hemoptysis, and diabetes mellitus at Tarakan Jakarta Provincial General Hospital. The results of medication review indicate that patient Mr. S experienced several drug-related problems, including drug interactions, prescribing without indication, inappropriate drug administration, and indication without therapy. Therefore, it is important to implement appropriate interventions to address drug-related problems and improve therapy outcomes for patients. Keywords: Drug Therapy Monitoring"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hana Aliyah
"Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan salah satu pelayanan farmasi klinik dengan tujuan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Kendala yang dapat ditemukan ketika melakukan PTO adalah keterbatasan sumber daya manusia dan operasional di fasilitas kesehatan, sehingga PTO diprioritaskan sesuai dengan kondisi pasien, jenis obat, dan kompleksitas regimen. Pemantauan Terapi Obat pada laporan ini dilakukan terhadap pasien dengan diagnosis tuberkulosis paru, hemoptisis, dan diabetes melitus di RSUD Tarakan Jakarta. Hasil pemantauan terapi obat menunjukkan bahwa pasien Tn. S mengalami beberapa masalah terkait obat, termasuk interaksi obat, pemberian obat tanpa indikasi, pemberian obat tidak tepat, dan indikasi tanpa terapi. Oleh karena itu, diperlukan intervensi yang sesuai untuk memperbaiki masalah terkait obat dan meningkatkan hasil terapi bagi pasien.

Medication Review (MR/PTO) is one of clinical pharmacy services to ensure safety, efficacy, and rationality of drug therapy for patients. Challenge that might be faces when conducting PTO are limited human and operational resources in healthcare facilities, hence PTO most important consideration includes patient condition, types of drugs, and complexity of the regimen. On this report, PTO is conducted on a patient diagnosed with pulmonary tuberculosis, hemoptysis, and diabetes mellitus at Tarakan Jakarta Provincial General Hospital. The results of medication review indicate that patient Mr. S experienced several drug-related problems, including drug interactions, prescribing without indication, inappropriate drug administration, and indication without therapy. Therefore, it is important to implement appropriate interventions to address drug-related problems and improve therapy outcomes for patients. Keywords: Drug Therapy Monitoring"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>