Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139583 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Beni Ernawan
"ABSTRAK
Aedes aegypti merupakan vektor penting beberapa virus penyakit antara lain dengue, chikungunya, deman kuning yellow fever dan Zika. Pengendalian populasi vektor menggunakan teknik serangga mandul TSM adalah salah satu metode potensial untuk mencegah dan membatasi penyebaran virus penyakit tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh laju dosis iradiasi gamma pada parameter kualitas nyamuk jantan mandul steril . Ae. aegypti jantan pada stadium pupa disterilisasi dengan iradiasi gamma dosis 70 Gy dengan variasi laju dosis, yaitu 0 kontrol , 300, 600, 900, 1200 dan 1500 Gy/jam menggunakan iradiator panorama. Nyamuk dewasa yang berkembang dari stadium pupa dievaluasi parameter kualitasnya, yaitu persentase kemunculan nyamuk dewasa, umur nyamuk, sterilitas, daya saing kawin, kandungan testosteron dan analisis sekuen pada faktor penentu nyamuk jantan, yaitu gen Nix. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa tidak ada pengaruh signifikan laju dosis iradiasi gamma terhadap persentase kemunculan nyamuk dewasa, sterilitas dan kandungan testosteron. Secara umum, umur nyamuk iradiasi gamma lebih rendah dibanding kontrol. Data juga menunjukkan bahwa umur nyamuk naik secara signifikan dari laju dosis 300 Gy/jam hingga 900 Gy/jam, kemudian menurun hingga laju dosis 1500 Gy/jam. Daya saing kawin nyamuk jantan iradiasi gamma meningkat dari laju dosis 300 Gy/jam hingga 1200 Gy/jam, kemudian nilainya menurun secara signifikan pada laju dosis 1500 Gy/jam. Laju dosis iradiasi gamma menyebabkan mutasi gen Nix, faktor determinasi jantan pada nyamuk Ae. aegypti. Hasil penelitian memberikan informasi dan berkontribusi dalam upaya optimasi proses sterilisasi dengan iradiasi gamma dan parameter kualitas nyamuk jantan Ae. aegypti dalam TSM.

ABSTRACT
Aedes aegypti is the most important vector for dengue, chikungunya, yellow fever and Zika viruses. Vector population control program utilizing radiation based sterile insect technique SIT is one of the potential methods for preventing and limiting the dispersal of these viruses. The present study was undertaken to evaluate the dose rates effects of irradiation on quality parameters of sterile males. Males Ae. aegypti at the pupal stage were sterilized by applying 70 Gy rays in varies dose rates, i.e. 0 control , 300, 600, 900, 1200 and 1500 Gy h utilizing panoramic irradiator. Adult males that emerged from the pupal stage were assessed for their quality parameters, which are the percentage of emergence, longevity, sterility, mating competitiveness, testosterone level and sequence analysis of the male determination factor, Nix gene. The results herein indicate that there was no major effect of dose rate on the percentage of emergence, sterility and testosterone level. Generally, the longevity of irradiated males was lower compared to control. The data also demonstrated that longevity was significantly increased at the dose rate from 300 to 900 Gy h, then decreased at the dose rate 900 to 1500 Gy h. Mating competitiveness of irradiated males was increased at the dose rate from 300 to 1200 Gy h, then the value was decreased significantly at the dose rate 1500 Gy h. The dose rate was causes Nix gene mutation, Ae. aegypti male determination factor. The results give information and contribute to better understanding towards sterilization optimization and quality parameters of sterile male Ae. aegypti on SIT methods."
2017
T47268
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Witjaksono
"Demam berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. DBD merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena marbiditasnya tinggi dan penyebarannya semakin luas. Pengobatan spesifik terhadap DBD sampai saat ini belum ada, sehingga pemberantasan DBD terutama dilakukan dengan pengendalian vektornya, yaitu Ae. aegypti.
Pengendalian Ae. aegypti antara lain dilakukan dengan menggunakan insektisida, yaitu temefos 1 % untuk stadium larva dan pengasapan dengan malation 4 % untuk nyamuk dewasa. Selain cara tersebut juga telah dilakukan pengendalian lingkungan untuk meniadakan tempat perindukan nyamuk dengan melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Namun demikian upaya ini belum memberikan hasil yang memadai karena jumlah kasus DBD masih tetap tinggi serta wilayah yang terjangkit semakin luas.
Pada tahun 1995, jumlah penderita DBD mencapai 25.000 penderita dan tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Di Jakarta selama lima tahun terakhir terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD pada tahun 1992, 1994, 1995 dan 1996 dengan jumlah kasus sebanyak 4000 penderita / pertahun dengan angka kematian lebih dari 1 %. Pada tahun 1997 pada bulan Januari sampai Mei terdapat 3000 orang penderita dengan 13 Orang meninggal dunia (Dep-Kes, 1997).
Karena upaya pengendalian DBD belum memberikan hasil yang memadai maka perlu cara lain untuk membantu program pemberantasan vektor DBD, antara lain dengan Teknik Jantan Mandul l Sterile Male Technique (TJM).
Teknik Jantan Mandul (TJM) merupakan teknik pemberantasan serangga dengan jalan memandulkan serangga jantan. Dasar teorinya adalah bila serangga betina hanya kawin satu kali dan perkawinan tersebut dengan serangga jantan yang mandul, maka keturunan tidak terbentuk (K.nipling, 1965). Serangga jantan mandul dilepas di lapangan dengan harapan dapat bersaing dengan jantan normal alam dalam berkopulasi dengan serangga betina. Serangga betina yang telah berkopulasi dengan jantan mandul dapat bertelur, tetapi telurnya tidak dapat menetas. Apabila penglepasan serangga jantan mandul dilakukan secara terus menerus, maka populasi serangga di lokasi penglepasan menjadi sangat rendah.
Pemanfaatan TJM telah dilakukan oleh Sharma et al (1972) di India dengan meradiasi pupa jantan Cx p. fatigans berumur 24 - 36 jam. Hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa dosis radiasi 60 Gy telah menyebabkan 99 % mandul. Hasil yang diperoleh oleh Sharma et al (1972) dilanjutkan dengan.pengujian lapangan oleh Rajagopalan et at (1973) di desa kecil Sultanpur di India. Di desa terdapat 200 rumah dan 1750 orang dan populasi nyamuk yang muncul setiap ha l diperkirakan 24.000 - 30.000 ekor. Rajagopalan (1973) meradiasi pupa jantan berumur 24 - 36 jam dengan dosis 60 Gy. Selanjutnya pupa tersebut diletakkan di pot-pot tanah sekitar rumah penduduk. Pupa jantan yang diradiasi berjurnlah 3 kali lebih banyak dari pada jantan normal."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pemberantasan Demam berdarah dengue (DBD) dilakukan dengan pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Ae.aegypti antara lain dengan temefos 1%, malation 4%, dan pemberantasan sarang nyamuk. Cara lain yang dapat dilakukan adalah teknik Jantan Mandul (TJM). Penyinaran sinar gamma dari irradiator Co-60 tipe gamma cell 220, diberikan pada pupa jantan umur 24-36 jam. Dosis 60Gy merupakan dosis terendah yang menghasilkan kemadulan lebih dari 90%. Dosis tersebut diberikan pada pupa jantan berumur 24-36 jam, dan menghasilkan nilai daya saing sebesar 0,49.
"
MPARIN 11 (1) 1998
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Misnar Mourbas
"Masalah kesehatan masyarakat di Pelabuhan laut dan Bandar Udara yang harus diawasi antara lain adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk Aedes Aegypti selain sebagai vektor penyakit DBD juga sebagai vektor penyakit demam kuning (Yellow Fever).
Permasalahan yang dihadapi program pemberantasan penyakit DBD adalah kurangnya perhatian masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan ditemukannya House Index (HI) di pelabuhan cukup tinggi. Di Pelabuhan Teluk Bayur Padang HI = 2,14% tahun 1999 (I-II < I% dalam IHR 1969).
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku masyarakat terhadap pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti di Pelabuhan Teluk Bayur Padang tahun 2000 dengan disain penelitian Cross Sectional. Seluruh data dianalisa secara bertahap mulai dari analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan uji Regressi Logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 66,3% masyarakat berperilaku baik terhadap PSN, sedangkan 33,7% masyarakat berperilaku kurang baik terhadap PSN dan HI = 12,3%. Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa terdapat enam variabel yang berhubungan secara bermakna dengan prilaku terhadap PSN yaitu pengetahuan, sikap, sarana dan prasarana, penyuluhan kesehatan, pemberantasan nyamuk dewasa dan pemeriksaan jentik Aedes aegypti. Dari hasil analisis multivariat, variabel sarana dan prasarana dan penyuluhan kesehatan mempunyai hubungan yang paling dominan dengan perilaku terhadap pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disarankan agar penyediaan sarana dan prasarana yang baik dan penyuluhan kesehatan sangat diperlukan untuk pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah.

The Factors that Connected with Community Behavior to PSN Aedes Aegypti in the Teluk Bayur Padang Harbour 2000thPublic health problem at the harbour and the airport that must be watch are Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) that spreading by Aedes aegypti. Besides spreading Dengue Haemorrhagic Fever, Aedes aegypti also spread Yellow Fever.
The Problem of Program Pemberantasan Penyakit DBD is the less attention of people in the movement of Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) and been found out the House Index (HI) in the Harbour with High enough level. In the Teluk Bayur Padang Harbour HI = 2,14 % in 1999' (HI < 1 % in IHR 1969).
The research is mean to get information about the factors that connected with community behavior to PSN Aedes aegypti in the Teluk Bayur Padang Harbour 2000th with Cross Sectional research design. All data were analysis step by step, started univariate, bivariate and multivariate with Logistic Regression Test.
The result showed that 66,3 % people behavior is positive to the PSN and 33,7 % community behavior is negative to PSN and HI = 12,3%. From bivariate analysis result is known that there are 6 variables connected in significant with behavior to PSN ; knowledge, attitude, facility, health education, mosquito fighting and the larva Aedes aegypti Checking. From Multivariate analysis result the facility and health education variable has very dominant connection with behavior to PSN - DBD. According to the research result, suggested to provide the better facilities and health education that very used for PSN - DBD."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T4596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sungkar, Saleha
"LATAR BELAKANG
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue. Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk "Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Ae. albopictus sebagai vektor potensial. DBD pertama kali dilaporkan di Surabaya (Partana dkk., 1970) dan Jakarta (Kilo dkk., 1969) pada tahun 1968. Pada saat itu di Surabaya terdapat 58 kasus anak dan 24 di antaranya meninggal dunia (Case Fatality Rate 41.3%). Sejak saat itu jumlah kasus DBD terus meningkat dan penyebarannya semakin luas. DBD tidak saja menyerang masyarakat kumuh tetapi juga menyerang masyarakat dengan sosial ekonomi tinggi. Pada tahun 1973 DBD mulai menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia; jumlah kasus mencapai 10.189 dengan insidens 8.14% (Suroso, 1983).
Pada tahun 1986 semua kelurahan di DKI Jakarta sudah merupakan daerah endemis kecuali Kepulauan Seribu (Masyhur, 1988). Pada tahun 1987 terjadi kejadian luar biasa di 13 propinsi yaitu pada 44 daerah tingkat II dengan insidens 13.5%. Pada tahun 1988 insidens mencapai 27.09 % dan DBD telah tersebar di seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor Timur (Suroso, 1990). Laporan terakhir menunjukkan bahwa pada tahun 1992, DBD merupakan penyakit yang endemis di 19 propinsi, 122 Dati II, 605 kecamatan dan 1800 desa/kelurahan. Propinsi terakhir yang melaporkan kasus DBD adalah Timor Timur yaitu pada bulan Maret 1993 ditemukan satu kasus DBD di Dili (Soerjosembodo, 1993).
Sampai saat ini vaksin dan obat antivirus DBD belum ditemukan, karena itu satu-satunya cara pemberantasan DBD yang dapat dilakukan adalah pemberantasan vektor untuk memutuskan rantai penularan. Pemberantasan ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu pengasapan dengan insektisida malation 4%, abatisasi dengan temefos 1% dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Pengasapan dalam radius 100 m di areal sekitar rumah penderita DBD telah dilaksanakan sejak tahun 1969. Tindakan ini ternyata tidak cukup untuk mengendalikan DBD di Indonesia. Pada tahun 1980-1988, selain pengasapan juga dilakukan abatisasi masal di berbagai kota endemis. Di Yogyakarta, pada tahun 1981 dilakukan abatisasi masal di wilayah kota oleh 2.370 tenaga sukarela. Abatisasi masal ini berhasil menurunkan populasi vektor sampai mendekati nol dalam 2 minggu setelah tindakan; namun 3 bulan sesudah abatisasi dihentikari, kepadatan vektor berangsur-angsur meningkat kembali mencapai 50% kepadatan sebelum dilakukan abatisasi (Lubis, dkk., 1985; Suroso, 1983). Sementara itu jumlah kasus DBD semakin bertambah, proporsi kasus dewasa meningkat dan penyebarannya semakin luas. Berdasarkan data di atas, disimpulkan bahwa secara keseluruhan DBD masih belum dapat dikendalikan dengan pengasapan dan abatisasi (Suroso, dkk., 1991; Dep Ides, 1992; Piarah, 1993).
Untuk mengatasi masalah ini dikembangkan suatu cara pemberantasan yang disebut PSN. Tujuan utama PSN adalah untuk meniadakan tempat perindukan stadium muda. Pemberantasan stadium muda dilakukan dengan menguras Tempat Penampungan Air (TPA) seminggu sekali serta membuang barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan ke tempat sampah yang akan diangkut oleh dinas kebersihan (Suroso T., 1984).
PSN adalah suatu cara pemberantasan yang aman, murah, mudah dan mempunyai angka keberhasilan yang tinggi bila dilakukan secara serentak dan berkesinambungan (Masyhur, 1985; Pranoto, 1992). Namun demikian pelaksanaan PSN mengalami hambatan karena tidak semua masyarakat mau melakukan PSN. Hal ini disebabkan pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai DBD dan pencegahannya masih rendah.
"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Medisya Yasmine
"Latar Belakang: Demam Berdarah Dengue ditransmisikan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti yang sudah resisten terhadap insektisida sintetik. Tujuan penelitian ini mengevaluasi aktivitas insektisida (larvasida dan adultisida) ekstrak rimpang (Zingiber officinale) yang mengandung nanokomposit Ag-TiO2 terhadap A. aegypti.
Metode: Penelitian eksperimen terbagi dua kelompok. Pertama, larva A. aegypti dipaparkan dengan ekstrak jahe (konsentrasi 500, 1000, 1500, 2000, dan 2500 ppm), nanokomposit Ag-TiO2 (konsentrasi 1, 3, 6, 9, dan 12 ppm), dan campuran ekstrak jahe dan nanokomposit (12 ppm) dengan lima pengulangan. Kedua, nyamuk dewasa betina A. aegypti dipaparkan dengan ekstrak jahe (konsentrasi 2500, 5000, 10 000, dan 20 000 ppm), nanokomposit Ag-TiO2 (konsentrasi 5, 10, 20, dan 30 ppm), dan ekstrak jahe yang mengandung nanokomposit (30 ppm) dengan tiga pengulangan.
Hasil: Mortalitas 100% larva ditemukan pada ekstrak jahe yang mengandung Ag-TiO2 (LC50 = 704,1 ppm, LC90 = 1868,5 ppm) dan ekstrak jahe (LC50 = 765,7 ppm, LC90 = 1945,1 ppm). Terdapat perbedaan persentase mortalitas larva (p < 0,05) dengan korelasi positif bermakna dengan konsentrasi ekstrak jahe (r = 0,6), Ag-TiO2 (r = 0,8), dan ekstrak jahe yang mengandung Ag-TiO2 (r= 0,7). Sebesar 100% mortalitas nyamuk ditemukan pada Ag-TiO2 (LC50 = 15,5 ppm, LC90 = 99,0 ppm) dan ekstrak jahe yang mengandung Ag-TiO2 (LC50 = 744,4 ppm, LC90 = 5078,9 ppm). Terdapat perbedaan persentase mortalitas nyamuk (p < 0,05) diikuti korelasi positif kuat antara konsentrasi Ag-TiO2 (r = 0,9) dan ekstrak jahe yang mengandung Ag-TiO2 (r = 0,9 p).
Kesimpulan: Ekstrak rimpang Z. officinale yang mengandung nanokomposit Ag-TiO2 merupakan insektisida yang efektif untuk mengontrol populasi A. aegypti.

Background: Dengue hemorrhagic fever is transmitted by mosquito vector Aedes aegypti which has been reported resistant to synthetic insecticides. The aim of this study was to evaluate insecticide activities (larvacidal and adulticidal) of Zingiber officinale rhizome extract and Ag-TiO2 nanocomposite against A. aegypti.
Method: This experimental study consists of two groups. First, the larvae of A. aegypti exposed to ginger extract (concentrations 500, 1000, 1500, 2000, and 2500 ppm), Ag-TiO2 nanocomposite (concentrations 1, 3, 6, 9, and 12 ppm), and mixture of Z. officinale rhizome extract and Ag-TiO2 (12 ppm) in 5 replicates. Second, adult female A. aegypti mosquitoes exposed with ginger extract (consentrations 2500, 5000, 10000, and 20000 ppm), Ag-TiO2 nanocomposite (consentrations 5, 10, 20, 30 ppm), and ginger extract containing nanocomposite (30 ppm) in 3 replicates.
Result: A. aegypti larvae 100% mortality was found on the ginger extract containing Ag-TiO2 (LC50 = 704,1 ppm, LC90 = 1868,5 ppm) and ginger extract (LC50 = 765,7 ppm, LC90 = 1945,1 ppm). There was a significant difference (p < 0,05) and a significant positive correlation between larvae mortality and the concentration of ginger extract (r = 0,6), Ag-TiO2 (r = 0,8), and ginger extract containing Ag-TiO2 (r= 0,7). Mosquitoes 100% mortality was found on the Ag-TiO2 (LC50 = 15,5 ppm, LC90 = 99,0 ppm) and ginger extract containing Ag-TiO2 (LC50 = 744,4 ppm, LC90 = 5078,9 ppm). Percentage difference (p < 0,05) and strong positive correlation was found between the mortality of mosquitoes and the Ag-TiO2 (r = 0,9) and ginger extract containing Ag-TiO2 (r = 0,9) concentrations.
Conclusion: Zingiber officinale rhizome extract containing Ag-TiO2 nanocomposite is an effective insecticide to control A. aegypti population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlila
"ABSTRAK
Demam berdarah adalah suatu penyakit menular yang ditandai dengan demam mendadak, perdarahan baik di kulit maupun bagian tubuh lainnya serta dapat menimbulkan shock dan kematian. Penyebab penyakit ini adalah virus Denggi (Dengue) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang tersebar luas di seluruh Indonesia. Penanggulangan nyamuk Aedes aegypti sebagi vektor utama demam berdarah dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu sanitasi lingkungan yang bertujuan untuk mengurangi habitat jentik, penanggulangan nyamuk dengan adultisida dan penanggulangan jentik dengan larvisida. Satu-satunya larvisida yang digunakan untuk pengendalian vektor demam berdarah di Indonesia adalah temephos. Larvisida tersebut mulai digunakan pada tahun 1976 dan sejak tahun 1980 dipakai secara masal untuk program penaggulangan vektor demam berdarah. Dalam penelitian ini telah dilakukan pengujian untuk membandingkan status kerentanan populasi jentik Aedes aegypti terhadap temephos dari tiga kelurahan di Jakarta, yaitu kelurahan Johar Baru, kelurahan Cempaka Putih Timur, dan kelurahan Kampung Rawa. Penentuan status kerentanan dilakukan dengan cara menentukan LC-50 dan LC-90 temephos terhadap jentik Aedes aegypti dari tiga kelurahan tersebut. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kerentanan populasi jentik Aedes aegypti dari tiga kelurahan tersebut terhadap temephos dan populasi jentik Aedes aegypti dari tiga kelurahan tersebut masih rentan tehadap temephos."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sungkar, Saleha
"ABSTRAK
DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue, dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi DBD di Indonesia, diantaranya adalah dengan program Pemberantasan Sarang Nyamuk dan penggunaan insektisida seperti malation dan temefos. Namun cara tersebut belum memberikan hasil yang memadai, sehingga diperlukan bahan lain untuk menunjang pengendalian DBD, seperti penggunaan insektisida alami yang berasal dari turnbuh-tumbuhan. Insektisida yang berasal dari tumbuhan dalam waktu relatif singkat, setelah digunakan akan terurai menjadi senyawa yang tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
Untuk mengetahui golongan senyawa yang berperan sebagai insektisida dalam daun Helianthus au ours dan pengaruh ekstraknya terhadap kematian Aedes aegypti. Penelitian dilakukan di laboratorium Entomologi bagian Parasitologi, laboratorium Kimia bagian Kimia FKUI, dan bagian PTM Depkes selama 8 bulan.
Konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah 0,050 % ; 0,075 % ; 0,100 % ; 0,125 % ; 0,150 % ; dan 0,175 % untuk larvisida, dan konsentrasi 0,5% ; 1,0% ; 1,5% dan 2,0% untuk insektisida dan repelen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa golongan senyawa yang diduga bersifat insektisida dalam daun Helianthus animus adalah golongan alkaloid, saponin, tanin, steroid, terpenoid, dan minyak atsiri. Kematian larva tertinggi adalah pada konsentrasi 0,175 % yaitu 92,8 % dan terendah adalah pada konsentrasi 0,050 % yaitu 16,0 %. Konsentrasi letal untuk kematian 50% adalah 0,097 % dan kematian 90% adalah 0,195%. Rata-rata kematian nyamuk dewasa adalah 90,8 % pada konsentrasi 2,0% dan 20,0 % pada konsentrasi 0,5 %. Daya proteksi berkisar antara 65,58 % - 86,10 %, dengan daya proteksi maksimal ketika jam ke-2, pada konsentrasi 2,0%."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"A small scale trial of bifenthrin dosage 0,5 ml/m3 against DHF vector Ae. aegypti was conducted in the morning using Aerosystem in residential of Grobogan municipality in 2000...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ayleen Huang
"Minyak esensi dari tanaman telah terbukti dapat membunuh larva nyamuk. Penelitian ini mengevaluasi aktivitas larvisida dari minyak esensi eugenol dan piperin terhadap larva Aedes aegypti serta mekanismenya meliputi detoksifikasi enzim dan perubahan histopatologi. Bioassay larva Ae. aegypti instar III-IV terhadap eugenol dan piperin konsentrasi 1, 5, 10, dan 30 ppm dilakukan mengikuti protokol WHO selama 72 jam dengan ulangan 5 kali. Larva yang mati diperiksa dengan pemeriksaan histopatologi HE rutin. Evaluasi aktivitas enzim detoksifikasi: AChE, GST, dan oksidase dilakukan mengikuti protokol CDC. Piperin memperlihatkan toksisitas yang lebih baik dibandingkan eugenol dengan persentase mortalitas lebih tinggi serta nilai LC50 dan LC90 lebih rendah. Piperin dan eugenol terbukti menghambat aktivitas AChE dan oksidase (p < 0.05), sedangkan pengaruhnya terhadap GST tidak bermakna. Piperin dan eugenol mengakibatkan kerusakan masif pada midgut larva meliputi kerusakan food bolus dan membran peritrofik, terputusnya lapisan epitel, serta perubahan sel epitel dan mikrovili.

Essential oils from plants were proven to kill mosquito larvae. This research evaluates larvicidal properties of essential oils piperine and eugenol against Aedes aegypti larvae with its mechanism in detoxification enzymes and histopathological changes. Bioassay of III-IV instar Ae. aegypti larvaes exposed to eugenol and piperine with concentration of 1, 5, 10, and 30 ppm was conducted according to WHO protocol for 72 hours with 5 replications. The dead larvae went through routine histopathology H&E examination. Evaluation for detoxification enzymes activity: AChE, GST, and oxidase was conducted according to CDC protocol. Piperine exhibited better toxicity compared to eugenol with higher mortality percentage and smaller LC50, LC90 values. Piperine and eugenol were proven to inhibit AChE and oxidase activity (p < 0.05), but not GST activity. Both substances caused massive destruction to larvae midgut including degradation of food bolus and peritrophic membrane, discontinuity of the epithelium layer, irregular epithelium cell and microvilli shape."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>