Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106908 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ivan Satria Basri
"ABSTRAK
Diplomasi dikenal secara eksklusif dilaksanakan hanya oleh negara dan pejabat pemerintah pusatnya. Namun pada perkembangannya diplomasi juga mulai dilakukan oleh pemerintah daerah/kota yang kemudian dikenal sebagai diplomasi kota. Diplomasi kota adalah sebuah bentuk mekanisme diplomasi dimana pemerintah kota berinteraksi dengan aktor hubungan internasional lain untuk merepresentasikan dirinya dan mencapai kepentingan daerahnya. Pada implementasinya, diplomasi kota memberikan banyak keuntungan karena secara khusus dilakukan oleh daerah yang tentunya mengetahui keunggulan dan kekurangan masing-masing. Namun, masih didapati ketimpangan pelaksanaan diplomasi kota di berbagai daerah di Indonesia. Kenyataan ini kemudian memunculkan pertanyaan ldquo;bagaimana Pemerintah Indonesia dapat mengoptimalkan diplomasi kota sebagai salah satu upaya strategis kebijakan luar negeri Indonesia? rdquo;Dengan tujuan menjawab pertanyaan tersebut, penelitian akan melihat bagaimana implementasi, peluang dan tantangan diplomasi kota di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan tinjauan pustaka dan wawancara sebagai metode pengumpulan datanya. Dengan mendasar pada teori Multi-Level Governance penelitian ini mencoba membuktikan bawa untuk melaksanakan kegiatan diplomasi kota yang optimal perlu sinergi dan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.Pada akhirnya, penelitian berhasil menyimpulkan bahwa tantangan-tantangan yang muncul dalam implementasi diplomasi kota di daerah membutuhkan penanganan yang berbeda. Peran Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia sebagai focal point dalam hubungan internasional Indonesia masih diperlukan untuk optimalisasi kegiatan diplomasi kota di Indonesia, sehingga harmonisasi arah kebijakan diplomasi Indonesia di segala lini pemerintahan dapat tercapai.

ABSTRACT
Diplomacy was known to be carried out exclusively by nations and its central officers. However, as it develops, diplomacy was also conducted by provincial municipal government and known as city diplomacy. City diplomacy is a diplomacy mechanism in which municipal government interact with other actors in international relation to represent their city and pursue their interest. In the actual implementation, city diplomacy brings many benefits because it is specifically used by the provincial municipal government which certainly knows the advantages and disadvantages of its own territory. However, imbalance still occur from the conduct of city diplomacy in various regions in Indonesia. This fact prompted a question about how the Indonesian government can optimize city diplomacy as one of its strategic Indonesian foreign policy With the aim of answering the question, this research look into the implementations, opportunities and challenges of the city diplomacy in Indonesia. The research methods of this paper were qualitative by using literature survey and in depth interview as the methods to gather data and information. By using the Multi Level Governance theory, this paper try to prove that synergy and coordination between the central and municipal government are crucial in order to optimize city diplomacy.Ultimately, the study had concluded that each of the challenges that arise in the implementation of city diplomacy requires different treatment. The Ministry of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia rsquo s role as the focal point of Indonesia rsquo s international relations are needed to optimized the city diplomacy in Indonesia, so that harmony in each administrative level can be achieved."
2016
T47094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nafan Aji Gusta Utama
"Dalam mewujudkan suatu sistem perdagangan yang bebas dan adil dalam kerangka kerjasama multilateral yang lebih konkrit diwujudkan melalui pembentukan organisasi perdagangan dunia atau yang lebih dikenal dengan WTO. Persetujuan Bidang Pertanian dalam WTO bertujuan untuk melakukan reformasi perdagangan dalam sektor pertanian dan membuat kebijakan-kebijakan yang lebih berorientasi pasar, adil dan lebih dapat diprediksi. Liberalisasi di bidang pertanian yang merupakan mandated agenda dan dilakukan melalui serangkaian perundingan multilateral serta tertuang dalam Persetujuan Bidang Pertanian menuntut Indonesia sebagai negara anggota WTO untuk mematuhinya. Idealnya diharapkan dengan adanya aturan tersebut berbagai hambatan di sektor pertanian seperti hambatan tarif dan non-tarif, serta penerapan berbagai bentuk subsidi yang menyebabkan distorsi perdagangan dapat dikurangi atau dihapus. Namun pada kenyataannya hal ini masih sulit dilakukan sebab masih banyaknya anggota WTO khususnya negara-negara maju yang masih memberlakukan kebijakan proteksi tersebut.
Berkaitan dengan hal tersebut kesepakatan yang tertuang dalam perundingan Doha Development Agenda - WTO di bidang pertanian awalnya diharapkan mampu menjembatani kesenjangan yang terjadi antara negara maju dan negara berkembang karena dalam agenda Doha termaktub komitmen negara maju untuk mengurangi berbagai subsidi dan menghapus restriksi impor yang diberlakukan terhadap produk-produk pertanian negara berkembang namun hal tersebut tetap tidak efektif dalam realisasi pelaksanaannya. Oleh sebab itu, perjuangan dalam perundingan sektor pertanian di WTO cenderung penuh dengan gejolak dan diwarnai dengan pengelompokkan-pengelompokkan, khususnya negara-negara berkembang.
Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan perspektif nasionalis/realis (merkantilis) dari Robert Gilpin. Adapun teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori kepentingan nasional dari Charles O. Lerche yang menyebutkan bahwa tindakan suatu negara yang diwujudkan dalam politik luar negerinya selalu bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu yang berasal dari penerapan kepentingan nasional di mana politik luar negeri tersebut dibuat. Lebih lanjut Norman J. Padelford menegaskan bahwa kepentingan nasional suatu negara harus menjadi vital terhadap national independence, way of life, territorial security, and economic welfare. Sementara itu, untuk menganalisa bagaimana perundingan berlangsung dan mekanisme diplomasi dalam perundingan WTO penulis menggunakan teori negosiasi dari Fred Charles Iklé dan Bernard M. Hoekman. Adapun penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitis. Sedangkan teknik pengumpulan data adalah data-data primer dan sekunder.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pembentukan Kelompok G-33 yang dikoordinasi Indonesia dimaksudkan guna memperkuat bargaining position dalam memperjuangkan konsep SP (Special Product) dan SSM (Special Safeguard Mechanism). Hal ini amat penting bagi negara berkembang khususnya Indonesia karena sektor pertanian terkait dengan ketahanan pangan (food security), jaminan penghidupan (livelihood security) dan pembangunan pedesaan (rural development). Namun dalam perundingan Putaran Doha khususnya sektor pertanian cenderung penuh gejolak sebab isu-isu yang dibahas tergolong cukup sensitif dimana negara maju dan negara berkembang masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda.
Untuk perundingan Putaran Doha lebih lanjut, Indonesia melalui G-33 beserta kelompok-kelompok negara berkembang lainnya harus semakin bersatu menghadapi dominasi negara-negara maju dalam perundingan WTO, sebab hal ini dapat mempengaruhi hasil-hasil perundingan Putaran Doha berikutnya. Selain itu, diharapkan agar delegasi Indonesia tidak kehilangan arah dalam memperjuangkan kepentingannya agar tidak menjadi negara korban agenda neoliberal negaranegara maju dalam WTO.

To promote a free and fair trade system within the framework of multilateral cooperation, the establishment of World Trade Organization (WTO) must be realized. The WTO Agreement on Agriculture Approval aims to reform trade in the agricultural sector and to create more market-oriented, equitable and predictable policies. The liberalization in agriculture which is a mandated agenda and carried through a series of multilateral negotiations as well as stipulated in the Agreement on Agriculture requires Indonesia as a WTO member to comply. Ideally, such a rule is expected by various types of barriers in the agricultural sector such as tariff and non-tariff barriers, as well as the application of various forms of trade distorting subsidies must be eliminated. But in reality, it is still difficult to apply because there were so many WTO members, particularly developed countries that still impose the policy of protection.
In connection with this agreement as stipulated in the Doha Development Agenda - WTO in the agricultural sector was originally expected to bridge the gap between the developed and developing countries because of the commitment embodied in the Doha agenda which emphasizes that the developed countries must reduce subsidies and remove import restrictions applicable to the agricultural products of developing countries but it is still not effective in the realization of its implementation. Therefore, the negotiations in the agricultural sector in the WTO is likely filled with so many problems and there are also the possibilities for coalition or group formation which are taken into account, especially the developing countries.
A framework used in this research is utilizing a nationalist/realist (mercantilist) perspective from Robert Gilpin. The theory used in this research is the theory of national interest from Charles O. Lerche who mentioned that "an objective flows from the application of national interest to the generalized situation in which policy is being made". Furthermore, Norman J. Padelford asserted that "the national interest of a country is what its governmental leaders and in large degree also what its people consider at any time to be vital to their national independence, way of life, territorial security, and economic welfare". Meanwhile, to analyze how the negotiations progress and the mechanism of diplomacy in the WTO negotiations, the author uses the theory of negotiation from Fred Charles Iklé and Bernard M. Hoekman.This research is based on qualitative research with analytical descriptive research. The data were collected from primary and secondary data.
The result obtained from this research is the formation of G-33 coordinated by Indonesia, which is intended to strengthen the bargaining position in defending the position for the concept of SP (Special Products) and SSM (Special Safeguard Mechanism). It is very important for developing countries especially Indonesia because the agricultural sector is related to food security, livelihood security and rural development. But in the Doha Round negotiations, particularly the agricultural sector tends to cause turbulent issues during the discussions which is quite sensitive because every country especially the developed and developing countries have different interests.
In the next negotiations of the Doha Round, Indonesia through G-33 and other developing nations must unite against the dominance of developed and major countries in WTO negotiations, because this can affect the results of the Doha Round negotiations next. In addition, the Indonesian delegation is expected to defend for their interests, not to become the victims of the neoliberal agenda in the WTO."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T28008
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Saru Arifin
"Unlike his predecessors, Indonesian President Joko 'JokowiJ Widodo was unusually inward looking in his foreign policy approach in his first term (2014-2019). Jokowi often skipped important international diplomacy events, preferring to focus his energy on handling domestic affairs. It resulted in some observers lamented that his choice had degraded lndonesiaJs diplomatic standing internationally. Since the beginning of his second term in 2019, Jokowi has started to be more active in his foreign policy approach. He began to participate in international diplomatic events more than before) and even he has been more active in contributing to international affairs, including in contributing to promote peace. This article argues that foreign policy under the Jokowi presidency is the manifestation of continuity and change."
Jakarta: UIII Press, 2023
297 MUS 2:2 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pinkan Isfandiarly
"ABSTRAK
Proses integrasi antara Uni Eropa dengan negara-negara anggotanya dapat dilihat melalui berbagai perspektif. Diantaranya adalah perspektif regional, identitas, keamanan, dan ekonomi. Negara-negara anggota Uni Eropa pernah mengeluarkan Perangko commemorative untuk memperingati momentum integrasi mereka ke Uni Eropa, dan peristiwa-peristiwa penting terkait Uni Eropa. Penelitian ini mencoba mendalami data-data terkait perangko dengan lambang dan karakter Uni Eropa, serta melihat motivasi dan tujuan 28 negara anggota organisasi supranasional tersebut. Pencetakan Perangko tampaknya bukan hanya dapat disebut sebagai suatu kegiatan filatelis, namun juga kegiatan dengan motif politis diikuti oleh alasan bahwa Perangko memiliki fungsi untuk membantu pencapaian kebutuhan politik suatu negara, terutama kebutuhan diplomasi, diseminasi informasi, sosialisasi, bahkan propaganda. Tesis ini akan melihat Perangko sebagai alat diplomasi publik negara-negara anggota Uni Eropa dan penegasan mereka sebagai anggota Uni Eropa.

ABSTRACT
The integration process between the EU and its member states can be seen through various perspectives. There are regional, identity, security, and economy perspective. European Union members states had issued a commemorative postage stamp to commemorate the momentum of their integration into EU, and important events related to the European Union. This study tried to explore related data with the symbols and characters of the European Union, and knowing the motives and purposes of EU members states. Stamps seems not only be referred to as a philately, but also activities with political motives followed by the reason that the stamp has a function to assist the achievement of a country 39 s political needs. Particularly the needs of diplomacy, information dissemination, socialization, even propaganda. This thesis will see stamps as a public diplomacy tool member countries of the European Union and their affirmation as a member of the EU."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Belakangan ini , sejak era reformasi, kita mulai sering mendengar istilah "diplomasi publik" sebagai salah satu strategi kebijakan luar negeri Indonesia...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Febriandi
"ABSTRAK

Arab Saudi bersama Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir secara tiba-tiba memutus hubungan diplomatik dengan Qatar. Tuduhan akan keaktifan Qatar dalam mendukung terorisme berujung pada keputusan ini. Kedekatan Qatar dengan Iran dan Turki juga menjadi salah satu faktor penyebab pemutusan diplomatik ini. Arab Saudi dan sekutu juga melakukan blokade darat, laut, dan udara lalu mengajukan 13 syarat kepada Qatar agar terbebas dari blokade. Qatar dengan tegas menolak untuk patuh terhadap tuntutan Arab Saudi. Umumnya negara kecil akan patuh terhadap negara besar terutama di kawasan. Akan tetapi Qatar sebagai negara kecil di wilayah Timur Tengah berani untuk menolak dan tunduk pada Arab Saudi. Tulisan ini membahas tentang faktor-faktor kegagalan diplomasi koersif yang dilakukan oleh Arab Saudi terhadap Qatar. Tujuan dari penulisan penelitian ini adalah menghadirkan suatu elaborasi kajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan diplomasi koersif Arab Saudi terhadap Qatar. Peningkatan kemampuan militer dan ekonomi Qatar tampaknya menjadi faktor kegagalan tersebut. Pola aliansi yang dibangun dengan Iran dan Turki juga menguatkan Qatar dalam menghadapi tuntutan Arab Saudi ini. Adapun untuk mendukung analisis penulis, tulisan ini menggunakan konsep coercive diplomacy dari Alexander L. George melalui pendekatan kualitatif. Dalam konsep tersebut terdapat lima faktor yang mempengaruhi kesuksesan diplomasi koersif, yaitu legitimasi tuntutan, tuntutan di masa depan, kredibilitas ancaman, kredibilitas tenggat waktu, dan motivasi pelaku. Konsep yang dikemukakan oleh George tersebut dinilai penulis sangat cocok untuk menjabarkan faktor-faktor kegagalan diplomasi koersif Arab Saudi terhadap Qatar. Penulis menemukan bahwa Arab Saudi gagal memenuhi kriteria kesuksesan diplomasi koersif berdasarkan konsep George tersebut, sehingga membuat blokade yang dilakukan Arab Saudi terhadap Qatar menjadi sia-sia.


ABSTRACT

 


Saudi Arabia along with Bahrain, the United Arab Emirates and Egypt cut off their diplomatic relations with Qatar. Allegations of the activeness of Qatar in supporting terrorism motivated in this decision to be taken. The close relation between Qatar with Iran and Turkey is one of the factors causing the diplomatic termination. Saudi Arabia and allies also made a blockade of land, sea and air and then submitted 13 conditions to Qatar to follow. Qatar firmly refused to comply with Saudi demands. Generally small countries will obey large countries, especially in the region. However, Qatar as a small country in the Middle East region dares to reject and comply to Saudi Arabia. This paper will discuss the factors of failure of coercive diplomacy carried out by Saudi Arabia and allies against Qatar. The purpose of writing this research is to present an elaboration of studies regarding the factors that influence the failure of Saudi Arabia's coercive diplomacy towards Qatar. Qatar`s military and economic capacity were the factors that made coercive diplomacy failed. The alliances with Iran and Turkey also strengthened Qatar in facing the demands of Saudi Arabia. This paper will examine the concept of coercive diplomacy by Alexander L. George with a qualitative approach. There are five factors that influence the success of coercive diplomacy: legitimacy of the demands, future demands, credibility of the threats, credibility of time pressures, and motivation of the coercer. The concept put forward by George is considered by the author to be very suitable to describe the factors of failure of Saudi Arabia`s coercive diplomacy towards Qatar. The author found that Saudi Arabia failed to meet the criteria of success of coercive diplomacy from George, so that the Saudi Arabia`s blockade made against Qatar was in vain.

 

"
2019
T54243
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kementrian Luar Negeri RI, 2014
327.2 IND d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
I Putu Satyena Uttabhita Pande
"Kebijakan Luar Negeri Republik India merupakan salah satu fenomena hubungan internasional yang signifikan untuk diteliti mengingat kemungkinan kontribusi kepada pemikiran non-barat. Semenjak kemerdekaannya pada tahun 1947, kebijakan luar negeri India telah konsisten mengalami perkembangan. Namun, masih belum ada pemetaan literatur dalam topik ini. Berdasarkan latar ini, penulis akan meninjau perkembangan literatur tentang kebijakan luar negeri Republik India. Tulisan ini akan meninjau 86 literatur yang telah ditelaah oleh penulis berdasarkan tema serta pengaruhnya kepada dunia akademis. Menggunakan metode taksonomi, kumpulan literatur akan dibagi menjadi tujuh kategori tematis. (1) Fondasi Kebijakan Luar Negeri India, (2) Dimensi Kawasan dalam Kebijakan Luar Negeri India, (3) Peran Aktif Kebijakan Luar Negeri India di Tingkat Global, (4), Tantangan Keamanan dalam Kebijakan Luar Negeri India, (5) Isu Ekonomi dalam Kebijakan Luar Negeri India, (6) Soft Power dalam Kebijakan Luar Negeri India, (7) Bahasan Minor dalam Kebijakan Luar Negeri India. Beberapa bagian kategori tersebut kemudian akan dibagi lagi kedalam sub-kategori untuk memberikan gambaran yang lebih detil akan kumpulan literatur. Penjabaran tulisan akan dimulai dari memberikan latar belakang akan pemilihan subjek studi literatur, lalu tinjauan pustaka akan literatur yang telah ditemukan, kemudian diteruskan dengan membahas konsensus, perdebatan, serta celah-celah dari penelitian terdahulu. Dari hasil tinjauan pustaka, ditemukan bahwa paradigma realis dapat ditemukan secara dominan. Selain itu, India memiliki fondasi kebijakan luar negeri yang kaya dan kuat, terlihat dari banyaknya ide-ide dan cara pandang yang belum masuk pada arus utama- karenanya membuka kemungkinan untuk mengembangkannya ke paradigma yang lengkap. Berdasarkan penemuan penulis, perlu adanya penelitian lebih lanjut akan peran politik serta dinamika domestik dalam kebijakan luar negeri India. Selain itu, studi akan pemikiran non-barat yang berasal dari India juga perlu untuk ditingkatkan sebagai bagian dari pengayaan ilmu hubungan internasional

The foreign policy of the Republic of India is one of the significant phenomena of international relations to be studied in light of its possible contribution to non-Western thought. Since its independence in 1947, India’s foreign policy has consistently experienced development. So far, no academic literature has classified Indian foreign policy. Thus, the author will review the literature concerning the foreign policy of the Republic of India. This paper will review 86 literatures which have been surveyed by the author based on theme and its impact to the academic world. Utilizing taxonomy method, the collection of literature will be divided into seven thematic categories. (1) Foundations of Indian Foreign Policy, (2) Regional Dimensions in Indian Foreign Policy, (3) Active Role of Indian Foreign Policy at Global Level, (4) Security Challenges in Indian Foreign Policy, (5) Economic Issues in Indian Foreign Policy, (6) Soft Power in Indian Foreign Policy, (7) Minor Discussions in Indian Foreign Policy. Several parts of the categories will then be further divided into subcategories to provide a more detailed look at the collection of literature. The exposition of the paper will start by providing the background of the selection of the literature subject, then a review of the literature that has been found, followed by discussing the consensus, debate, and gaps from previous studies. From the literature review, a realist paradigm was found to be dominant. Also, India has a rich and strong foundation of foreign policy, evidenced by many ideas and viewpoints that have yet to enter the mainstream- hence opening up the possibility of developing it to a full-fledged paradigm. Based on the findings of the author, further research is needed on the political role and domestic dynamics within Indian foreign policy. Furthermore, studies of Indian non-Western thought need to be increased as part of the enrichment of international relations scholarship. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"As foreign service officers (FSOs), we probably have been quite familiar with the term economic diplomacy throughout our daily activities, be it when serving at home in Pejambon or while serving abroad at the Indonesian missions scattered worldwide."
320 JLN 31:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>