Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 97887 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mariana Lewier
"ABSTRAK
Penelitian ini mengungkapkan kesintasan tradisi lisan tyarka di Kepulauan Babar Maluku Barat Daya yang dilihat dari aspek kebahasaan dan pertunjukan, pemertahanan dan pewarisannya. Kesintasan dari aspek kebahasaan diperlihatkan melalui kreativitas produksi ekspresi puitik, sedangkan aspek pertunjukan dikaji berdasarkan situasi pertunjukan dan partisipasi penonton. Pemertahanan dan pewarisan tyarka sebagai warisan seni diungkap dalam kaitan dengan memori kolektif masyarakat Babar. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode etnografi. Data penelitian difokuskan pada pertunjukan tyarka dari Babar Timur dan Pulau Masela dengan tetap memperhatikan data tyarka dari pulau lainnya di Kepulauan Babar. Temuan yang diperoleh dari analisis kelisanan dan ekspresi puitika menunjukkan struktur dan komposisi tyarka yang memiliki pola perulangan baku dalam pluralitas bahasa tua di Kepulauan Babar. Struktur tyarka menggambarkan falsafah ldquo;pohon dan ujung rdquo; yang merupakan metofora kesintasannya, sedangkan komposisi tyarka mengikuti melodi dasar yang diatonis karena pengaruh musik Barat. Sebagai sebuah pertunjukan ritual yang diyakini kesakralannya, tradisi lisan tyarka mengalami perkembangan yang cukup signifikan setelah terbentuknya Kabupaten Maluku Barat Daya. Upaya untuk mempertahankan dan mewariskan tyarka menunjukkan sikap kepedulian yang didasari penghargaan dan penghormatan terhadap tradisi leluhur dalam kesinambungan antargenerasi. Hal ini menjadi suatu kekuatan kultural masyarakat Babar sebagai masyarakat kepulauan yang tetap menjaga kesatuan dan keterikatan secara adat.
ABSTRACT
This research had been carried out to expose the survivorship of oral tradition tyarka in Babar Archipelago, South West Mollucas based on its language aspect and performance, defense, and inheritance. The language aspect showed its surviving through creativity production in its poetic expression, while its performance had been studied based on its show rsquo s situation and the audience participation. The defense and inheritance of tyarka as an art heritage had been revealed related to the collective memory of Babar community. This research is a qualitative research using an etnography method. The data were focused on the tyarka performance in Eastern Babar and Masela Island without neglecting the others in Babar Archipelago. By analizing the oral and poetic expression, it was found that the structure and composition of tyarka have repeating patterns in the old language plurality in Babar Archipelago. The structure of tyarka describes ldquo tree and edge rdquo philosophy which is its survival methaphore. Its composition followed the basic diatonic melody influenced by Western music. As a ritual performance which is sacred, the oral tradition tyarka have been developing significant after the forming of the South West Mollucas Regency. The endeavour to defend and inherit tyarka showed the concern and appreciation of the community toward their ancesor and its regeneration. This effort becomes a cultural power of Babar community as an archipelago community to keep their unity and involvement. "
2016
D1724
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Senduk, Arter Jodi
"Masyarakat penutur Tontemboan mempunyai warisan budaya tak benda atau sebuah warisan tradisi lisan yaitu nyanyian Makalelon. Nyanyian Makalelon ini merupakan nyanyian tradisional bagi orang Tontemboan Minahasa yang dibawakan dalam bahasa Tontemboan pada umumnya dan Melayu Manado, dan bahasa Indonesia. Nyanyian ini mengandung falsafah budaya kolektif terkait dengan jati diri “Keminaesaan,” (Kesatuan Orang Minahasa), nilai-nilai budaya orang Tontemboan terkait dengan religi (Malesung dan Kristen), doa-doa yang terkandung dalam liriknya mengekspresikan kepercayaan lokal Malesung di satu sisi dan di sisi lainnya mengekspresikan iman Kristen dan di sisi lain keberadaan nyanyian ini dijadikan pula sebagai media penghiburan pada saat suka dan duka. Di samping itu, tujuan penelitian ini adalah untuk menggali pesan kelisanan (orality messages) nilai-nilai budaya di dalam teks nyanyian ini, juga mengkaji pola dan struktur (formulaic) apa yang terkandung di dalam teks nyanyian ini (baik secara intrisnsik dan ekstrinsik) serta pemaknaan jenis musik yang dibawakan dengan alat musik gitar dan atau ukulele (intramusikal dan ekstramusikal) bagi para pegiat seni itu sendiri di dalam teks pertunjukan seni di desa Tondei dan Boyong-Atas Kabupaten Minahasa Selatan. Selanjutnya, di dalam pertunjukan seni nyanyian Makalelon, penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu model pewarisan, kebertahanan serta usaha-usaha apa yang dilakukan oleh para penyintas seni dan budaya serta dampaknya bagi masyarakat Tontemboan, para penganut Malesung dan Kristen yang berinteraksi dan berkontenstasi ideolgi di dalam menjalankan falsafah hidup yang menyangkut nilai-nilai budaya Tou Minahasa bagi generasi selanjutnya. Penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan pendekatan tradisi lisan (Finnegan), Lord dan Perry tentang struktur Formulaic dan konsep Pertunjukan Budaya (oleh pemikiran Schechner) untuk menjelaskan teks nyanyian Makalelon dan kesintasannya.

The Tontemboan speaking community has an intangible cultural heritage or an oral tradition heritage, namely the Makalelon song. Makalelon is a traditional song for the Tontemboan Minahasa people performed in the Tontemboan language in general and Manado Malay, and Indonesian. This song contains philosophy of collective culture related to the identity of “Keminaesaan,” (Unity of the Minahasa People), cultural values of the Tontemboan people related to religion (Malesung and Christianity), the prayers contained in the lyrics express of the local belief of Malesung on the one hand and on the other hand express the Christian faith and on the other hand the existence of this song is also used as a medium of comfort in times of joy and sorrow. In addition, the purpose of this study is to explore the orality messages of cultural values in the text of this song, as well as to examine what patterns and structures (formulaic) are contained in the text of this song (both intrinsically and extrinsically) as well as the meaning of the type of musik performed in with guitar and or ukulele instruments (intramusikal and extramusikal) for the art activists themselves in the text of the art performance.in the two villages, Tondei and Boyong-Atas in South Minahasa’s Regency. Furthermore, in the art performance of Makalelon song, this research aims to find out the model of inheritance, survivorship and efforts made by the survivors of art and culture and its impact on the Tontemboan community, Malesung believers and Christians who interact in ideolgy and contestation in carrying out the philosophy of life concerning the cultural values of Tou Minahasa for the next generation. This research uses ethnographic method with the approach of oral tradition (Finnegan), Lord and Perry on Formulaic structure and the concept of Cultural Performance (by Schechner's thought) to explain the text of Makalelon song and its survivorship. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi S. Tawari
"Togal adalah tradisi hiburan yang ada pada masyarakat Makian di Propinsi Maluku Utara. Tradisi ini menggabungkan beberapa unsur, yaitu musik, tarian, lantunan syair dan pantun. Dalam perkembangannya togal cenderung melemah, meskipun lemah tradisi ini masih bertahan sampai saat ini, dan dimungkinkan terus bertahan hingga di masa-masa mendatang. Hipotesanya adalah togal bisa bertahan karena memiliki kekuatan tertentu. Dengan demikian, penelitian ini bermaksud memeriksa kekuatan apa yang dimiliki togal sehingga tradisi tersebut dimungkinkan bisa terus bertahan.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan etnografi. Pilihan ini beradasarkan asumsi bahwa etnografi memanfaatkan tekhnik pengumpulan data pengamatan berperan serta (participant observation) yang memungkinkan togal bisa diungkapkan secara holistik.
Hasil penelitian menunjukkan kekuatan togal berada pada wilayah komunikasi, selain itu hakikat togal yang menampakkan kelenturannya pada berbagai aspek ternyata juga turut menjaga tradisi ini terus bertahan.

Togal is entertainment tradition of Makian society in North Maluku province. This tradition combines several elements, namely music, dance, syair, and pantun. In its development togal tends to be weakened, although togal is weak this tradition survived until now, and it is possible to continue to endure in the future. The hypothesis is togal can survive because it has certain strengths. Thus, this study intends to examine what powers belong to the traditions that made possible togal can continue to survive.
The research method used is qualitative with the ethnographic approach. This option base on the assumption that ethnographic utilize participant observation that allows togal can be disclosed holistically.
The result of the study showed strength of togal is at the communication, besides that, the essence of togal that appear flexible on various aspects is also take care of this tradition continue to survive."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
T34946
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eisya Hanina Hidayati
"Tradisi lisan seringkali menjadi sarana penting dalam menyimpan dan meneruskan pengetahuan ekologi dan biologi masyarakat lokal, termasuk pemahaman tentang pemanfaatan hewan dan tumbuhan lokal. Tatangar Banjar merupakan tradisi lisan yang mengandung beragam pengetahuan lokal dan pandangan masyarakat Banjar dalam bentuk pertanda-pertanda. Banyak spesies tumbuhan dan hewan lokal telah terdokumentasi sebagai pertanda Tatangar, namun dokumentasi pengetahuan lisan tersebut masih minim, dan penelitian etnobiologi yang mendalam belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian eksplorasi terhadap tumbuhan dan hewan yang berperan sebagai Tatangar dilaksanakan selama 10 bulan, dari Februari hingga November 2023, di Desa Mandiangin Barat, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara semi-struktural terhadap 3 informan kunci, dengan total 32 responden dari berbagai kelompok generasi. Data etnobotani yang terkandung dalam Tatangar dianalisis menggunakan Use Value (UV) dan Index of Cultural Significance (ICS). Sementara itu, data etnozoologi yang termuat dalam Tatangar juga dianalisis dengan Use Value (UV) dan Cultural Significance Index (CSI). Masyarakat Banjar di Desa Mandiangin Barat menggunakan 35 spesies tumbuhan dari 20 famili dan 28 genus serta 40 spesies hewan dari 10 kelas dan 24 ordo sebagai pertanda Tatangar. Pengetahuan etnobiologi yang dikodekan dalam tradisi lisan tersebut mencakup pemanfaatan spesies sebagai indikator cuaca dan iklim, indikator ekologis yang juga meliputi asosiasinya dengan spesies lain, mitigasi bencana alam, serta simbolisme kepercayaan masyarakat Banjar. Meski banyak spesies tumbuhan dan hewan yang disebutkan memiliki nilai kegunaan dan indeks kepentingan budaya yang tinggi selain peran mereka sebagai Tatangar, sebagian besar hewan memiliki nilai UV dan CSI yang rendah karena digunakan hanya sebagai pertanda Tatangar, tanpa pemanfaatan lain. Beberapa spesies tumbuhan dan hewan yang disebutkan juga merupakan spesies yang dilindungi serta masuk dalam daftar merah IUCN dan Apendiks CITES. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan dan hewan yang berperan sebagai Tatangar memiliki nilai simbolik penting bagi masyarakat maupun dalam ekosistem dan dapat menjadi upaya mempromosikan kesadaran ekologis dan pengelolaan keanekaragaman hayati lokal di Kalimantan Selatan.

Oral traditions often serve as vital repositories and conduits for passing on ecological and biological knowledge within local communities, encompassing insights into the utilization of local plants and animals. Tatangar Banjar is an oral tradition embodying diverse local knowledge and perspectives of the Banjar community in the form of omens or signs. Despite many local plant and animal species being documented as Tatangar signs, documentation of this oral knowledge remains limited, and in-depth ethnobiological research has not been previously undertaken. Exploratory research into the plants and animals that play a role as Tatangar signs was conducted over 10 months, from February to November 2023, in Mandiangin Barat Village, Banjar Regency, South Kalimantan. Data collection involved observational studies and semi-structured interviews with three key informants, totaling 32 respondents from various generational groups. Etnobotanical data within Tatangar were analyzed using Use Value (UV) and Index of Cultural Significance (ICS). Concurrently, etnozoological data within Tatangar were also analyzed using Use Value (UV) and Cultural Significance Index (CSI). The Banjar community in Mandiangin Barat utilized 35 plant species from 20 families and 28 genera, alongside 40 animal species from 10 classes and 24 orders, as Tatangar signs. The ethnobiological knowledge encoded within this oral tradition encompasses the utilization of species as indicators of weather and climate, ecological indicators including their associations with other species, natural disaster mitigation, and symbolism in Banjar community beliefs. While many mentioned plant and animal species hold significant utility and cultural importance beyond their roles as Tatangar signs, most animals have low UV and CSI values as they are solely used as Tatangar indicators without additional utilization. Some of the mentioned plant and animal species are also protected and listed in the IUCN Red List and CITES Appendices. These findings highlight the important symbolic value of plants and animals serving as Tatangar signs within both the community and ecosystem, serving as a means to promote ecological awareness and the management of local biodiversity in South Kalimantan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Ardiansyah
"Disertasi ini mengkaji Senjang sebagai Tradisi Lisan Musi Banyuasin Sumatra Selatan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Hasil penelitian menunjukkan tradisi lisan Senjang sebagai salah satu bentuk media seni budaya yang menghubungkan antara orangtua dengan generasi muda atau dapat juga antara masyarakat dengan pemerintah di dalam penyampaian aspirasi yang berupa nasihat, kritik maupun penyampaian strategi ungkapan rasa gembira. Sejumlah upaya telah dilakukan untuk memelihara, memanfaatkan dan mengembangkan tradisi Senjang melalui, sekolah, sanggar dan festival seni tradisi. Senjang yang hadir saat acara-acara adat seperti perkawinan, syukuran, dan lainnya merupakan identitas budaya Musi Banyuasin.

This dissertation examines Senjang as the Oral Tradition Musi Banyuasin South Sumatra. This study used qualitative research with the ethnographic approach. The results showed that the oral tradition of Senjang is as media forms of cultural arts that connect parents with young generation or it can be also between the society and government in delivering the aspiration such as the advice, criticism or even the delivery strategy of happiness feeling. Some attempts have been made to preserve, utilize and develop Senjang tradition through schools, galleries and arts tradition festival. Senjang is present in traditional events such as marriage, thanksgiving, and the other which becomes a cultural identity of Musi Banyuasin.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
D2229
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhardi
"Disertasi ini mengkaji guritan sebagai tradisi lisan, penciptaan, pewarisan, konteks, dan fungsinya bagi masyarakat Besemah, Sumatera Selatan. Guritan adalah prosa lirik yang dituturkan dengan irama khas dalam bahasa Besemah. Bentuk, irama, dan bahasa guritan dari dahulu sampai sekarang tidak mengalami perubahan yang signifikan, tetapi isinya berubah dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan khalayaknya.Penciptaan guritan dilakukan sekaligus dengan penuturannya. Guritan diciptakan atas beberapa bait, beberapa larik, dan beberapa kata yang tidak tetap jumlahnya. Struktur pertunjukan guritan terdiri atas: bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian penutup. Penggurit menciptakan guritan tidak dengan menghafal, tetapi memanfaatkan persediaan formula di dalam ingatannya. Formula yang digunakannya berupa formula dalam dan formula luar.
Pewarisan guritan dilakukan secara otodidak antara penggurit terdahulu dengan penggurit kemudian me- lalui proses mendengarkan penuturan, melakukan penuturan, dan mendialogkan hasil penuturan antargenerasi penggurit.Adanya satu kesatuan konteks yang saling mempengaruhi antara penggurit, penonton, penyelenggara pertunjukan, kesempatan pertunjukan, waktu dan tempat pertunjukan, imbalan jasa pertunjukan, dan inovasi pertunjukan menjadikan guritan dapat tetap bertahan hidup di dalam masyarakat Besemah. Guritan yang dikhawatirkan akan mati bahkan punah itu, ternyata masih berfungsi di dalam kehidupan masyarakat Besemah dari masa ke masa sesuai dengan tuntutan perubahan masyarakatnya. Fungsi-fungsi itu berguna bagi pembentukan karakter masyarakat Besemah khususnya dan bagi pembentukan karakter bangsa Indonesia pada umumnya.

This dissertation examines guritan as oral tradition in terms of its composition, transmission, context, and function for Besemah society, South Sumatra. Guritan is prose lyrics spoken with a distinctive rhythm in Besemah language. The form, rhythm, and language of guritan do not change significantly from the past until now but the contents change from time to time in accordance with the development of its audiences.The composition of guritan is made in its performance. Guritan created in stanzas and lines, and some words with no fixed amount. The structure of guritan show consists of the introduction, content, and conclusion. Penggurit creates guritan not by memorizing but utilizing the formula supplies in his memory. The formulas used are in the form of internal formula and external formulas.
The transmission of guritan takes places through self learning through the process of listening to the narrative, doing the narrative, and making the result into a dialog between the generations of penggurit.The unity of context of the interplay between penggurit, spectators, organizers of the show, the show opportunity, time and venue, performances service fee, and innovation makes guritan show survive in Besemah society. Guritan still functions in public life of Besemah from time to time in accordance with the changing demands of society though it is feared to be dead and even extinct. The functions are useful for character development of Besemah community in particular and for the formation of the character of the Indonesian people in general.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
D2270
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestariwati
"ABSTRAK
Tesis ini merupakan penelitian mengenai keberlanjutan dan kebertahanan nilainilai
tradisi karia pada masyarakat Muna. Penelitian ini bertujuan memperlihatkan
keberlanjutan, kebertahanan nilai-nilai dalam tradisi karia, dan untuk mengetahui
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam masyarakat
pendukung tradisi karia. Sumber data diperoleh dari data lapangan dan studi
pustaka. Penelitian menggunakan konsep dan teori yang berhubungan dengan
keberlanjutan tradisi karia. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Dengan pendekatan etnografi, pengetahuan tentang keberlanjutan dan
kebertahanan nilai-nilai dalam tradisi karia dapat diungkap. Melalui metode ini
fungsi dan nilai-nilai dalam tradisi ini dapat diungkap. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi dalam masyarakat membawa
pengaruh pada keberlanjutan dan kebertahanan nilai-nilai tradisi ini. Penelitian ini
juga menunjukkan bahwa keberlanjutan tradisi ini berkaitan dengan pola
pewarisan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai pengambil kebijakan,
masyarakat, dan pelaku tradisi karia.

ABSTRACT
This thesis is a research about the continuity and preservation of karia tradition
values in Munanese people. This research aims at showing the continuity,
preservation of values in karia tradition, and to know the factors causing the
happening the change in society as the supporter of karia tradition. Data resources
are obtained from field and literature data. This research uses the concepts and
theories related to the continuity of karia tradition. The method of this research
uses qualitative method. By ethnographical approach, the knowledge about the
continuity and the sustainability of values in karia tradition can be expressed.
Through this method, the functions and values in this tradition can be shown. The
findings of this research shows that the change that happens in the society bring
the impact on the continuity and sustainability of this tradition values. This
research also shows that the sustainability of this research is related to the
inheritance pattern done by the government as the policy maker, society, and the
performers of karia tradition."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sainul Hermawan, 1973-
"Selama ini balamut hanya dilihat sebagai tradisi untuk menghibur, menunaikan nadar dan pengobatan. Penelitian ini berupaya mengisi rumpang tersebut dengan mengkaji bahwa di balik ketiga praktik tersebut ada beragam bentuk resistensi baik yang bersifat individual maupun kolektif terhadap momentum kekuasaan yang ada dalam setiap pertunjukannya. Kemungkinan adanya praktik resistensi ini terabaikan dalam kajian terdahulu karena tradisi balamut cenderung dilihat sebagai sastra lisan dan mendekatinya seperti membaca sastra tulis atau cetak untuk mengidentifikasi makna dan nilai dengan menganalisis unsur-unsur intrinsiknya. Pendekatan tersebut mengabaikan peran penting palamutan dan audiens sebagai faktor pembentuk makna. Oleh karena itu, penelitian ini mendekati tradisi balamut dengan teori dan metode yang disediakan oleh etnografi, tradisi lisan, pertunjukan, dan ritual untuk mengkaji kemungkinan adanya praktik resistensi.Resistensi yang dilakukan palamutan termasuk jenis resistensi individual nirkekerasan yang dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol budaya baik di ranah publik maupun domestik untuk melawan sekaligus membela tradisinya, merespons politik identitas dan mengeritik kondisi sosial kontemporer yang dihadapinya. Dinamika inilah yang membuat tradisi ini tetap bertahan.Dengan melihat tradisi balamut sebagai praktik resistensi berarti menempatkan palamutan sebagai pelaku tradisi yang memiliki kesadaran sosial dan ideologis. Ia bukan sekadar pelaku yang mentransmisikan tradisi secara pasif tetapi ikut menciptakan kembali tradisi tersebut secara aktif dan kreatif.

So far balamut oral tradition in Banjarmasin, South Kalimantan, has been seen only as a tradition to entertain, to perform nadar and treatment. This study attempts to fill these gaps by examining that behind the such three practices there are various forms of resistance to the momentum of the powers individually and collectively in every moment of its performance. The possibility of this resistance practices was overlooked in previous studies because balamut tradition tends to be seen as oral literature and approached as printed literature to identify its meaning and values by analyzing its intrinsic elements. Such approach ignores the important role of palamutan the storyteller of the tale of Lamut and audience as the determining factors of meaning. Therefore, this research approaches balamut tradition in the framework of theories and methods provided by ethnography, oral traditions, performance, and ritual practices to assess the possibility of resistance.Resistance that is conducted by palamutan the storyteller of Lamut Story is a kind of nonviolent individual resistance using cultural symbols both in the public and domestic spheres to fight as well as defend its traditions, respond to politics of identity and criticize the contemporary social conditions he faces. Such cultural dynamic makes this tradition survive.By looking at balamut tradition as a practice of resistance means to place palamutan as a social actor who has social and ideological awareness. He is not just actor who transmits his tradition passively but go on recreating the tradition actively and creatively."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
D2322
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmud
"Tesis ini membahas tradisi lisan mowindahako suku Tolaki di Sulawesi Tenggara. Dengan menggunakan pendekatan "formula" yang dikemukakan oleh Albert. B Lord. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan melakukan observasi, wawancara, dan analisis teks. Hasil penelitian tradisi lisan mowindahako memperlihatkan adanya pola pewarisan yang dilakukan berdasarkan keturunan langsung dan pola pewarisan yang bukan keturunan langsung. Dalam penelitian ini pula ditemukan formula satu kata, formula setengah baris maupun satu baris. Formula yang dominan muncul adalah formula satu baris dan satu kata, sedangkan formula setengah baris jarang pemunculannya.

This thesis discussed the Tolaki tribe?s oral tradition mowindahako in Southeast Sulawesi using ?formula? approached by Albert B. Lord. The qualitative method was applied in order to find the passing-on pattern of Tolaki's and texts analyzes were conducted. The results showed that the passing-on pattern was conducted based on lineage and non-lineage. Moreover, it is found that "formulas" in mowindahako included one-word, half-line, and one-line formula. The most appeared formulas are the one-word and the one-line formula, while the half-line formula rarely appeared.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T29227
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi tentang Keratabasa, yakni uraian mengenai kata yang diberi makna menurut bunyi suku katanya (folk etomology). Kata-kata yang dikerat berjumlah 967 buah, meliputi hal-hal yang berkaitan dengan jagad raya (67 buah), anggota badan (90), busana (108), pangan (177), negar-negara di Pulau Jawa (95), ikan-ikan di lautan (93), ikan-ikan di sungai (73), jenis-jenis burung (86), binatang-binatang yang dipelihara orang (40), binatang hutan (201), dan makhluk halus di Pulau Jawa (37). Di bagian akhir teks terdapat pula paparan mengenai empat nafsu yang menguasai dunia. Untuk beberapa kata disertakan juga bentuk kramanya. Menurut catatan yang terdapat pada h.2, teks asli ditulis oleh mas Cakrawijaya di Pejambon, Jakarta, pada 11 Februari 1867. Sedang naskah ini merupakan satu diantara empat salinan naskah PNRI/KBG 275. Penyalinan dilaksanakan di Yogyakarta pada bulan Juni 1932 atas prakarsa Th.Pigeaud."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
BA.145-A 29.01
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>