Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154427 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nanda Julian Utama
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai dinamika perdagangan dan pelayaran yang ada di sungai, studi ini mengambil ruang spasial pada sungai-sungai besar di Keresidenan Palembang. Masa temporal yang diambil adalah antara tahun 1900-1930, tahun tersebut diambil karena merupakan masa terjadinya perkembangan perdagangan dan pelayaran akibat pengenalan komoditas karet dan modernisasi pelayaran.Sungai dalam kajian sejarah mengenai perairan maritim masih menjadi kajian yang sangat terbatas. Kebanyakan penelitian maritim yang ada di Indonesia masih memfokuskan diri pada ruang perairan yang luas seperti samudra, laut, selat dan teluk. Padahal dalam dinamika sejarah sendiri, proses perdagangan dibeberapa pulau di Nusantara mengandalkan sungai sebagai sarana transportasi utama wilayahnya. Terutama pulau Sumatra dan Kalimantan yang dialiri oleh banyak sungai besar dan panjang hingga ratusan kilometer, sungai-sungai tersebut menentukan proses sejarah yang terjadi di kedua pulau tersebut.Penelitian ini memberikan gambaran mengenai hal tersebut pada sungai-sungai di Keresidenan Palembang. Sebelum berkembangnya transportasi darat pada awal abad ke-20, sungai menjadi satu-satunya sarana transportasi dan kegiatan ekonomi utama wilayah ini. Hampir keseluruhan pasar, kebun, pemukiman, bahkan rumah ibadah berada di pinggiran sungai. namun perkembangan sektor perekonomian ini kemudian membawa dampak pada perkembangan sektor transportasi darat, yang kemudian berpengaruh buruk pada sektor pelayaran. Dinamika ini menarik untuk dibahas dan merupakan penanda bahwa kajian mengenai sungai juga kompleks seperti halnya perairan lain yang lebih luas.


ABSTRACT
This thesis discusses the dynamics of trade and shipping in the river, this study took the spatial space of some big rivers in Palembang residency. Temporal period was taken between 1900 1930, this period was taken because it was a development period of trade and shipping due to the introduction of rubber and shipping modernization.River in the historical study of the waters maritime is still a very limited study. Most maritime research in Indonesia is still focused on large space bodies of water such as oceans, seas, straits and bays. Whereas in the dynamics of its own history, the trading process on islands in the archipelago relied on the river as the main of transportation in this area. Especially Sumatra and Kalimantan islands are drained by many rivers with hundreds of kilometres long, these rivers define the historical process that occurred in those two islands.This research attempts to present the description of the rivers in Palembang residency. Before the development of land transportation in the early of 20th century, river being the only transportation tools and the main economic activity in this region. Almost the entire markets, gardens, settlements, and even houses of worship located on the riverside. but the development of the economic sector impacted the development of the land transportation sector, and then affected workers in the shipping sector. The dynamics are very interesting to research and these are markers that the study on the rivers are too complex as well as the other wider waters."
2017
T46970
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barus, Ega Rezeki Margaretha
"

Artikel ini membahas peran sungai dalam perdagangan ulu ilir di Keresidenan Jambi  1906-1930. Jambi sudah dikenal sebagai penghasil komoditi ekspor seperti lada dan emas sejak abad ke-17 dan berkembang menjadi pengasil komoditi karet, rotan dan kopra sejak akhir abad ke-19. Sungai Batanghari dan anak-anak sungainya berperan penting sebagai jalur distribusi komoditi dari pedalaman (ulu) ke titik perdagangan di pesisir (ilir) Jambi. Studi-studi sebelumnya oleh Elsbeth Locher-Scholten dan Barbara Watson Andaya kurang membahas peranan sungai, padahal komoditi dagang dari pedalaman (ulu) didatangkan ke pelabuhan (ilir) melalui sungai. Adapun kajian mengenai persungaian yang ditulis Gusti Asnan membahas sungai secara keseluruhan di Sumatra. Perdagangan ulu ilir melalui Sungai Batanghari dan anak-anak sungainya berdampak pada perkembangan sosial ekonomi masyarakat dan pemerintah kolonial di wilayah tersebut. Kelompok masyarakat Tionghoa dan middle man memanfaatkan sungai sebagai jalur perdagangan di Keresidenan Jambi. Walaupun tantangan utamanya adalah arus dan aliran sungai di Jambi yang sebagian sulit untuk dilalui kapal besar. Studi ini merupakan hasil penelitian sejarah yang bersumber pada laporan pemerintahan kolonial, jurnal sejaman, koran sejaman, laporan perjalanan sejaman dan karya ilmiah terkait.

 


This article discusses the role of rivers in the ulu ilir trade in the Residency of Jambi from 1906 to 1930. Jambi has been known as a producer of export commodities such as pepper and gold since the 17th century and has grown to become a producer of rubber, rattan and copra commodities since the late 19th century. Batanghari River and its tributaries play an important role as commodity distribution channel from inland (ulu) to the point of trade in coastal (ilir) Jambi. Previous studies by Elsbeth Locher-Scholten and Barbara Watson Andaya less address the role of the river, whereas the commodity trade from the hinterland (ulu) brought to the port (ilir) through the river. Another study of river by Gusti Asnan, discusses the rivers in Sumatra. Ulu ilir trade through the Batanghari River and its branches has an impact on the socio-economic development of communities and the colonial polity in the region. The Chinese and the ‘middle man’, use the river as a trade route in the Residency of Jambi, although the main challenge is the river in Jambi, which is difficult to pass by large ships. This study is the result of historical research, sourced from colonial government reports, notes, newspapers, and travel reports of the period, as well as related scientific papers.

 

"
2018
T52723
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Yang S.C.
"Perlakuan yang tidak adil oleh pemerintah Belanda dalam bidang pendidikan bagi masyarakat Cina di Batavia menye_babkan mereka berusaha untuk mendidikan sekolah khusus bagi mereka sendiri. Hal ini ditunjang pula dengan ide nasionalisme yang dibawa dari Cina. Menyebarnya nasionalisme tersebut menimbulkan ketakutan di hati pemerintah Belanda. Akhirnya mereka juga mendi_rikan sekolah khusus bagi masyarakat Cina. Tujuannya un_tuk menimbulkan inti dalam masyarakat Cina yang berpihak pada pemerintah Belanda."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S12654
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Humaeroh
"ABSTRAK
Pada awal abad kedua puluh, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengubah kebijakan sistem perdagangan opium dari opiumpacht menjadi opiumregie dan mendirikan pabrik opium di Salemba sebagai untuk melaksanakan opiumregie. Perubahan kebijakan sistem perdagangan opium dan pendirian pabrik opium ini turut pula mengubah kehidupan di Batavia saat itu, baik dari sisi masyarakat maupun pemerintah kolonial. Melalui metode studi pustaka dan analisis deskriptif, skripsi ini mencoba menggambarkan bagaimana tanggapan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda dan masyarakat Batavia terhadap keberadaan pabrik opium tersebut. Dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Hindia Belanda lebih menerima keberadaan pabrik opium daripada masyarakat Batavia seperti keuntungan yang besar dan politik etis. Hal ini karena mereka mempunyai kepentingan tertentu terhadap pabrik tersebut. Sementara itu, masyarakat Batavia menanggapi pabrik opium sesuai dengan kepentingan etnis dan rasnya masing-masing. Namun, masyarakat pasif dalam menanggapi keberadaan pabrik tersebut sehingga tidak ada pujian maupun protes yang ditemukan secara signifikan dari adanya pabrik opium di Salemba tersebut.

ABSTRACT
At the beginning of the twentieth century, the Dutch East Indies Government changed the opium poppy system 39 s policy from opiumpacht to opiumregie and established a poppy factory in Salemba as an effort to carry out opiumregie. The change of opium trade system policy and the establishment of opium factory also changed the life in Batavia at that time, both from society and colonial government. Through the method of literature study and descriptive analysis, this scriptie tries to illustrate how the response of the Dutch East Indies Colonial Government and Batavian society to the existence of the opium factory. It can be concluded that the Government of the Dutch East Indies more accept the existence of opium factory than the Batavian society because of the large profits and ethical politics. Meanwhile, the Batavian people responded to the opium factory in accordance with their ethnic and racial interests. However, the passive community in response to the existence of the factory so that no praise or protest was found significantly from the existence of opium factory in Salemba. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masyhuri
"ABSTRAK
Perdagangan lada di Palembang pada masa Kesultanan merupakan perdagangan hasil pertanian terpenting daerah itu dan mempunyai pengaruh yang besar sebagaimana yang akan kita lihat nanti baik pada struktur politik maupun struktur ekonomi masyarakat Palembang. Perdagangan ini mengakibatkan pula terjadinya integrasi kekuasaan Sultan di bidang politik dan ekonomi. Kira-kira sejak meningkatnya perdagangan lada. Palembang sekitar pertengahan abad 17, yang pada waktu itu terjadi hubungan perdagangan lada antara Kesultanan dan VOC berdasarkan persetujuan-persetujuan yang diadakannya sejak tahun 1641, Sultan Palembang secara teratur mengawasi hasil lada Palembang. Pengawasan ini menjadi makin ketat dan secara berangsur menjadi monopoli Kesultanan sejajar dengan makin meningkatnya kepentingan Sultan terhadap produksi lada. Lada sebagai hasil pertanian untuk ekspor dari Palembang ternyata mempunyai kedudukan yang penting dalam struktur perekonomian Kesultanan. Adalah mudah dimengerti apabila perdagangan lada di Palembang berpengaruh pada struktur politik yang ada. Lebih dari itu, posisi lada yang begitu panting bagi perekonomian Kesultanan sangat mempengaruhi kebijaksanaan kesultanan dibidang ekonomi, dan tentu saja hal ini sangat berpengaruh pula atas struktur perekonomian masyarakat.
Perdagangan Kesultanan Palembang dalam kaitannya dengan perdagangan lada di sana dan bagaimana pengaruh timbal balik antara perdagangan lada dan perubahan-perubahan sosial ekonomi yang terjadi merupakan tema pokok penelitian saya. Pemilihan permasalahan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa perdagangan lada Kesultanan yang mengakibatkan terjadinya integrasi kekuasaan Sultan dibidang politik dan ekonomi merupakan masalah karakteristik yang sangat menarik. Lagi pula, sejauh ini perdagangan lada di Palembang belum pernah diteliti. Adapun jangkauan waktunya meliputi periode tahun 1790 sampai tahun 1825. Penggunaan tahun 1790 sebagai batasan periodisasi ini didasarkan pada kenyataan bahwa sejak tahun itu terjadi perubahan-perubahan yang dapat dikatakan sebagai awal terlepasnya perdagangan Palembang dari monopoli VOC. Sementara tahun 1825 adalah tahun runtuhnya perdagangan Kesultanan Palembang secara keseluruhan akibat dih.apuskannya Kesultanan Palembang oleh Belanda.
Perlu disinggung disini bahwa diaamping lada, tambang timah Bangka merupakan basis penting pula perekonomian Kesultanan. Namur demikian masalah tambang timah Bangka ditempatkan diluar lingkup penelitian. Perhatian terhadap timah Bangka tidak lebih pada perhatian terhadap akibat yang ditimbulkannya sehubungan dengan menumpuknya modal yang diperoleh dari tambang timah. Yang dimaksudkan adalah menumpuknya modal Kesultanan yang diperoleh dengan mudah dari tambang timah ternyata dimamfaatkan pula oleh Sultan untuk memperkuat posisinya dalam menguasai perdagangan lada. Sebagai akibat balik, hilangnya pendapatan dari tambang timah akan berpengaruh pula pada penguasaan perdagangan lada.
Mengenai sumber-sumber yang digunakan adalah sumber-sumber Belanda dan sumber-sumber lokal. Sumber-sumber Belanda meliputi sumber-sumber yang telah diterbitkan, dan juga dokumen-dokumen asli VOC pada periode-periode terakhir, arsip Comisaris Jendral, arsip Gubernur Jendral, koleksi-koleksi pribadi serta arsip-arsip yang diinventarisasikan secara terpisah seperti laporan akhir tahun, laporan perjalanan, memori serah jabatan, yang disimpan di arsip Fegara di Den Haag, dan di Perpustakaan Leiden. Adapun sumber-sumber lokal yang dipergunakan adalah sumber-sumber lokal yang disimpan di Perpustakaan Boninklijk Institutt) Leiden dan di Perpustakaan Universitas Leiden, serta sumbersumber lokal yang telah diterbitkan. Meskipun demikian, mengingat terbatasnya somber-sumber yang telah digun.akan maka kemungkinan perubahan terhadap penulisan ini masih terbuka."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1983
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. H. M. Akib
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1980
392.5 AKI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Yasir
"Kawasan tepian Sungai Musi pernah berjaya sebagai cikal bakal pertumbuhan kota Palembang. Dahulu kawasan ini pernah menjadi pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat kota Palembang. Kini sinarnya mulai redup semakin tenggelam oleh sinar kawasan lain dan secara perlahan kehilangan daya tariknya. Mutu lingkung-bangun dan kehidupannya mulai turun, penduduknya pun mulai meninggalkan kawasan ini. Oleh karena itu kawasan ini perlu dikembangkan kembali (Redevelopment) agar kawasan kembali menjadi pusat perdagangan di kota Palembang sekaligus mengembalikan citra kawasan sebagai Kawasan tepian sungai (River Side)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
T16966
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Naldi
"Untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja terdidik dalam mengisi berbagai kedudukan dalam sistem birokrasi pemeriutahan dan sistem Tanam Paksa, pemerintah kolonial Belanda di Sumatera Barat membuat kebijakan untuk membuka sekolah-sekolah rendah untuk masyarakat pribumi. Awalnya -kelika di Padang- kebijakan untuk membuka sekolah bagi orang-orang pribumi kurang mendapat sambutan masyarakat, akan tetapi ketika seorang Residen Steinmetz- membuka sekolah-sekolah nagari di daerah pedalaman -darek- temyata mendapat sambutarr positif dari masyarakat. Memang sedikit berbeda pengelolaan sekolah model Seinrnetz ini dengan yang ada di Padang. Sekolah di darek lebih bersifat otonom, Arti otonom disini adalah masyarakat pribumi lebih terlibat alctip dalam membiayai, pendirian dan membangun tempat sekolah. Sementara pemerintah hanya membantu dalam soal siapa pengajarnya dan membuat kurikulum pendidikan. Sekolah- sekolah nagari ini temyata berhasil mengatasi kekurangan tenaga untuk mengisi jabatan-jabatan tingkat rendah sampai rnenengah dalam struktur adrninistrasi pemerintahan dan struktur sistem Tanam Paksa.
Melihat keberhasilan di Darrel; daerah-daerah pesisir ikut pula mengembangkan sekolah model ini di daerahnya_ Hasilnya pada akhir abad ke-19 muyarakal; Sumatera Barat mulai terpengaruh dan berlornba-lomba untuk bisa memperoleh kcsempatan belajar di sekolah-sekolah nagari tersebut. Dengan semakin banyaknya sekolah nagari, pemerintah mulai memikirkan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Sumatera Barat, Temyata rencana peningkatan mum ini, sein-ing pula dengan perubahan oerientasi politik di Negeri Belanda. Kemenangan kaum Liberal telah mcngubah pandangan pemerintah terhadap daerah koloninya. Menurut pandangan kaum Liberal, suclah saatnya pemerintah memikirkan untuk memberi kesempatan pada penduduk pribumi untuk lebih maju. Pandangan ini semakin kuat ketika kcluarnya kebijakan Politik Etis pada awal abad ke-20. Momentum Poltik Etis dipergunakan oleh pemerintah kolonial di Sumatera Barat untuk membantu pembiayaan dengan pengelolaan sekolah-sekolah nagari yang memang sudah berkembang di Sumatera Barat. Pembangunan sekolah tidak saja dilakukan untuk pendidikan rendah, pendidikan lebih tinggipun segera di buka di Sumatera Barat, seperti berdirinya Sekolah Raja di Fort de Koek, Mulo,dari AMS di Padang.
Pada akhirnya, memasuki awal abad ke-20 masyarakat Surnatera Barat sudah banyak yang memperoleh pendiclikan Barat. Mereka-mereka yang sudah berpendidikan ini dalam perkembangnnya telah melahirkan klompok sosial baru dalam masyarakat, dan menurut istilah scorang sejarawan -Mestika Zed- disebutnya dengan kelompok elit baru.
Semetara berlangsungnya pembangunan dalam bidang pendidikan. Pada awal abad ke-20, akibat perubahan kebijakan pemerintah Negeri Belanda juga terjadi disektor perekonomian Sistem Tanam Paksa dihapuskan pada tahun l908, dan kemudian diganti dengan sistem Ekonomi Pajak Uang. Keberadaan sistem ini dalam kenyataannya telah membuka dacrah Sumatera Balflt dari kedatangan berbagai investor baik asing maupun dari Belanda sendiri. Pcrubahan ini sekali lagi memaksa pemerintah untuk membangun berbagai infrasturktur baru ( terutama di perkotaan), perbaikan sarana transportasi dan termasuk komunikasi.
Perkembangan menuju masyarakat moderen telah membuka berbagal kebutuhan- kebutuhan baru dalam masyarakat, Tuntutan untuk memenuhi berbagai kebutuhan tersebut pada akhirnya telah melahirkan masyarakat konsumen di Sumatera Barat. Kehadiran masyarakat konsumen ini merupakan pangsa pasar yang baik untuk menggerakkan roda perekonomian. Salah satu eiri khas masyarakat konsumen adalah kebutuhan akan layanan komunikasi yang, Iebih eepat dan nyaman- Kondisi ini mempakau peluang untuk lahimya media pers daerah di Sumatera Barat Wujut nyata dari peluang itu, pada tahun 1911 -tepat dua tahun setelah berakhirnya Tanam Paksa- berdirilah Al-Munir dan Oetoesan Meirjoe di Padang sebagai media pers daerah terlua di Sumatera Barat.
Dalam perkembangannya, kehadiran media pers bergerak sesuai dengan kebutuhan pasar. Sementara akibat terjadinya proses modernisasi dalam masyaralcat telah membuka lahirya berbagai spesialisasi pekeljaan ( hadimya berbagai profesi dalam masyarakat ). Keberagaman profesi ini pada kenyataanya telah membentuk keberagaman media pers di Alam Minangkabau.. Tingkat keberagaman tidak berhenti sampai ke titik itu.. kembali pada persoalan pembangunan pendidikan, di Sumatera Barat bukan saja pendidikan Barat yang mengalami proses menuju masyarakat moderen, pendidikan Islampun juga demikian, perbedaan alam pikiran dalam menajalankan proses modemisasi ini pada kenyataannya telah membuat media pers lebih semakin beragam. Belum lagi kelompok masyarakat lainnya, pada saat itu juga mengalami proses yang sarna, seperti kaum wanita, dan adat.
Pada akhimya penelilian ini telah membuktikan beberapa hal-hal poko, diantaranya 1) Modemisasi memang telah melahirkan media pers, dan modemisasi sekaligus telah melahirkan kelompok-kelompok masyarakat baru. Kehadiran berbagai kelompok baru ini merupakan dasar untuk media pers jadi beragam. 2) Pesatnya pertumbuhan media pers di Sumatera Barat pada saat itu, ternyata tidak ditunj ang oleh pengelolaan keuangan ya ng baik, Fenomena pertumbuhan media pers im selalu menggambarkan ketimpangan neraca keuangan.. Macetnya uang langganan dari pelanggan mempakan keluhan hampir setiap pengelola media pers. Akibatnya, pemunbuhan pers yang tinggi pada pcriode 1900-1930, berbanding sama dengan hancurnya berbagai industri pers pada periode itu.

In order to handle lack of educated workers to fulfill some positions in governmental system and Cultuurstelsel, Dutch colonial in West Sumatra had policy to open elementary level schools for the natives. At first, in Padang, the policy to open the schools didn?t get good responses from society. However, when a resident - Steinmetz - started to open schools named Sekolah Nagari in the distant land area which was known as derek, it received positive responses from the people. Schools in derek were more autonomy. The concept of autonomy at this case can be explained as the involvement of native people positively in founding, and developing these schools. Government, otherwise, only facilitated them with teachers and schools curriculum. The fact showed that these school were success to overcome lack of educated workers and fulfilled low to mid level positions in the government and structure of Cultuurstelsel
Based on the success in derek area, some areas during the beach lines - or which was known with the name Pesisir -also started to develop such schools. As a result, at the end of l9"? century, West Sumatra people began to compete in getting opportunity to get education in such schools. Following the development on number of schools, government started to think about the quality of education. It was also in conjunction with the changing of political orientation in Dutch. The success of liberals in taking over government had changed the view of Dutch government to its colony. Based on liberal?s idea., it was the right time to give the opportunity for people to become more modem. This idea get stronger when the policy called Erfs Politic appeared at the beginning of 20?h century. Momentum of Etis Politic was used by colonial government to facilitate and manage these schools which actually had developed well in West Sumatra. Development of schools were not only on low-level but also for higher education such as Sekolah Raja Fort de Kock, MULO, and AMS in Padang.
As a result, at the beginning of 20"? century, a lot ef pecple in West Sumatra had got education. They, then, had also made the development of new social Status in the society, which was called by historian - Mestika Zed - 3 new elite group.
The development in education continued. At the beginning of 20"' century, the changing on politic in Dutch also occurred in economic side. Cultur Stelsel was diminished in 1908, and it was replaced by tax systems. The new system had invited some investors, even from Dutch or other countries, to come to West Sumatra. The changing, then, made government build new infrastructures (especially in the city), included means of transportation and communication line.
Development to become modern people had created new necessities in the society. Demands to fulfill these necessities had appeared consumed-people in West Sumatra. They were good target to develop economy. One of the characteristics of the people was the needs on fast and safe communication. Furthermore, this condition was believed to be the beginning of press development in West Sumatra. It was proved in 1911 or exactly two years after the diminishing of Cultuurstelsel by releasing Al-Munir and Oetoesan Melajoe in Padang as the oldest media press in West Sumatera.
In the next progress, press development was based on the needs of people. At the same time, modernization in the society also caused specialization in profession (profession in society existed). Variation in society also had created variation in press media in Minangkabau. Otherwise, it was not the end of variation that occurred. Deal with educational development, it was not only western-baed education but also Islamic-based education which developed. Then, it also had resulted on greater variation in press. Other groups of people such as women and traditional people also changed.
Lastly, this research proves some main points, as seen follow: 1). Modernization had developed press media., and created new group of people in society. The appearance of new society became the base of variation in press. 2) At that time, fast development of press in West Sumatra was not supported by good management and accounting. Phenomenon on the development of press used to describe imbalance on the accountancy. inconsistency on payment of subscribers was the main problem on most of presses. As a results, its high development during the period of 1900-1930 was in conjunction with bankruptcy many of presses on the same period."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T4913
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riski Putri Utami
"ABSTRAK
Artikel ini membahas mengenai Opleiding School voor Indlandsche Ambtenaren (OSVIA): "Pendidikan Bagi Calon Pejabat Pribumi di Madiun Tahun 1900-1930". Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana terbentuknya pangreh praja melalui pendidikan OSVIA juga mengetahui bagaimana perkembangan pendidikan OSVIA beserta pengaruhnya terhadap masyarakat pribumi di Madiun dalam kurun tahun 1900-1930. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah dengan tahapan sebagai berikut: (1) Heuristik, (2) Kritik, (3) Interpretasi, (4) Historiografi. Teknik yang digunakan dalam tulisan ini berupa studi literasi, dengan menganalisis sumber pustaka juga surat kabar dan dokumen-dokumen sezaman yang berkaitan dengan materi yang dikaji. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa tujuan dari didirikannya OSVIA di Madiun adalah untuk mencetak tenaga kepegawaian pribumi yang dipekerjakan dalam korps kepegawaian pemerintah Belanda yang disebut dengan pangreh-praja. Dampak yang berarti dari pendirian OSVIA adalah terjadinya perubahan sosial masyarakat pribumi di Madiun yaitu berupa terciptanya kelompok elite modern yang duduk di singgasana jabatan birokratis dari kalangan priyayi terpelajar."
Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018
790 ABAD 2:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Raka Prima Santosa
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai kelanjutan perlawanan penduduk Banten terhadap pemerintah kolonial Belanda setelah pemberontakan komunis 1926. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Pemberontakan Komunis 1926 telah membuat pemerintah kolonial Belanda melakukan pengetatan keamanan di Banten. Selama periode penelitian ini tidak terjadi pemberontakan atau kerusuhan seperti yang terjadi selama abad ke-18 dan 19. Perlawanan penduduk Banten terhadap pemerintah kolonial yang pada masa sebelumnya disimbolkan dengan kerusuhan dan pemberontakan, berganti dengan aksi-aksi jawara yang meresahkan keamanan dan ketertiban bagi pemerintah Belanda. Penyebaran sentimen negatif dari kyai kepada santri dan penduduk Banten menyebabkan hambatan interaksi antara pemerintah kolonial dan penduduk Banten. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa bentuk perlawanan penduduk Banten yang sebelumnya dilakukan dengan kerusuhan dan pemberontakan, selama masa ini tergantikan oleh penyebaran sentimen ideologis kyai dan aksi-aksi jawara yang didukung oleh penduduk Banten.

ABSTRACT
This thesis discusses about the continuation of the resistance of the Banten people to Dutch colonial government after the communist uprising 1926. The methodology used in this study is the historical method, consists of heuristic, criticism, interpretation, and historiography. Communist uprising in 1926 has made the Dutch colonial government to tighten security in Banten. During the period of this study there is no uprising or riot as happened during the 18th and 19th century. The resistance of the Banten people against colonial government which in the past symbolized by unrest and uprising, changed to the spread of negative sentiment by kyai to their santris and Banten people and cause barriers interaction between the colonial government and Banten people. And also by the actions of jawara by disturbing Dutch governments security and order. From this research, it can be concluded that the shape of Banten resistance previously done by riots and rebellion, during this time is replaced by the deployment of ideological sentiment by kyai and jawara actions supported by Banten people."
2017
S68144
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>