Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137817 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Rabi Reski
"Tesis ini membahas tentang pendekatan yang dilakukan Amerika Serikat di Kawasan Asia Pasifik dengan menggunakan konsep dan teori politik luar negeri terhadap penyelesaian sengketa di Laut Cina Selatan pada periode kepemimpinan Presiden Barack Obama 2009-2016 . Penelitian memanfaatkan metode kualitatif secara deskriptif analitik untuk memberikan gambaran terkait judul tesis ini. Proses pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian menemukan bahwa Amerika Serikat mendorong penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan secara damai melalui proses menjaga keseimbangan di kawasan Asia Pasifik; tujuannya adalah menggalang persatuan dan dukungan negara-negara yang terlibat dalam konflik, serta resolusi perdamaian dan menghargai prinsip-prinsip internasional.Proses tersebut dapat diidentifikasi dari kebijakan luar negeri pada era pemerintahan Presiden Barack Obama yang mengalihkan fokus strategi dari Timur Tengah ke Asia serta memasukkan stabilitas Laut Cina Selatan sebagai kepentingan nasional dengan mengimplikasikan smart power international order yang diplomatis untuk membangun kerjasama baik yang bersifat bilateral maupun multilateral dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

This thesis examines an approach of the United States in the Asia Pacific region by using theory and concept of foreign policy of the Obama rsquo s administration 2009 2016 in settling the South China Sea disputes between nations of ASEAN and China. It uses qualitative research by using descriptive analytics design to provide an overview of the topic studied. The process of data collection was done through literature study. The results of the study discovered that the United States encouraged ASEAN member countries which are confronting disputes with China over South China Sea. To settle those disputes the United States in one way, supports the countries involved in the conflict, and in other way, encourages to call for peace resolution and respect the principles and spirit of international law. The approach taken by the United States was drawn from the switch of the United State foreign policies under the Obama rsquo s administration from the Middle East to Asia known as Pivot to Asia and to include maintaining stability as integral part of the United States national interests in the Asia Pacific. Finally, the United States is displaying a sort of diplomacy, the smart power international orderto establish cooperation with countries in the Asia Pacific region both bilaterally or multilaterally."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reina
"Kepastian hukum dalam upaya penyelesaian sengketa merupakan faktor terpenting dalam terciptanya perlindungan konsumen. Awal pergerakan perlindungan konsumen di dunia salah satunya berkaitan dengan adanya revolusi industri yang mengubah kedudukan konsumen dan pelaku usaha, perkembangan industrialisasi dan globalisasi yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa yang dalam menyelesaikan penyelesaian sengketa dilakukan dengan sengketa alternatif. Permasalahan dalam penelitian ini dimulai dari bagaimana perbandingan proses penyelesaian sengketa konsumen di Amerika Serikat dan di Indonesia dan bagaimana proses penyelesaian sengketa konsumen melalui penyelesaian sengketa alternatif di Indonesia dilaksanakan untuk memperoleh kepastian hukum bagi konsumen di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian doktrinal yang menggunakan pendekatan komparatif. Hasil dalam penelitian ini adalah Perbandingan penyelesaian sengketa konsumen di Amerika Serikat dan di Indonesia, dalam hal penyelesaian sengketa melalui sengketa alternatif, baik di amerika dan di Indonesia tidak ditemukan perbedaan yang mendasar yang mengkhususkan terhadap konflik antara konsumen dan pelaku usaha. Di Indonesia khususnya penyelesaian sengketa konsumen melalui alternatif dilaksanakan oleh BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan diberikan kewenangan yudikatif untuk menyelesaikan sengketa konsumen berskala kecil dan bersifat sederhana. Secara kelembagaan BPSK dibentuk berdasarkan adopsi dari model small claim tribunal, seperti yang ada di Amerika Serikat namun pada akhirnya pembentukan BPSK didesain dengan memadukan kedua model small claim tribunal diadaptasikan dengan model pengadilan dan model penyelesaian sengketa alternatif (alternative dispute resolution-ADR) yang menggunakan ciri khas penyelesaian sengketa alternatif khas Indonesia. Namun pada pelaksanaannya keputusan BPSK belum dapat mewujudkan kepastian hukum pada Pasal 54 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berbunyi “Putusan Majelis bersifat final dan mengikat”, yakni dengan menambahkan ketentuan bahwa Putusan BPSK wajib memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan lain sebagainya

Legal certainty regarding dispute resolution is the most important factor in the creation of consumer protection. One of the early movements of consumer protection in the world was related to the industrial revolution which changed the position of consumers and business actors, the development of industrialization and globalization that occurred in the United States and Europe which in resolving dispute resolution carried out with alternative dispute. The problem in this research starts with how the consumer dispute resolution process in the United States and Indonesia compares and how the consumer dispute resolution process in Indonesia is implemented to obtain legal certainty for consumers in Indonesia. The research method used in this research is doctrinal research that uses a comparative approach. The results in this study are a comparison of consumer dispute resolution in the United States and in Indonesia, in terms of dispute resolution through the courts, both in America and Indonesia there are no fundamental differences that specialize in conflicts between consumers and business actors. In Indonesia, especially through alternative consumer dispute resolution implemented by BPSK as an alternative dispute resolution institution outside the court, it is given judicial authority to resolve small-scale and simple consumer disputes. Institutionally BPSK was formed based on the adoption of the small claim tribunal model, as in the United States but in the end the formation of BPSK was designed by combining the two small claim tribunal models adapted to the court model and the alternative dispute resolution (ADR) model which uses typical Indonesian alternative dispute resolution characteristics specifically in relation to the law assurance, Article 54, paragraph (3) of Law on Consumer Protection that reads “The decision of Assembly shall be final and binding”, and adding the provision that the decision of BPSK shall contain the heading “For the sake of Justice under the One Almighty God”, and others."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnomo Satriyo Pringgodigdo
"Association East Asian Nations (ASEAN) merupakan organisasi di wilayah Asia Tenggara, yang salah satu tujuan ASEAN, yang juga diperkuat di dalam ASEAN Charter adalah ?to promote regional peace and stability through abiding respect for justice and the rule of law in the relationship among countries of the region and adherence to the principles of the United Nations Charter.
Tesis ini telah berhasil menggambarkan tentang bagaimana ASEAN mencoba untuk mengatur tentang mekanisme penyelesaian sengketanya, terutama sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 24 ASEAN Charter. Dimulai dengan pemaparan di dalam Bab II, yang menggambarkan tentang bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa dari waktu ke waktu. Bukan hanya itu saja, akan tetapi di dalam Bab II ini juga digambarkan tentang bagaimana penyelesaian sengketa diselesaikan, berdasarkan instrumen-instrumennya.
Pada bab III, secara lebih khusus tesis ini menggambarkan tentang bagaimana penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui Treaty on Amity and Corporation in Southeast Asia. Penjabaran tentang penyelesaian sengketa ini dilakukan atas TAC, hingga Rules of Procedure of the High Council of the Treaty of and Cooperation in Southeast Asia.
Pembahasan tentang mekanisme penyelesaian sengeketa yang dilakukan melalui TAC ini kemudian dianalisis dengan menggunakan konsep Legalisasi. Hal ini digunakan untuk melihat sampai sejauh mana ASEAN memberikan kekuatan terhadap mekanisme penyelesaian sengketa yang dibuatnya, terutama dari sisi aturan dan prosedurnya. Hal ini kemudian ditutup dengan kesimpulan dan saran, untuk memperkuat posisi ASEAN, di dalam menyelesaikan sengketa di wilayahnya.

Association East Asian Nations (ASEAN) is an organization in Southeast Asia region, which is one of the goals of ASEAN, which also strengthened in the ASEAN Charter is "to promote regional peace and stability through abiding respect for justice and the rule of law in the relationship Among countries of the region and adherence to the principles of the United Nations Charter.
This thesis has been successfully describe how ASEAN attempts to regulate the dispute resolution mechanisms, particularly as set out in Article 24 of the ASEAN Charter. Starts with the description in Chapter II, which describes how the dispute settlement mechanism from time to time. Not only that, but in Chapter II is also described how the settlement of disputes resolved, by instruments.
In chapter III, more specifically this thesis describes how the settlement of disputes are conducted through the Treaty on Amity and Corporation in Southeast Asia. Description of the dispute settlement is done on the TAC, to the Rules of Procedure of the High Council of the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia.
A discussion of the resolution mechanism is done through the TAC sengeketa is then analyzed using the concept of legalization. It is used to see how far ASEAN provides power to the dispute settlement mechanism is made, especially in terms of rules and procedures. It is then covered with conclusions and suggestions, to strengthen the position of ASEAN, in resolving disputes in the region.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Isma Athriya Safitri
"Tesis ini menjelaskan tentang strategi rebalancing Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik yang secara formal dinyatakan oleh pemerintahan presiden Obama pada tahun 2011. Amerika Serikat memilih Asia Pasifik sebagai pivot area kebijakan luar negerinya karena Asia Pasifik memiliki sejumlah makna strategis baik bagi Amerika Serikat maupun bagi dunia internasional. Asia Pasifik dikatakan sebagai key driven of global politics, sebab Asia Pasifik sangat strategis di bidang demografi, geografi, dan ekonomi. Melalui strategi rebalancingnya, Amerika Serikat berusaha untuk meningkatkan dominasi di sistem internasional dengan kawasan Asia Pasifik sebagai batu pijakannya. Hal ini merupakan bagian dari dinamika hegemoni Amerika Serikat yang selalu dipengaruhi oleh sistem internasional. Setiap kekuatan hegemoni Amerika Serikat mengalami penurunan, maka pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan suatu strategi untuk memperkuat kembali kekuatan hegemoni Amerika Serikat. Pada fase penurunan hegemoni saat ini, pemerintah Amerika Serikat menyatakan bahwa mereka harus cerdas dan strategis dalam memanifestasikan kebijakan luar negeri. Oleh sebab itu Amerika Serikat menggunakan strategi rebalancing di kawasan Asia Pasifik. Strategi rebalancing Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik, dijalankan dalam 3 agenda, yaitu 1 penguatan hubungan kemitraan strategis dengan negara-negara aliansi dan new emerging power baik secara bilateral ataupun multilateral, 2 asistensi dalam penyelesaian masalah-masalah kawasan dan pemberian jaminan bagi keamanan dan kestabilan di kawasan Asia Pasifik, dan terakhir 3 penanaman nilai-nilai universal Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik dalam setiap kerjasama dan kegiatan Amerika Serikat, seperti nilai-nilai demokrasi, liberalisasi, dan pembelaan terhadap hak asasi manusia.

This thesis describes the US rebalancing strategy in the Asia Pacific region that formally declared by the government of President Obama in 2011. The United States chose Asia Pacific as a pivot area of foreign policy because the Asia Pacific region has a number of strategic importance for both the United States and for the international system. Asia Pacific is said to be key driven of global politics, because the Asia Pacific region is very strategic in the field of demography, geography, and economics. Through their rebalancing strategy, the United States sought to increase dominance in the international system with the Asia Pacific region as a stepping stone. This is part of the dynamics of US hegemony that always influenced by the international system. When hegemonic power of US has decreased, then the US government released a strategy to reinforce the strength of US hegemony. In the current phase of the decline of hegemony, the United States government stating that they have to be smart and strategic in manifesting foreign policy. Therefore, the United States uses rebalancing strategy in the Asia Pacific region. Strategy of rebalancing the United States in the Asia Pacific region, run in 3 agenda, namely 1 the strengthening of strategic partnership relations with the countries of the alliance and the new emerging power either bilateral or multilateral, 2 assistance in solving the problems of the region and the provision of guarantees for security and stability in the Asia Pacific region, and last 3 the investment of universal values of the United States in the Asia Pacific region in each of the cooperation and activities of the United States, such as the values of democracy, liberalization, and the defense of human rights."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesti Rosdiana
"ABSTRAK
Persengketaan Laut Cina Selatan yang terjadi sejak tahun 1990-an, kembali meningkat setelah pengajuan klaim teritorial sepihak Cina yang disebut nine-dash line pada 7 Mei 2009. Klaim tersebut berimplikasi pada berkurangnya wilayah Zona Ekonomi Eksklusif ZEE negara-negara yang berdekatan secara geografis dengan Laut Cina Selatan, salah satunya Indonesia. Tidak hanya kehilangan 30 wilayah ZEE di Natuna, klaim teritorial Cina juga berimbas pada semakin agresifnya aktifitas penangkapan ikan ilegal nelayan Cina yang selalu dikawal oleh kapal penjaga pantainya di perairan Natuna. Dalam Buku Putih Pertahanan Repubik Indonesia, tindakan yang dilakukan Cina melalui klaim nine-dash line dan penangkapan ikan ilegal oleh nelayannya yang selalu dikawal kapal penjaga pantai, merupakan ancaman nyata bagi keamanan Indonesia yang membahayakan keutuhan dan kedaulatan Indonesia. Namun, respon Indonesia cenderung mengecilkan hal tersebut sebagai ancaman nyata untuk keamanannya, yang mana perilaku ini dinamakan underbalancing oleh Schweller. Oleh karena itu, tulisan ini berusaha untuk menganalisa dan menjelaskan penyebab respon Indonesia yang cenderung mengecilkan klaim teritorial Cina sebagai ancaman berbahaya. Tulisan ini berargumen bahwa perbedaan persepsi di kalangan elit Kemlu dan Kemhan terkait klaim teritorial Cina, lalu adanya kekhawatiran pemerintah terhadap kepentingan nasional dan kepentingan elit Indonesia terhadap Cina serta adanya fragmentasi yang terbentuk di masyarakat, menjadi faktor-faktor yang melatarbelakangi Indonesia merespon ancaman teritorial Cina dengan cara underbalancing.

ABSTRACT
South China Sea dispute which begun since 1990 increasing its tense after China offer territorial claim called nine dash line on 7th May 2009. Those claim implied to the decrease of Economy Exclusive Zone of states which located geographically in South China Sea, including Indonesia. Not only losing its 30 area of EEZ in Natuna, China territorial claim also impacted the aggressiveness of illegal fishing by Chinese fishermen which always guarded by Chinese coast guard. In the Indonesian Defense White Paper, China action through nine dash line and illegal fishing by its fishermen who is always guarded by their coast guard obviously a clear threat for Indonesia sovereignty. Nevertheless, Indonesian response tend to ignore the fact as a clear threat for its security which by Schweller called underbalancing. This writing analyzes and explain the cause of Indonesia rsquo s response which tend to not take the China rsquo s claim seriously as a threat. This writing argues that Indonesian Foreign Minister rsquo s elite and Defense Minister rsquo elite has different perception toward the issue. Also, the writing analyzes many factors such as dimension of government concern on national interest, Indonesian elite interest of China, fragmentation on society, all become the factors which draw Indonesia reaction toward China territorial claim through underbalancing."
2018
T51307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patsy Widakuswara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
S8130
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldrin Erwinsyah
"Modernisasi militer China adalah bagian dari kekuatan militer yang terus dikembangkan oleh militer China. Kekuatan militer China ditujukan untuk menjaga kedaulatan negara, menjaga kepentingan nasional, menjaga sumber-sumber energi dan berfungsi sebagai kekuatan regional.Untuk mencapai tujuan tersebut, China memerlukan strategi militer guna menghadapi kekhawatiran akan persepsi ancaman China dengan melakukan diplomasi bahwa China merupakan kekuatan damai, militer China juga aktif dalam peran internasionalnya.
Tesis ini mencoba membahas pengaruh modernisasi militer China terhadap kebijakan Amerika Serikat di Asia Pasifik. Dengan memakai pendekatan realis, penulis berusaha memahami strategi pertahanan dan militer China dalam menjaga kepentingan nasionalnya. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif analistis melalui penelitian kepustakaan. Kekuatan militer AS yang dominan menebabkan strategi yang digunakan oleh China tidak konfrontatif tetapi bersikap low profile. Dengan terus menaikan anggaran militernya pertahunnya dan melakukan modernisasi militer China, China dapat menjadi kekuatan regional mengimbangi dominasi pertahanan AS dan aliansinya di Asia Pasifik.

The modernisation of the China military was part of the strength of the military that continued to be developed by the China military. The strength of the China military was aimed to maintain the sovereignty of the country, maintain the national interests, maintain sources of energy and function as the regional strength. To achieve this aim, China needed the military strategy in order to faces the concern would the perception of the Chinese threat by carrying out diplomacy that China was the strength of peace, the China military was also active in his international role.
This thesis tried to explain the impact of the China?s military modernization towards United States policies in the Asia Pacific region. By using the realist's approach, the writer tried to understand the defence strategy and the China military in maintaining his national interests. The research method that was used by the writer was descriptive analistis through the bibliography research. The strength of the US military that was dominant so the strategy that was used by China not confrontational but have an attitude low profile. China also developed the strategy peaceful rising countering the perception of the China Threat. By continue rising the budget of his military every year and carried out the modernisation of the China military, China could become the regional strength matched the domination of the US defence and his alliance."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T29236
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reine Taqiyya Prihandoko
"ABSTRAK
Penelitian ini mencari korelasi antara kohesi ASEAN dan keterlibatan Cina terkait inisiatif ASEAN dalam menangani isu sengketa wilayah Laut Cina Selatan. Dengan menggunakan enam variabel pengukur kohesi institusi regional berdasarkan teori eksternalisasi neo-fungsionalis ala konstruktivis, penelitian ini menemukan bahwa sejak tahun 1992 hingga pertengahan tahun 2017 tren kohesi ASEAN secara umum tergolong sebagai caucus. Semakin rendah kohesi ASEAN, maka ASEAN semakin sulit untuk mencapai posisi bersama dan memengaruhi sikap yang di ambil Cina. ASEAN dalam kondisi yang tidak kohesif juga rentan terhadap pengaruh Cina. Sebaliknya, kohesi ASEAN yang meninggi menunjukkan peningkatan ketahanan institusional ASEAN, sehingga semakin sulit bagi ASEAN untuk terpengaruh oleh pihak ketiga, terutama Cina. Kohesi yang tinggi bahkan memungkinkan ASEAN untuk mengajak Cina agar lebih terlibat secara aktif dalam mekanisme manajemen sengketa wilayah Laut Cina Selatan yang diinisasikan oleh ASEAN. Penelitian ini menyimpulkan bahwa repetisi interaksi ASEAN-Cina telah menjadi mekanisme kausal atas hubungan pengaruh resiprokal antara kohesi ASEAN dan keterlibatan Cina, sebagai bagian dari suatu konfigurasi kausal terkait inisiatif ASEAN untuk menangani sengketa wilayah Laut Cina Selatan.

ABSTRACT
This study examines the correlation between ASEANs cohesion and Chinas involvement in the initiatives issued by ASEAN to address the South China Sea disputes. Based on six cohesion variables in the constructivist reinterpretation of the neo functionalist externalization thesis, this study found that from 1992 to mid 2017 ASEANs cohesion trend is generally categorized as caucus. The lower ASEANs cohesion is, the more difficult for ASEAN to reach a common position and to affect China s attitude towards ASEANs initiatives. ASEAN in non cohesive conditions is also more vulnerable to Chinese influence. On the other hand, the heightened ASEANs cohesion shows an increase in ASEANs institutional resilience, making it increasingly difficult for ASEAN to be influenced by third party, including China. High level of cohesion allows ASEAN to influence China to be more actively involved in the mechanisms to address the South China Sea dispute initiated by ASEAN. This study concludes that the repetitive ASEAN China interaction has been the causal mechanism for the reciprocal relationship between ASEANs cohesion and Chinas involvement, which exists in a causal configuration vis vis ASEANs initiatives to address the South China Sea disputes."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seno Setyo Pujonggo
"Penelitian dalam tesis ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan Rusia dan China memilih strategi Balancing dengan membentuk SCO terhadap ancaman yang diberikan Amerika Serikat di Asia Tengah. Metode penelitian dalam penelitian ini mengambil bentuk penelitian eksplanatif karena bertujuan untuk menganalisa dan mengidentifikasikan faktor-faktor ancaman yang menyebabkan Rusia dan China membentuk SCO di Asia Tengah.Berdasarkan teknik pengumpulan data, penelitian ini merupakan studi dokumen atau literatur. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam tesis ini adalah teori milik Stephen M. Walt, yaitu Balance of Threat guna menganalisis level ancaman yang diberikan Amerika Serikat di Asia Tengah. Level ancaman tersebut terdiri dari Aggregate power, Proximate Power, Offensife Power dan Offensive Intention.
Temuan di dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan Rusia dan China melakukan strategi Balancing terhadap ancaman Amerika Serikat di Asia Tengah adalah makin dekatnya kemampuan menyerang dari NATO karena perluasan keanggotaan NATO yang mengarah ke Eropa Timur dan berbatasan langsung dengan Rusia (Proximate Power). Dengan bertambahnya keanggotaan NATO dan makin dekatnya jarak menyerang NATO ke Rusia menyebabkan Rusia terancam akan pengaruhnya di Asia Tengah secara politik dan militer. Dalam sektor ekonomi, keinginan AS untuk membangun jalur pipa energy yang langsung menuju ke Eropa tanpa melewati Rusia sangat merugikan Rusia. Yang terakhir, dukungan AS yang diberikan kepada Georgia pada perang tahun 2008 menandakan bahwa AS memberikan sinyal mempunyai kemampuan menyerang yang baik jika perang tersebut harus mengarah pada Rusia. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T32592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Rakhmaddin Wilmy
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai peranan instrumen ASEAN berupa forum-forum yang berfokus pada keamanan maritim seperti ASEAN Maritime Forum AMF , Extended ASEAN Maritime Forum EAMF , dan ASEAN Defense Minister Meeting ADMM Plus Experts rsquo; Maritime Group on Maritime Security yang belum berperan secara efektif dalam upaya menurunkan tingkat kejahatan di perairan Asia Tenggara, khususnya pembajakan dan perompakan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deduktif. Hasil penelitian berkesimpulan bahwa kerjasama yang sudah disepakati dalam kerangka ASEAN tidak terlalu berjalan efektif karena adanya relative gain dan self-interest yang berbeda dari setiap anggota ASEAN, sehingga forum kerjasama maritim di bawah ASEAN hanya menjadi forum trust building tanpa ada tindak lanjut berupa operasi bersama atau patroli bersama di dalam kerangka ASEAN. Penelitan ini menyarankan agar Indonesia sebagai pemimpin tradisional ASEAN dapat memimpin kerja sama regional dalam menangani pembajakan dan perompakan di wilayah Asia Tenggara.

ABSTRACT
This thesis discusses the role of ASEAN instruments in the form of forums focusing on maritime security such as the ASEAN Maritime Forum AMF , the Extended ASEAN Maritime Forum EAMF , and the ASEAN Defense Minister Meeting ADMM Plus Experts rsquo Maritime Group on Maritime Security have not functioned effectively in the efforts to reduce crime rates in Southeast Asian waters, especially sea piracy and armed robbery at sea. This research is a deductive qualitative research. The research concludes that the agreed cooperation within the framework of ASEAN are not very effective because of the relative gain and different self interest of each ASEAN member, so that the maritime cooperation forums under ASEAN merely becomes forums of trust building without any follow up in the form of joint operation or joint patrol within the framework of ASEAN. This research suggests that Indonesia, as a traditional ASEAN leader, can lead regional cooperation in dealing with sea piracy and armed robbery at sea in the Southeast Asian region."
2018
T51411
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>