Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143242 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Soraya Virajati Amalia
"ABSTRAK
Hukum dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia mengenal
adanya suatu perjanjian yaitu joint operating agreement/joint operating body yang
merupakan perjanjian derivatif dari Production Sharing Contract. Perjanjian ini
mengatur adanya kesepakatan antara para pihak untuk melaksanakan operasi
secara bersama-sama untuk mengelola suatu wilayah kerja. Penelitian ini penting
dibahas melihat adanya ketidakjelasan dalam suatu kasus mengenai tanggung
jawab antara kontraktor industri minyak dan gas bumi yang terikat dalam Joint
Operating Agreement/Joint Operating Body tersebut dalam hal sole risk
operations. Adapun temuan dari hasil penelitian yuridis normatif ini adalah
meliputi kedudukan hukum para pihak dalam suatu joint operating
agreement/joint operating body beserta tanggung jawab, hak dan kewajiban.
Lebih lanjut lagi, ditemukan adanya pembatasan terhadap tanggung jawab para
pihak berdasarkan perjanjian dengan mengaitkannya dengan kasus yang terjadi
antara PT X dan PT Y.

ABSTRACT
In the law of upstream oil and gas business activities in Indonesia, it is known that
there is an agreement named joint operating agreement/joint operating body which
is a derivative of Production Sharing Contract. In this agreement, the parties agree
to carry out operations on the work area as a joint operation. This research is
important to discuss seeing an uncertainty in a case concerning the liabilities
between the parties mentioned in joint operating agreement/joint operating body
in terms of sole risk operations. Findings from this juridist normative research
includes issues regarding the position of the parties in joint operating
agreement/joint operating body as well as responsibilities, rights, and obligations.
Furthermore, it is known that there is a limitation of liability under these
agreements and will be explained along with the case of PT X and PT Y."
2017
S65832
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah A. Mongan
"Dalam pengusahaan migas, PERTAMINA sebagai Badan Usaha Milik Negara mungkinkan untuk bekerja sama dengan perusahaan minyak lain/kam bentuk Joint Operating Body (JOB) yang merupakan motif konsep kontrak bagi hasi/Production Sharing Contract (PSC) yang dianut di Indonesia. Dalam JOB, PERTAMINA dan kontraktor masing-masing mempunyai share sama besar yakni 50:50 dan bersama-sama membentuk komite yang terdiri dari wakil-wakil PERTAMINA dan kontraktor (komite operasi) untuk menetapkan dasar-dasar alokasi hak dan tanggung jawab antara para pihak seria mengatur tentang tata cara pelaksanaan operasi dan melakukan pengawasan. Untuk memperlancar opcrasional JOB, pendiri JOB telah me kewenangan penuh kepada JOB untuk melakukan tindakan hokum seperti membuat perjanjian dengan pihak lain, memiliki kekayaan, mempekerjakan
karyawan dan lainnya sehingga menempatkan JOB scolah-olah seperti sebuah subyek hukum. Namun dalam literatur hukum, JOB tidak dikenal sebagai subyck bukum/badan hukum dan olch karenanya tidak dapat bertindak di muka pengadilan, sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung RI No 07/PK/N/1999 tanggal 14 Mei 1999, yang diuraikan lebih lanjut dalam Tesis ini
karenanya, walaupun kewenangan penuh telah diberikan kepada Jo dirinya, namun untuk bertindak di hadapan hukum tetap harus sendiri oleh pendir-pendiri JOB dan tidak diwakilkan oleh JOB. Melalui penulisan Tesis ini, Penulis berharap dapat memberikan kejelasan kepada masyarakat terutama pihak-pihak yang terkait dalam JOB mengenai status hokum JOB agar tidak merugikan pihak-pihak tersebut di kemudian hari. Diharapkan pembahasan tersebut di atas akan membawa efisiensi serta peningkatan kinerja operasional JOB dalam mencapai target yang maksimal
In oil and gas mining, it is possible for PERTAMINA as a State-Owned Company to enter into cooperation with other oil company/contractor in terms of Joint Operating Body (JOB) constituting modification of the Production Sharing Contract (PSC) concept adopted in Indonesia. In JOB, PERTAMINA and the contractor respectively has equal share namely 50:50 and jointly establishes committee consisting of the representatives of PERTAMINA and contractor committee) to lay down the basis of allocation ofrights and ob party as well as stipulate the procedure of operation implement supervision. For smooth operation of JOB, JOB founder has confer upon the JOB to take corporate acts such as entering into agree other party, controlling assets, employing experts etc thereby placing JOB as is it were a law subject However law literature does not mention that JOB is a law subject/legal entity and consequently it has no authority to take any act before a court, as confirmed in the Judgment of the Supreme Court of the Republic of
Indonesia No. 07/PK/N/1999 dated May 14, 1999, described further in this Thesis. Therefore, despite the full authority the founders conferred upon it, it is the JOB founders themselves, not represented to JOB, that must take any corporate act. May this Thesis writing able to provide clarity to the community pecially those interested in JOB about the legal status of JOB and not ret loss to them in the future. Such discussion may bring about an efficiency as well increase the performance of JOB operation in attaining the maximum.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah A. Mongan
"Dalam pengusahaan migas, PERTAMINA sebagai Badan Usaha Milik Negara dimungkinkan untuk bekerja sama dengan perusahaan minyak lain/kontraktor dalam bentuk Joint Operating Body (JOB) yang merupakan modifikasi dari konsep kontrak bagi hasil Production Sharing Contract (PSC) yang dianut di Indonesia. Dalam JOB, PERTAMINA dan kontraktor masing-masing mempunyai share sama besar yakni 50:50 dan bersama-sama membentuk komite yang terdiri dari wakil-wakil PERTAMINA dan kontraktor (komite operasi) untuk menetapkan dasar-dasar alokasi hak dan tanggung jawab antara para pihak serta mengatur tentang tata cara pelaksanaan operasi dan melakukan pengawasan atasnya. Untuk memperlancar operasional JOB, pendiri JOB telah memberikan kewenangan penuh kepada JOB untuk melakukan tindakan hukum seperti membuat perjanjian dengan pihak lain, memiliki kekayaan, mempekerjakan karyawan dan Iainnya sehingga menempatkan JOB seolah-olah seperti sebuah subyek hukum. Namun dalam literatur hukurn, JOB tidak dikenal sebagai subyek hukum/badan hukum dan oleh karenanya tidak dapat bertindak di muka pengadilan, sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 071PKJNI1999 tanggal 14 Mei 1999, yang diuraikan lebih lanjut dalam Tesis ini. Oleh karenanya, walaupun kewenangan penuh telah diberikan kepada JOB oleh pendirinya, namun untuk bertindak di hadapan hukum tetap harus dilakukan send iri oleh pendiri-pendiri JOB dan tidak diwakilkan oleh JOB. Melalui penulisan Tesis ini, Penulis berharap dapat memberikan kejelasan kepada masyarakat terutama pihak-pihak yang terkait dalam JOB mengenai status hukum JOB agar tidak merugikan pihak-pihak tersebut di kemudian hari. Diharapkan pembahasan tersebut di atas akan membawa efisiensi serta peningkatan kinerja operasional JOB dalam mencapai target yang maksimal.

In oil and gas mining, it is possible for PERTAMINA as a State-Owned Company to enter into cooperation with other oil company/contractor in terms of Joint Operating Body (JOB) constituting modification of the Production Sharing Contract (PSC) concept adopted in Indonesia. In JOB, PERTAMINA and the contractor respectively has equal share namely 50:50 and jointly establishes a committee consisting of the representatives of PERTAMINA and contractor (operation committee) to lay down the basis of allocation of rights and obligations of either party as well as stipulate the procedure of operation implementation and its supervision. For smooth operation of JOB, JOB founder has conferred full authority upon the JOB to take corporate acts such as entering into agreement with other party, controlling assets, employing experts etc. thereby placing JOB as is it were a law subject. However law literature does not mention that JOB is a law subject/legal entity and consequently it has no authority to take any act before a court, as confirmed in the Judgment of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 071PKIN11999 dated May 14, 1999, described further in this Thesis. Therefore, despite the full authority the founders conferred upon it, it is the JOB founders themselves, not represented to JOB, that must take any corporate act. May this Thesis writing able to provide clarity to the community especially those interested in JOB about the legal status of JOB and not render any loss to them in the future. Such discussion may bring about an efficiency as well as increase the performance of JOB operation in attaining the maximum target."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T23544
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devitri Anita Harun
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan hak dan kewajiban yang terdapat di dalam Perjanjian Kerjasama Joint Operating Body (JOB) beserta status hukumnya. Perjanjian JOB merupakan perjanjian turunan dari Kontrak Bagi Hasil yang diatur di dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2001. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis-normatif. Perjanjian yang dijadikan studi kasus di dalam penelitian ini pada dasarnya telah memenuhi prinsip kebebasan berkontrak yang terdapat di dalam hukum perikatan, walaupun terdapat ketimpangan dalam pembagian hak dan kewajiban di dalam perjanjian tersebut. Selanjutnya, Perjanjian JOB mewajibkan para pihaknya untuk membuat sebuah badan operasi bersama/Joint Operating Body untuk menjalankan kegiatan operasi. Namun, status hukum dari badan tersebut belum jelas karena tidak diatur di dalam perjanjian. Oleh karenanya diperlukan pengaturan khusus terhadap status hukum dari JOB tersebut, agar dapat memudahkan para pihak apabila terjadi perselisihan di antara pihak atau terhadap pihak ketiga ke depannya.

This thesis examines the division between rights and obligations amongst the parties in a Joint Operating Body agreement with its legal status. Joint Operating Body agreement is a derivative of a Production Sharing Contract, which is regulated under Law No. 22/2001. This research is conducted with a normative legal method. In general, the agreement has reflected the freedom of contract principle that is the basis of the contract law, but there is an imbalance between rights and obligations on this agreement. Moreover, the agreement stated that both parties must form a Joint Operating Body that will carry out all operational activities. However, the legal status of said body is still not defined, as it is not governed by the agreement. Therefore, there needs to be a specific clause in the agreement that regulates the formation of Joint Operating Body and its legal status, in order to avoid disputes between the parties involved or with any third parties in the future.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budy Pranowo Adi Nugroho
"Dalam Kontrak Production Sharing, hasil bagi seluruh kegiatan operasi penambangan minyak yang berupa minyak mentah, akan dibagi antara Pemerintah dengan Kontraktor dengan proporsi yang sudah ditentukan dalam kontrak. Bagian kontraktor (contractor's share) tersebut sudah termasuk pembayaran pajak. Bagian kontraktor akan selalu sama walaupun tarif pajaknya berubah.
Dalam aktivitasnya di Indonesia, sangat memungkinkan diperolehnya tambahan kemampuan ekonomis dari kegiatan dan modal atau asset yang dimiliki atau dikuasai oleh kontraktor, baik yang mempunyai kaitan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan operasi penambangan minyak dan gas bumi dalam Kontrak Production Sharing. Tambahan kemampuan ekonomis tersebut menurut Undang-Undang Perpajakan adalah penghasilan yang harus dikenai pajak.
Di dalam Kontrak Production Sharing dengan bentuk Joint Operating Body (PSC-JOB), Pertamina mempunyai partisipasi kepemilikan (Pertamina Participating Interest) pada operasi Kontraktor dengan perbandingan sebesar 50 : 50. Dengan adanya partisipasi kepemilikan tersebut, Pertamina ikut menanggung biaya-biaya yang diperlukan dalam operasi di suatu Wilayah Kerja Pertambangan yang dikerjakan bersama antara Kontraktor dan Pertamina. Karena Pertamina belum bisa melaksanakan kewajiban pendanaan untuk keperluan operasi tersebut, maka Kontraktor akan menalangi terlebih dahulu seluruh biaya operasi yang menjadi tanggung jawab Pertamina. Apabila atas Wilayah Kerja Pertambangan yang dioperasikan bersama tersebut sudah berproduksi, maka Pertamina akan mengembalikan biaya operasi yang menjadi tanggung jawabnya dalam bentuk minyak mentah (crude oil) ditambah dengan sejumlah tambahan minyak mentah. Sejumlah tambahan minyak mentah yang diberikan kepada kontaktor sebagai kompensasi atas menalangi dana operasi yang menjadi tanggung jawab Pertatnina inilah yang dalam Kontrak Production Sharing disebut uplift.
Dalam pelaksanaan di lapangan masih terjadi perbedaan pendapat antara Pemerintah (Direktorat Jenderal Pajak) dengan Kontraktor mengenai perlakuan perpajakan atas uplift. Kontraktor tidak bersedia dikenakan pajak atas uplift dengan alasan bahwa uplift tersebut tidak ada hubungannya dengan operasi perminyakan (petroleum operation) dan bukan merupakan insentif bagi Kontraktor. Alasan lain yang dikemukakan oleh Kontraktor atas ketidaksetujuannya dikenakan pajak atas uplift adalah berdasarkan kontrak. hasil minyak yang diperoleh Kontraktor adalah sudah termasuk pajak (include tax). Di pihak Direktorat Jenderal Pajak sendiri masih terjadi perdebatan mengenai perlakuan pajak penghasilan yang tepat atas uplift. Hal inilah yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentang penghasilan dan tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Pemilihan tipe ini didasarkan atas pertimbangan bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meneliti apakan uplift memenuhi konsep penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan, dan apabila memenuhi konsep penghasilan bagaimanakah perlakuan perpajakan yang tepat atas uplift tersebut serta menganalisis permasalahan yang akan dihadapi dalam implementasi perlakuan perpajakan di lapangan. Sedangkan Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan dan studi lapangan dengan melakukan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa uplift memenuhi konsep penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan. Sedangkan perlakuan perpajakan yang tepat atas uplift adalah dikenakan pajak berdasarkan basis netto dengan tarif pajak sesuai dengan tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan karena timbulnya uplift terdapat hubungan efektif kegiatan usaha kontraktor sebagai bentuk usaha tetap di Indonesia, maka uplift merupakan bagian dari business income dan suatu bentuk usaha tetap. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penghasilan atas uplift merupakan potensi pajak dari sektor minyak dan gas bumi yang belum tergali karena berdasarkan mekanisme pembagian hasil berdasarkan kontrak, uplift belum dimasukkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak. Kendala dalam dalam mengenakan pajak atas uplift karena adanya peraturan khusus (lex specialis) berupa Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur ketentuan formal dan material yang masih berlaku sarnpai sekarang.
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian ini adalah seyogyanya ada harmonisasi antara ketentuan perpajakan dengan ketentuan teknis dalam kontrak dan peraturan pelaksanaan yang mengatur ketentuan formal dan material perpajakan dalam pelaksanaan kontrak, dan menerbitkan penegasan mengenai pelakuan perpajakan atas uplift serta mengganti Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur ketentuan formal pemenuhan kewajiban pajak Kontraktor Production Sharing.

According to the law of Natural Oil and Gas in a Production sharing contract in Indonesia, the total production of all oil-mining operations, which is crude oil, is to be shared between the Government and the contractor with agreed proportion as outlined in the contract The contractor's share includes tax and it will remain the same even though the tax tariff would change.
In Indonesia, it is possible to get an economical added value from the activity conducted and from the capital or the assets owned or dominated by the contractor, which are either directly or not-directly involved in the natural oil and gas mining operation in the Production Sharing contract. According to the Tax Law and Regulations, the economical added value is considered as a taxable income.
According to the Production Sharing Contract - Joint Operating Body (P SC-JOB), Pertamina holds the participating interest of the contractor's operation with 50:50 proportion/comparison. Therefore, Pertamina is also responsible for the operational costs that may occur in the oil field, where they conduct the activity together. Should Pertamina is not able to take the financial responsibility during the operation; the contractor may give them an advance on the operational costs. Once the mine produces oil, Pertamina will then be responsible to pay all advances back to the contractor in a form of crude oil production plus some additional crude oil. This additional crude oil is compensation from Pertamina given to the contractor for giving them advances. In the Production Sharing Contract term, this compensation is called Uplift.
In the implementation in the field, there is a dispute over the tax for uplift between the Government (in this case is the Directorate General of Tax) and the contractor. Contractor refuses to pay tax on uplift because according to them, uplift has nothing to do with the petroleum operation and it is not an incentive either. In addition, according to the contract, the oil production received by the contractor is including tax. While in the Directorate General of Tax itself, there are also pros and cons about what most suitable income tax that should be charged to uplift. This is the main topic of this research.
The type of research used here is descriptive analysis. The consideration of using this type is to find out whether Uplift complies with the income concept according to the Income Tax Regulation. If so, then what would be the most suitable tax assessment for uplift, also, the analysis of the problem that may occur during implementation. The data of this research was collected from book references and through interview in the field.
Research showed that uplift complies with the income concept according to the Income Tax Regulation (Law). The most suitable tax assessment on uplift is a net basis tax with tariff as outlined in the Article 17 of Income Tax Regulation. Since the uplift occurred as a result of an effective activity conducted by the contractor as a fixed business in Indonesia, therefore, uplift is considered as part of the business income of a fixed business.
Research also showed that the income of uplift is potency for tax from natural oil and gas, which have not been explored yet, because, according to the sharing contract mechanism, uplift is not yet included in the taxable income roll. The problem is because there is a special rule (lex specialist) that still valid, that is Finance Ministerial Decree about formal regulation and material.
Based on the research, it is suggested that there should be a harmony between the tax and technical regulations in the contract and the implementation regulations that should outline the formal policy as well as the tax. Also, to issue a regulation about tax on uplift and to replace the existing Finance Ministerial Decree about the tax responsibility of a contractor in the Production Sharing contract.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14059
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya Kosasih
"Skripsi ini membahas mengenai Perjanjian Operasi Bersama (Joint Operating Agreement) dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia, dengan studi kasus Perjanjian Operasi Bersama antara X dan Y. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Normatif Yuridis dimana data penelitian ini sebagian besar dari studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pengaturan hak dan kewajiban dalam Perjanjian Operasi Bersama ini sudah adil bagi para pihak. Namun, pengaturan mengenai pengadaan barang dan jasa dinilai tidak sesuai dengan asas kebebasan berkontrak.

This thesis is focusing on Joint Operating Agreement in the upstream oil and gas bussines activities in Indonesia, case study on Joint Operating Agreement between X and Y. This research is normative yuridis research, which some of the data were collected from literature. The result states that the clauses of rights and duties are fair enough for the parties. But, the clauses of procurement of goods and services are inappropriate with the freedom of contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S21521
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Firdaus Alditama
"Penelitian bertujuan untuk melakukan analisis penerapan pemeriksaan bersama
(joint audit) oleh Satuan Tugas Pemeriksaan Bersama pada industri hulu minyak
dan gas bumi sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 34/PMK.03/2018 (PMK
34/2018). Joint audit merupakan suatu inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah
untuk meningkatkan efisiensi dan memberikan kepastian hukum bagi Kontraktor
dimana sebelumnya pemeriksaan dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Satuan Kerja Khusus
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) secara
terpisah pada suatu tahun buku yang sama dengan pendekatan dan dasar
pemeriksaan yang berbeda sehingga berpotensi menimbulkan sengketa dan
ketidakpastian hukum. Penelitian berupa studi kasus yang dilakukan dengan
metode kualitatif deskriptif. Penelitian ini melakukan analisis penerapan joint audit
dengan batasan metode, pembentukan tim Satgas Pemeriksaan Bersama, konsep
dan fokus area audit.

The study aims to analyze the application of joint audits by Satuan Tugas
Pemeriksaan Bersama in the upstream oil and gas industry in accordance with the
Minister of Finance Regulation No. 34/PMK.03/2018 (PMK 34/2018). A joint audit
is an innovation carried out by the Government to increase efficiency and provide
legal certainty for Contractors where previously audits were carried out by Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) and Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi (SKK Migas) separately in the same financial year with a different approach
and basis for audit, thus potentially causing a dispute and legal uncertainty. The
research was case study conducted using descriptive qualitative methods. This
research analyzes the implementation of the joint audit with the limitations of the
method, the formation of the Satgas Pemeriksaan Bersama, the concept and focus
of the audit area
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roberts, Peter
Global Law and Business, 2012
343.420 772 ROB j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ayub Manuel Pongrekun
"Tesis ini membahas mengenai kepentingan Pemerintah Amerika Serikat dalam Joint Operating Agreement antara Pertamina dengan ExxonMobil. Permasalahan yang diangkat yaitu latar belakang keterlibatan pemerintah Amerika Serikat, padahal semestinya JOA diselesaikan dengan Business to Business. Pengaruh dari Multi National Corporation ExxonMobil menjadi salah satu perhatian dari Tesis ini dalam melihat hubungan MNC dan National Interest dalam hal mempengaruhi sikap pemerintah Amerika Serikat di Blok Cepu. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan pencarian diinternet. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa kepentingan pemerintah Amerika Serikat untuk menjaga keberlangsungan dari perusahaan transnasional yang berasal dari negaranya.

This thesis discusses the U.S. government interests on the Joint Operating Agreement between Pertamina and ExxonMobil. Issues raised that background the U.S. government 39 s involvement, whereas the JOA should be completed by the Business to Business. Influence of Multi National Corporation ExxonMobil became one of the concerns of this thesis in the relationship of MNC and National Interest in influencing the attitude of the U.S. government in Cepu. Data collection camed out of the literature study and the internet searching. From the research, it was found that the interests of the U.S. government is to maintain the continuity of transnational companies from their own country."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pereira, Eduardo G
London: Global Law and Business, 2013
343.077 2 PAR j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>