Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106715 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Sira Sappa Palambang
"Latar Belakang : Gambaran foramen neuralis servikal pada potongan aksial memiliki keterbatasan dan tidak memperlihatkan foramen secara en face. Pemeriksaan MRI servikal dengan menggunakan potongan sagital oblik memberikan visualisasi dan diagnosis stenosis foraminal yang lebih optimal karena pengambilan potongan tegak lurus terhadap foramen neuralis. Saat ini prosedur operasional standar pemeriksaan MRI servikal di RSCM belum menggunakan potongan sagital oblik, sehingga masih belum dapat memberikan visualisasi langsung yang jelas dari foramen neuralis servikal dikarenakan anatomi dari foramen neuralis servikal tersebut.
Metode : Pada penelitian ini, dievaluasi 23 subjek penelitian 5 orang laki-laki, 18 orang perempuan, dengan rerata usia 57 tahun yang menjalani pemeriksaan MRI servikal di RSCM. Sebanyak total 138 foramen dianalisis dari C4-5 sampai C6-7 untuk mengetahui perbedaan diagnosis derajat stenosis foraminal servikal pada potongan aksial dengan potongan sagital oblik MRI servikal. Uji hipotesis dilakukan dengan uji nonparametrik Mc Nemar dan hubungan diagnostik antara kedua potongan dinilai dengan analisis Cohen rsquo;s Kappa.
Hasil : Terdapat perbedaan bermakna antara diagnosis kategori stenosis berdasarkan potongan sagital oblik dengan aksial MRI servikal dengan nilai p=0,001. Pada analisis Cohen rsquo;s Kappa didapatkan nilai r = 0,248 dengan nilai p=0,000.
Kesimpulan : Terdapat perbedaan diagnosis stenosis yang siginifikan pada potongan sagital oblik dengan aksial MRI servikal dengan tidak adanya kesesuaian diagnostik antara kedua potongan tersebut.

Background: Axial images in cervical MRI examination has limitations in evaluating neural foramen and do not directly visualized it. Oblique sagittal images cervical MRI, that perpendicular to the neural foramen in axial images, provides optimal visualization and better diagnosis of foraminal stenosis grading. Currently, the standard operating procedures of the cervical MRI examination in RSCM are not yet using oblique sagittal images, so it still can not provide direct visualization of the cervical neural foramen due to the anatomy of the cervical foraminal.
Method: In this study, we evaluated 23 people 5 males and 18 females, mean age 57 years who visited RSCM and underwent cervical MRI. A total of 138 foramina were analysed from C4 5 to C6 7 both sides, based on axial images and oblique sagittal images to determine the diagnostic differences in cervical foraminal stenosis. Hypothesis testing was done with Mc Nemar nonparametric test and diagnostic association between the two images was assessed by Cohen's Kappa analysis.
Result: There is significant diagnostic differences p 0,001 of stenosis grading using axial images and oblique sagittal images cervical MRI. In the analysis of Cohen's Kappa, obtained r 0,248 with p 0,000.
Conclusions: There is significant differences in the diagnosis of cervical foraminal stenosis between the oblique sagittal images and axial images and also there is no diagnsotic association between oblique sagittal and axial images.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marvin Pili
"Latar Belakang: Stenosis kanal lumbal SKL merupakan suatu kondisi yang potensial menimbulkan disabilitas dan seringkali ditemukan seiring meningkatnya usia populasi. Studi bertujuan menganalisa hubungan antara luaran klinis pasien SKL dan klasifikasi stenosis berdasarkan MRI.
Metode: Studi kohort prospektif ini dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM pada januari hingga juli 2016 melalui metode consecutive sampling. Tiga puluh delapan sampel didapat dan kesemuanya dilakukan tatalaksana pembedahan yang sama yaitu dekompresi dan stabilisasi posterior. Subjek dikategorikan ke dalam 4 kategori berdasarakan pemeriksaan MRI menggunakan klasifikasi Schizas. Pemeriksaan pra dan pasca operasi 3 bulan dan 6 bulan dilakukan menggunakan Visual Analogue Scale VAS, Oswestry Disability Index ODI, Japanese Orthopaedic Association Score JOA and Roland Morris Disability Questionnaire RMDQ. Analisis statistic dilakukan dengan menggunakan program SPSS v19.
Hasil: Rata ndash; rata usia dari 38 sampel yang didapatkan adalah 58.92 tahun rentang 50-70 tahun. Terdapat 16 orang laki ndash; laki dan 22 orang perempuan. Sebagian besar pasien diklasifikasikan pada grade C berdasarkan klasifikasi Schizas. Perbaikan skor klinis pada subjek laki ndash; laki didapatkan lebih tinggi dibanding perempuan dan hasilnya didapatkan bermakna pada pengukuran VAS pascaoperasi 6 bulan p=0.003 dan JOA pascaoperasi 3 bulan p=0.029. Tidak ditemukan perbedaan bermakna antara derajat klasifikasi berdasarkan MRI dengan skor perbaikan klinis preoperasi, 3 bulan dan 6 bulan pasca operasi menurut VAS p=0.451, p=0.738, p=0.448, ODI p=0.143, p=0.929, p=0.796, JOA p=0.157, p=0.876, p=0.961 dan RMDQ p=0.065, p=0.057, p=0.094.
Simpulan: Terdapat perbaikan klinis setelah dilakukan operasi dekompresi dan stabilisai posterior yang ditandai dengan perbaikan skor VAS, ODI, JOA dan RMDQ pasca operasi 3 dan 6 bulan. Tidak terdapat hubungan antara derajat SKL dengan skor VAS, ODI, JOA dan RMDQ.

Background: Lumbar canal stenosis LCS is a condition which can potentially cause disability and often discovered within the increasing age of population. The aim of this study was to analyze the correlation between clinical outcome of postoperative patients and classifications that are based from MRI assesments.
Method: This prospective cohort study was carried out a Cipto Mangunkusumo General Hospital from January till july 2016 obtained using consecutive sampling. Thirty eight samples were obtained and all of them were managed with same surgical technique that was decompression and posterior stabilization. Patients were categorized in 4 types based on MRI examination using Schizas Classification. Pre and post treatment 3 month and 6 month assessment of the patients was done according to Visual Analogue Scale VAS, Oswestry Disability Index ODI, Japanese Orthopaedic Association Score JOA and Roland Morris Disability Questionnaire RMDQ. Statistical analysis was performed using statitiscal program for social science SPSS v.19.
Result: From 38 samples that were obtained average age was 58.92 years old range 50 70 years old. There were 16 males and 22 females. Most of patients are classified in type C 21 subjects based on MRI examination. The improvement of clinical score in male subjects were better dan female subjects and significantly different in 6 month postoperative VAS p 0.003 and 3 month postoperative JOA score p0.029. In this study was found that generally VAS, ODI, JOA and RMDQ score improved along follow up time. There was no statistical differences between MRI based classification and clinical outcome in preoperative, 3 and 6 month postoperative according to VAS p 0.451, p 0.738, p 0.448, ODI p 0.143, p 0.929, p 0.796, JOA p 0.157, p 0.876, p 0.961 dan RMDQ p 0.065, p 0.057, p 0.094.
Conclusion: There was clinical improvement after decompression and posterior stabilization in lumbar canal stenosis which were manifested in 3 and 6 months post operation of VAS ODI, JOA and RMDQ score. There was no association between degree of LCS and VAS, ODI, JOA and RMDQ score.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Fitriningsih
"ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: MRI merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk mengevaluasi herniasi diskus lumbalis. Kekurangan MRI adalah lamanya waktu pengambilan gambar dan kurangnya ketersedian diberbagai tempat. Pada institusi dengan keterbatasan alat dan jumlah pasien yang banyak hal ini dapat menyebabkan terjadinya stagnansi pasien. Maka perlu dipikirkan suatu studi alternatif pada MRI untuk mempersingkat waktu. Di RSCM, protokol terbatas belum menjadi standar, sehingga dibutuhkan penelitian untuk menilai sensitivitas dan spesifisitas MRI protokol terbatas pada diagnosis herniasi diskus lumbalis, stenosis kanalis spinalis lumbal, stenosis foraminal pada vertebra lumbalis.
Metode: Uji diagnostik dengan pendekatan potong lintang untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas protokol terbatas dalam mendiagnosis herniasi diskus, stenosis kanal spinalis dan stenosis foraminal pada vertebra lumbal pada 60 subyek.
Hasil: Sensitivitas dan spesifitas MRI protokol terbatas pada diagnosis herniasi diskus, stenosis kanal spinalis, stenosis foraminal baik, yaitu 97,2% dan 95,2%, pada diagnosis herniasi diskus, 97,6% dan 96,6% pada stenosis kanal spinalis, dan 91,6% dan 92,6% pada stenosis foraminal.
Kesimpulan: Sensitivitas dan spesifisitas MRI protokol terbatas pada diagnosis herniasi diskus, stenosis kanal spinalis dan stenosis foraminal baik, akan tetapi penggunaan secara luas perlu mempertimbangkan hal-hal lainnya seperti: pasien murni hanya herniasi diskus tanpa penyulit lainnya, menuntut kehadiran dokter spesialis radiologi pada saat pemeriksaan MRI berlangsung, dan protokol pemeriksaan MRI harus dibuat optimal.

ABSTRACT
Background and purpose: MRI is the most sensitive examination to evaluate lumbar disc herniation. Disadvantages of MRI is the long duration of examination and the lack of availability of various places. At institutions with limited equipment and patient loads it can lead to stagnation of the patient. Then it should be considered an alternative to MRI studies to shorten the time. At RSCM, restricted protocols yet to be standarized, so that research is needed to assess the sensitivity and specificity of Limited Protocol MRI protocol in diagnosing of lumbar disc herniation, lumbar spinal canal stenosis, lumbar foraminal stenosis
Methods: Diagnostic Test with cross sectional approach to determine the sensitivity and specificity of the protocol in diagnosing lumbar disc herniation, lumbar spinal canal stenosis, lumbar foraminal stenosis in 60 subjects.
Results: The sensitivity and specificity of limited protocol MRI is good, that is 97.2% and 95.2%, in the diagnosis of lumbar disc herniation, 97.6% and 96.6% in the lumbar spinal canal stenosis and 91.6% and 92.6% at lumbar foraminal stenosis
Conclusion :Sensitivity and specificity of Limited Protocol MRI in diagnosising of a lumbar disc herniation, lumbar stenosis canal spinal and lumbar stenosis foraminal is good, but the widespread use need to consider other things such as: the diagnosis patient is purely a herniated disc without other complications, demanding the presence of radiologist during MRI examinations, and the protocol MRI examination should be made optimal."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Abraham Ambril
"Nyeri punggung bawah memiliki prevalensi yang tinggi dan sangat berkaitan dengan proses degenerasi diskus intervertebralis. Magnetic Resonance Imaging MRI lumbal merupakan pemeriksaan yang terpenting dalam penilaian kelainan pada degenerasi diskus intervertebralis yang dapat dapat memperlihatkan herniasi diskus, stenosis kanalis spinalis, dan stenosis foraminal. Terdapat dua protokol potongan aksial, yaitu contiguous axial CA dan disc space-targeted angled axial DSTAA , yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Belum ada penelitian yang terpublikasi yang mendukung penggunaan teknik CA maupun DSTAA pada kasus degenerasi vertebra lumbal, oleh sebab itu penelitian ini akan meneliti tentang kesesuaian teknik CA dengan teknik DSTAA pada diagnosis herniasi diskus dan stenosis kanalis spinalis lumbal.Penelitian ini menggunakan desain potong lintang cross-sectional study untuk mengetahui kesesuaian teknik CA dan teknik DSTAA pada diagnosis herniasi diskus dan stenosis kanalis spinalis pada vertebra lumbal, yang dilakukan di Departemen Radiologi RSCM Jakarta selama bulan Agustus sampai September 2016, dengan jumlah sampel 22 subjek.Dari hasil penelitian ini didapatkan kesesuaian diagnosis herniasi diskus intervertebralis lumbal dan diagnosis stenosis kanalis spinalis lumbal antara teknik CA dengan teknik DSTAA. Penelitian ini menunjukkan penggunaan teknik DSTAA dapat dilakukan sebagai protokol pemeriksaan MRI lumbal di pusat layanan kesehatan yang memiliki jumlah pasien yang banyak.

Lower back pain has a high prevalence and is associated with the degeneration of intervertebral discs. Magnetic Resonance Imaging MRI examination of the lumbar is important in the assessment of abnormalities in the intervertebral disc degeneration and can be demonstrating disc herniation, spinal canal stenosis and foraminal stenosis. There are two axial protocols, contiguous axial CA and disc space targeted angled axial DSTAA , each of which has advantages and disadvantages. There are no published studies that support the use of DSTAA technique and CA technique at the lumbar spine degeneration cases, therefore, this study will examine the technical suitability CA with DSTAA techniques in diagnosis for disc herniation and lumbar spinal canal stenosis.This study used cross sectional design to determine the suitability of the CA technique and DSTAA technique at diagnosis for disc herniation and stenosis of the spinal canal in the lumbar spine, which is carried out in the Department of Radiology RSCM Jakarta during August to September 2016, with a sample of 22 subject.From the results of this study, there is suitability of the diagnosis of lumbar intervertebral disc herniation and lumbar spinal canal stenosis diagnosis between CA technique and DSTAA technique. This study shows that DSTAA technique can be used as a lumbar MRI examination protocol at health center that has a huge patient loads."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T57672
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghifari Syuhada
"Saat ini, metode fabrikasi aditif merupakan pilihan optimum untuk menciptakan implan yang memiliki banyak manfaat bagi pasien dibandingkan dengan manufaktur subtraktif. Misalnya, manufaktur aditif dapat memfabrikasi produk secara berlapis-lapis dengan mendepositkan material secara berlapis. Oleh karena itu, dapat dibuat implan khusus desain yang sesuai dengan anatomi pasiennya. Ini juga bisa mengurangi biaya dengan meminimalkan bahan terbuang saat memfabrikasi produk. Dalam makalah ini penulis akan mempelajari sifat biomekanik dari scaffold komposit yang dicetak 3D dan terbuat dari Poly Lactic-acid PLA dan keramik Hidroksiapatit HA yang dapat diinjeksi. Scaffold dirancang untuk ditanamkan di tulang belakang sebagai spacer pada Cervical Laminoplasty. Oleh karena itu, simulasi stress dan strain akan diterapkan pada COMSOL untuk memahami modulus Young dari setiap scaffold dengan jumlah pengisi HA yang berbeda. Metode pendekatan eksperimental lainnya juga akan dilakukan untuk membuat perbandingan hasil aktual dan hasil simulasi. Selain itu, berbagai pendekatan untuk memahami persentase porositas scaffold juga akan dilakukan.

Nowadays, a method of additive manufacturing is the optimum option to create any implant that has many benefits for the patient compared to subtractive manufacturing. For instance, an additive manufacturing can construct the product in layers by successively depositing material. Hence, it can create a design specific implant which will fits the patient rsquo s anatomy. It could also reduce cost by minimizing wasted material when constructing the product and many more. This paper, studies the biomechanical properties of a 3D printed composite scaffold made from Poly Lactic acid PLA and injectable Hydroxyapatite ceramic. The scaffold is designed to be implanted on the backbone as a spacer in cervical laminoplasty. Therefore, a stress and strain simulation will be applied on COMSOL to understand the Young rsquo s Modulus of each scaffold with different number of fillers. Another experimental method of approach will also be conducted to create a comparison of actual result and simulated result. In addition, various approach to understand the porosity percentage of the scaffold will also be done.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S69367
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Greenstein, Caren E.
Philadelphia: Wolters Kluwer, 2011
R 618.19 GRE b
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Lingga Magdalena Sulaiman
"TUJUAN. Mengetahui akurasi MRI 0,5T dalam mendeteksi ruptur meniskus.
BAHAN DAN CARA. Selama kurun waktu 6 bulan (Oktober 2004 sampai dengan Maret 2005) dilakukan pemeriksaan MRI terhadap 19 pasien (20 lutut) dengan klinis ruptur meniskus. Pemeriksaan MRI menggunakan MRI 0,5T superkondukting magnet, Bruker Tomikom, buatan Perancis tahun 2000 dan closely coupled extremity coil dengan teknik konvensional spin-echo T1W1 dan T2WI potongan sagital dan koronal. Dua kriteria MRI dalam mendiagnosis ruptur meniskus adalah adanya signal hiperintens intrameniskus pada T1W1 dan T2W1 yang dapat meluas ke permukaan sendi, ditemukannya morfologi meniskus yang abnormal seperti adanya perubahan kontur atau deformitas fokal meniskus. Untuk mempertajam diagnosis digunakan sistem penderajatan meniskus berdasarkan signal intrameniskus. HasiI pemeriksaan MRI dibandingkan dengan temuan artroskopi sebagai baku emas.
HASIL. Sensitivitas, spesifisitas MRI 0,5T dalam mendeteksi ruptur meniskus adalah 84,4% dan 85,7% dengan akurasi 84,6%. Terdapat kesesuaian yang baik antara MRI 0,5T dengan artroskopi (k-D,573)
KESIMPULAN. MRI 0,5T merupakan modalitas pencitraan non invasif yang mempunyai sensitivitas dan akurasi yang tinggi yang dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya ruptur meniskus.
Kata kunci : Ruptur meniskus, MRI, artroskopi.

OBJECTIVE The purpose of this study was to evaluate the accuracy of MR imaging 0,5T in detecting meniscal tears.
MATERIALS AND METHOD& During an 6 months period (October 2004 until March 2005), 19 patients (20 knees) who had meniscal tears identified at physical examinations underwent MR imaging examinations. MR imaging was performed with a 0,5T (superconducting; Bruker Tomikom, France, 2000) and a closely coupled extremity coil, conventional spin-echo pulse sequences were used in sagital and coronal planes TI and T2 weighted images. Two MR imaging criteria to established the diagnose of meniscal tears were increased internal signal intensity in the meniscus on TI and T2-weighted images, abnormal morphology of the meniscus such as contour or focal deformities of the meniscus. To increase the accuracy of MR imaging, meniscal were grading according to the character of the intrameniscal MR imaging signal. MR imaging finding was compared with arthroscopic results as the standard of reference.
RESULTS. Sensitivity, specificity and accuracy MR imaging 0,5T for detecting meniscal tears were 84,4%, 85,7% and 84,6%. There is good correlation of MR imaging and arthroscopic findings (kappa = 0,573).
CONCLUSION. MR imaging is a non-invasive modality with high sensitivity and accuracy which can used in detecting meniscal tears.
Key wards : Meniscal tears, MR Imaging, arthroscopic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deti Nurbaeti
"Latar belakang dan tujuan: Keganasan berhubungan erat dengan keadaan hiperselularitas dan hipervaskularisasi jaringan. Magnetic resonance imagingdiffusion weighted imaging-apparent diffusion coefficient (MRI DWIADC) merupakan biomarker cancer imaging. Mengetahui tingkat kesesuaian antara nilai ADC dengan kontras gadolinium dapat menjadi informasi tambahan dan pemeriksaan alternatif dalam memprediksi keganasan lesi muskuloskletal.
Metode: Penelitian prospektif desain potong lintang pada 50 pasien dengan lesi primer muskuloskeletal regio ekstremitas, yang menjalani pemeriksaan MRI muskuloskeletal sekuens DWI-ADC dan pemberian kontrs gadolinium di RSUPN-CM dalam rentang waktu Oktober 2015-Februari 2016. Dilakukan penilaianrerata nilai minimum ADC, serta menghitung akurasi pada kasus-kasus yang dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Hasil: Dari total 50 subjek penelitian, dengan analisa uji Kappa didapatkan tingkat kesesuaian yang baik (R = 0,592) antara nilai ADC dengan kontras gadolinium dalam memprediksi keganasan lesi muskuloskeletal, dan tidak ada perbedaan hasil yang signifikan diantara kedua metode tersebut(p = 0,754). Selain itu didapatkan sensitivitas nilai ADC (81%) hampir menyerupai kontras gadolinium (90,5%), dan spesifisitas ADC (60%) lebih rendah dibandingkan kontras gadolinium (90%) pada 31 subjek yang dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Kesimpulan: Terdapat tingkat kesesuaian yang baik antara nilai ADC dengan kontras gadolinium dalam memprediksi keganasan lesi muskuloskeletal, sehingga nilai ADC dapat menjadi informasi tambahan dan modalitas alternatif, terutama pada pasien dengan keterbatasan penggunaan kontras gadolinium.

Background and purpose: Malignancy is closely linked with the state of hiperselularity and hypervascularization tissues. Magnetic resonance imaging diffusion weighted imaging-apparent diffusion coefficient (ADC DWI-MRI) is biomarker cancer imaging. Knowing the suitability ADC and gadolinium can become an additional information and an alternative method in predicting malignancy musculoskeletal lesions.
Methods: A prospective cross-sectional study design with 50 patients with diagnostic primary extremity muscosceletal lesions who underwent an MRI examination extremity musculoskeletal region using DWI-ADC sequences and gadolinium at RSUPN-CM in October 2015 ? February 2016. The mean minimum ADC exercise is carried out and the accuracy based on histopatology examination cases is calculated.
Results: From 50 subjects been examined with Kappa Test Analysis, it shows good fit result (R = 0.592) between ADC and gadolinium contrast in predicting malignancy musculoskeletal lesions and no significant difference between the two methods (p = 0.754). Also, it is shows that the sensitivity of ADC (81%) is close to gadolinium contrast (90.5%) and the specifity of ADC (60%)is lower than gadolinium contrast (90%) for the 31 subjects who underwent histopathological examination.
Conclusions: Because of good suitability between ADC and gadolinium contrast in predicting malignancy musculoskeletal lesions, ADC could become an additional information and an altenaltive of modality especially to the patient with gadolimium contrast limitation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luna, Antonio
"Recent advances in MR technology permit the application of diffusion MRI outside of the brain. In this book, the authors present cases drawn from daily clinical practice to illustrate the role of diffusion sequences, along with other morphological and functional MRI information, in the work-up of a variety of frequently encountered oncological and non-oncological diseases. Breast, musculoskeletal, whole-body, and other applications are covered in detail, with careful explanation of the pros and cons of diffusion MRI in each circumstance. Quantification and post-processing are discussed, and advice is provided on how to acquire state of the art images, and avoid artifacts, when using 1.5- and 3-T magnets. Applications likely to emerge in the near future, such as for screening, are also reviewed. The practical approach adopted by the authors, combined with the wealth of high-quality illustrations."
Berlin : Springer, 2012
e20425893
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>