Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2871 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riyanti Riyanti
"Screening new bioactive compounds from marine actinomycete organisms associated with corals (Goniopora and Porites) can be an alternative method to discover the natural antifungal compounds. This study aims to determine the density and diversity of actinomycete symbionts based on repetitive sequence-based-polymerase chain reactions (rep- PCR) and to discern the ability of antifungal activity of isolates symbiotic with hard coral mucus by using a pour plate method. A total of 143 isolates were obtained from the hard coral mucus of genera Goniopora and Porites. High genetic diversity was observed among the isolates. Ten isolates with different morphological characteristics were selected to extract its secondary metabolites and then followed by an antifungal test. The isolate with the code of SCAS324 was the one with the antifungal activity, marked by the formation of a very strong inhibition zone of 54.7±0.4 mm toward Aspergillus flavus and 49.2±2.7 mm toward Candida albicans. Antifungal screening showed that the antifungal activity of the isolate SCAS324 was three times as effective as the commercial antifungal.

Keragaman Aktivitas Antijamur Aktinomisetes Simbion Mukus Karang Keras Genus Goniopora dan Porites. Proses penapisan senyawa bioaktif baru dari aktinomisetes laut yang berasosiasi dengan organisme karang (Goniopora dan Porites) dapat menjadi metode alternatif untuk menemukan senyawa anti jamur alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui densitas dan keragaman simbion aktinomisetes berdasarkan repetitive sequence-based-polymerase chain reaction (rep-PCR) dan mengetahui kemampuan aktivitas anti jamur isolat yang bersimbiosis dengan mukus karang keras dengan menggunakan metode pour plate. Sebanyak 143 isolat aktinomisetes diperoleh dari mukus karang keras genus Goniopora dan Porites. Hasil rep PCR menunjukkan tingginya keragaman isolat. Sepuluh isolat dengan karakteristik morfologi yang berbeda dipilih untuk diekstraksi senyawa metabolit sekundernya yang kemudian dilanjutkan dengan uji anti jamur. Isolat dengan kode SCAS324 merupakan isolat yang memiliki aktifitas anti jamur, yang ditandai dengan pembentukan zona hambat yang sangat kuat sebesar 54,7±0,4 mm terhadap Aspergilus flavus dan sebesar 49,2±2,7 mm terhadap Candida albicans. Hasil penapisan anti jamur menunjukkan bahwa aktifitas anti jamur isolat SCAS324 tiga kali lebih efektif dibanding antijamur komersial."
Purwokerto: Faculty of Fisheries and Marine Science Universitas Jenderal Soedirman, 2016
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Julia
"ABSTRAK Tujuan: Regenerasi tulang membutuhkan bahan osteokonduktif yang berfungsi sebagai scaffold. Koral dipilih sebagai scaffold karena disamping bersifat osteokonduktif, juga memiliki biokompatibilitas dan daya resorpsi yang baik. Untuk lebih memudahkan penggunaan secara klinis pada bedah mulut, serbuk koral Goniopora sp perlu diformulasikan menjadi sediaan yang sesuai serta memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu sebagai sediaan farmasi. Sediaan pasta tandur tulang yang diperoleh dari hasil pengembangan dan formulasi serbuk koral Goniopora sp, akan diuji osteokonduktivitasnya secara in vivo sebagai uji preklinik sebelum dapat dilanjutkan dengan uji osteogenesis pada defek tulang secara klinis. Metodologi: Penelitian diawali oleh karakterisasi koral Goniopora sp menggunakan berbagai metode fisiko kimia, dilanjutkan dengan analisis logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd), orientasi, optimasi dan formula sediaan pasta koral, uji stabilitas fisik, uji stabilitas kimia sediaan pasta koral, pembuatan formula steril di lab steril dan sterilisasi dengan radiasi sinar gamma 25 kGy, dilanjutkan dengan uji pasta koral steril dengan metoda mikrobiologi. Kemudian pasta koral steril diaplikasikan pada hewan coba untuk menguji sifat osteokonduktivitas dari formula tersebut pada empat kelompok penelitian yaitu kelompok pasta koral, kelompok serbuk koral, kelompok eksipien, dan kelompok sham. Terminasi dilakukan pada hari ke-7, ke-14 dan ke-28. Kemudian dilakukan analisis melalui micro-CT scan dan SEM, untuk melihat struktur mikro dan pertumbuhan tulang baru pada masing-masing sampel penelitian. Hasil: Dari karakterisasi koral Goniopora sp serbuk berukuran 200 mesh terdapat kandungan kimia utama kalsium (Ca) dan karbonat (CO3) sebesar masing-masing 37,83 dan 58,94%. Pb maupun Cd tidak terdeteksi pada batas deteksi alat masing-masing 0,11 dan 0,47 ppm. Formulasi berhasil dibuat menggunakan eksipien PVP dan Poloxamer 188 dengan perbandingan 1:1. Hasil uji stabilitas fisik dan kimia menunjukkan bahwa sediaan pasta mempunyai kestabilan fisik dan kimia serta steril. Pada uji osteokonduktivitas sediaan pasta unggul pada pola pertumbuhan tulang baru dimana pertumbuhan object volume, persen object volume, dan struktur thickness berada di puncaknya pada hari ke-14 dan perlahan turun sampai hari ke-28 secara terkontrol. Pada hasil SEM juga terlihat struktur mikro permukaan sampel tulang yang diberi perlakuan dengan sediaan pasta lebih padat dibandingkan kelompok lainnya. Kesimpulan: Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa serbuk koral Goniopora sp dapat dikembangkan menjadi sediaan pasta menggunakan eksipien PVP dan Poloxamer 188.
ABSTRACT Objective: Bone regeneration requires an osteoconductive material functioning as a scaffold. Based on its osteoconductivity, biocompatibility, and good resorption properties, coral has been selected as scaffold. To promote clinical application in oral surgery, as bone graft preparation, in this study Goniopora sp coral powder was formulated as an appropriate dosage form that meets safety, efficacy, and quality requirements as a pharmaceutical preparation. The bone graft preparation thus obtained was tested in vivo as preclinical test prior to clinical osteogenesis test in bone defects cases. Methodology: The study was initiated by characterization of Goniopora sp coral using various physicochemical methods. This was then followed by analysis of the heavy metals lead (Pb) and cadmium (Cd). Orientation, optimization and formulation were carried out in the preparation of coral paste. The coral paste was evaluated physicochemically for its stability after sterile preparation using gamma radiation (exposure to 25 kGy of gamma ray). Afterwards, the sterile coral paste was applied to the femur bones of test animals to test the osteoconductivity. The animals were divided into four groups, namely coral paste group, coral powder group, excipient group and sham group. The animals were sacrified on the 7th, 14th and 28th days post-application. Bone analysis was done through micro-CT scan and SEM, to see the microstructure and new bone growth in each study sample. Results: Characterization of 200 mesh powdered Goniopora sp coral revealed that the powder contained Calcium (Ca) and carbonate (CO3) at the level 37.83 and 58.94%, respectively. Neither Pb nor Cd was detected at limit of detection (LOD) of instrument of 0.11 dan 0.47 ppm, respectively. The formula was successfully prepared using PVP and Poloxamer 188 as excipients with a ratio of 1: 1. The results of physical and chemical stability as well as sterility tests showed that coral paste preparations had good physicochemical stability and was sterile. In the osteoconductivity test, it was observed that the coral paste preparation was superior with regard to the new bone growth pattern where the growth of the object volume, percent object volume, and thickness structure peaked on the 14th day and controllably decreased until the 28th day. The SEM results also showed that the microstructure of the the bone surface treated with the coral paste sample was denser than the other groups. Conclusion: Based on these data it can be suggested that the powder of Goniopora sp coral can be developed into a paste preparation for bone grafting using PVP and Poloxamer 188 as excipients.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Roberto Anmessyo
"Latar belakang: Koral Goniopora sp merupakan bahan alami yang bersifat osteokonduktif sehingga berpotensi digunakan untuk subtitusi tulang. Namun demikian, bahan tersebut masih mengandung logam berat terutama kadmium (Cd) sebagai pencemar dengan kadar menurut Chusnul,dkk (2013) sekitar 25.23 mg/kg (ppm).1 Sesuai dengan nilai provisional tolerable daily intake (PTDI ), nilai ambang asupan Cd yang masih dapat diterima adalah 1.00 µg/Kg BB/hari.2 Dengan memperhitungkan kadar dan PTDI kadmium serta bobot badan diasumsikan 60 kg, maka penggunaan maksimum koral Goniopora sp hanya 1 gram untuk satu kali penggunaan.1 Untuk meningkatkan kuantitas koral tersebut dalam satu kali penggunaan, maka perlu dilakukan upaya penurunan kadar Cd dalam koral tersebut. Ethilen diamine tetra acetic acid (EDTA) merupakan zat pengkelat yang bersifat selektif terhadap berbagai ion logam dalam membentuk kompleks melalui pengaturan pH.3 Pencucian dan perlakuan koral Goniopora sp dengan larutan EDTA yang didapar pada pH tertentu, diharapkan mampu menurunkan kadar Cd dalam koral tersebut.
Tujuan: Menurunkan kadar Cd dalam koral Goniopora sp secara selektif sehingga tidak mempengaruhi komposisi mineral alami dalam koral tersebut menggunakan ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) sebagai chelating agent.
Metode: Kadar Cd dalam sampel koral Goniopora sp sebelum perlakuan ditentukan untuk mendapatkan kadar base line Cd. Selanjutnya koral tersebut diberi perlakuan melalui perendaman dan pengadukan dalam larutan EDTA yang didapar dengan dapar fosfat pada pH 7.0 dan 7.5. Perlakuan tersebut dilakukan sampai 10 hari dan setiap dua hari dilakukan pengambilan sampel koral. Setelah pencucian dengan air dan pengeringan, dilakukan penentuan kadar Cd dalam sampel koral dan hasilnya ditampilkan sebagai profil kadar kadmium terhadap waktu perlakuan. Selain Cd, dilakukan juga penentuan kadar kalsium (Ca) sebagai marker komponen utama koral Goniopora sp. Penentuan kadar Cd dan dan Ca dilakukan menggunakan metode atomic absorption spectrometry (AAS).
Hasil: Tidak terdapat perbedaan kadar Cd yang bermakna dalam koral Goniopora sp sebelum dan sesudah perlakuan dengan EDTA.
Kesimpulan: Perlakuan koral Goniopora sp dengan EDTA pada kondisi percobaan yang dilakukan belum mampu menurunkan kadar Cd pada koral tersebut.

Background: Goniopora sp. coral is a natural material showing osteocondutive properties and hence potential to be applied as bone substitution. However, according to Chusnul,et.al (2013) this material still contains heavy metals as contaminant especially that of cadmium (Cd) at concentration level of around 25.23 ppm. 1 Based on its provisional tolerable daily intake (PTDI ), maximum acceptable daily intake of Cd is 1.00 µg/Kg BW/day.2 Taking into account the concentration level and PTDI value of Cd as well as body weight assumed to be 60 kg, maximum application of Goniopora sp coral is only 1 g for one application.1 To increase the quantity of this coral for one application, an effort to reduce the concentration of Cd in this coral should be carried out. Ethilen diamine tetra acetic acid (EDTA) is a chelating agent able to form complex with various metals selectively by means of pH adjustment.3 Washing and treatment of Goniopora sp coral with EDTA solution buffered at certain pH are expected to reduce Cd concentration in this coral.
Aim: To reduce the levels of Cd in Goniopora sp coral selectively applying ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) as chelating agent so that natural composition of minerals in this coral were not significantly affected.
Methods: Concentration of Cd in pretreatment Goniopora sp coral sample was determined to obtain base line concentration of Cd. The coral was then treated by means of immersing and stirring in EDTA solutions buffered with phosphate buffer at pH of 7.0 and 7.5. The treatment was conducted up to 10 days in which every two days a probe of coral samples was collected. After washing with water and drying, Cd concentrations in those samples were subsequently determined and the results were displayed as Cd concentrations profile as function of treatment time. In addition to Cd, concentration of calcium (Ca) as marker of main component of Goniopora sp coral was also determined. Determination of Cd and Ca concentrations were conducted by means of atomic absorption spectrometry (AAS) method.
Result: No significant difference in Cd concentrations was observed before and after treatment with EDTA.
Conclusion: Treatment of Goniopora sp coral with EDTA under experimental conditions was still not able to reduce Cd concentration in this coral
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Karang batu merupakan salah satu organisme yang masuk dalam ordo selectinia danmerupakan komponen yang paling dominan pada ekosistem terumbu karang serta sebarannya dapat dijumpai hampir di seluruh pantai Indonesia
."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Moradi M, Kamrani E, Shokri MR, Ranjbar MS, Hesni MA (2009) First record of two hard coral species (Faviidae and Siderastreidae) from Qeshm Island (Persian Gulf, Iran). Nusantara Bioscience 2: 34-37. Two species of hard corals including Cyphastrea chalcidicum (Forskal 1775) (Faviidae) and Coscinaraea monile (Forskal 1775) (Siderastreidae) were collected from the south of Qeshm Island (Persian Gulf, Iran) in the late of 2008. These species were previously reported from southern Persian Gulf, Gulf of Aden, Southeast Africa and Indo-Pacific. The literature review on the distribution of these two species revealed that these species were firstly recorded from the Persian Gulf. These findings further emphasize the high diversity of coral fauna in the Iranian waters of the northern Persian Gulf. "
570 NBS 2:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Wulansari
"(+)-2,2?-Epicytoskyrin A, a bis-anthraquinone isolated from fungal endophyte Diaporthe sp. GNBP-10 associated with
Uncaria gambir Roxb., was investigated for its antifungal activity. The broth microdilution method was used to
determine the minimum inhibitory concentration (MIC) against 22 yeast strains and three filamentous fungi. The MICs
of (+)-2,2?-epicytoskyrin A ranged from 16 to 128 μg/mL, which exhibited lower activity than the antifungal nystatin.
A study of the mechanism of action revealed similar effects of (+)-2,2?-epicytoskyrin A and nystatin on Candida
tropicalis at their MICs (16 and 8 μg/mL, respectively) and 2 times of the MIC. Both compounds caused cytoplasmic
material and ion leakages on fungal cell, which were characterized by an increase in absorbance at 260 nm and 280 nm
as well as Ca2+ and K+ ion concentrations. The morphology of the fungal cells after (+)-2,2?-epicytoskyrin A treatment
was observed under a scanning electron microscope. The control cells, which were not treated with either (+)-2,2?-
epicytoskyrin A or nystatin, showed a smooth surface, while the cells treated with either (+)-2,2?-epicytoskyrin A or
nystatin shrank and displayed a donut-like shape. More shrinkage was observed in the 2 times MIC concentration and
even more in the cells exposed to nystatin. The action of (+)-2,2?-epicytoskyrin A was proposed through membrane
disruption.
Aktivitas Antijamur (+)-2,2?-Episitoskirin A dan Aksi Disrupsi Membran. (+)-2,2?-Episitoskirin A, suatu senyawa
bis-antrakuinon yang diisolasi dari jamur endofit Diaporthe sp. GNBP-10 yang berasosiasi dengan Uncaria gambier
Roxb., telah diuji aktivitas antifungi-nya. Metode mikrodilusi cair digunakan untuk menentukan konsentrasi hambat
minimum (KHM) terhadap 22 strain khamir dan tiga strain kapang. KHM dari (+)-2,2?-episitoskirin A berkisar antara
16 hingga 128 μg/mL, menunjukkan aktivitas yang lebih rendah dibandingkan antijamur nistatin. Studi terhadap
mekanisme kerja dari senyawa uji menunjukkan bahwa (+)-2,2?-episitoskirin A dan nistatin memiliki efek yang serupa
terhadap Candida tropicalis pada konsentrasi KHM (16 dan 8 μg/mL) dan dua kali KHM-nya. Keduanya menyebabkan
terjadinya kebocoran material sitoplasmik dan ion pada sel khamir yang ditandai dengan meningkatnya absorban pada
panjang gelombang 260 nm dan 280 nm, serta meningkatnya konsentrasi ion Ca2+ dan K+. Morfologi dari sel khamir
setelah diberi perlakuan diamati di bawah Scanning Electron Microscope. Sel kontrol yang tidak diberi perlakuan, baik
dengan (+)-2,2?-episitoskirin A maupun nistatin, menunjukkan permukaan yang halus, sementara sel yang diberi
perlakuan dengan (+)-2,2?-episitoskirin A dan nistatin masing-masing mengalami pengerutan dan berbentuk seperti
donat. Pengerutan sel ini bertambah pada konsentrasi 2 kali KHM dan semakin bertambah pada sel yang diberi
perlakuan dengan nistatin. Dari studi yang dilakukan, mekanisme kerja dari (+)-2,2?-episitoskirin A diduga melalui
perusakan pada membran sel."
Indonesian Institute of Sciences, Bogor. Research Center for Biology, 2016
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam rangka pencarian aktivitas antimikroba dari aktinomycetes di Papua, sebanyak seratus isolat Actinomycetes yang berasal dari tanah dan serasah dari beberapa ekosistem di Pulau Batanta dan Salawati, Papua Barat telah diuji. Sebanyak 200 ekstrak dari 100 isolat Actinomycetes telah diperoleh melalui dua tahap ekstraksi. Metabolit non polar diekstraksi menggunakan pelarut etil asetat : metanol (4:1), sedangkan metabolit polar diperoleh dari pemekatan medium menggunakan metode kering beku. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan metode difusi agar, sebanyak 43 dari 200 ekstrak (21,5%) memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri dan khamir (Escherichia coli NBRC 14237, Bacillus subtilis NBRC 3134, Staphylococcus aureus NBRC 13276, Micrococcus luteus NBRC 1367, Candida albicans NBRC 1594, dan Saccharomyces cerevisiae NBRC 10217). Hasil penelitian menunjukkan beberapa ekstrak Actinomycetes memiliki aktivitas anti bakteri gram negatif (1,5%), anti bakteri gram positif (17%), dan anti fungi (17%). Metabolit yang diekstraksi dengan pelarut etil asetat : metanol lebih aktif (35%) dibandingkan dengan pelarut air (17%). Sebanyak lima isolat yang memiliki aktivitas antimikroba tertinggi (BL-13-5, BL-06-5, BL-14-2, BL-22-3, dan Sl-36-1) diidentifikasi berdasarkan data sekuen gen 16S rRNA. Berdasarkan hasil pencarian homologi dengan program BLAST, diperoleh homologi spesies berturut-turut adalah Streptomyces kanamyceticus (92%), Streptomyces verne (92%), Streptomyces narbonensis (92%), Streptomyces malachitofuscus (98%), dan Streptomyces hygroscopicus (96%).

In the framework of exploitation of antimicrobial activity of Actinomycetes in Papua, one hundred isolates of Actinomycetes isolated from soil and leaf litter samples from various ecosystems in Batanta and Salawati Island, Raja Ampat, West Papua were screened. We obtained 200 crude extracts from 100 isolates based on two extraction phases. Nonpolar metabolites were extracted by ethyl acetate : methanol (4:1) solvent while the polar metabolites were concentrated using a freeze-drying method. Based on the agar dilution method, a total of 43 from 200(21.5%) crude extracts have antimicrobial activity against bacteria and yeasts (Escherichia coli NBRC 14237, Bacillus subtilis NBRC 3134, Staphylococcus aureus NBRC 13276, Micrococcus luteus NBRC 1367, Candida albicans NBRC 1594 and Saccharomyces cerevisiae NBRC 10217). Some crude extracts showed anti-Gram negative (1.5%), anti-Gram positive (17%) and antifungal (17%) activities. Crude metabolites which were extracted using ethyl acetate : methanol were more effective on antimicrobial activity (35%) compared with water extraction (17%). Five most potential isolates (BL-13-5, BL-06-5, BL-14-2, BL-22-3, and Sl-36-1) were identified based on 16S rRNA gene sequence data. Sequence similarity search by BLAST program revealed that they show sequence similarities to Streptomyces kanamyceticus (92%), Streptomyces verne (92%), Streptomyces narbonensis (92%), Streptomyces malachitofuscus (98%), and Streptomyces hygroscopicus (96%), respectively."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Shania Rosita Angelica
"Kanker payudara menduduki urutan pertama sebagai kejadian tertinggi kanker pada wanita. Pada 2018, penderita kanker payudara pada penduduk Indonesia sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk. Faktor resiko dari kanker payudara antara lain adalah jenis kelamin, usia, memiliki riwaya keluarga, mutasi dari gen riwayat penyakit payudara sebelumnya, menstruasi dini ataupun menarche lambat, riwayat reproduksi, terapi hormon, dan gaya hidup tidak sehat. Candidiasis merupakan kondisi infeksi yang dibebkan oleh jamur Candida sp. Candida abicans yang berada di dalam tubuh manusia dapat berubah menjadi patogen jika memiliki faktor resiko seperti perokok, imunitas menurun, ganguan endokrin, kemoterapi, dan juga terapi antibiotik. Mellitin merupakan komponen utama pada racun lebah sebesar 50% kemampuan Melittin yang diketahui dapat membentuk pori pada membran lipid yang dapat memberi efek penghambat pada pertumbuhan sel kanker dan jamur. Pada pengujian kali ini membuktikan kemampuan peptida tersebut dalam  menjadi alternatif antikanker payudara. Racun Lebah dari spesies Apis cerana memiliki nilai LC50 sebesar 49,28 µg/ml dan melittin sebesar 16,67 µg/ml yang diuji dengan BSLT. Uji antikanker terhadap sel kanker payudara MCF-7menggunakan metode MTT-Assay menunjukan adanya aktivitas antikanker. Uji antijamur yang dilakukan dengan metode Cakram Disk tidak menunjukan aktivitas antijamur

Breast cancer is the first highest cancer in women . In 2018, breast cancer sufferers in Indonesia amounted to 42,1 per 100.000 population with death rate of 17 per 100.000 population. Risk factors for breast cancer include gender, age, family history of diseases, gene mutations, history of previous breast disease, early menstruation or slow menarche, reproductive history, hormone therapy, and unhealthy lifestyle. Candidiasis is an infection condition caused by the fungus Candida sp. Candida albicans in the human body can turn into pathogens if have risk factors such as smokers, decreased immunity, endocrine disruption, chemotherapy, and also antibiotic therapy. Mellitin is a major component of bee venom by 50%, the ability of Melittin known to form pores in the membrane lipids which can have an inhibiting effect on the growth of cancer cells and fungi. In this test prove the ability of the peptide in being an alternative to cervical anticancer. Bee venom from Apis cerana species having an LC50 value 49.28 µg/ml and melittin  16.67 µg/ml tested with BSLT method. Anticancer test against MCF-7 breast cancer cells using the MTT-Assay method showed anticancer activity. And the antifungal test conducted by the Difusion Disc method doesn’t show antifungal activity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Khaista Khairunnisa
"Resin adalah metabolit sekunder dari mekanisme metabolisme tanaman. Malassezia globosa adalah jamur yang umum muncul di kulit tetapi dapat menjadi infeksi oportunistik jika terbentuk dalam jumlah yang tidak wajar. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji aktivitas antijamur resin Belitung. Resin yang digunakan adalah resin Mampat yang didapatkan dari pohon Jangkar Asam dan resin Betor Padi yang didapatkan dari pohon Tanjung Pandan. Ekstraksi resin dilakukan dengan metode maserasi menggunakan 70% etanol selama 8 jam. Ekstrak resin kemudian dikaji dengan cara LC-MS/MS dan di uji antijamur terhadap Malassezia globosa menggunakan metode mikrodilusi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat 9 senyawa terindentifikasi untuk kedua resin, dengan Hederagenin dan DAPG sebagai senyawa pada resin Mampat yang mempunyai fungsi antijamur dan Tryptophyllin, DL-Malic Acid, Benzoic acid, Limonin, ?-mangostin sebagai senyawa pada resin Betor Padi yang mempunyai fungsi antijamur. Uji antijamur menunjukkan bahwa resin Mampat tidak mempunyai aktivitas antijamur yang cukup kuat dibandingkan ketokonazol sebagai kontrol positif, sedangkan absorbansi pada resin Betor Padi lebih kecil daripada ketokonazol, menunjukkan bahwa resin Betor Padi mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan jamur Malassezia globosa.

Resin is a secondary metabolite produced by plants from its metabolism mechanism. Malassezia globosa is a fungal that usually formed in skin but can be opportunistic pathogen in extensive amount. This research was conducted to explore the antifungal activity of resin obtained from Belitung. The resin used are Mampat resin from Jangkar Asam tree and Betor Padi resin from Tanjung Pandan tree. Resin is extracted by maceration using 70% ethanol for 8 hours. The resin extract then identified by LC-MS/MS and tested for its antifungal activity against Malassezia globosa using the broth-microdilution method. The result has found that there are 9 compounds identified for both Mampat and Betor Padi resin with Hederagenin and DAPG is the antifungal property in Mampat resin and Tryptophyllin, DL-Malic Acid, Benzoic acid, Limonin, ?-mangostin are the antifungal property in Betor Padi resin. The antifungal test shown that Mampat resin does not have an ideal antifungal activity compared to ketoconazole as the positive control, contrary to Betor Padi resin that appeared to have lower absorbance than the ketoconazole, meaning that Betor Padi resin has the potential to interfere the growth of Malassezia globosa."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nada Vanadya Zulfa
"Penyakit busuk pangkal batang dan busuk akar yang disebabkan oleh jamur patogen Ganoderma merupakan penyakit yang menyebabkan kerugian pada komoditas Hutan Tanaman Industri seperti Kelapa Sawit. Pertumbuhan Ganoderma dapat dikendalikan dengan menggunakan mikroba biokontrol. Bakteri kelompok actinomycetes, dari genus Streptomyces telah banyak diteliti kemampuannya untuk menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang bersifat antibiosis. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh masa delayed antagonistic test yang diperpanjang, medium dan lama fermentasi isolat S. cellulosae terhadap Ganoderma sp. TB3 dan TB4. Uji Antagonistis dilakukan dengan penundaan inokulasi selama 9 hari. Aktivitas antifungal dari S.cellulosae diujikan menggunakan filtrat fermentasi berumur 10 dan 14 hari pada medium CSM broth dan PDB yang disterilisasi dengan autoklaf dan membrane filter. Filtrat fermentasi terpilih dengan hambatan terbaik diekstraksi dan diujikan terhadap Ganoderma sp. pada konsentrasi 5.000, 10.000, 20.000 dan 40.000 ppm menggunakan metode paper disc diffusion. Aktivitas antagonistis S.cellulosae dapat menghambat pertumbuhan Ganoderma sp. TB3 (83%) dan Ganoderma sp. TB4 (85%). Filtrat S.cellulosae menunjukkan hambatan paling optimal terhadap pertumbuhan Ganoderma sp. TB3 (94%) dan TB4 (93%) bila ditumbuhkan di medium CSM broth selama 14 hari dengan teknik sterilisasi membrane filter. Uji Antibiosis dengan ekstrak kasar mulai memperlihatkan hambatan terhadap pertumbuhan terhadap Ganoderma sp. TB3 (68%) dan TB4 (47%) pada konsentrasi 20.000 ppm.

Basal stem rot and root rot diseases caused by pathogenic fungi Ganoderma are threatening diseases that can cause severe loss in industrial tree plantation commodities, including oil palm. The mycelial growth of Ganoderma can be managed using biological control microorganism. Bacteria from the group of Actinomycetes, namely Streptomyces has been widely researched because of their ability to produce various kinds of secondary metabolites which have antibiosis activity. This research was done to show the effect of prolonged delay antagonistic test, media and incubation period of S. cellulosae towards Ganoderma sp. TB3 and TB4. Antagonistic activity was assayed using the prolonged delay antagonistic test with a 9 days delay for Ganoderma inoculation. Antifungal activity of S.cellulosae was tested using fermentation filtrate of the isolate which had been grown for 10 and 14 days in CSM broth and PDB media by still culture method. Filtrates were sterilized using autoclave and membrane filter. The filtrate with highest inhibition activity was extracted and tested against Ganoderma at a concentration of 5.000, 10.000, 20.000 and 40.000 ppm using the paper disc diffusion method. Antagonistic activity of S.cellulosae can inhibit the growth of Ganoderma sp. TB3 (83%) and TB4 (85%). Culture filtrate from CSM broth at 14 days fermentation with membrane filter sterilization technique exhibited the maximum inhibition to Ganoderma sp. TB3 (94%) and TB4 (93%). Antibiosis assay of crude extract started to show 68% inhibition of Ganoderma sp. TB3 and 47% of Ganoderma sp. TB4 at a concentration of 20.000 ppm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>