Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104557 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Didik Diarjo
"Konektifitas infrastruktur Jakarta dengan kota Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi sebagai kota penyangga dapat meningkatkan hubungan keterkaitan antar sektor ekonomi, hal tersebut melatar belakangi KP3EI merumuskan Jabodetabek Metropolitan Priority Area MPA sebagai sarana Program Percepatan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi melalui pembangunan infrastruktur. Berkaitan dengan peran dan fungsinya sebagai ibukota negara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 dan posisi strategis dalam penyumbang PDRB Jabodetabek dan PDB Indonesia terbesar, Provinsi DKI Jakarta dituntut terus berbenah diri melalui pembangunan untuk dapat mengatasi berbagai permasalahan yang kompleks. Struktur perekonomian di DKI Jakarta pada tahun 2011, keterkaitan ke belakang total terbesar terjadi pada sektor 10 industri pupuk, kimia dan barang dari karet sebesar 3,586958; Keterkaitan ke depan total terbesar terjadi pada sektor 10 industri pupuk, kimia dan barang dari karet sebesar 6,5545510; menempatkan sektor 6 makanan, minuman dan tembakau, sektor 9 kertas dan barang cetakan, sektor 10 pupuk, kimia dan barang dari karet, sektor 13 alat angkut, mesin dan peralatannya, sektor 15 listrik menjadi sektor kunci dianalisa menggunakan tabel input output DKI Jakarta 2006 yang sudah di perbaharui menjadi 2011 menggunakan metodologi RAS. Pada tahun tersebut, pengganda output total terbesar adalah sektor 10 industri pupuk, kimia dan barang dari karet sebesar 3,586958048; Pengganda pendapatan total terbesar adalah sektor 10 industri pupuk, kimia dan barang dari karet sebesar 0,9150094; Pengganda lapangan kerja terbesar adalah sektor 26 angkutan udara sebesar 0,0877197; Analisa investasi pembangunan infrastruktur melalui koridor MPA memiliki dampak yang signifikan di Provinsi DKI Jakarta kurun waktu 2012-2020, pada 15 proyek dengan nilai Rp. 110,357 trilyun di shock investasi pada sektor konstruksi, angkutan rel dan jasa penunjang angkutan sehingga terjadi kenaikan output total sebesar Rp. 217,681 trilyun, kenaikan pendapatan total sebesar Rp. 39,743 trilyun, kenaikan lapangan kerja total sebanyak 439.276 orang dalam perekonomian.

Infrastructure connectivity with the city of Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi city as a buffer to improve the relationship between economic sectors, it is the background for formulating KP3EI Greater Jakarta Metropolitan Priority Area MPA as a means of Acceleration Program through the Economic Development Acceleration and Expansion trough infrastructure development. Relating to the role and function as a state capital in accordance with Law No. 29 Year 2007 and a strategic position in Jabodetabek GDP and GDP contributor biggest Indonesian, Jakarta demanded continues to improve itself through the development to be able to cope with complex problems. Structure of the economy in Jakarta in 2011, the largest total backward linkages occur in sector 10 industrial fertilizer, chemical and rubber goods amounted to 3.586958 linkage to the biggest total in 10 sectors industrial fertilizer, chemical and rubber is 6.5545510 put the 6 sectors food, beverages and tobacco, sector 9 paper and printing, sector 10 fertilizer, chemical and rubber products, sector 13 transportation equipment, machinery and tools, sector 15 electrical into sector analyzed using a key input output tables of Jakarta in 2006 which has been updated to 2011 using the RAS methodology. In this year, largest total output multiplier is sectors 10 industrial fertilizer, chemical and rubber goods of 3.586958048 largest total income multiplier is sector 10 industrial fertilizer, chemical and rubber goods of 0.9150094 largest employment multiplier is 26 sectors air transport of 0.0877197. Analysis of infrastructure investments through the corridors MPA had a significant impact in Jakarta period 2012 2020, at 15 projects with a value of Rp. 110,357 trillion shocking investment in sector construction, rail freight, and transport support service resulting in an increase in total output of Rp. 217,681 trillion, an increase in total revenue of Rp. 39,743 trillion, an increase 439.276 in total employment in the economy as much as people."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T47040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ario Indrasworo Cahyono Aji
"ABSTRAK
Infrastruktur menjadi salah satu pilar dari 12 pilar dalam penentuan indeks daya saing global GCI , dan Indonesia menempati urutan ke 81 dari 140 negara World Economic Forum, 2015-2016 . Kebijakan alokasi anggaran untuk sektor-sektor dalam bidang infrastruktur ekonomi dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN yang masih jauh lebih kecil dari kebutuhannya sesuai dengan dokumen Rencana Strategis Kementerian/Lembaga Renstra K/L yang terkait dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN tahun 2015-2019, menandakan bahwa Pemerintah Pusat masih kesulitan dalam mendanai pembangunan insfrastruktur ekonomi. Selain itu, kebijakan alokasinya yang berbeda-beda untuk setiap sektor dalam bidang infrastruktur ekonomi juga mengindikasikan kemungkinan dampak yang berbeda-beda terhadap perekonomian. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis permasalahan-permasalahan terkait dengan kebijakan alokasi anggaran untuk infrastruktur ekonomi, khususnya yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian/Lembaga, menganalisis peranan sektor-sektor dalam bidang infrastruktur, dan memperkirakan dampaknya pada tahun 2015-2019, baik terhadap output, nilai tambah, pendapatan masyarakat maupun penyerapan tenaga kerja.Dengan menggunakan analisa Tabel Input-Output IO nasional tahun 2014 yang merupakan hasil updating dengan metode RAS dari Tabel IO nasional tahun 2010, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sektor-sektor dalam bidang infrastruktur ekonomi secara total berkontribusi sebesar 27,5 persen terhadap pembentukan output terbesar sektor konstruksi gedung , 21,1 persen terhadap nilai tambah bruto PDB terbesar sektor konstruksi gedung , 21,8 persen terhadap pendapatan terbesar sektor jalan, jembatan, dan pelabuhan , dan 11,1 persen terhadap tenaga kerja terbesar sektor angkutan jalan raya dalam perekonomian nasional pada 2014. Sektor ketenagalistrikan, sektor jalan, jembatan dan pelabuhan dan sektor angkutan jalan raya merupakan sektor kunci dalam bidang infrastruktur dalam perekonomian nasional. Berdasarkan besaran nilai penggandanya, kebijakan alokasi anggaran untuk infrastruktur akan optimal dampaknya terhadap output apabila alokasi anggaran dalam bidang infrastruktur diprioritaskan pada sektor ketenagalistrikan, untuk nilai tambah akan optimal bila diprioritaskan pada sektor industri pengilangan gas bumi, dan untuk pendapatan dan tenaga kerja akan optimal bila diprioritaskan untuk angkutan kereta api. Dikarenakan kebijakan alokasi anggaran untuk sektor-sektor dalam bidang infrastruktur yang tidak sesuai dengan prioritas tersebut, maka dampaknya terhadap perekonomian nasional juga tidak optimal.

ABSTRACT
Infrastructure, as we know, has been recognized as one of the twelve indicators used to define the Global Competitiveness Index GCI of a country. Infrastructure was also one of the ten aspect used to measure the easiness of running business in most countries. In 2015, the slight difficulties of getting electricity supply and services put Indonesia at 46 out of 189 countries World Bank, 2015 . In depth study of the country rsquo s Budgetary Income and Disbursement APBN stated in the 2015 2019 National Intermediate Development Plan RPJMN showed that the sectoral budget allocated for economic infrastructure within the related Ministry or Institution so far are still way down under the expected need stated in their recorded Strategic Planning document. This together with the inconsistency in the year to year budget allocation for each sectors directly showed the difficulties faced by the Government in allocating consistent necessary budget to support the Infrastructure Economic Development programs. This study focused on analyzing the problem related to the budget allocation disbursement for economic infrastructures, in particular the one financed by the Central Government through related Ministry Institution. It analyzes the role of each sector within the infrastructure and forecasting the impact on the output, the value added, the public income and the absorption of work forces for the year 2015 ndash 2019.Analyzing the 2014 National Input Output Table NIOT , updated from 2010 NIOT by RAS method, it was found that in 2014 the total contribution of Economic Infrastructure Sectors on the total country output is 27.5 percent in which the largest was due to building construction sector. The contribution toward Gross Domestic Product GDP is 21.1 percent, and again the largest contributor is building construction, 21.8 percent toward total income where the largest contributor is highway, bridges, and port sector, and 11.1 percent toward work forces absorption the largest is highway transportation . Availability and easiness of electrical power, bridges, port, and highway transportation became the key sector in the national infrastructure economic count down. Based on its multiplier effect value, the impact of budget allocation for infrastructure will become optimal toward total country output if the budget allocation for infrastructure sectors is prioritized on electrical power sector. The added value will be optimal if it is focused on Natural Gas Refinery industry. Income and work forces absorption will be optimal if railway transportation is prioritized. So far because the actual disbursement of the country rsquo s budget was not following the above conclusion, the impact to the total national economic development is not optimal. "
2018
T50756
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mansur
"Dalam beberapa dekade terakhir, dampak perubahan iklim terus meningkat secara signifikan dan menimbulkan kerusakan pada sektor infrastruktur transportasi. Hal ini disebabkan oleh peristiwa bahaya iklim seperti banjir, cuaca ekstrem, dan kenaikan permukaan laut. Salah satu daerah yang paling terdampak adalah wilayah pesisir dan perkotaan seperti Jakarta di mana bahaya iklim telah mengancam keberlanjutan pembangunan akibat rusaknya infrastruktur jalan/jembatan. Oleh karena itu, institusi tata kelola adaptif merupakan strategi yang tepat untuk meningkatkan kapasitas lokal sekaligus beradaptasi dengan perubahan iklim di sektor infrastruktur transportasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivism untuk menganalisis bagaimana institusi tata kelola adaptif dapat mendukung adaptasi jalan dan jembatan di Jakarta. Teknik pengumpulan data menggunakan metode kualitatif melalui wawancara mendalam dengan sepuluh informan dan tinjauan pustaka seperti peraturan, laporan kinerja pemerintah, dan dokumen kebijakan adaptasi perubahan iklim. Hasil penelitian ini adalah bahwa institusi tata kelola adaptif telah mendukung upaya adaptasi perubahan iklim di sektor infrastruktur transportasi di Jakarta. Meskipun terdapat berbagai kebijakan yang telah diterapkan untuk mencapai ketahanan, adaptasi infrastruktur transportasi masih belum terintegrasi. Pasalnya, beberapa indikator yang dikembangkan institusi tersebut belum terpenuhi, di antaranya keterlibatan aktor yang lebih luas dalam pembuatan kebijakan, tidak adanya regulasi pendanaan, insentif, dan pembelajaran institusi. Padahal itu penting untuk menghasilkan kebijakan dan regulasi adaptasi perubahan iklim melalui keterlibatan aktor yang lebih luas dan pembelajaran institusi yang baik.  Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu memperkuat kerja sama yang telah terbentuk dan mengintensifkan upaya adaptasi yang konkret dan spesifik, khususnya pada infrastruktur jalan dan jembatan.

In recent decades, the impact of climate change has continued to increase significantly and inflict damage on the transportation infrastructure sector. This is caused by climate hazard events such as floods, extreme weather, and sea-level rise. One of the most affected areas is coastal and urban areas such as Jakarta where climate hazards have threatened the sustainability of development due to the destruction of road/bridge infrastructure. Therefore, the institution of adaptive governance is the right strategy for increasing local capacity as well as effort to adapt to climate change in the transportation infrastructure sector. This study used a post-positivism approach to analyze how the institution of adaptive governance could support the adaptation of roads and bridges in Jakarta. This research used qualitative methods through in-depth interviews with ten informants and literature reviews such as regulations, government performance reports, and climate change adaptation policy documents. The results study is that institution of adaptive governance has supported climate change adaptation efforts in the transportation infrastructure sector in Jakarta. There are various policies have been implemented to achieve resilience, but the adaptation of transportation infrastructure is still not integrated. It is because several indicators that developed the institution have not been fulfilled, such as the involvement of the multilevel actors in policymaking, the absence of funding regulations, incentives, and institutional learning. Whereas those are important to generate policies and regulations on climate change adaptation through the broader involvement of actors and good institutional learning. Therefore, the Jakarta Capital City Government needs to strengthen the cooperation that has been formed and intensify concrete and specific adaptation efforts, especially on road and bridge infrastructure."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Beberapa tahun terakhir ini pemaknian jaringan lokal LAN di Indonesia telah meningkat dengan sangat pesat. Janngan im umumnya digunakan untuk menghubungkan sistem komputer PC dalam jangkauan yang nelatif pendek, yaitu suatu gedung perkantoran Seiring dengan kemajuan distributed applicatiotr make jaringan lokal LAN yang ada pedu untuk saling diinterkoneksikan meWui jaringan telekomunikasi publik guna membentuk jaringan yang lebih besar. Jaringan telekomunikasi publik yang dapat digunakan adalah leased charmel. Tetapi karma tma yang dibangkitkan oleh aplikasi LAN adalahh bergifat sporadis (bursty) dan leased channel yang tersedia mempunyai bit rate yang rendah maka perlu dikembangkan jasingan publik lain yang sesuai untuk mterkoneksi LAN tmebut. Didorong oleh kebutnhan tersebut maka PT TELKOM mengimplementasikan jaringan publik yang sesuai yaitu MAN (Metropolitan Area Network) yang menawarkan layanan switched connectionless dengan bandwidth yang besar."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S38736
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Salahuddin
"Kolaborasi model ekonomi dengan ilmu-ilmu dasar seperti matematika dan fisika telah berlangsung lama. Terhadap model analisis input-output, konsep matematika telah memainkan peranan penting dalam perkembangan model-model dekomposisi struktural. Sedangkan konsep fisika mengambil bagian penting sebagai dasar dalam pengembangan metoda estimasi tabel input-output, mengingat berbagai kendala dalam penyusunannya, seperti masalah keterbatasan data-data transaksi industrial dan mahalnya biaya survei untuk memperoleh data-data tersebut. Salah satu konsep fisika yang berguna dalam kepentingan di atas adalah entropy system.
Konsep ini dikembangkan dari Hukum Kedua Termodinamika yang dalam bentuk lain selalu dinyatakan sebagai entropi. Tesis ini akan memberikan rasionalisasi penerapan entropy system dart Hukum Kedua Termodinamika untuk pemecahan sel atau elemen dalam tabel input-output. Ide dasarnya adalah penghampiran konsep keseimbangan energi dengan konsep keseimbangan umum (genera! equilibrium) yang dalam konteks model input-output dapat diwakili oleh koefisien teknologi. Tabel input-output yang diperoleh dari perhitungan dengan pendekatan entropy system selanjutnya akan digunakan untuk melakukan anaiisis pengaruh sektor tertentu, yaitu infrastruktur terhadap perekonomian Indonesia.
Dalam mendisagregasi sel infrastruktur, digunakan matriks korelasi yang terdiri dari kendala (constrain) data yang diketahui dan tidak diketahui. Dari dua kendala yang diketahui akan diperoleh (m-2) data baru jika yang dipecahkan adalah m sel. Sedangkan informasi yang tidak diketahui dapat dikonstruksi melalui maksimalisasi entropi berdasarkan distribusi normal. Selanjutnya hubungan antara sel sebelum dan sesudah dipecah dinyatakan secara eksponensial dalam probabilitasnya, dimana pangkat eksponensialnya mengandung suku entropi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20380
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nidar Nadrotan Naim Sujana
"ABSTRAK
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk pemerintah dalam rangka
meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien dikenal dengan
sebutan e-Government. Implementasi e-government sendiri memerlukan
infrastruktur jaringan intranet dan internet berupa Metropolitan Area Network (
MAN) sebagai urat nadi atau jalan yang disediakan untuk pertukan data antar
Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD) dan menjalankan berbagai aplikasi sistem
informasi lainnya yang meliputi 25 Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD)
SKPDdan 39 Kecamatan di Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya.
Setelah menganalisa kondisi eksisting dan permasalahan yang ada menggunakan
(Strength, Weakness, Opportunity, Threats) SWOT dan Matrik Internal Eksternal
maka langkah strategis yang dapat dilaksanakan untuk mengoptimalkan
kapabilitas internal dan memanfaatkan daya tarik industri telekomunikasi dalam
perencanaan Pembangunan Infrastruktur Metropolitan Area Network (MAN) pada
Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya ada 4 strategi utama antara lain lain
Menggunakan sistem cluster dan Teknologi Fibre optic ,Membangun data centre
serta Network Operation Centre (NOC) sebagai prioritas utama.Menggunakan
Teknologi VPN untuk akses ke 39 Kecamatan serta menunjuk salah satu SKPD
untuk menjadi leading sektor pembangunan Metropolitan Area Network (MAN)
pada Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya.
Pembangunan Metropolitan Area Network ( MAN) di lingkungan Pusat
Pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya termasuk Data Center dan akses ke 25
SKPD menggunakan Fiber optic dibutuhkan biaya sebesar Rp1.598.916.000
sedangkan untuk biaya akses internet 8MB dedicated dan sewa VPN akses
mencapai Rp. 861.168.000 pertahun, Implementasi Metropolitan Area Network (
MAN) pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya diharapkan dapat selesai
pada tahun 2014

Abstract
Using information communications and technology (ICT) at the government for
improving the quality of public services known as the e-Government.
Implementation of e-government network infrastructure i requires intranet and
internet network in the form of Metropolitan Area Network (MAN) as a way to
serve data exchanged between government working units its also to run the
various many applications which covered 25 working units and small district
offices at Government of Tasikmalaya.
After analyzing the existing condition using (Strength, Weakness, Opportunity,
Threats) SWOT Internal and External Metrics we have strategic step that can be
implemented to optimize internal capabilities of telecommunications industry in
the planning of Infrastructure Metropolitan Area Network (MAN) at the
Government Tasikmalaya district with four main strategies as follows; Using the
cluster system and fibreoptic technology, Building the Network Operation centre
and datacentre as first priority. Using Virtual Private Network (VPN) Techonolgy
for the accsess to 39 small district offices and the las giving the responsibilty to
one office work to lead the development of Metropolitan Area Network (MAN) at
Tasikmalaya Government
The capital expenditure for building Metropolitan Area Network ( MAN) at
Tasikmalaya Government includes the Data Center and acces to 25 SKPD by
Fiber optic need Rp 1.598.916.000 and for the internet access with 8 MB plus
VPN cost need Rp. 861.168.000 peryears. The implementation of Metropolitan
Area Network ( MAN) at Tasikmalaya Government shpuld be done at 2014."
2012
T30772
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
S38553
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Usha Adelina Batari Riyanto
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis segregasi tempat tinggal berdasarkan pendapatan beserta korelasinya dengan kesenjangan pendapatan di kota/kabupaten di empat metropolitan area Pulau Jawa pada periode 2005-2011. Menggunakan Centile Gap Index untuk mengukur tingkat segregasi tempat tinggal berdasarkan pendapatan, ditemukan bahwa CGI memiliki nilai yang berkisar dari 0,06 hingga 0.45. Hal ini mengindikasikan adanya income mixing di tempat tinggal di Pulau Jawa. Selain itu, dengan menggunakan estimasi Random Effects, ditemukan bahwa kesenjangan pendapatan dan segregasi tempat tinggal berdasarkan pendapatan memiliki korelasi yang kuat dan signifikan, dimana peningkatan Koefisien Gini sebesar satu unit menyebabkan peningkatan CGI sebesar 0.205 poin. Faktor-faktor lain yang juga ditemukan berpengaruh dengan tingkat segregasi perumahan ekonomi termasuk tingkat tenaga kerja, tingkat populasi, proporsi orang dewasa dengan gelar sarjana, dan proporsi dari penduduk usia tua di suatu kabupaten atau kota

ABSTRACT
This study contributes to identifying and analyzing economic residential segregation regencies or cities belonging to Java?s metropolitan areas from 2005 to 2011, and how income inequality and other factors may have affected the patterns of it. Using the Centile Gap Index as a measure of economic residential segregation, it was revealed that the neighborhoods were sorted by income to some extent. However, it was revealed that the CGI ranges from 0.06 to 0.45, which suggests the tendency towards neighborhood income mixing. On the other hand, using a Random Effects estimation, the evidence reveals strong and robust relationship between income inequality and economic residential segregation where an increase in Gini Coefficient by one unit would result in an increase of CGI by 0.205 points. Other factors were also found to be influencing with the level of economic residential segregation, including the level of employment, level of population, fraction of adults with graduate degrees, and fraction of old-age population in the regency or city
"
2016
S64909
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eliza Bhakti Amelia
"Penggunaan air berkaitan erat dengan tahapan pertumbuhan ekonomi. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan air untuk sektor agraria, industri dan komersial, penggunaan air akan meningkat di beberapa wilayah. Oleh karenanya, infrastruktur penyediaan air sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan penelitian Barbier (2004) serta penelitian Gatto dan Lanzafame (2005) yang menyatakan bahwa water capital merupakan salah satu determinan dari pertumbuhan ekonomi selain kapital dan labor. Penelitian ini mengambil objek studi di 40 negara di Asia dan Afrika dalam rentang waktu selama 10 tahun mulai dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2011. Dari hasil estimasi diketahui bahwa penggunaan air menunjukkan hubungan positif, hal ini sesuai dengan penelitian Barbier (2004) dan Duarte (2012.

Water withdrawal is closely related with economic growth stages. As the need of water for agrarian, industry and commercial sectors rise, the water withdrawal will also raise in certain area. In order with that situation, the infrastructure of water supply system will play an important role in economic growth. In research conducted by Barbier (2004) and Gatto and Lanzafame (2005) found that water capital is one of important determinant on economic growth beside capital and labor. In this research, we take 40 countries in Asia and Africa for 10 years time span beginning from 2000 until 2011 as a research objects. Estimation results that water withdrawal show positive relationship with economic growth, in line with former researches conducted by Barbier (2004).
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T43754
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Wayan Asmiyati
"[ABSTRAK
Adanya kebijakan pembangunan jalan kereta api di pulau Sulawesi untuk
mendukung pembangunan sarana publik dan pembangunan infrastruktur di
Sulawesi Selatan. Pembangunan jalan kereta api Trans Sulawesi (Makassar)
Parepare) berjarak ±136,3 KM dan melewati 5 (lima) kota/Kabupaten yaitu Kota
Makassar, Kab. Maros, Kab. Pangkep, Kab. Parepare, dan Kab. Barru. Nilai
investasi yang digunakan dalam pembangunan ini yang berdampak pada provinsi
Sulawesi selatan sebesar ± Rp. 908,16 Milliar. Metode penelitian yang digunakan
adalah dengan analisa input-output dengan data awal adalah tabel input output
provinsi Sulawesi selatan tahun 2009 kemudian di update dengan metode RAS
dan simple LQ. Dari penelitian ini setelah adanya pembangunan jalan KA Trans
Sulawesi (Makassar Parepare) sektor kunci dalam perekonomian yang sebelum
pembangunan jalan KA adalah sektor kuncinya antara lain sektor makanan,
minuman dan tembakau; barang kayu dan hasil hutan lainnya; bangunan;
angkutan jalan raya; angkutan udara; dan lembaga keuangan tanpa bank.
kemudian setal pembangun sector kuncinya menjadi sektor makanan, minuman
dan tembakau; barang kayu dan hasil hutan lainnya; pupuk, kimia, & barang dari
laut; banguunan; dan angkutan rel. Dengan adanya pembangunan jalan KA
tersebut memunculkan sektor baru dalam perekonomian Sulawesi selatan yaitu
sektor angkutan rel. Dampak ekonomi terhadap penciptaan output dari tahun 2012
? 2019 sebesar Rp. 2,14 Triliun. Dampak ekonomi terhadap peningkatan
pendapatan masyarakat dari tahun 2012-2019 sebesar Rp.302,93 Triliun.
Dampak ekonomi terhadap penciptaan NTB dari tahun 2012-2019 sebesar
Rp.640,65 Triliun dan dampak ekonomi terhadap penciptaan lapangan kerja dari
tahun 2012 ? 2019 sebesar 24.044 jiwa.

ABSTRACT
The policy of railroad construction on the island of Sulawesi to support the
construction of public facilities and infrastructure development in South Sulawesi.
Railroad construction Trans Sulawesi (Makassar - Pare Pare) is ± 136.3 KM and
pass through five (5) cities / districts, the city of Makassar, Kab. Maros, Kab.
Pangekp, Kab. Pare Pare, and Kab. Barru. The value of investments used in the
construction of this impacting on the southern Sulawesi province of ± Rp. 908.16
billion. The method used is the analysis of input-output tables with the initial data
is input output southern Sulawesi province in 2009 and then updated with a
method of RAS and LQ. From this study, after the construction of railway Trans
Sulawesi (Makassar - Pare Pare) in the key sectors of the economy prior to the
construction of railway lines is the key sectors include the food, beverage and
tobacco; goods timber and other forest products; building; road transport; air
transport; and financial institutions without banks. Set an builder then the key
sector into the food, beverage and tobacco; goods timber and other forest
products; fertilizers, chemicals, and goods from the sea; banguunan; and rail
transport. With the construction of the railway lines led to a new sector in the
economy of southern Sulawesi, namely the rail freight sector. The economic
impact of the creation of the output of the year 2012 - 2019 amounting to Rp. 2.14
Trillion. The economic impact of the increase in public revenue from the year
2012 - 2019 for Rp.302,93 T ,. Economic impact on the creation of value added
from the year 2012-2019 amounted to Rp.640,65 trillion and the economic impact
on job creation of the years 2012-2019 amounted to 24 044 inhabitants., The policy of railroad construction on the island of Sulawesi to support the
construction of public facilities and infrastructure development in South Sulawesi.
Railroad construction Trans Sulawesi (Makassar - Pare Pare) is ± 136.3 KM and
pass through five (5) cities / districts, the city of Makassar, Kab. Maros, Kab.
Pangekp, Kab. Pare Pare, and Kab. Barru. The value of investments used in the
construction of this impacting on the southern Sulawesi province of ± Rp. 908.16
billion. The method used is the analysis of input-output tables with the initial data
is input output southern Sulawesi province in 2009 and then updated with a
method of RAS and LQ. From this study, after the construction of railway Trans
Sulawesi (Makassar - Pare Pare) in the key sectors of the economy prior to the
construction of railway lines is the key sectors include the food, beverage and
tobacco; goods timber and other forest products; building; road transport; air
transport; and financial institutions without banks. Set an builder then the key
sector into the food, beverage and tobacco; goods timber and other forest
products; fertilizers, chemicals, and goods from the sea; banguunan; and rail
transport. With the construction of the railway lines led to a new sector in the
economy of southern Sulawesi, namely the rail freight sector. The economic
impact of the creation of the output of the year 2012 - 2019 amounting to Rp. 2.14
Trillion. The economic impact of the increase in public revenue from the year
2012 - 2019 for Rp.302,93 T ,. Economic impact on the creation of value added
from the year 2012-2019 amounted to Rp.640,65 trillion and the economic impact
on job creation of the years 2012-2019 amounted to 24 044 inhabitants.]"
2015
T43565
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>