Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170024 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nainggolan, Riris
"ABSTRAK
Proyek sanitasi dan pengolahan limbah rumah tangga di Jakarta (Setiabudi Sewerage and Sanitation Project) sebagai kerja sama pemerintah Republik Indonesia dan Bank Dunia telah dilaksanakan sejak tahun 1983. Tahap pertama proyek sanitasi ini yang bersifat percontohan meliputi wilayah Setiabudi-Tebet Manggarai. Tujuan proyek tersebut selain untuk pengendalian banjir adalah pengelolaan limbah rumah tangga dan sanitasi lingkungan yang dewasa ini sudah berada pada tingkat pencemaran yang dapat membahayakan kesehatan. Pencemaran lingkungan termasuk sungai yang sudah cukup memprihatinkan ini terjadi hampir di seluruh sungai di kota-kota besar di Indonesia di antaranya Ciliwung di Jakarta. Hal ini antara lain disebabkan masih banyak penduduk yang belum menyadari arti hidup sehat. Di daerah perkotaan dengan peningkatan penduduk yang relatif tinggi masih banyak warga masyarakat yang membuang limbah rumah tangga dan kotoran di tempat tidak semestinya yakni di halaman, got dan sungai disekitarnya yang memperberat pencemaran sumber air bersih dan air tanah. Air bersih yang diperoleh dari unit-unit pengolahan air minum yang terdapat hampir di sleuruh Kotamadya di Indonesia baru dapat melayani sekitar 36% penduduk. Selebihnya penduduk menggunakan sumber air bersih yang tidak terawasi dari air tanah (sumur pompa, sumur gali) dan air permukaan (kali/sungai) sebelum diolah terlebih dahulu. Dari hasil studi yang pernah dilakukan di daerah proyek sebelum proyek sanitasi (JSSP) dilaksanakan ternyata bahwa pembuangan kotoran penduduk yang memenuhi syarat hanyalah 52,20% dan sebagian penduduk membuang kotoran di sungai-sungai sekitarnya termasuk Ciliwung dan Kali Krukut yang merupakan sumber air baku untuk air minum.
Selanjutnya diketahui bahwa air minum yang memenuhi syarat hanaylah 12& dengan parameter pencemar yang utama nitrit (NO2) yang biasanya berasal dari resapan jamban dan pembuangan limbah, proyek sanitasi semacam JSSP termasuk suatu inovasi atau hal yang baru di daerah Jakarta yang dapat menimbulkan berbagai sikap masyarakat karena melalui proyek ini diharapkan masyarakat dapat terdoronf untuk membayar dan memelihara saran kesehatan lignkungan yang ada.
Dalam proyek ini diperkenalkan suatu tindakan membayar dari penduduk untuk pembuangan limbah rumah tangganya seperti halnya yang terlaksana dalam pembuangan sampah atau air minum.
Dari beberapa pengalaman di berbagai daerah di Indonesia ternyata sarana sanitasi bantuan pemberintah hanya sebagian kecil dalam keadaan baik. Dalam penangan dan pemeliharaan serta pemanfaatan sarana kesehatan lingkungan diperlukan partisipasi masyarakat agar sarana tersebut dapat bermanfaat dan terpelihara dengan baik. Pemeliharaan dan pemanfaatan sarana kesehatan lingkungan termasuk jamban/kakus diharapkan dapat mebgurangi terjadinya pencemaran lingkungan termasuk air tanah.
Sehubungan dengan itu studi ini mempunyai tiga tujuan. Pertama mengetahui sikap masyarakat dalam penerimaan terhadap pembangunan JSSP mencakup penyediaan dan penggunaan sarana air minum, jamban dan pembuangan sampah serta buangan limbah rumah tangga. Kedua, mengetahui kualitas air minum (air bersih) disekitar proyek sanitasi. Ketiga merumuskan alternatif intervensi masalah pembangunan kesehatan yang berhubungan dengan proyek sanitasi.
Lokasi studi ini dibatasi di daerah proyek sanitasi yang sudah dibangun kakus umum yakni kelurahan-kelurahan menteng dalam. Menteng Atas, karet dan Manggarai, dengan responden keluarga untuk wawancara adalah Ibu rumah tangga aau anggota keluarga yang sudah dewasa. Selain itu wawancara anggota keluarga yang sudah dewasa. Selain itu wawancara dilakukan terhadap petugas keluarahan, RT dan pengelola saran yang ada. Rumah tangga yang diwawancarai seluruhnya berjumlah 210.
Temuan pertama, sebanya 65,8% penduduk menggunakan jamban/kakus umum yang dibangun proyek sanitasi. Setipa kakus tersbeut dipakai bersama puluhan keluarga lainnya. Diketahui pula selanjutnya bahwa sebanyak 3B,7% dari jamban yang ada tidak terpelihara. Sejumlah 167 keluarga (78,8%) mempunyai saran air bersih sendiri. Saran penyediaan air bersih yang terpelihara sebanyak 100 (47,8%) sedangkan yang lainnya tidak bersih dan rusak. Sebanyak 22,8% keluarga mempunyai tempat limbah padat sedangkan yang memenuhi syarat hanya 79,1% keluarga membakar sampahnya (limbah padat) atau membuang ke kali, pasar dan tanah terbuka. Sebanyak 62,6% saluran air limbah yang ada pada masyarakat memenuhi syarat.
Temuan studi ke dua memperlihatkan tidak adanya perubahan kualitas air minum (air bersih) di sekitar proyek sanitasi. Kandungan pencemar kimiawi yakni nitrit (NO2) dan bakteriolohik (coliform)gidak menunjukan penuruan yang berarti. Dari sikap masyarakat yang berhubungan dengan pemeliharaan sumber-sumber air bersih dapat diketahui kebiasaan sehat masih kurang.
Dari mobilitaspenduduk yang cukup besar, dapat diduga sulitnya melaksanakan penyuluhan kesehatan dengan hasil yang diinginkan.
Berdasarkan temuan diatas penelitian ini mengajukan alternatif cara peningkatan peran serta masyarakat dalam proyek sanitasi dengan lebih mengikutsertakan masyarakat dimulai dari tahap perencanaan proyek, pelaksanaan dan pemanfaatan sarana sani tasi yang dibangun. Perlu membantuk suatu organisasi khusus yang dapat menyelenggarakan atau mengelola sarana sanitasi yang dibangun. Organisasi ini melibatkan tokoh masyarakat, pelaksana penanggung jawab sarana serta pengelola program. Melalui organisasi inidiharapkan dapat dilakukan evaluasi dan intervensi hal-hal yang mengambat pelaksanaan pembangunan kesehatan
Terutama mengingat mobilitas penduduk yang cukup besar penyuluhan kesehatan sebaiknya diberikan berkali-kali mencakup kebersihan dan penyehatan lingkungan. Dengan demikian diperlukan pendayagunaan lembaga-lembaga yang ada termasuk petugas kelurahan dan atau sistem keamanan lingkungan (siskamling) serta penerapan peraturan pemerintah mengenai pengelolaan lingkungan, diantaranya adalah peraturan tentang kebersihan lingkungan diwilayah daerah khusus ibukota jakarta.

ABSTRACT
The sanitation project and the management of the management of the domestic waste in Jakarta has been implemented as a cooperation between the Government of Indonesia and the world Bank, has been executed since 1983. The first stage of this sanitation project was designed as a model covering setiabudi, tebet and manggarai districts. The purpose of the project in addition to flood control was to manage the domestic sewage and to improve the environmental sanitation which have reached the stage of contamination that could endanger the health of the community. These serious environmental pollution problems including water pollution occured in most big cities in Indonesia such as Ciliwung river in Jakarta. This among others is caused by the lack of awareness of the community who dispose their domestic waste improperly which increase the contamination of water and soil.
Clean water obtained from the drinking water treatment plant found in most big cities in Indonesia could only supply about 36% of the population. The rest of the population obtain water from the ground (shallow well-pumps and dug wells) and water from the rivers.
From the result of study which was carried out in the project regions before the Sanitation Project (JSSP) was implemented, it turned out that only 52,20% had sanitary disposal and part of the people defecate on the rivers including Ciliwung and Krukut which are the sources of drinking water. Furthermore it is known that drinking water which fulfill nitrite (NO2) usually comes from latrine and leachate from solid wasted dumping site.
Sanitation project is an innovation in Jakarta which could improve community attitude. In this project a system of community contribution has been introduces to over the expenses of removal of the domestic waste away from their homes the same way as their contribution for solid waste disposal and water supply.
From some experiences in several districts in Indonesia it turned out that the sanitation project as a government support, mostly are not well maintained. Form the operation, maintenance and utilization of the environmental health facilities, community participation is very much needed. The maintenace and utilization of the environmental health facilities including public latrines are menat to reduce the environmental pollution including the groundwater. This can be seen thorugh the decrease of the level of fecal contaminants for example bacteria, including coli and nitrite.
The objectives if the study:
First to identify the attitude of the comunity in the case of accepting the JSSP including the supply and the utilization of drinking water facilities, latrine and domestic waste disposal. Second, to know the quality of the drinking water (clean water) in the neighbourhood of the sanitation project. Third, to formulate alternative interventions and evaluation of the health improvement in connection with the sanitation project. The location of this study was limited to the sanitation project area where public latrine have been built using ground water namely the districts of Menteng Dalam, Menteng Atas, Karet and Manggarai.
Respondents for interview consisted of housewives and adult members of the family. Besides that, interviews are also conducted for districts officials, RT and the officials in charge. The number pf families who were interviewed were 210. The first finding of the study was : about 65,8 % of the population make use of the public latrines built by the sanitation projects. Every latrine has been used together by ten families. It is known that 38.7% of the public latrines were not well maintained.
About 167 families (79,8%) have their own clean water facilities. Water cupply facilities which were well maintained 100 unites (47,8%) while others were not clean and in bad condition and 22,8% of the families have their own solid waste bins; among those only 79,1% met teh requirements. Other families burn their refuse ot throw them away into the rivers, in the streets or open places. About 62,6% or the waste water drainage in the community met the requirements. The second finding showed that there was no change in the quality of the drinking water (clean water) around their sanitation project. The content of chemical contamination such as nitrite (NO2) and coliform did not show a meaningful decrease. From the attitude of the community in connection with the maintenance of the sources of clean water, we observed that the healhty way of life were not implemented adequately.
Due to high mobility of the people we can assume that it is difficult to reach a good result of the health education. Based on the above mentioned findings, this studysubmit an alternative how to increase theparticipation of the community starting from the planning of the project, executing and the utilixation of the sanitation facilities which will be built.
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunasrun
"Sektor air minum dan sanitasi merupakan pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan pengentasan kemiskinan. Penyediaan air minum dan sanitasi yang baik akan memberi dampak pada peningkatan kualitas lingkungan, kesehatan masyarakat dan peningkatan produktivitas masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah melalui pelaksanaan Program Nasional Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas). Program Pamsimas di Kabupaten Padang Pariaman pada Tahun 2010 telah dilaksanakan pada 12 korong/desa, dimana untuk pengelolaan infrastruktur yang telah dibangun tersebut telah dibentuk Badan Pengelola Sarana Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (BPSPAMS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja BPSPAMS dalam mengelola aset infrastruktur air bersih perdesaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey melalui kuisioner kepada responden secara langsung kemudian selanjutnya dianalisis menggunakan analisis faktor. Sampel diambil dari 12 desa penerima Program Pamsimas tahun 2010 dibedakan berdasarkan teknologi yang digunakan serta sistem layanan air bersih yang diterapkan. Variabel-variabel yang diteliti berdasarkan aspek pengukuran kinerja sektor publik yaitu aspek masukan, aspek proses, aspek keluaran, aspek hasil, aspek manfaat, dan aspek dampak. Dari 35 variabel awal berdasarkan persepsi masyarakat melalui hasil jawaban kuisioner dengan menggunakan analisis faktor berhasil direduksi menjadi 19 variabel yang menggambarkan kinerja BPSPAMS. Dari analisis faktor kinerja tersebut diperoleh skor BPSPAMS di Kabupaten Padang Pariaman dengan tiga tingkatan, yaitu BPSPAMS yang tidak berkembang dengan prosentase skor kurang dari 48%, BPSPAMS kurang berkembang prosentase skor 48% s/d 74,5% serta BPSPAMS yang berkembang dengan prosentase skor lebih dari 74,5%.

Water supply and sanitation is a public service that has strong links to poverty alleviation. Water supply and sanitation will have an impact on improving the quality of the environment, public health and public productivity improvement. One of the government's efforts is through the implementation of the National Programme for Water Supply and Sanitation Community-Based (Pamsimas). Program Pamsimas in Padang Pariaman district in year 2010 was held on 12th surroundings / village, where for the management of the infrastructure that has been built has been formed Management Agency for Water Supply and Sanitation (BPSPAMS). This study aims to determine the factors that affect performance in managing infrastructure assets BPSPAMS water village. The method used in this study is a survey method through questionnaires to the respondents directly then further analyzed using factor analysis. Samples were taken from 12 villages in 2010 Pamsimas Program recipients are distinguished based on the technology used and the water service system is applied. Variables studied based on aspects of public sector performance measurement is the input aspects, aspects of the process, the output aspect, the aspect of the results, the benefit aspects, and aspects of the impact. From the initial 35 variables based on the perception of the public through the answers to the questionnaire using factor analysis successfully reduced to 19 variables that describe the performance BPSPAMS. From the analysis of performance factors obtained scores in the district of Padang Pariaman BPSPAMS with three levels, namely BPSPAMS were not developed with a percentage score of less than 48%, less developed BPSPAMS percentage score of 48% - 74.5% and growing BPSPAMS percentage score more than 74.5%."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2103
T33027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Agustina
"Water, Sanitation, Hygiene iatau WASH adalah hal yang sangat penting untuk kesehatan manusia dan berkontribusi penting di kehidupan. Indonesia memiliki target untuk bebas BABS hingga 0% tahun 2024 Menurut Menteri Kesehatan bahwa 70% dari sumber air sudah positif terkontaminasi feses. Dampak ini dikarenakan bahaya iklim yang mengurangi akses air dan sanitasi . Lebih dari setengah 52,3% rumah tangga di NTT tidak pernah mengikutsertakan perempuan dalam pengambilan keputusan terkait air dan sanitasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi ketahanan iklim air minum sanitasi, implementasi WASH terhadap GEDSI, dan memberi rekomendasi terkait implementasi WASH berbasis GEDSI di Kota Kupang. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data ini adalah menggunakan WASH Climate Resilient Development GWP, Key Informant Interview, dan Focus Group Discussion. Melalui analisis dari hasil pengamatan baik dengan Risk Assessment dan deskriptif, didapatkan bahwa bahaya Iklim terbesar Kota Kupang alami adalah Kekeringan dengan eksposur terbesar ke lingkungan yaitu sumber air dengan tingkat skor sebesar 27 (skala 1-27). Bahaya iklim berdampak besar selanjutnya adalah Badai Seroja yang memberikan eksposur kepada masyarakat dan lingkugan dimana menjadi rentan dengan infrastruktur sanitasi di rumah dan populasi terdampak hingga skor masing - masing 18. Faktor yang menyebabkan ini adalah kurangnya anggaran daerah untuk memprioritaskan pengembangan infrastruktur sanitasi dan air minum. Untuk implementasi WASH ketahanan iklim berbasis GEDSI, Kota Kupang masih minim dalam melibatkan perempuan, disabilitas dan masyarakat rentan dikarenakan minimnya sarana untuk ikut mengambil keputusan di tengah kelompok masyarakat yang dominan laki - laki. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa kondisi air minum dan sanitasi di Kota Kupang belum berketahanan iklim dikarenakan masih rentan dengan bahaya iklim, belumnya pemenuhan kebutuhan air minum dan sanitasi bagi masyarakat khususnya kelompok perempuan, disabilitas dan masyarakat rentan. Rekomendasi penelitian yaitu memberikan adalah peningkatan forum diskusi dan edukasi terutama untuk perempuan, disabilitas, dan kaum rentan seperti anak – anak sehingga seluruh kebutuhan dapat tersampaikan lalu oleh pemerintah dapat meningkatan biaya anggaran untuk penyediaan infrastruktur distribusi air.

Water, Sanitation, Hygiene or WASH is very important for human health and makes an important contribution to life. Indonesia has a target to be free of open defecation by 0% by 2024 According to the Minister of Health, 70% of water sources have been contaminated with positive feces. The impact is due to climate hazards that reduce access to air and sanitation. More than half of 52.3% of households in NTT have never included women in making decisions related to water and sanitation. This study aims to analyze the condition of the resilience of drinking water sanitation, WASH implementation of GEDSI, and provide recommendations regarding the implementation of GEDSI-based WASH in Kupang City. The method used to obtain this data is using the WASH Climate Resilient Development GWP, Key Informant Interviews, and Focus Group Discussions. Through an analysis of the results of observations both with Risk Assessment and descriptive, it was found that the biggest natural climate hazard in Kupang City is Drought with the greatest exposure to the environment, namely water sources with a score level of 27 (scale 1-27). The next major impact climate risk is extreme weather (hurricane sejora) which provides exposure to communities and environments where becomes vulnerability with sanitation infrastructure at home and population tracking up to a score of 18 each. The factor that causes this is the lack of local budgets to prioritize the development of sanitation and water infrastructure drink. For the implementation of the climate of resilience based on GEDSI WASH, the City of Kupang is still lack in involving women, disturbances, and vulnerable communities due to the lack of means to take part in making decisions in the midst of male-dominated community groups. Therefore, it can be concluded that the condition of drinking water and sanitation in Kupang City is not yet climate resilient because it is still vulnerable to climate hazards, the need for drinking water and sanitation has not been fulfilled for the community, especially women’s difficulties, and vulnerable communities. The research recommendation is to provide increased discussion forums and education, especially for women, people with disabilities, and vulnerable people such as children so that all needs can be conveyed and government increasing budget costs for the provision of water distribution infrastructure."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyoweni Widanarko
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Discussion in social aspects in the development of drinking water and sanitation infrastructure could not be avoided progressively. Not Merely because these social problems are more complicated than the technical ones, but also the development itself requires a proper condition in the community so that they can take part actively in each development steps. This study focuses on what factors are causing the performance of drinking water and sanitation infrastructure development not yet grafified. It would also recommend the best solution to empower the potency of local community and informal sector. For those reasons, this study is using a qualitative approach. The data are collected through literature study, field observatio, in-depth interview and focus group discussion. As a final result, the recommendation gained could be socialized, internalized and implemented in the level of municipal government as the prime mover in their own region."
KOM 3:2 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhila Shabrina Putri
"Kampung kota (urban kampung) merupakan permukiman di tengah kota dengan komunitas yang memperlihatkan karakteristik 'rentan' dan adaptif secara bersamaan. Rentannya eksistensi kampung kota bersumber dari tekanan internal maupun eksternal yaitu (1) keterbatasan komunitas dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti kelangkaan air bersih dan ketersediaan fasilitas sanitasi serta (2) ancaman yang timbul secara tiba-tiba dari luar komunitas seperti penggusuran, relokasi, dan bencana seperti kebakaran. Namun rentannya keberadaan kampung kota diperkuat dengan adaptasi yang dilakukan secara komunal sebagai bentuk respon penduduk kampung terhadap tekanan yang ada. Penelitian ini membahas tentang adaptasi spasial penduduk kampung kota sebagai respon terhadap tekanan dalam aspek pemenuhan kebutuhan sehari-hari yaitu penyediaan air bersih dan fasilitas sanitasi. Metode kualitatif yang digunakan dalam kajian ini terdiri dari observasi lapangan terhadap adaptasi spasial komunitas, serta wawancara dengan penduduk lokal untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam mengenai adaptasi yang dilakukan dari sudut pandang mereka. Kajian ini menggunakan panduan Resilience Assessment untuk mempelajari kerentanan, adaptasi, serta resiliensi kampung kota. Panduan ini mencakup model siklus adaptif untuk mempelajari perubahan yang terjadi dalam kampung kota, terdiri empat fase yaitu: eksploitasi, konservasi, pelepasan, dan reorganisasi. Fase pada siklus adaptif mencakup tantangan jangka pendek (kebakaran dan penggusuran) dan jangka panjang (penyediaan air bersih dan fasilitas sanitasi) yang dihadapi kampung kota dalam kesehariannya. Kapasitas adaptif yang dimiliki kampung kota memperlihatkan potensi adanya resiliensi komunitas yang dapat dikembangkan dan diterapkan pada kehidupan kota dengan skala lebih besar.

Urban kampung is an urban settlement with a community that indicates the characteristics of “vulnerability” and adaptability at the same time. The vulnerabilities of their existence rely from internal and external pressures which consists of (1) chronic stresses which are community’s limitations of their daily needs fulfillment such as water scarcity and sanitation facilities, and (2) acute shocks which are sudden threats that emerges from outside the community such as eviction, relocation, and disasters (arson). Simultaneously their vulnerabilities is strengthened by communal adaptations as a respond of kampung residents towards these internal and external pressures/ threats. This paper discusses spatial adaptations done by residents of Kampung Muka, North Jakarta as a respond to clean water provision and sanitation facilities as their basic daily needs. Qualitative methods consist of site observation of community spatial adaptation along with interview with the locals to gain a deeper understanding about the adaptation from their perspectives are used to investigate the community. We employ Resilience Assessment as a guiding tool to study vulnerabilities, adaptations, and resilience of urban kampung. This guide incorporates adaptive cycle model to study how the system changes over time, following a pattern of four phases: exploitation, conservation, release and reorganization. These phases incorporates both long-term (relocation and arson) and short-term challenges (provision of clean water and sanitation facilities) faced by kampung residents on their daily basis from historical and current point of view. Adaptive capacity shown in urban kampung indicates potential resilience in their community which can be developed and implemented in a larger urban scale."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annalia
"Penelitian ini mengeksplorasi fenomena eksklusi berlapis yang dialami oleh perempuan di Kelurahan Dadap dalam konteks akses air bersih dan sanitasi. Untuk menjelaskan permasalahan di atas, penelitian ini mengadopsi metode penelitian dengan jenis kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analitik yang menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi dan wawancara mendalam. Penelitian ini menggunakan teori Feminist Political Ecology (FPE) yang dikembangkan oleh Rebecca Elmhirst dan teori interseksionalitas yang diperkenalkan oleh Kimberle Crenshaw sebagai pisau analisis. Hasilnya, melalui analisis kisah hidup lima perempuan, Risda, Dewi, Ratna, Nurhayati, dan Lilis, ditemukan bahwa ketidaksetaraan gender dan ketidakadilan sosial memperparah kesulitan yang dihadapi oleh mereka. Perempuan di Kelurahan Dadap tidak hanya harus mengatasi beban pekerjaan rumah tangga dan tanggung jawab keluarga, tetapi juga tantangan lingkungan seperti banjir rob dan penyumbatan gorong-gorong yang mengancam kesehatan mereka. Kurangnya respons pemerintah terhadap keluhan warga memperburuk situasi ini, membuat perempuan harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan akses air bersih dan sanitasi yang layak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah akses air bersih dan sanitasi bukan hanya isu teknis, tetapi juga terkait dengan ketidaksetaraan gender dan keadilan sosial. Oleh karena itu, intervensi yang lebih adil dan responsif sangat diperlukan untuk mengatasi eksklusi yang dialami oleh perempuan di Kelurahan Dadap.

This study explores the phenomenon of layered exclusion experienced by women in Dadap Village in the context of access to clean water and sanitation. To elucidate the aforementioned issue, this study adopts a qualitative research method with a descriptive-analytical approach, employing data collection techniques such as observation and in-depth interviews. The research utilizes the Feminist Political Ecology (FPE) theory developed by Rebecca Elmhirst and the intersectionality theory introduced by Kimberle Crenshaw as analytical frameworks. As a result, through the analysis of the life stories of five women — Risda, Dewi, Ratna, Nurhayati, dan Lilis — reveal that gender inequality and social injustice exacerbate the challenges they face. Women in Dadap Village not only have to overcome the burden of household chores and family responsibilities but also environmental challenges such as tidal floods and clogged sewers that threaten their health. The lack of government response to residents’ complaints worsens this situation, making women struggle harder to obtain access to clean water and adequate sanitation. The findings indicate that the issue of access to clean water and sanitation is not merely a technical issue but also relates to gender inequality and social justice. Therefore, more equitable and responsive interventions are urgently needed to address the exclusion experienced by women in Dadap Village."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Mahendra Laksana S.P.
"Tujuan ke-6 dari Sustainable Development Goals adalah tersedianya akses air bersih dan sanitasi. Lebih dari separuh penduduk dunia yang tidak mempunyai akses air bersih berada di pedesaan. Kurangnya akses air bersih juga merupakan penyebab terbesar kematian akibat penyakir diare. Diperlukan usaha dari pemerintah dan masyarakat desa untuk dapat menyediakan air minum layak, sanitasi bersih, dan lingkungan yang sehat di pedesaan secara berkelanjutan. Penelitian ini mencoba untuk meneliti pengaruh program pemerintah berbasis masyarakat yang berkelanjutan terhadap waterborne diseases dengan studi kasus program PAMSIMAS. Dengan menggunakan metode Panel Fixed Effect dan agregasi analisis dari level desa ke level kabupaten, ditemukan bahwa program PAMSIMAS mempunyai dampak negatif dan signifikan terhadap jumlah kasus penyakit yang berkaitan dengan WASH. Variabel kontrol berupa jumlah sarana kesehatan turut mempengaruhi jumlah kasus secara signifikan. Sedangkan variabel kontrol berupa tingkat rasio penduduk usia sekolah, pendidikan, usia kematangan ibu, tingkat ekonomi masyarakat, dan jumlah populasi suatu daerah tidak berpengaruh secara signifikan dalam spesifikasi model penelitian ini. Dampak program ini lebih dirasakan manfaatnya di luar pulau Jawa dibandingkan dengan regional pulau Jawa. Hal ini disebabkan adanya perbedaan infrastruktur, tingkat pendidikan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya WASH dan imunisasi dini pada kedua regional tersebut. Program PAMSIMAS juga berdampak signifikan kepada daerah yang memiliki populasi balita diatas rata-rata kabupaten.

The 6th goal of the Sustainable Development Goals (SDGs) is to provide access to clean water and sanitation. More than half of the world's population who do not have access to clean water live in rural areas. Lack of access to clean water is also the biggest cause of death from diarrheal diseases. Efforts are needed from the government and community empowerment to provide safe drinking water, clean sanitation, and a healthy environment in rural areas in a sustainable development. This study tries to examine the effect of sustainable community-based government programs on waterborne diseases with a case study of the PAMSIMAS program. Using the Fixed Effect Panel method and aggregating analysis from the village level to the district level, it was found that the PAMSIMAS program had a negative and significant impact on the number of cases of diseases related to WASH. The number of health facilities also significantly affected the number of cases. Ratio of the population of school age, education, maternal maturity age, economic level of the community, and the total population of an area have no significant effect on the specifications of this research model. The impact of the program is more beneficial for outside Java region rather than in Java. This difference occurs due to inequality in infrastructure, education levels and public understanding of the importance of WASH and early immunization between two regions. This program also has a significant impact on areas with a population of children under five above the district average."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiffany Angie
"Pengolahan limbah air merupakan tantangan besar yang dihadapi oleh Indonesia, terutama dengan meningkatnya aktivitas industri dan urbanisasi. Limbah air yang tidak diolah dengan baik dapat mengandung polutan berbahaya yang merusak ekosistem dan mengancam kesehatan manusia. Salah satu metode yang efektif untuk mengatasi masalah pengolahan air adalah metode hybrid ozonation-coagulation. Metode ini dapat mengatasi keterbatasan koagulan dalam mengendapkan senyawa hidrofilik, mengurangi jumlah lumpur yang dihasilkan dan meningkatkan jumlah radikal hidroksil yang terbentuk oleh ozon. Pada penelitian ini, sampel air limbah berasal dari Danau Kenanga Universitas Indonesia sebagai salah sumber daya air yang tersedia. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kinerja penyisihan metode hybrid ozonation coagulation dengan variasi pH dan dosis koagulan terhadap kadar logam besi, kadar logam mangan, kekeruhan, dan total koliform. Variasi pH awal sampel limbah adalah pH 6, 7, dan 8 sedangkan dosis koagulan yang digunakan adalah 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm. Pada metode hybrid ozonation coagulation dengan variasi terbaik yaitu pH 8 dan dosis koagulan 100 ppm, persentase penyisihan kadar logam besi, kadar logam mangan, kekeruhan, dan total koliform secara berurutan adalah 100%, 11%, 99%, dan 100%.

Wastewater treatment is a major challenge faced by Indonesia, especially with increasing industrial activities and urbanization. Wastewater that is not treated properly can contain harmful pollutants that damage ecosystems and threaten human health. One of the effective methods to overcome water treatment problems is  the hybrid ozonation-coagulation method. This method can overcome the limitations of coagulants in precipitating hydrophilic compounds, reduce the amount of sludge produced and increase the number of hydroxyl radicals formed by ozone. In this study, wastewater samples came from Lake Kenanga of the University of Indonesia as one of the available water resources. This study was conducted to evaluate the performance of the hybrid ozonation coagulation  method with variations in pH and coagulant dosage on ferrous metal content, manganese metal content, turbidity, and total coliform. The initial pH variation of the waste sample was pH 6, 7, and 8 while the coagulant doses used were 100 ppm, 200 ppm, and 300 ppm. In the hybrid ozonation coagulation method  with the best variation, namely pH 8 and coagulant dose of 100 ppm, the percentage of allowance for ferrous metal content, manganese metal content, turbidity, and total coliform were 100%, 11%, 99%, and 100%, respectively."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Widya Utami
"Air permukaan adalah salah satu sumber air baku untuk air minum, namun sangat rentan terhadap pencemaran. Masalah riset ini adalah tercemarnya air Saluran Tarum Barat (STB) menyebabkan kualitas air STB melebihi baku mutu sehingga menimbulkan tekanan pada proses pengolahan air minum yang akan berdampak pada peningkatan tarif air minum PAM Jaya. Tujuan akhir riset adalah menyusun strategi keberlanjutan pengelolaan kualitas air STB sebagai air baku untuk air minum. Metode riset menggunakan metode gabungan. Metode analisis menggunakan statistik deskriptif, regresi, dan SWOT. Hasil riset ini yaitu kualitas air STB melebihi baku mutu dan memberikan pengaruh terhadap tarif air. Disisi lain, Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP) responden terhadap air perpipaan tergolong tinggi. Strategi keberlanjutan pengelolaan kualitas air STB perlu didukung oleh seluruh pemangku kepentingan melalui kerja sama dan koordinasi yang kuat. Kesimpulan riset adalah strategi pengelolaan kualitas air STB yang tepat dapat menghindari peningkatan tarif air dan meningkatkan pemenuhan kebutuhan air masyarakat Jakarta.

Surface water is one of the raw water sources for drinking water, but it is vulnerable to pollution. This research problem is that the contamination of West Tarum Canal (WTC)’s water causes its water quality to exceed the quality standard, thus causing pressure on the drinking water treatment process, which will increase PAM Jaya’s water tariffs. The final objective is to formulate the sustainability strategy for Water Quality Management (WQM) of WTC as raw water. This research method is a mixed-method. The analysis method used descriptive-statistics, regression, and SWOT. This research shows that WTC’s water quality exceeds the quality standard and affects water tariffs. Ability to Pay (ATP) and Willingness to Pay (WTP) of respondents for piped water are high. The sustainability strategy for WTC’s WQM needs to be supported by stakeholders through strong cooperation and coordination. The conclusion is the appropriate WTC’s WQM strategy can avoid increasing water tariffs and increasing Jakartans’ water needs fulfillment."
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>