Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105181 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sotya Prawatyasiwi
"Latar Belakang: Penurunan eNOS secara signifikan terjadi pada penyelam terlatih yang melakukan penyelaman dekompresi. Latihan fisik submaksimal akut diperkirakan dapat mencegah terjadinya penurunan eNOS pada penyelaman dekompresi. Penelitian ini bertujuan membuktikan pengaruh pemberian latihan fisik submaksimal akut prapenyelaman tunggal dekompresi dalam mencegah penurunan kadar eNOS pada kelompok perlakuan dan kontrol.
Metode: Penelitian menggunakan studi eksperimental murni. Kadar eNOS diperiksa pada awal penelitian, sebelum penyelaman dan setelah penyelaman. Kelompok perlakuan melakukan latihan fisik submaksimal akut 70 frekuensi kardiak maksimal dengan ergocycle putaran 60 rpm 24 jam sebelum penyelaman 280 kPa selama 80 menit. Subjek penelitian adalah penyelam laki-laki terlatih.
Hasil: Latihan fisik submaksimal akut dapat mencegah penurunan ekspresi eNOS setelah penyelaman tunggal dekompresi pada kelompok perlakuan dengan kadar eNOS awal penelitian 2.7 2.07 - 20.76 dan kadar eNOS sesudah penyelaman dekompresi 2.7 1.81 - 34.77 serta terdapat perbedaan perubahan rerata ekspresi eNOS bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan perbedaan rerata 0.00 -6.66 ndash; 29.27 pada keleompok perlakuan dan -0.39 -122.03 - 0.84 pada kelompok kontrol.
Kesimpulan dan Saran: Latihan fisik submaksimal akut dapat mencegah terjadinya penurunan ekspresi eNOS setelah penyelaman tunggal dekompresi. Terdapat perbedaan perubahan rerata ekspresi eNOS bermakna antara kelompok perlakuan dan kontrol. Kajian lebih lanjut diperlukan mengenai manfaat secara klinis dan subjek penelitian selain penyelam laki-laki terlatih.

Background: eNOS decreased significantly in trained divers who do decompression dives. Acute Submaximal exercise can prevent a decrease of eNOS in decompression dives. This study aims to prove the effect of exercise before a single decompression dive in preventing reduction of eNOS levels in the treatment group and control.
Methods: This research uses true experimental study design. eNOS levels were checked at the beginning, before and after dive. The experiment group performed acute submaximal exercise 70 of maximum cardiac frequency with ergocycle 60 rpm 24 hours before dive 280 kPa for 80 minutes. The control group did not do ergocycle before dive. Subjects were male trained divers.
Result: In experiment group, acute submaximal exercise can prevent a decrease of eNOS levels after a single decompression dive with baseline levels of eNOS 2.7 2.07 20.76 and eNOS levels after decompression dives 2.7 1.81 34.77 , and there are differences in changes of the mean levels of eNOS significantly between experiment group and control with mean difference 0.00 6.66 ndash 29.27 on experiment group and 0.39 122.03 ndash 0.84 in control group.
Conclusion and Recommendation: Acute submaximal exercise can prevent a decrease of eNOS levels after single decompression dive. There are significant differences between treatment group and control. Further study is needed on the clinical benefits and the research subject other than a male trained diver.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lesya Wiradini Pradita
"

Latar BelakangNitric Oxide  (NO) merupakan mediator penting dalam sistem inflamasi dan imunitas. Gen eNOS merupakan salah satu dari tiga isoform Nitric Oxide Synthase (NOS), yang bertugas mensintesis NO. Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi dengan keterlibatan faktor genetik. Adanya polimorfisme pada gen eNOS menyebabkan perubahan dalam aspek fungsional pada gen tersebut yang dapat meningkatkan kerentanan pada berbagai penyakit inflamasi, termasuk periodontitis. Tujuan: Mendeteksi adanya polimorfisme gen EndothelialNitric Oxide Synthase (eNOS) intron 4 pada penderita periodontitis di Indonesia. Metode: Analisis polimorfisme gen eNOS dilakukan dengan metode PCR-VNTR. Analisis statistik dilakukan dengan uji Chi-square dan odds ratioHasil: Dalam penelitian ini, pada kelompok periodontitis ditemukan 34 sampel dengan genotip AA, 3 sampel dengan genotip AB, dan 13 sampel dengan genotip BB. Sedangkan pada kelompok kontrol, ditemukan 41 sampel dengan genotip AA dan 9 sampel dengan genotip BB. Tidak ditemukan genotip AB pada kelompok kontrol. Pada kelompok periodontitis ditemukan 71 alel A dan 29 alel B, serta pada kelompok kontrol ditemukan 82 alel A dan 18 alel B. Genotip dan alel polimorfik ditemukan lebih banyak pada kelompok periodontitis (32% dan 29%) dibandingkan kelompok kontrol (18%). Kesimpulan: Polimorfisme gen eNOS intron 4 ditemukan pada pasien periodontitis. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada distribusi polimorfisme gen eNOS intron 4 antara penderita periodontitis dan kelompok kontrol. Polimorfisme gen eNOS intron 4 tidak memengaruhi tingkat risiko terjadinya periodontitis.

 


Background: Nitric Oxide (NO) is an important mediator in the inflammatory and immune system. The eNOS gene is one of the three isoforms of Nitric Oxide Synthase (NOS), which is responsible for synthesizing NO. Periodontitis is an inflammatory disease in periodontal tissue with genetic involvement.  Polymorphism in eNOS gene changes the functional aspect of this gene and is associated with several inflammatory diseases including periodontitis. Aim: To detect Endothelial Nitric Oxide Synthase intron 4 gene polymorphism in Indonesian population with periodontitis. Method:Analysis of the Endothelial Nitric Oxide Synthase (eNOS) intron 4  gene polymorphism was observed by carrying out PCR method followed by electrophoresis for the analysis, without the usage of restriction enzyme. The chi-square test and odds ratio were performed for statistical analysis. Result: In this study, there were 34 samples with AA genotype, 3 samples with AB genotype, and 13 samples with BB genotype in periodontitis group. Whereas in control group, there were 41 samples with AA genotype and 9 samples with BB genotype. AB genotype was absent in control group. In periodontitis group, there were 71 A alleles and 29 B alleles, and in control group, 82 A alleles and 18 B alleles were found. Polymorphic genotypes and alleles were found higher in periodontitis sample (32% and 29%) than healthy controls (18%). Conclusion: The polymorphism of eNOS intron 4 was found in periodontitis patients. There is no significant distribution difference was found between the periodontitis patients and the control group. ENOS intron 4 gene polymorphism does not affect the risk of periodontitis.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Selvine Wantania
"ABSTRAK
Nama : Imelda Selvine Wantania
Program Studi : Magister Kedokteran Kerja
Judul : Pengaruh Pemberian Latihan Fisik Submaksimal Akut Prapenyelaman Tunggal Dekompresi terhadap Perubahan Kadar Interleukin-10 pada Penyelam Laki-Laki Terlatih.
Latar Belakang : Gelembung gas yang terdapat dalam pembuluh darah dan jaringan tidak selalu merupakan penyebab penyakit dekompresi. Penyakit dekompresi dapat juga disebabkan oleh disfungsi endotel dengan hilangnya hemostasis endotel yang disebabkan oleh reaksi inflamasi saat di kedalaman. IL-10 adalah sitokin antiinflamasi dan merupakan antioksidan yang dapat mencegah reaksi inflamasi. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan bahwa latihan fisik submaksimal yang dilakukan 24 jam sebelum penyelaman dapat mencegah penurunan IL-10 akibat penyelaman.
Metode : Penelitian ini menggunakan disain eksperimen murni dengan subyek penyelam laki-laki terlatih yang terbagi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kontrol. Kelompok perlakuan melakukan latihan fisik submaksimal 24 jam sebelum penyelaman tunggal dekompresi 280 kPa dengan bottom time 80 menit. Kelompok kontrol hanya melakukan penyelaman tunggal dekompresi 280 kPa dengan bottom time 80 menit. Pemeriksaan kadar IL-10 dilakukan tiga kali yaitu awal penelitian, sebelum dan sesudah penyelaman.
Hasil : Latihan fisik submaksimal akut yang dilakukan 24 jam sebelum penyelaman tunggal dekompresi efektif mencegah penurunan kadar IL-10 setelah penyelaman pada kelompok perlakuan dengan rerata awal penelitian 0,36 0,08-0,98 pg/ml dan sesudah penyelaman 0,36 0,08-0,98 pg/ml p=0,065 . Pada kelompok kontrol terjadi penurunan kadar IL-10 dengan rerata awal penelitian 0,61 0,21 pg/ml dan sesudah penyelaman 0,39 0,21 pg/ml p=0,000 .
Kesimpulan : Latihan fisik submaksimal yang dilakukan 24 jam sebelum penyelaman tunggal dekompresi dapat mencegah penurunan IL-10 setelah penyelaman. Dilain pihak, pada subyek yang tidak melakukan latihan fisik submaksimal 24 jam sebelum penyelaman terjadi penurunan IL-10.

ABSTRACT
Name Imelda Selvine Wantania
Study Programe Master of Occupational Medicine
Title Effect Of Acute Submaximal Exercise Pre Single Decompression Dive on Changes in IL 10 Consentration In Trained Male Divers
Background Gas bubbles contained in the blood vessels and tissues is not always the cause of decompression sickness. Decompression illness can also caused by endothelial dysfunction with loss of endothelial hemostasis caused by an inflammatory reaction when at depth. IL 10 is an anti inflammatory cytokine and antioxidant that prevent inflammatory reaction. The purpose of this study to prove that physical exercise submaximal done 24 hours before the decompression dive can prevent a decrease in IL 10.
Methods This research uses pure experimental design with trained male divers as a subject who were split into two groups, treatment and control. Treatment group perform acute submaximal exercise 24 hours before single decompression dives 280 kPa with the bottom time of 80 minutes and the control group dive without perform an acute submaximal exercise but do single dive decompression. Assessment of the level of IL 10 conducted three times, at the beginning of the study, before and after the dive.
Result Acute submaximal exercise conducted 24 hours before a single decompression dive effectively prevent IL 10 decrease levels after dive in treatment group with the early treatment group average research 0.36 0.08 0.98 pg ml and after dive 0.36 0.08 0.98 pg ml p 0,065 . In the control group, decreased levels of IL 10 with the early treatment average research 0,61 0.21 pg ml and 0.39 0.21 pg ml dives after p 0.000 .
Conclusion Submaximal physical exercise done 24 hours before a single decompression dive can prevent a decrease in IL 10 after dive. The dive performed without submaximal physical exercise before diving decreased IL 10. Keyword single decompression dive IL 10 acute submaximal physical exercise.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riny Riyanti
"Latar Belakang: Terbentuknya gelembung dari gas inert yang larut pada jaringan selama proses dekompresi merupakan penyebab penyakit dekompresi. Gelembung gas ini dapat menyebabkan disfungsi endotel yang akan mengakibatkan agregasi trombosit. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pemberian latihan fisik submaksimal akut sebelum penyelaman dapat mencegah peningkatan kadar agregasi trombosit.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain true experimental dengan jumlah sampel 40 orang yang dibagi atas 2 kelompok. Kelompok perlakuan diberikan latihan fisik submaksimal akut 24 jam sebelum penyelaman tunggal dekompresi 280kPa dengan bottom time 80 menit. Kelompok kontrol melakukan penyelaman yang sama tanpa melakukan latihan fisik 24 jam sebelumnya. Pengambilan darah dilakukan sebanyak 3 kali yaitu diawal penelitian, sebelum penyelaman dan sesudah penyelaman.
Hasil: Pada kelompok perlakuan tidak ditemukan perbedaan yang bermakna p>0,05 pada kadar agregasi trombosit dengan induktor ADP, Kolagen dan Epinefrin setelah penyelaman, sedangkan pada kelompok kontrol didapat peningkatan yang bermakna p

Background: Bubbling created from an Inert Gas which is dissolved in tissue during a decompression process cause decompression sickness. This bubble can trigger endothelial activation and dysfunction leading to platelet aggregation. This research aims to prove that acute submaximal exercise during pre dive of decompression single dive can prevent platelet aggregation.
Method: This research used a true experimental design with samples of 40 people who are divided into 2 groups. The treatment group did submaximal exercise 24 hour before 280kPa decompression single dive with bottom time of 80 minutes. While the control group only did the dive, without previous exercise. Blood samples were taken 3 times, at the beginning of experiment, pre dive and after diving.
Result: The experimental group showed no significant difference p 0.05 on the aggregation indicated by ADP, Collagen and Epinephrine, in the control group showed a significant difference p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chikih
"Latar Belakang : Terjadinya peningkatan biomarker inflamasi akibat penyelaman dekompresi merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit dekompresi, hal ini telah dibuktikan dengan terjadinya peningkatan ekspresi TNF? akibat penyelaman dekompresi tunggal. Pencegahan peningkatan biomarker inflamasi dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan sebelum penyelaman dekompresi, sesuai dengan preconditioning theory, yang salah satunya adalah pemberian latihan fisik sebelum penyelaman yang dapat mengurangi ukuran dan jumlah gas bubble akibat penyelaman. Pengaruh latihan fisik sebelum penyelaman terhadap kadar biomarker inflamasi TNF? sesudah penyelaman belum pernah diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa latihan fisik sebelum penyelaman dekompresi dapat mencegah terjadinya peningkatan kadar biomarker inflamasi TNF?.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental murni dengan seluruh subjek penelitian adalah penyelam laki-laki terlatih, terbagi secara random kedalam dua kelompok, yaitu perlakuan dan kontrol, di mana kelompok perlakuan mendapatkan latihan fisik submaksimal dengan intensitas 70 frekuensi jantung maksimal menggunakan cycle ergometer dengan 60 kayuhan permenit, 24 jam sebelum penyelaman dekompresi 280 kPa bottom time 80 menit, pada kelompok kontrol tidak diberikan latihan fisik submaksimal. Ekspresi biomarker diperiksa sebanyak tiga kali, awal penelitian, sebelum penyelaman dan sesudah penyelaman.
Hasil : Pada kelompok perlakuan tidak terjadi peningkatan, bahkan terjadi penurunan eskpresi TNF? yang tidak bermakna, dari 7.06 1.85 pg/ml menjadi 6,75 1,81 pg/ml, sedangkan kelompok kontrol mengalami peningkatan ekspresi TNF? yang bermakna, dari 8,22 1,45-13,11 pg/ml menjadi 8,39 1,73-12,18 pg/ml, dan terdapat perbedaan selisih rerata yang signifikan antara kelompok yang mendapatkan latihan fisik sebelum penyelaman dan kelompok yang tidak mendapatkan latihan fisik sebelum penyelaman dengan perbedaan rerata -024 -2.74 - 1.67 pg/ml dan 0.45 -0.94 ndash; 0.95 pg/ml.
Kesimpulan dan Saran : Latihan fisik submaksimal akut dapat mencegah terjadinya peningkatan kadar TNF? akibat penyelaman dekompresi tunggal.

Background : The increase of Inflammatory biomarkers due to decompression dive is one of the factors that could cause decompression sickness, which has been proven by the increased expression of TNF due to a single decompression dive. According to the preconditioning theory, physical exercise before the dive, can reduce the size and the amount of gas bubble caused by the dive, but no research has been done on the influence of physical exercise before diving to the expression of inflammatory biomarkers like TNF. This study aims to prove that physical exercise before diving can prevent increase of the inflammatory biomarker TNF.
Methods : This study used an experimental study design with trained male divers as a subjects, who are divided randomly into two groups, treatment and control. The treatment group got submaximal physical exercise with 70 maximal cardia rate intensity, using cycle ergometer 24 hours before decompression diving 280 kPa bottom time 80 minute, whereas the control group did not get physical exercise. Biomarker expression was checked three times, at beginning of the study, before the dive and after the dive.
Results : In the treatment group there was no increase in TNF expression, and even showed an insignificant decrease, from 7.06 1.85 pg ml to 6.75 1.81 pg ml, whereas the control group showed a significant increased TNF concentration, from 8.22 1.45 to 13.11 pg ml to 8.39 1.73 to 12.18 pg ml, and significant difference was found between the mean difference of treatment and control groups from 0.24 2.74 ndash 1.67 pg ml and 0.45 0.94 ndash 0.95 pg ml.
Conclusions and Recommendations : It can be concluded that acute submaximal physical exercise prevent an increase in the expression of TNF after single dive decompression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55644
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Khairunnisa Salsabila
"iNOS merupakan enzim yang diketahui terekspresi pada sel kanker kolorektal dan dapat mempengaruhi tumorigenesis kanker kolorektal dengan cara menghasilkan Nitrat Oksida (NO) dalam jumlah banyak, sehingga memicu terbentuknya p53 mutan. Tingginya prevalensi kanker kolorektal di Indonesia dan beberapa efek samping serius yang dihasilkan dari pengobatan kanker kolorektal melalui kemoterapi, menjadikan pencarian senyawa lain yang dapat bekerja secara spesifik dalam menginhibisi iNOS perlu dilakukan sebagai upaya dalam mencegah tumorigenesis dan perkembangan kanker kolorektal. Penelitian kali ini bertujuan untuk memperoleh kandidat inhibitor iNOS dari senyawa bahan alam Indonesia pada HerbalDB beserta interaksinya terhadap residu asam amino pada situs aktif iNOS yang dilakukan dengan metode penapisan virtual menggunakan makromolekul iNOS (PDB ID: 3E7G), serta parameter penambatan berupa grid box berukuran 15 x 15 x 15 Å dengan exhaustiveness 8 dan num mode 9 yang diujikan pada Vina Wizard di dalam PyRx. Berdasarkan hasil penapisan virtual, diperoleh 32 senyawa bahan alam Indonesia dengan ∆G terendah (-11,2 hingga -10,0 kkal/mol), yaitu Eriodiktin, Epigalokatekin, 5,7,2',4'-Tetrahidroksiisoflavon-8-C-glukosida Isookaninrhamnosida, Kuersetin-3-(6''-galloilgalaktosida), Derhamnosilmaysin, 5-Hidroksi-7,8-dimetoksiflavon, 5-Hidroksi-7,8-dimetoksiflavon-5-glukosida, 3'-Deoksiderhamnosilmaysin, Isoorientin, Jasmolakton-D, 3'-O-Metilmaysin, 5,7,3',4'-Tetrahidroksiflavanon-7-alfa-L-arabinofuranosil-(16)-glukosida, Galokatekin-3'-O-galat, Isoetin-7-glukosida, Sojagol, 2''-O-Galloilisoviteksin, Luteolin-7-(2''-p-kumaroilglukosida), Luteolin-7-apiosil-(12)-glukosida, Orientanol-C, Rubranin, 2''-O-alfa-L-Rhamnosil-6-C-fukosil-3'-metoksiluteoin, Daidzein, Prunin-6''-p-kumarat, Strigol, (-)-Kubebin, 3'-Deoksimaysin, Karthamon, Mirisetin-3-robinobiosida, Ovalikalkon, Torvanol-A dan Wogonin-5-glukosida. Selain itu, Glu377, Gln263, Tyr347, Arg266, Arg388, dan Hem901 diketahui menunjukkan adanya interaksi dengan sebagian besar senyawa yang diujikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa 32 senyawa bahan alam Indonesia dengan ∆G terendah tersebut adalah kandidat senyawa inhibitor iNOS yang menunjukkan interaksi dengan residu asam amino pada situs aktif iNOS, yaitu Glu377, Gln263, Tyr347, Arg266, Arg388, dan Hem901.

iNOS is an enzyme that expressed in colorectal cancer cell and can affect colorectal cancer tumorigenesis by producing large amounts of Nitric Oxide (NO), thus triggering the formation of mutant p53. The high prevalence of colorectal cancer in Indonesia and some of the side effects of chemotherapy make it necessary to search for other compounds that can specifically inhibit iNOS as an effort to prevent tumorigenesis and the development of colorectal cancer. This research aimed to obtain the candidates of iNOS inhibitor from Indonesian natural compounds in HerbalDB and its interaction towards amino acid residues in iNOS active site by virtual screening method using iNOS macromolecules (PDB ID: 3E7G), docking parameters with a grid box of 15 x 15 x 15 Å, exhaustiveness 8 and num mode 9, which were tested on Vina Wizard in PyRx. Based on the result of virtual screening, there are 32 Indonesian natural compounds with the lowest ∆G (-11,2 to -10,0 kcal/mol), namely Eriodictin, Epigallocatechin, 5,7,2',4'-Tetrahydroxyisoflavone-8-C-glucoside, Isookaninrhamnoside, Quercetin-3-(6''-galloylgalactoside), Derhamnosylmaysin, 5-Hydroxy-7,8-dimethoxyflavone, 5- Hydroxy-7,8-dimethoxyflavone-5-glucoside, 3'-Deoxyderhamnosylmaysin, Isoorientin, Jasmolactone-D, 3'-O-Methylmaysin, 5,7,3',4'-Tetrahydroxyflavanone-7-alpha-L- arabinofuranosyl-(16)-glucoside, Gallocatechin-3'-O-gallate, Isoetin-7-glucoside, Sojagol, 2''-O-Galloylisovitexin, Luteolin-7-(2''-p-coumaroylglucoside), Luteolin-7- apiosyl-(12)-glucoside, Orientanol-C, Rubranine, 2''-O-alpha-L-Rhamnosyl-6-C- fucosyl-3'-methoxyluteoiin, Daidzein, Prunin-6''-p-coumarate, Strigol, (-)-Cubebin, 3'-Deoxymaysin, Carthamone, Myricetin-3-robinobioside, Ovalichalcone, Torvanol-A, and Wogonin-5-glucoside. Moreover, Glu377, Gln263, Tyr347, Arg266, Arg388, and Hem901 were known to show an interaction with most of the compounds tested. In conclusion, that 32 Indonesian natural compounds with the lowest ∆G are the candidates of iNOS inhibitor and interacts amino acid residues in iNOS active site, specifically Glu377, Gln263, Tyr347, Arg266, Arg388, and Hem90l."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Asyiqah Sofia
"ABSTRAK
Latar Belakang. Depresi sering terjadi pada penderita sindroma koroner akut
(SKA) dan berhubungan dengan peningkatan mortalitas penderita SKA. Obat
selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) telah diketahui efikasinya pada
depresi pasca SKA. Nitric oxide (NO) merupakan salah satu penanda fungsi
endotel. Studi menunjukkan kemampuan SSRI citalopram dalam memperbaiki
fungsi endotel melalui peningkatan kadar nitric oxide (NO). Fluoxetine
merupakan obat SSRI yang tersedia dengan baik di Indonesia belum pernah
diteliti pengaruhnya pada peningkatan kadar NO.
Tujuan. Mengetahui pengaruh pemberian fluoxetine 20 mg/hari selama 8 minggu
terhadap peningkatan kadar NO pasien depresi pasca SKA, serta Mengetahui
korelasi antara perbaikan simtom depresi dengan peningkatan kadar NO pasien
depresi pasca SKA yang mendapatkan fluoxetine 20 mg/hari selama 8 minggu.
Metode. Penelitian uji klinik tersamar acak ganda yang dilakukan pada JanuariSeptember
2015
di
poklinik
Jantung
RSUP
Dr.Sardjito
Yogyakarta.
Subjek
adalah
penderita
pasca SKA usia 40-60 tahun yang memenuhi kriteria depresi. Subjek
dirandomisasi untuk mendapatkan fluoxetine dosis 20 mg/hari selama 8 minggu
atau plasebo. Simtom depresi yang diukur dengan kuesioner BDI dan kadar NO
diambil pada awal dan akhir minggu ke 8 penelitian.
Hasil. Dari 44 subjek yang mengikuti penelitian, 24 subjek mendapatkan
fluoxetine dan 20 subjek mendapatkan plasebo. Analisis dilakukan pada 19 subjek
kelompok fluoxetine dan 19 subjek kelompok plasebo. Rerata kadar NO sebelum
dan sesudah pemberian fluoxetine adalah berturut-turut 31,86(2,4) μm dan
29,7(2,7) μm. Rerata kadar NO sebelum dan sesudah pemberian plasebo adalah
berturut-turut 32,44(2,48) μm dan 30,09(2,87) μm. Tidak terdapat korelasi antara
perbaikan simtom depresi dan peningkatan kadar NO pada pasien depresi pasca
SKA yang mendapatkan fluoxetine dibandingkan kelompok plasebo (r -0,206; p
0,215).
Simpulan. Fluoxetine dosis 20 mg/hari selama 8 minggu pada pasien depresi
pasca SKA tidak meningkatkan kadar NO. Penurunan skor BDI pasien depresi
pasca SKA yang mendapatkan fluoxetine 20 mg/hari selama 8 minggu tidak berkorelasi dengan peningkatan kadar NO.

ABSTRACT
Background. Depression was prevalent in post acute coronary syndrome (ACS)
patients and this condition was related with increasing morbidity and mortality.
selective serotonin reuptake inhibitor has established as a treatment choice for
depression in post ACS patients. Nitric oxide (NO) was a well known marker of
endothelial function. Study on SSRI Citalopram showed an increasing level of NO
after administration of citalopram. Fluoxetine was available in Indonesia, but its
function in improving endothelial function through the increasing of NO level
remains unknown.
Purpose. To evaluate the influence of fluoxetine 20 mg daily for 8 weeks in
increasing NO level in patients post ACS with depression, and to evaluate the
correlation between improvement in depressive symptoms and increment of NO
level in post ACS depression patients who receive fluoxetine 20 mg daily for 8
weeks.
Method. It was a randomized double blind clinical trial counducted in JanuarySeptember
2015 whic held in Sardjito General Hospital Yogyakarta. Eligible
subjects were post ACS age 40-60 years who fulfilled depression criteria. Subjects
were randomized to receive fluoxetine 20 mg daily or plasebo for 8 weeks.
Depressive symtoms were evaluate using BDI inventory. Nitric oxide level were
taken at baseline and the end of week 8.
Results. From 44 subjects, 24 subjects received fluoxetine, while 20 subjectcs
received placebo. Analysis was done in 19 subjects of fluoxetine group and 19
subjects of plasebo group. Means of NO level before and after treatment in
fluoxetine group were 31,86(2,4) μm and 29,7(2,7) μm respectively. We found no
correlation between improvement of depressive symptoms and increment of NO
level (r -0,206; p 0,215).
Conclusions. The NO level was not increased in post ACS depression patients
who recieve fluoxetine 20 mg daily for 8 weeks. The improvement of depressive
symptoms was not correlated with increment of NO level in post ACS patients depression patients who recieve fluoxetine 20 mg daily for 8 weeks."
2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Iin Dewi Astuty
"Penyakit Dekompresi (DCS) merupakan keadaan patologis yang mempengaruhi penyelam, astronot, pilot dan pekerja udara terkompresi akibat dari gelembung yang timbul dalam tubuh selama atau setelah penurunan tekanan ambien. Divers Alert Network melaporkan kasus DCS pada penyelam rekreasi sebanyak 651kejadian (23%) dari 2,866. Chichi Wahab, dkk melaporkan sebanyak 62 orang (53%) dari 117 menderita Penyakit Dekompresi pada penyelam tradisional. Reaksi Inflamasi merupakan salah satu penyebab DCS. Di Indonesia belum ada penelitian tentang pengaruh penyelaman dekompresi terhadap perubahan fungsi endotel sebagai pemicu terjadinya DCS.
Penelitian ini menggunakan desain eksperimental rancangan pola silang. Data subjek adalah data primer yang di dapat melalui kuesioner, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Sampel dipilih dengan cara random sistematik, diambil 20 orang sebagai subjek penelitian dan dibagi menjadi dua kelompok secara random. Kelompok A diberi perlakuan dengan tekanan 280 kPa pada hari pertama dan pada hari kedua diberi perlakuan masuk RUBT tanpa tekanan. Kelompok B yang diberi perlakuan tanpa tekanan pada hari pertama dan diberi perlakuan dengan tekanan 280 kPa pada hari berikutnya. Tiap Subjek Penelitian dilakukan pemeriksaan Interleukin-1α dengan menggunakan ELISA sandwich teknik kuantitatif sebanyak 3x yaitu sebelum diberikan perlakuan, setelah diberikan perlakuan dengan tekanan 280 kPa dan setelah perlakuan tanpa tekanan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ekspresi Interleukin-1α baik setelah mendapatkan perlakuan dengan tekanan, maupun perlakuan tanpa tekanan, namun kenaikan ekspresi Interleukin-1α lebih besar setelah mendapat perlakuan dengan tekanan. Rerata kenaikan ekspresi Interleukin-1α setelah diberikan perlakuan dengan tekanan sebesar 0.01±0.01 pg/ml.
Kesimpulan dan Saran: Dibuktikannya peningkatan ekspresi Interleukin-1α yang bermakna pada subjek penelitian setelah diberikan perlakuan dengan tekanan 280 kPa.

Decompression Illness (DCS) is a pathological condition that affects divers, astronauts, pilots and workers who work in compressed air, as a result of bubbles arising in the body during or after drop in ambient pressure. Divers Alert Network reported cases of DCS in recreational divers as many as 651 events (23%) of 2.8663. Chichi Wahab et al reported 62 people (53%) of 117 suffered from decompression illness in traditional divers. Inflammatory reaction is one of many causes of DCS. In Indonesia, there is no research on the effects of decompression dives to changes in endothelial function as a trigger of DCS.
This study used experimental study design with Cross Over. Primary data was collected through questionnaires, physical examination and laboratory. Samples were selected, systematic randomly 20 people as research subjects each for two groups. The subjects were randomly assigned to a group. Group A was treated with a pressure of 280 kPa on the first day and on the second day entered the RUBT without pressure. Group B were treated with no pressure on the first day and was treated with pressure of 280 kPa on the next day. Each study subject was examined Interleukin-1α using ELISA sandwich quantitative techniques 3 times: before the study, after being given treatment with a pressure of 280 kPa and after treatment without pressure.
The results showed that an increase expression of Interleukin-1α better after getting treatment with pressure, or treatment without pressure, but the increase expression of Interleukin-1α larger after being treated with pressure. The mean increase e expression of Interleukin-1α after being treated with pressure is 0:01 ± 0.01 pg/ml.
Conclusions and Recommendations : Good evidence increasing expression of Interleukin-1α meaningful research on the subject after being given treatment with pressure of 280 kPa.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atikah Cyntia Putri
"ABSTRACT
Latar Belakang : Nitric oxide (NO) merupakan sistem pertahanan non spesifik yang berperan sebagai antibakterial di dalam rongga mulut yang dapat ditemukan di dalam saliva. Tujuan : Mengetahui hubungan konsentrasi NO sebagai sistem pertahanan non spesifik dengan derajat kebersihan gigi dan mulut yang dinilai melalui skor OHI-S. Metode : Sampel yang diteliti adalah saliva unstimulated dan diukur dengan metode Griess Reagent pada 50 subjek dewasa muda yang terdiri dari dua kelompok, yaitu 25 subjek perokok dan 25 subjek non perokok. Indeks skor OHI-S dikategorikan menjadi baik, sedang, dan buruk. Metode analisis yang digunakan adalah uji statistik Independent T-test, dan korelasi Spearman. Hasil : Konsentrasi NO saliva pada dewasa muda perokok lebih tinggi dari non perokok dengan adanya perbedaan bermakna (p < 0,05) dan hubungan antara konsentrasi NO dengan skor indeks OHI-S adalah positif sedang dengan tidak ada hubungan yang signifikan (r = 0,305, p > 0,05). Kesimpulan : Konsentrasi nitric oxide saliva pada perokok meningkat diakibatkan oleh kondisi kebersihan rongga mulut subjek yang buruk.

ABSTRACT
Background: Nitric oxide (NO) is a non-specific defense system that acts as an antibacterial in the oral cavity which can be found in saliva. Objective: To determine the relationship between NO concentration as a non-specific defense system and the degree of oral hygiene as assessed by the OHI-S score. Methods: The sample studied was unstimulated saliva and measured by the Griess Reagent method on 50 young adult subjects consisting of two groups, namely 25 smoking subjects and 25 non-smoking subjects. The OHI-S score index was categorized into good, moderate, and bad. The analytical method used is the Independent T-test statistical test, and the Spearman correlation. Results: NO salivary concentration in young adult smokers was higher than non-smokers with a significant difference (p <0.05) and the relationship between NO concentration and OHI-S index score was moderate positive with no significant relationship (r = 0.305, p> 0.05). Conclusion: The concentration of salivary nitric oxide in smokers is increased due to poor oral hygiene conditions in the subject."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tena Djuartina
"Gastro Esophageal Reflux Disease)  adalah suatu kondisi terjadinya refluks isi lambung ke dalam esophagus yang menyebabkan  berbagai gejala klinis. Penyebab dari GERD sudah banyak diketahui namun patofisiologi  densitas saraf pleksus Meissner dan pleksus Aurbach di daerah gastroesofagus junction (GEJ) akibat pemberian senyawa nitrat (NO3) sehingga menyebabkan  GERD belum diketahui.
Metode : Membuat model hewan  GERD dan menilai variabel-variabel   pengaruh senyawa nitrat  di daerah GEJ menggunakan tikus wistar usia 10-12 minggu dengan berat badan 200-300 gram yang  dibagi dalam 4 kelompok :  kontrol (n=12) dan  kelompok perlakuan (n=36). Pada kelompok perlakuan dilakukan pemberian senyawa nitrat masing kelompok (n=12)  sebanyak 1 ml, 1.5 ml dan 2 ml  NaNO3 . Pada hari ke 2,4,6 dan 8 setelah   puasa dan diberikan  senyawa nitrat, sebanyak 3 tikus dari setiap kelompok dianalisis menggunakan pemeriksaan biokimia, histologi, histokimia dan imunohistokimia (IHK).
Hasil: Tikus  model GERD berhasil dibuat. Dimana  pada hari ke 2 terdapat korelasi antara NO luminal dengan  fibroblast, NO jaringan dengan perpanjangan lamina propria, penebalan sel basal dengan limfosit, hiperplasi sel basal dengan  IHK IL6 dan perpanjangan lamina propria dengan  limfosit.  Pada hari ke 4 didapat korelasi antara NO luminal dengan penebalan sel basal, NO luminal dengan GSH, penebalan  sel basal dengan GSH, dan korelasi limfosit dengan IHK IL6.  Pada ke 6 terdapat korelasi antara NO luminal dengan FGF2. Pada hari ke 8 didapati  korelasi antara NO luminal dengan densitas saraf pleksus Meissner dan pleksus Auerbach didapat korelasi kuat dan bermakna ( r = 0,758 dan p = 0,004) , penebalan sel basal dengan fibroblas , limfosit dengan fibroblast, IHK IL6 dengan fibroblast dan IHK FGF2 dengan penebalan sel basal.
Kesimpulan: Pemberian senyawa NO3 meningkatkan kadar NO luminal yang mengakibatkan  perubahan morfologi makrokopis dan mikroskopis, penurunan antioksidan endogen, inflamasi serta peningkatan densitas saraf pleksus Meissner dan pleksus Auerbach didaerah sfingter GEJ sehingga menyebabkan terjadinya GERD.

Background: GERD (Gastro Esophageal Reflux Disease) is a condition with reflux of gastric contents into the esophagus which causes various clinical symptoms. The causes of GERD have been  known but the pathophysiology of the density of the Meissner plexus nerve and the Aurbach plexus in the gastroesofagus junction region (GEJ) due to administration of nitrate (NO3) compounds is not known unknown.
Methods: GERD animal models were prepared to asses the variables affected by nitrate compounds in the GEJ area using wistar mice aged 10-12 weeks with a weight of 200-300 grams divided into 4 groups: control (n = 12) and treatment group (n = 36). In the treatment group, nitrate compounds were given as NaNO3 in each group (n = 12) with the doses of 1 ml, 1.5 ml and 2 ml. On days 2,4,6 and 8 after fasting and gavage of nitrates, 3 rats from each group were sacrificed, and esophageal tissue was taken for biochemical, histological, histochemical and immunohistochemical (IHC) examinations.
Results: GERD model rats were successfully made. On day 2, there was a significant correlation between luminal NO level with fibroblasts, tissue NO with extension of lamina propria, thickening of basal cells with lymphocytes, basal cell hyperplasia with IL6 IHC and extension of lamina propria with lymphocytes. On day 4, there was a correlation between luminal NO and basal cell thickening, luminal NO with GSH, basal cell thickening with GSH, and lymphocyte with IL6 IHK. On day 6, we found a significant correlation between luminal NO and FGF2. On day 8, there was a correlation between luminal NO and the density of Meissner plexus nerve and Auerbach plexus with a strong and significant correlation (r = 0.758 and p = 0.004), thickening of basal cells with fibroblasts, lymphocytes with fibroblasts, IL6 IHC with fibroblasts and FGF2 IHC with thickening of basal cells.
Conclusion: The administration of NO3 compounds increases luminal NO levels which results in changes in macroscopic and microscopic morphology, decreased endogenous antioxidants, inflammation and increased density of Meissner plexus nerve and Auerbach plexus in the area of the GEJ sphincter leading to development of GERD."
2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>