Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136301 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Peri Andrian
"ABSTRAK
Berangkat dari bencana ekologis Lumpur Lapindo, film Anak-anak Lumpur 2009 mengangkat cerita tragis kehidupan anak-anak Porong, Sidoarjo, Jawa Timur dalam menghadapi dampak Lumpur Lapindo, bencana yang telah berusia satu dekade hingga sekarang. Anak-anak Lumpur menempatkan anak-anak sebagai tokoh utama dalam narasi. Film ini memiliki posisi yang penting karena anak-anak korban Lumpur Lapindo belum banyak direpresentasikan di media. Mereka seperti dibungkam, saat suara mereka seharusnya didengar. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui representasi interaksi anak dalam menghadapi bencana ekologis Lumpur Lapindo dalam film Anak-anak Lumpur sehingga di masa yang akan datang pemerintah dapat menentukan kebijakan mitigasi dan adaptasi bencana yang tepat untuk anak- anak. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif, serta analisis dilakukan dengan menggunakan analisis semiotika naratif Greimas. Dalam film ini, anak-anak menempati berbagai skema aktan, seperti aktan subjek, aktan penolong, serta aktan penentang, serta dengan posisi yang signifikan dalam penuturan cerita. Tokoh anak muncul di setiap narasi dan tahap model fungsional Greimas sebab anak merupakan tokoh utama dalam film ini. Anak-anak direpresentasikan sebagai manusia yang memiliki kepolosan dan tujuan yang moral yang mulia, seperti menyelamatkan ibu tokoh utama yang sedang sakit. Anak-anak juga direpresentasikan kokoh dan mampu menyelesaikan berbagai masalahnya. Penulis juga menemukan bahwa representasi interaksi anak juga merepresentasikan kondisi lingkungan, kemanusian, dan sosial yang mereka hadapi. Di kesimpulan, anak-anak direpresentasikan sebagai kelompok yang polos dan bermoral tinggi, berbakti kepada orang tua, serta mengalami pendewasaan yang cepat karena direnggutnya masa kanak-kanak mereka akibat bencana ekologis Lumpur Lapindo.

ABSTRACT
Based on an ecological disaster Lapindo mudflow, Child of Mudflow 2009 film told a tragic story about the life of Porong rsquo s children in Sidoarjo, East Java, in facing the aftermath of Lapindo mudflow, which has entered a decade years old. Child of Mudflow potrayed children as main characters in the story. This film has an important position because children affected by Lapindo Mudflow have not been represented many times yet. It seemed like they were muted, when they should be heard. The purpose of this journal is to analyse the representation of children interacton in facing ecological disaster such as Lapindo mudflow in Child of Mudflow Anak anak Lumpur film, this journal hopefully can contribute for government in mitigation policy making purposes for kids. Equipped with qualitative method approach, writer analyze the film using Greimas narative semiotics. In this film, children are placed in numerous actans, such as subject, adjuvant, and traitor, moreover children play significance role as part of the narrative. Their characters appeared in every stage of story of Greimas functional model, it is because they played main characters on this film. The children were represented as innoncence human beings with high moral purpose, for instance saving the main character rsquo s ill mother. Furthermore, they were represented as strong and capable in solving their problems. The writer found that representations of child rsquo s interaction were also representing environmental, humanity, and social condition, faced by them. In conclusion, children were represented as innocent and high moralist, devoted to their parents, and they matured too quickly because their childhood were taken from them by ecological disaster Lapindo mudflow."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Thasya Adillah
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konten pacaran dalam aplikasi TikTok sebagai wujud dari fenomena Public Display of Affection (PDA) di dunia digital. Penelitian ini berangkat dari keterbatasan studi-studi sebelumnya mengenai PDA yang lebih banyak dianalisis dalam perspektif komunikasi dan psikologi, serta melihat PDA hanya dalam konten media sosial secara umum sebagai wujud eksistensi diri akan status hubungan. PDA menggambarkan fenomena baru yang disebut sebagai intimasi digital, dimana dewasa ini intimasi difasilitasi dan dimobilisasi melalui teknologi. Secara sosiologis berdasarkan teori interaksionisme simbolik, budaya dan kewajaran tersebut dihasilkan melalui interaksi sosial, dimana dalam prosesnya individu saling bertukar simbol dan makna dalam interaksi yang terjalin. Aktor yang terlibat dalam proses ini tidak hanya terbatas pada individu di dalam hubungan saja, melainkan juga melibatkan pengguna lain sebagai audiens, serta lingkungan terdekat seperti teman dan keluarga. Peneliti menemukan bahwa feedback dari pengguna lain menjadi indikator atau simbol utama dari keberhasilan individu dalam menggambarkan hubungannya. Peneliti juga menemukan bahwa feedback yang diperoleh dari konten tersebut dapat dimonetisasi melalui kegiatan endorsement, sehingga PDA yang dilakukan tidak hanya terbatas pada keintiman dan relationship. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif studi kasus dengan observasi dan wawancara mendalam bersama beberapa informan yang memproduksi konten PDA di aplikasi TikTok.

This research aims to analyze dating content on the TikTok application as a manifestation of the phenomenon of Public Display of Affection (PDA) in the digital world. The study departs from the limitations of previous studies on PDA, which were mostly analyzed from communication and psychology perspectives, and considers PDA only in the context of social media content in general as a manifestation of self-existence in relationship status. PDA illustrates a new phenomenon referred to as digital intimacy, where intimacy is currently facilitated and mobilized through technology. Sociologically, based on symbolic interactionism theory, this culture and rationality are generated through social interaction, wherein individuals exchange symbols and meanings in the process of interaction. The actors involved in this process are not limited to individuals in the relationship alone but also include other users as the audience and the immediate environment such as friends and family. The researcher found that feedback from other users serves as the primary indicator or symbol of an individual's success in portraying their relationship. The researcher also found that feedback obtained from such content can be monetized through endorsement activities, expanding the scope of PDA beyond mere intimacy and relationship. This study was conducted using a qualitative case study method with observations and in-depth interviews with several informants who produce PDA content on the TikTok application."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Agussalim A.J.
"ABSTRAK
Disertasi ini membahas mengenai ?makna simbolik pertunjukan ēlongkēlong ma?biola: interaksi dan interpretasinya dalam masyarakat Bugis Wajo?. Disertasi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang: (1) makna simbolik pertunjukan ēlong-kēlong ma?biola dalam interaksi dan interpretasi masyarakat Bugis Wajo, dan (2) cara makna simbolik pertunjukan ēlong-kēlong ma?biola diproduksi dalam proses interaksi dan interpretasi masyarakat Bugis Wajo. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan metode etnografi dan dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara etnografik, observasi partisipasi, dan dokumentasi.
Hasilnya, bahwa (1) pertunjukan ēlong-kēlong ma?biola dalam interaksi dan interpretasi masyarakat Bugis Wajo merupakan simbol keutuhan hidup yang dimaknai sebagai suatu kemapanan, kesuburan, keharmonisan, keseimbangan, ketenangan, dan ketenteraman hidup. Keutuhan hidup tersebut terbentuk dari kepahaman dan keberterimaan mereka atas kehadiran diri sebagai bagian, ikatan, dan sekaligus sebagai pembentuk ?dunia? di bawah satu otoritas tertinggi yaitu Tuhan (Allah Ta?ala); (2) makna simbolik pertunjukan ēlong-kēlong ma?biola diproduksi melalui saluran kesadaran dan keyakinan dengan cara, yaitu: pelaku dan khalayak terlebih dahulu menaruh perhatian pada simbol-simbol pertunjukan yang hanya dapat terjadi bila pelaku dan khalayak memiliki pengalaman dan pengetahuan terkait dengan pertunjukan ēlong-kēlong ma?biola; pelaku dan khalayak menghubungkan simbol-simbol pertunjukan itu dengan cara pandangnya terhadap dunia yang dilanjutkan dengan membuat pengategorisasian; dan pelaku dan khalayak menjadikan pengategorisasian itu sebagai satuan simbol yang mewakili kestabilan dirinya.

ABSTRACT
This study discusses the ?symbolic meaning of performing ēlong-kēlong ma?biola: interaction and its interpretation in Wajo Buginese society". This study aims to describe and explain: (1) symbolic meaning of the performing ēlongkēlong ma?biola in the interaction and interpretation Wajo Buginese society, and (2) show how the symbolic meaning of the performing ēlong-kēlong ma?biola produced in the process of interaction and interpretation of Wajo Buginese society. This study is a qualitative research by using approach of ethnography method with technique of collecting data through ethnographic interviews, participatory observation, and documentation.
The results, that (1) the performing ēlong-kēlong ma?biola in interaction and interpretation of Wajo Buginese society is a symbol of wholeness of life which is defined as an establishment, fertility, harmony, balance, tranquility, and appeasements of life. Wholeness of life forms from those of understanding and acceptance of living for them as part of, union, and at the same time as forming the "world" under one supreme authority of God (Allah); (2) symbolic meaning of the performing ēlong-kēlong ma?biola which produced through confidence and consciousness in a way, that is: first, performer and audiences beforehand full attention to the symbols performance which can only happen when audiences and performer have the experience and knowledge related to performing ēlong-kēlong ma?biola; second, audience and performer connect the symbol of the performance with his perspective on the world, followed by making of category; and thirst, audience and performer make it category as a symbol that represents the stability of the unit itself."
Depok: 2010
D1196
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Christian Putra Raweyai
"ABSTRAK
Penelitian ini menggambarkan dan menganalisis tentang pelaksanaan program
Tanggungjawab Sosial Perusahaan atau Corporate social Responsibility (CSR)
Lapindo Brantas Inc. terhadap masyarakat yang terkena bencana lumpur Sidoarjo.
Penelitian ini menyoroti faktor- faktor dan kendala-kendala yang dihadapi oleh
Lapindo Brantas Inc. dalam menjalankan program CSR agar bermanfaat bagi
masyarakat korban lumpur Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan studi deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukan
bahwa Lapindo Brantas Inc. telah melaksanakan program dan kegiatan
tanggungjawab sosial perusahaan dalam bentuk pengembangan lnasyarakat sejak
sebelum terjadinya bencana lurnpur Sidoarjo pada 2006. Setelah terjadinya
bencana lumpur Sidoarjo, progran tanggungjawab sosial perusahaan difokuskan
kepada pernberdayaan masyarakat melalui pembudidayaan lele serta usaha
warung makanan dari lele. Berbagai langkah dan upaya perbaikan dilakukan oleh
Lapindo Brantas Inc. melalui pelibatan partisipasi warga untuk mengatasi kendala
tersebut agar citra dan reputasi Lapindo Brantas Inc. menjadi lebih baik.
ABSTRACT
This study describes and analyzes the implementation of the program on
Corporate Social Responsibility or Corporate Social Responsibility (CSR)
Lapindo Brantas Inc.. to the affected communities. This study highlights the
factors and constraints faced by Lapindo Brantas Inc.. in carrying out CSR
programs to benefit the victims of the Sidoarjo mud. This study uses qualitative
research methods to the study of descriptive analysis. The results shor,ved that
Lapindo Brantas Inc.. has been implementing programs and activities in the forrn
of corporate social responsibility comrnunity development since before the
Sidoarjo rnud disastbr in 2006. After the Sidoarjo rnud disaster, corporate social
responsibility programs focused on conmunity empowerment through the
cultivation of catfish and catfish food from the kiosk. Various measures and
remedial efforts undertaken by Lapindo Brantas Inc.. through the involvement of
citizen participation_to overcome these obstacles so that the image and reputation
of Lapindo Brantas Inc.. for the better."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Raissa Lestari
"Penelitian ini bertujuan untuk membahas representasi perempuan dalam film Tsuda Umeko: Osatsu ni Natta Ryuugakusei serta menganalisis masalah yang dihadapi oleh Tsuda Umeko dalam film tersebut. Penelitian ini menggunakan dua teori sebagai kerangka analisis, yaitu feminisme liberal oleh Rosemarie Tong (2006, 2007) dan teori kode televisi John Fiske (2001) yang terdiri dari tiga tingkat, yaitu realitas, representasi, dan ideologi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis teks dan analisis visual. Dalam analisis tersebut, data yang ditemukan dibagi menjadi dua kategori, yaitu representasi perempuan tradisional yang mengikuti nilai budaya patriarki dan konsep ryousai kenbo, serta representasi perempuan baru yang dipengaruhi oleh feminisme. Ditemukan tujuh data yang menggambarkan representasi perempuan tradisional dan dua belas data yang menggambarkan representasi perempuan baru. Representasi perempuan tradisional menunjukkan perempuan yang bersikap pasif, patuh, tidak berbicara dengan tegas, dan bergantung pada pernikahannya. Sementara itu, representasi perempuan baru menampilkan sikap yang lebih gigih, berani mengutarakan pendapat, dan mengutamakan pendidikan dan karir. Temuan ini, bersama dengan masalah yang dihadapi oleh Tsuda Umeko dalam film, menunjukkan adanya dua ideologi yang bertentangan. Meskipun terdapat nilai-nilai yang sesuai dengan feminisme liberal, dominasi patriarki dalam masyarakat Jepang pada era Meiji masih sangat kuat. Budaya patriarki telah terinternalisasi baik pada laki-laki maupun perempuan, sehingga sulit untuk melakukan perubahan yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut.

This study aims to discuss the representation of women in the film Tsuda Umeko: Osatsu ni Natta Ryuugakusei and analyze the problems faced by Tsuda Umeko in the film. This research uses two theories as an analytical framework, namely liberal feminism by Rosemarie Tong (2006, 2007) and John Fiske's television code theory (2001) that consists of three levels, which is reality, representation, and ideology. The research method used is text analysis and visual analysis. In the analysis, the data found were divided into two categories, the representation of traditional women who follow patriarchal cultural values and the concept of ryousai kenbo, and the representation of new women who are influenced by feminism. Seven data were found describing the representation of traditional women and twelve data describing the representation of new women. The traditional female representation shows a woman who is passive, obedient, does not speak assertively, and is dependent on her marriage. Meanwhile, new female representations show a more persistent attitude, daring to express opinions, and prioritizing education and careers. These findings, along with the problems faced by Tsuda Umeko in the movie, suggest the existence of two conflicting ideologies. Although there are values that are in line with liberal feminism, the dominance of patriarchy in Japanese society during the Meiji era was still very strong. Patriarchal culture has been internalized in both men and women, making it difficult to make changes that contradict these values."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pardede, Trifena Artanauli
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan cara menggambarkan korban bencana yang sesuai untuk anak-anak dan juga nilai yang terkandung di dalamnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan deskripsi kualitatif, metode pengumpulan data, melalui studi pustaka, metode analisis data dan metode berpikir induktif. Hasil penelitian akan disampaikan dalam deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa cara yang digunakan dalam menggambarkan korban bencana dalam komik anak-anak tidak dengan gambar yang mengerikan, namun lebih menekankan pada cerita. Komikus menggunakan hal-hal yang biasa ada pada anak-anak, yaitu teman, keluarga, sahabat, tempat bermain, dan benda kesayangan. Keempat data mengandung nilai pendidikan karakter dan nilai kemanusiaan, yaitu peduli sosial dan sesama.

The purpose of this research is to find out how to describe disaster victims that are appropriate for children and also the value they contain. The analysis is using qualitative description method, data collection method, namely literature study, data analysis method and inductive thinking method. The result of the study will be presented in analytical descriptive. The result shows that the method used in describing victims of disasters in children`s comics is not with terrible images, but rather emphasizes the story. Comic artist use things that are common to children, namely friends, family, bestfriends, playground, and favorite objects. All four data contain the values of character education and human values, namely social care and others."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Prakosa,Gotot
Jakarta: FFTV-IKJ, 1997
791.43 Pra f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Rissalwan Habdy
"Penelitian ini berfokus pada fenomena sistem keyakinan yang mempengaruhi pengetahuan lokal pada komunitas masyarakat yang bertempat tinggal di dekat ancaman bencana alam. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan kasus dua desa di sisi barat Gunung Galunggung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada empat dimensi spiritualitas yang terdapat dalam daur kehidupan masyarakat rawan bencana, yakni dimensi transendensi agama, dimensi adat istiadat, dimensi lingkungan alam dan dimensi akses informasi. Keempat dimensi spiritualitas ini dapat diketahui mana yang lebih dominan dengan menganalisisnya di dalam 6 kombinasi yang terdiri dari 2 dimensi. Dari keenam kombinasi tersebut yang juga didukung oleh data lapangan, dapat diketahui bahwa dimensi lingkungan alam adalah yang paling dominan. Kemudian diikuti dengan dimensi transedensi agama dan dimensi adat-istiadat. Selain itu, keempat dimensi spiritualitas tersebut membentuk apa yang dinamakan pengetahuan-semu yang merupakan bahan baku bagi pengetahuan lokal pada masyarakat rawan bencana. Secara umum, pengetahuan lokal warga masyarakat rawan bencana terwujud dalam arketipe ketidaksadaran kolektif yang bernama Ibu yang Agung.

This research focuses on the phenomenon of belief systems that affect local knowledge in the communities living in close proximity to the threat of natural disasters. The research approach used is qualitative research with case study of two villages on the west side of Galunggung Mountain. The results of this study indicate that there are four dimensions of spirituality contained in the life cycle of disaster-prone communities, namely the dimension of religious transcendence, the dimensions of customs, the dimensions of the natural environment and the dimensions of information access. Which one is more dominant of the four dimensions of this spirituality can be known by analyzing it in 6 combinations consisting of 2 dimensions. From the six combinations that are also supported by field data, it can be seen that the dimension of the natural environment is the most dominant. Then followed by the dimension of religious transcendence and the dimension of custom. In addition, these four dimensions of spirituality form what is called pseudo-knowledge which is a raw material for local knowledge in disaster-prone communities. In general, local knowledge of disaster-prone communities manifests in the collective unconscious archetype named Great Mother."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tito Latif Indra
"Dalam menghadapi tantangan kebencanaan yang kian kompleks, kita harus mampu mengintegrasikan tiga elemen utama: ruang, risiko, dan resiliensi. Pemahaman yang mendalam mengenai karakteristik ruang atau wilayah rawan bencana, pemetaan risiko yang tepat, serta penguatan kapasitas resiliensi masyarakat adalah kunci utama dalam merancang strategi mitigasi yang lebih efektif dan adaptif. Dengan riset yang mendalam, saya bersama tim mencoba memberikan solusi berbasis data yang dapat memperkuat ketangguhan masyarakat dan meminimalisir dampak bencana."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2025
P-pdf
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>