Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210222 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Mahbubi Fauzan
"ABSTRAK
Engineering adalah sebuah tindakan kejahatan yang memanfaatkan manusia sebagai titik lemah untuk mendapatkan data, informasi, atau akses. Tindakan ini memiliki potensi ancaman kepada berbagai pihak, khususnya ketika menyangkut informasi yang sensitif dan memiliki dampak yang luas, tidak terkecuali pada maskapai penerbangan. Dengan meningkatnya pertumbuhan dunia penerbangan dan dampaknya pada akses perpindahan orang maupun barang, maka maskapai penerbangan sebagai bagian di dalamnya memiliki kerentanan untuk menjadi target kejahatan, seperti pada social engineering. Untuk menghadapi social engineering, maka penguatan dan improvisasi pada faktor manusia menjadi tindakan utama yang dapat dilakukan. Akan tetapi dalam lingkup perlindungan sistem informasi, faktor manusia saja tidaklah cukup, karena juga membutuhkan faktor proses dan teknologi. Tugas karya akhir ini melihat bagaimana pengintegrasian faktor manusia, proses, dan teknologi untuk mencegah social engineering pada maskapai penerbangan X. Penulis menggunakan teori routine activities dan situational crime prevention untuk melihatnya.
ABSTRAK
Engineering is a technique of crime that exploit human as a weakness of systems to obtain data, information, or access. This measures potentially provide threat to many party, particularly with sensitive one and have great impact, including airline. With the increasing growth of aviation industry and it rsquo s impact on people and goods shifting, airlnes as included in aviation industry possess threat for being targeted by social engineer. Strengthening and improving human factor are regarded as main measure facing social engineering. On the other side, information system security is not just about human factor, but also need process and technology factor. This undergraduate thesis discuss the intregation of human, process, and tehcnology to prevent social engineering against Airline X, also use routine activities theory and situational crime prevention to analyst it."
2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sonny Toman Martua, auhtor
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menemukan bukti empiris tentang dampak dari kegiatan CSR-operasi dan non-operasi terkait dengan pengukuran kinerja tertentu industri penerbangan yaitu tingkat okupansi penumpang dan kenaikan jumlah penumpang. Selain itu, penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi apakah model bisnis maskapai memiliki efek moderat dalam mempengaruhi hubungan antara kegiatan CSR dan kinerja maskapai. Penelitian ini menemukan, pertama, kegiatan CSR yang berhubungan dengan operasi negatif memiliki dampak negatif pada kedua maskapai tingkat okupansi penumpang dan kenaikan jumlah penumpang. Kedua, keterlibatan maskapai dalam kegiatan CSR yang berhubungan dengan operasi positif dapat mempengaruhi tingkat okupansi penumpang serta memberikan hasil penumpang tambahan jika kegiatan tersebut telah melebihi harapan pelanggan mengenai kinerja operasional maskapai untuk pelanggan. Ketiga, studi ini menemukan trade-off antara tingkat okupansi penumpang dan kenaikan jumlah penumpang untuk maskapai yang memiliki keterlibatan dalam kegiatan CSR non-operasi yang berhubungan dengan positif. Akhirnya, penelitian ini mengidentifikasi efek moderasi dari model bisnis maskapai pada hubungan antara kegiatan CSR-non-operasi yang berhubungan positif dengan kinerja maskapai

ABSTRACT
This study is conducted to find empirical evidences about the impacts of op-eration-related and non-operation-related CSR activities on airline industry‟s specific performance measurement namely passenger load factor and passenger yield. In addition, the study tries to identify whether the airline‟s business model has a moderating effect in influencing the association between CSR activities and airline‟s performance. The study employs 263 observations of airlines in 46 countries from 2009-2012. Data are mainly collected from airlines‟ annual reports and/or sustainability reports, while CSR value is derived from self-checklist items which are developed from KLD STATS database. This study finds, first, the negative operation-related CSR activities have a negative impact on both airline‟s passenger load factor and passenger yield. Second, airlines‟ involvement in the positive operation-related CSR activities may influence passenger load factor as well as providing additional passenger yield if such activities have exceeded customers‟ expectation regarding the airline‟s operational performance for the customer. Third, the study finds a trade-off between passenger load factor and passenger yield for airlines that have engagement in the positive non-operation-related CSR activities. Finally, the study identifies a moderating effect of airline‟s business model on the relationship between positive non-operation-related CSR activities and the airline‟s performance."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T43370
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melia Retno Astrini
"Berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, pelaksanaan kegiatan CSR merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan perusahaan secara umum. Garuda Indonesia, sebagai salah satu entitas penyedia jasa penerbangan di Indonesia, telah melaksanakan kewajiban tersebut dengan menerapkan program CSR yang berkelanjutan di bawah nama "Garuda Indonesia Peduli".
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh CSR association pada customer satisfaction dan brand loyalty, dengan mempertimbangkan brand identification dan persepsi service quality yang dimiliki konsumen. Sampel penelitian ini adalah pengguna jasa penerbangan Garuda Indonesia 6 (enam) bulan terakhir. Data diolah dengan menggunakan metode Structural Equation Modelling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa service quality tidak berpengaruh signifikan terhadap brand identification, sedangkan CSR memiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand identification. Namun, brand identification tidak terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap customer satisfaction. Di sisi lain, service quality terbukti memiliki pengaruh positif terhadap customer satisfaction, dan terhadap brand loyalty. Hasil penelitian juga menunjukkan service quality tidak meningkatkan pengaruh CSR pada brand identification dan customer satisfaction.

Based on the laws and regulations in Indonesia, the implementation of corporate social responsibility (CSR) is an obligation that must be carried out by companies in general. Garuda Indonesia, as one of the flight service provider in Indonesia, has carried out the obligation by implementing sustainable CSR program under the name of "Garuda Indonesia Cares".
This study aims to analyze the effect of CSR on customer satisfaction and brand loyalty, by considering consumer’s brand identification and perception of service quality. Data for this research were collected from Garuda Indonesia consumers, specifically those who used Garuda Indonesia flight services in the last 6 (six) months. They were then analyzed using Structural Equation Modelling method.
The result of this research shows that service quality does not have significant effect on brand identification, whilst CSR has positive effect on brand identification. However, this identification does not affect customer satisfaction significantly. Meanwhile, service quality proved to have positive effect on customer satisfaction, and on brand loyalty (via customer satisfaction). Furthermore, the results showed that service quality does not enhance CSR effect on brand identification and customer satisfaction.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S57726
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joshua Tegar Mandiri
"Social engineering merupakan salah satu modus operandi kejahatan siber yang paling banyak dilaporkan dalam situs CekRekening.id. Hal sekaligus pula menjadi indikasi bahwa masih lemahnya strategi pencegahan kejahatan yang dapat dengan tepat diterapkan untuk menangani fenomena social engineering sebagai satu modus operandi kejahatan siber yang spesifik. Oleh sebab itu, penulis ingin menganalisis fenomena kejahatan siber bermodus operandi social engineering dan mencoba merumuskan strategi pencegahan kejahatan yang relevan. Dalam konteks ini, kemudian diperlukan bukan saja penjelasan akan tetapi juga strategi pencegahannya. Berdasarkan data dan hasil analisis, teridentifikasi setidaknya terdapat 4 (empat) bentuk social engineering, yang meliputi toko dan/ atau produk fiktif, disguise as an authority, website spoofing, serta disguise as relatives. Penjelasan terhadap bentuk social engineering tersebut, dengan menggunakan routine activity theory, mengerucut pada kondisi bahwa terdapat lemahnya penjagaan, sasaran kejahatan yang cocok dengan kemampuan yang dimiliki oleh pelaku, serta pelaku yang termotivasi untuk memperoleh keuntungan dengan resiko yang rendah. Penjelasan ini yang kemudian menjadi dasar untuk mengusulkan strategi pencegahan, berdasarkan teori situational crime prevention, yang meliputi increase the effort, increase the risks, reduce the rewards, reduce provocation and excuses.

Social engineering is one of the most reported crime modus operandi in CekRekening.id. This is also an indication that there are still weak crime prevention strategies that can be properly applied to handle the social engineering phenomenon as a specific cyber crime modus operandi. Because of that, the writer wants to analize the phenomenon of cybercrime with social engineering as the modus operandi, and tries to formulate the relevant crime prevention strategies. In this context, it needs not only explanations, but also the prevention strategies. Based on the data analysis, it can be indentified at least 4 (four) types of social engineering, which are fake shop and/ or product, disguise as an authority, spoofing website and disguise as relatives. The writer is using the routine activity theory to explain each of the social engineering types, and come out to conclusion that there is lack guardianship, crime target that suited to offender’s capability, and motivated offender to gain benefits with low risks. This explanation become the basis for proposing the prevention strategies based on situational crime prevention, that involve increase the efforts, increase the risks, reduce the rewards, reduce provocation and excuses."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Porkas M.
"RINGKASAN EKSEKUTIF
Sebagai suatu negara yang wilayahnya terbentuk dari ribuan pulau yang menyebar dari
sabang sampai merauke, dan dengan penyebaran penduduk yang tidak merata, sistem dan
sarana transportasi merupakan hal yang penting. Transportasi sangat mendukung kegiatan
ekonomi, politik, pertahanan keamanan dan sosial budaya dalam kerangka pembangunan
nasional. Dengan kondisi geografis Indonesia, transportasi udara menjadi semakin penting
untuk menjangkau wilayah-wilayahnya.
Beberapa kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan penerbangan nasional
mengakibatkan perubahan iklim bagi bisnis jasa angkutan udara. Adanya kebijakan
pemerintah dalam pengembangan periwisata, sektor perhubungan udara harus dapat
mendukung atau mengakomodir kepentingan ini. Adanya laju perfumbuhan pariwisata yang
sangat tinggi, mengakibatkan pemerintah membuka pintu bagi maskapai penerbangan asing
untuk terbang langsung ke kota-kota tersebut:
Kebijakan "Limited Open Sky" yang diberlakukan pemerintah memberi dampak pada
peningkatan persaingan dalam bisnis jasa angkutan udara domestik dan intemasional. Hal ini
menjadi ancaman serius bagi maskapaipenerbangan asional jika tidak mempersiapkan diri
menjadi profesional dalam bidangnya. Bagi Garuda Indonesia sebagai maskapai
penerbangan pembawa bendera, untuk dapat bersaing harus menunjukan kinerja sebagi
"World Class Airline".
Untuk dapat menjadi "World Class Airline", Garuda lnd nesia selayaknya mempunyai
kinerja tepat waktu antara 90 % hingga 95 %. Ada beberapa alasan bagi maskapai
penerbangan untuk memfokuskan diri pada ketepatan waktu jadwal penerbangan. Pertama,
akan meningkatkan efisiensi pasar. Kedua, membuat pemanfaatan jam terbang pesawat
menjadi lebih baik. Ketiga, mencegah kerugian dari segi keuangan karena adanya tambahan
biaya dan kerugian komersil.
Bagi para pemakai. jasa angkutan udara, ketepatan waktu merupakan faktor yang
penting setelah keselamatan penerbangan ketika mereka memilih maskapai penerbangan
yang akari digunakan. Ketepatan waktu dan konsistensi jadwal penerbangan menjadi salah satu ukuran bagi kinerja sebuah maskapai penerbangan. Kinerja yang baik akan
meningkatkan preferensi pemakai jasa angkutan udara untuk menggunakan maskapai
penerbangan tersebut.
Dan data yang dikumpulkan, masalah teknik merupakan penyebab tertinggi penundaan penerbangan. Hal mi berhubungan dengan umur dari pesawat yang digunakan. Sebagian besar pesawat berbadan lebar yang dimiliki Garuda Indonesia sudah cukup tua. Terlihat dan lebih tingginya persentase penundaan pada penerbangan internasional dibandingkan domestik. Umur pesawat merupakan hanya salah satu penyebab penundaan penerbangan internasional lebih tinggi, adanya penumpang connecting dari Jakarta ke daerah lain juga merupakan penyebab.
Terjadinya keterlambatan dan atau pembatalan jadwal penerbangan dapat disebabkan
oleh penggunaaii jam terbang pesawat yang terlalu tinggi. Hal mi terjadi pada penggunaan Boeing 737, jika ada satu pesawat masuk hanggar lebih dari satu hari maka perusahaan hams membatalkan beberapa penerbangannya. Pemanfaatan jam terbang Boeing 737 saat mi terlalu padat, perawatan harlan hanya dapat dilakukan pada malam hari dan sangat terbatas. Keadaan mi mempengaruhi kondisi pesawat dimasa selanjutnya. Garuda Indonesia selayaknya mengunangi jumlah pemanfaatan jam terbang tersebut agar dapat menjalankan jadwal dengan konsisten dan memiliki citra baik.
Jumlah peralatan pendukung di darat bagi pesawat, seperti Ground Power Unit (GPU),
AC Car, Conveyer Belt, Highloader, dan sebagainya yang tidak seimbang dengan jumlah keberangkatan akan menjadi penghambat kelancaran persiapan. Jumlah peralatan yang ada saat mi di Garuda Indonesia sangatlah dirasakan kurang. GPU, GTC dan AC Car yang dapat digunakan kurang lebih 4 buah, padahal pesawat yang membutuhkan melebihi jumlah tersebut. Demikian juga terjadi pada peralatan pendukung lainnya.
Dukungan dari manajemen dalam mengantisipasi kekurangan sarana dan prasarana
hams segera dilaksanakan. Pengalihan pada pihak ketiga dapat menjadi salah satu pilihan selain membeli sendiri. Pilihan mana yang akan dipilih tergantung pada perhitungan balk secara keuangan maupun operasional.
Persiapan di area ramp yang efektif dan efisien akan sangat berpengaruh besar dalam
persiapan penerbangan. Jalur kritis dalam persiapan ini, dapat disimpulkan adalah
pemasangan garbarata, disembarkasi penumpang, persiapan awak kabin, embarkasi
penumpang, persiapan dokumen penerbangan, final check dan pelepasan garbarata.
Koordinasi yang dilakukan oleh Ramp Dispatcher pada persipan mi harus cermat sehingga akan menjamin ketepatan waktu.
Persiapan lain, seperti penanganan peumpang saat check-in, penanganan bagasi dan
kargo, kedatangan crew ke pesawat, pengisian bahan bakar, menaikan makanan ke pesawat, dan transit check juga dapat membuat penundaan penerbangam Kontribusi pengaruhnya kegiatan itu tidak terlalu besar bagi penundaan keberangkatan. Meskipun demikian tidak boleh lepas dari monitor dari Ramp Dispatcher.
Selain hal-hal yang dapat dikontrol oleh perusahaan, terdapat juga penyebab
penundaan yang diluar kontrol perusahaan. Cuaca, ATC Clearance, Imigrasi, VVIP
merupakan sebagian dari penyebab penundaan penerbangan yang di luar kontrol perusahaan. Adanya penyebab mi megakibatkan sebuak maskapai penerbangan tidak akan mungkin untuk memiliki ketepatan waktu penerbangan hingga 100%.
Dukungan sumber daya manusia yang profesional merupakan hal yang utama daiam
meminimalkan jurnlah penundaan penerbangan. Profesionalisme sumber daya manusia dapat dicapai melalui pelatihan dan pendidikan formal maupun non-formal. Peranan Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdikiat) sebagai "Center of Excellent" sangat diperlukan untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berdayaguna.
Dukungan dapat diberikan dengan menyediakan jenis dan frekuensi kursus yang
memadai. Kesulitan untuk mendapat kesempatan mengikuti kursus yang berkaitan dengan tugasnya dirasakan saat ini oleh Ramp Dispatcher, demikian juga dengan bidang kerja lainnya. Pusdikiat harus mampu menyusun jadwal sehingga setiap karyawan memiliki kesempatan lebih banyak. Demikian pula dengan pemilihan jenis kursus yang berkaitan dengan penerbangan dan selalu diperbaharui mengikuti perkembangan dalam dunia penerbangan.
Tujuan untuk meminimalkan penundaan keberangkatan penerbangan akan dapat
terlaksana jika semua sadar akan pentingnya jadwal yang tepat waktu bagi pemakai jasa angkutan udara. Dukungan dari tingkat manajemen hingga petugas lapangan dan pusat pendidikan dan latihan PT Garuda Indonesia untuk menciptakan sumber daya manusia yang profesional, perlu ditingkatkan untuk menjadikan maskapai penerbangan Garuda Indonesia menjadi "World Class Airline".
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Hermawan R.S.
"Dalam penelitian ini, penulis berupaya menunjukan bagaimana Analytic Netwwork Process (ANP) yang merupakan kombinasi PEST Analysis (Politic, Economy, Social and Technology Factors) sebagai drivers terhadap Five Forces of Competition (Michael Porter), dapat digunakan untuk melakukan asesmen terhadap seleksi jalur penerbangan internasional yang merefleksikan sintesis aspek Benefits, Opportunities, Costs dan Risks. Kompleksitas dalam menentukan jalur penerbangan internasional memerlukan model yang mampu melakukan evaluasi berbagai faktor atau elemen dari dimensi yang berbeda. Dimensi-dimensi tersebut diperlukan untuk membangun urutan berdasarkan aspek yang paling berpengaruh atau paling dominan dalam melakukan asesmen dalam kerangka pembukaan jalur penerbangan baru Jakarta -- Manila, Jakarta - Mumbai (Bombay) dan Surabaya - Hongkong.
ANP terdiri dari empat jenis dimensi yang disebut Control Hierarchy yaitu : Benefits, Opportunities, Costs dan Risks. Setiap dimensi tersebut merupakan filter untuk menakar masing-masing elemen atau cluster dalam PEST.
Untuk membangun cluster dan elemen dalam model ANP, penulis menggunakan drivers terhadap Five Forces of Competition (Porter) yaitu PEST ditambah dengan E (Environment) menjadi PESTE. Elemen E merupakan rujukan dari Stephen Shaw dalam " Airline Marketing and Management " yang merupakan elemen total dalam melakukan potret terhadap lingkungan tugas terutama perusahaan penerbangan.
Hasil final menunjukan bahwa jalur penerbangan baru yaitu Surabaya - Hongkong lebih ataktif dibandingkan dengan Jakarta - Manila atau Jakarta - Mumbai. Hal ini konsisten dengan berbagai inforrnasi yang penulis peroleh sebelumnya berkaitan dengan elemen yang menjadi dasar pertimbangan yang mengarah bahwa Surabaya - Hongkong lebih potensial dibandingkan Jakarta - Manila ataupun Jakarta - Mumbai.

In this research, the author has tried to take effort as to show how Analytic Network Process (ANP) that constitutes combination of PEST Analysis (Political, Economic, Social and Technological Factors) having function as drivers against Five Forces of Competition (Michael Porter), can be used in order to carry out assessment against selection of international airline route that reflects synthesis of aspects of Benefits, Opportunities, Costs and Risks. Complexity in determining the best of international airline route needs a model that is capable to evaluate several factors or elements from different dimension. Such dimensions are needed in order to establish sequence based on the most influencing or the most dominant aspect in conducting assessment in the framework to open new international route for Jakarta - Manila, Jakarta Mumbai (Bombay) and Surabaya - Hongkong.
Analytic Network Process consists of four types of dimensions called Control Hierarchy i.e : Benefits, Opportunities, Costs and Risks. Each of such dimensions constitutes filter that can be used to measure each element or cluster in PEST.
In order to establish cluster and element in ANP model, the author has used drivers against Five Forces of Competition (Porter) i.e., PEST added by E (Environment) to become PESTE. The element of E constitutes a reference from Stephen Shaw in "Airline Marketing and Management" that constitutes total element in conducting portrait against the scope of duty mainly airline industry.
The final result shows that the best choice i.e., Surabaya --- Hongkong is considered as more attractive if compared with Jakarta - Manila or Jakarta - Mumbai. This case is consistent with several information obtained previously by the author relating to the element becoming basis of consideration leading to the opinion that Surabaya - Hongkong is more potential if compared with Jakarta - Manila or Jakarta-Mumbai.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmaya Annisah
"Persaingan dalam dunia bisnis penerbangan semakin bergejolak akhir-akhir ini. Strategi "low cost airline" atau strategi berkonsep murah menjadi tren yang sedang naik daun. Namun yang jelas Pemerintah Indonesia sampai detik ini belum pernah mengumumkan adanya Low Cost Airline.
Kebijakan pemerintah di bidang angkutan udara membawa dampak positif dan negatif bagi industri penerbangan. Sisi positif ditandai dengan peningkatan sisi pelayanannya karena adanya persaingan yang ketat, operasi yang lebih efisien dan efektif, serta harga tiket yang relatif murah sehingga bisa dinikmati konsumennya dan tidak hanya terbatas konsumen lama tetapi juga konsumen baru. Istilah Garuda, membidik pasar menengah ke bawah. Sedang sisi negatifnya adalah apabila manajemen maskapai penerbangan tidak mampu bertahan dengan situasi bersaing, maka kemungkinannya hanya dua, pertama, perusahaan tidak akan mampu bersaing dalam pasar, yang kedua apabila dipaksakan, faktor kenyamanan dan keselamatan konsumen dapat diabaikan. Kecenderungan yang terjadi di pasar adalah tarif yang ditawarkan kepada pelanggan jauh berada di bawah publish fare. Kondisi ini terjadi karena keadaan pasar airline business saat ini adalah penawaran lebih besar daripada permintaan. Penawaran disini dimaksudkan banyaknya perusahaan penerbangan yang masuk pasar, sedangkan permintaan seat dan space lebih kecil dari seat dan space yang tersedia. Akibatnya timbul persaingan yang tajam dan tidak sehat di antara perusahaan penerbangan dalam menentukan tarif yang akan diberlakukanya dari segi produk, promosi dan saluran distribusi hampir semua perusahaan penerbangan yang beroperasi baik di domestik maupun di dunia internasional, memiliki pola yang hampir sama. Hal ini menyebabkan perusahaan penerbangan baik penerbangan domestik maupun penerbangan internasional melakukan kebijakan tarif yang jauh lebih rendah dari tarif batas atas, sehingga pemerintah mengambil tindakan menetapkan tarif referensi.
Inovasi dan diversifikasi usaha juga dapat menjadikan perusahaan tetap bersaing dan bermain dalam pasar. Inovasi dilakukan terhadap penetapan tarif, untuk itu Garuda melakukan product differentiation & innovative pricing (multiple-price) berdasarkan customer value setiap sub-classes dengan tujuan Garuda dapat mengambil lebih banyak surplus produsen dengan sub-classes jika dibanding single price. Pola Nub & Spoke memungkinkan perusahaan penerbangan mengurangi atau menekan biaya operasinya dengan cukup signifikan: Dengan demikian mampu meningkatkan efisiensi dan menawarkan pelayanan angkutan udara kepada para konsumennya dengan harga yang cukup murah. Diversifikasi juga dilakukan Garuda dengan membuat produk citilink. Citilink dari Garuda merupakan product differentiaton yang bertujuan untuk membidik pasar menengah ke bawah menjadi strategi yang baik dalam meningkatkan performance perusahaan.
Pada dasarnya Regulasi di bidang angkutan udara niaga berjadwal yang mengetengahkan masalah penyelenggaraan udara, penetapan tarif dan juga kebijakan persaingan dapat dikatakan cukup memadai dan merespon keinginan masyarakat. Deregulasi yang terjadi pada kebijakan penyelenggaraan angkutan udara dan penetapan tarif membuka kompetisi di udara, sehingga menciptakan iklim kondusif bagi industri penerbangan itu sendiri. Sementara kebijakan persaingan merupakan suatu pendekatan baru dalam sistim hukum kita, oleh karena itu dapat dimaklumi apabila substansi dan cara pemecahannya masih diperlukan pengalaman dan pemahaman baik dari dunia usaha, pemerintah dan lembaga penegak hukum."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13240
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taviana Dewi K
"ABSTRAK
Pada saat ini PT Garuda Indonesia dalam peijalanan menuju ?world class airline?. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, kinerja perusahaan perlu terus ditingkatkan. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah meningkatkan kinerja karyawan dengan pemahaman akan nilai-nilai kerja sebagai landasan sikap kerja yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas.
Dalam mengevaluasi kinerja karyawan diperlukan komponen yang dapat mendukung sistem tersebut dan dapat dipakai sebagai tolok ukur kinerja karyawan. Salah satu cara dalam mengukur kinerja karyawan adalah penilaian prestasi kerja (performance appraisal).
Awak kabin PT Garuda Indonesia dalam fungsinya sebagai 'operating core' menjadi pendukung langsung fungsi layanan penerbangan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa awak kabin melakukan aktifitas dasar yang berhubungan langsung dengan produk/jasa. Dalam menjalankan fungsinya awak kabin berpedoman pada Standard Operating Procedures (SOP) yang penjabaran/petunjuk pelaksanaannya secara teknis diatur dalam Cabin Attendant Manual (CAM) dan Purser's Handbook serta tetap mengacu pada prosedur kinerja standar (standard performance procedures).
Pada saat ini sistem penilaian prestasi kerja awak kabin PT Garuda Indonesia menggunakan tolok ukur yang sama dengan sistem yang digunakan bagi pegawai lainnya (pegawai darat, penerbang dan juru mesin udara). Oleh karena itu, diperlukan sistem penilaian prestasi kerja yang tepat sesuai dengan analisis jabatan awak kabin serta sistem yang dapat memotivasi awak kabin dalam meningkatkan kinerjanya agar mendukung kualitas layanan penerbangan.
Salah satu alternatif sistem penilaian yang sesuai untuk jabatan awak kabin adalah dengan menerapkan teori sistem manajemen kinerja (performance management system) dari Konsultan Hay yang dimodifikasi dengan sistem skala rating (rating scale). Proses sistem manajemen kinerja merupakan suatu proses yang berkesinambungan antara : a) Penetapan Kinerja (sasaran pokok dan sasaran kompetensi) atau juga disebut Goal Setting (untuk awak kabin menggunakan standard performance), b) Pembinaan (Coaching) yang dilakukan secara formal maupun informal, c) Penilaian Kinerja (Performance Review), d) Imbalan (Reward).
Modifikasi sistem manajemen kinerja dengan rating scale, yaitu dalam hal pencatatan keputusan tentang kinetja dalam suatu skala.
Faktor-faktor yang dinilai dalam sistem manajemen kinerja awak kabin berkaitan Iangsung dengan key result area dan kompetensi awak kabin dalam menjalankan tugasnya. Penggabungan dua metode ini merupakan model yang tepat untuk awak kabin, karena sesuai dengan basil analisis jabatan awak kabin dan diharapkan dapat memotivasi awak kabin dalam menjalankan tugasnya.
"
1997
T 17251
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Selvianita
"ABSTRAK
Penyelenggaraan penerbangan perintis di Indonesia berkembang sesuai dengan
program prioritas pemerintah dalam mengembangkan konektivitas wilayah di
Indonesia. Tujuan pengembangan penerbangan perintis adalah mendorong
pertumbuhan perekonomian setempat dengan membuka akses lebih luas.
Penelitian ini membahas perkembangan penerbangan perintis di wilayah Nusa
Tenggara Timur, dengan mengkaji pengaruhya terhadap rute penerbangan dan
pendapatan domestic regional bruto, serta potensinya untuk dikembangkan
menjadi penerbangan komersil. Tujuh rute penerbangan dianalisis dengan titik
pusatnya di bandara Kupang. Hasil penelitian menyatakan bahwa pdrb dan jumlah
rute memberi pengaruh nyata terhadap keberhasilan penyelengaraan perintis,
sedang jumlah penduduk diwilayah yang dilayani bukan merupakan faktor
pendukung. Terhadap fungsi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi hanya
tiga rute penerbangan yang peran dari penyelenggaraan penerbangan perintis yaitu
Bandara Haliwen di Kabupaten Belu Atambua, Bandara H Aroeoesman di
Kabupaten Ende dan Bandara Umbu Mehang Kunda di Kabupaten Sumba Timur
Berdasarkan tingkat keterisianya (occupancy rate) menunjukan nilai lebih kecil
dari 50% untuk seluruh rute penerbangan, kecuali untuk rute Kupang-Sabu (pp).

ABSTRACT
Implementation of Indonesian aviation pioneer in developing in accordance with the
government's priority programs in developing connectivity in Indonesian territory. The
purpose is to encourage the development of aviation pioneer growth of the local economy
by opening wider access. This study discusses the development of the aviation pioneer in
the area of East Nusa Tenggara, with pengaruhya assess the cost and the regional gross
domestic income, as well as its potential to be developed into a commercial flight. Seven
flights were analyzed with the center point at Kupang airport. The study states that the
GDP and the number of these had a significant effect on the success of the organization
of the pioneer, being the number of residents in the area which served not a contributing
factor. To function as a driver of economic growth in just three routes that the role of
organizing the aviation pioneer Haliwen These Atambua in Belu district, H Aroeoesman
airport in Ende and Umbu Mehang Kunda Airport in East Sumba. Based occupancy rate
indicates the value is smaller than 50% for the entire route flight, except for the Kupang-
Sabu(pp)."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teddy Supriyarso
"Pada penghujung abad 20 dan menjelang abad 21, terasa bahwa dunia saat ini semakin global dan semakin transparannya batas-batas wilayah antar negara. Berkembangnya teknologi canggih dan sistem informasi, menjadikan negara-negara dan perusahaan di dunia ini dituntut untuk lebih adaptif dalam berpartisipasi di kancah internasional.
Garuda Indonesia sebagai perusahaan penerbangan internasionalpun tidak lepas dari dampak perkembangan dunia saat ini, ditambah pula kondisi perekonomian dan desakail politik dunia, mengharuskan Garuda Indonesia untuk tetap bertahan. Namun demikian, teknologi eanggih saja tidaklah cukup untuk bersaing di percaturan internasional, sehingga Garuda Indonesia memandang perlu juga untuk membenahi sistem manajemennya guna menunjang strategi bisnisnya. Untuk i ulah Garuda Indonesia merasa perlu menerapkan TQM sebagai sistem manajemennya untuk membenahi proses manajemennya.
Tinjauan analisis penerapan TQM di Garuda Indonesia terutama membahas pada model TQM-GA secara global dan fleksibel bagi seluruh unit .kerja, dan berkaitan dengan penerapan TQM di fungsi-fungsi utama per.usahaan seperti Operasi & Awak Pesawat, Teknik, dan Pemasaran & Penjualan. Pengkajian ini didasarkan pada aplikasi TQM yang sudah ada di perusahaan, hasil riset, dan teori-teori yang mendukung, seperti ISO 9000, TQM jepang, TQM Amerika Serikat, value chain, service quality gap, assessment dan reward dan lain-lain. Berdasarkan hat tersebut, maka disusunlah model penerapan TQM di Garuda Indonesia, dan bagaimaria unit Operasi dengan crew, Teknik, dan Pemasaran, mempersiapkan diri untuk mengaplikasikan TQM.
Tujuan penerapan TQM di seluruh unit, adalah untuk diarahkan pada pencapaian objektif perusahaan yang dapat diukur melalui QCDSM (Quality, Cost, Delivery, Safety, Morak, yang aplikasinya melalui penerapan konsep TQM, Policy & Activity Management (PAM), Proyek Kendall Mutu (PKM), Gugus Kendall Mutu (GKM), Suggestion System (SS), dan alat-alat manajemen Iainnya. Namun TQM akan dapat diterapkan dengan balk jika dilandasi faktor-faktor komitmen Top Manajemen dan seluruh karyawan, leadership, dikiat yang konsisten, penghargaan yang memotivasi, dan standarisasi di set uruh proses yang ada.
Sebagai akhir pembahasan, disampaikan bahwa Garuda Indonesia harus segera mengadopsi ISO 9000 yang berkaitan dengan jasa yaitu ISO 9004-2, sehingga Garuda Indonesia dapat memenuhi standar pelayanan internasional bagi kepuasan pelanggan. Disamping itu, Top Manajemen sebagai penanggung jawab penuh manajemen kualitas di perusahaan harus turut andil secara nyata dan menjadi teladan, sebab komitmen akan tanggung jawab mi tidak dapat dimandatkan. Saran yang dapat menjadi masukan adalah disusunnya organisasi manajemen kualitas di tiap-tiap unit, sebagai kepanjangan tangan Lembaga Pengendalian Kualitas GA, dan menjadikan masalah kualitas sebagal agenda rapat keseharian di set uruh level perusahaan. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>