Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 74930 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maya Sutedja-Liem
"In the Dutch colonial literature of the mid nineteenth century, the njai (Asian
concubine) is the symbol of degeneration and of undermining colonial society in
the Dutch Indies. Opposed to this portrayal, in Malay literature the image of the
njai is on the whole positive: she is faithful and loyal to her partner, intelligent,
and economical. However, she easily falls victim to external powers, which is
often the masculine power of the society she belongs to. In many Malay texts
she is represented as ready to fight back, primarily for the sake of the future of
her offspring(s) or herself. Sometimes she succumbs, sometimes she triumphs.
Examples can be found in texts like Tjerita Njai Dasima (1896), Tjerita Nji Paina
(1900), Seitang Koening (1906), Hikajat Raden Adjeng Badaroesmi (1901-1903), Tjerita
Njai Isah (1904), and Boenga roos dari Tjikembang (1927). These texts represent a
re-evaluation of the njai and stand in opposition to nineteenth century Dutch
colonial literature"
University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Widati
"Sastra dari luar, misalnya dari India, Persia, dan Cina telah lama masuk ke ranah sastra Indonesia, bahkan juga menjadi bagian dari sastra Jawa, misalnya Mahabarata, Ramayana, dan Baratayudha (dari India), Menak, Ambiya, Yusup dari Persia, serta Sam Pek Eng Tai dan Sin Jin Kui dari Cina. Kehadiran (naskah-naskah) sastra tersebut dilakukan melalui perpindahan penduduk ke luar daerah asalnya (migrasi) sambil membawa serpihan kekayaan budaya mereka. Di negeri singgahnya, biasanya, mereka beradaptasi dengan saling menunjukkan kebudayaan masing-masing, yang selanjutnya teradaptasi di negeri baru itu. Perjalanan budaya semacam itu dapat terjadi juga pada abad modern ini, misalnya kehadiran guritan karya Noriah Muhammed dan puisi karya Si Zainon Ismail (keduanya dari Malaysia). Perpindahan sastra Jawa (dan Indonesia) keluar negerinya juga melalui perpindahan penduduk atau migrasi, tetapi ada perbedaan pada latar belakang yang mendasarinya karena kondisi dan konsep bernegara masa kini lebih bersistem, yang tidak memungkinkan migrasi secara mudah, dan atau mengajarkan kebudayaan negeri asal secara bebas pula."
Yogyakarta: Balai Bahasa Propinsi daerah Istimewa Yogyakarta, 2010
407 WID 38:2 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Resti Nurdfaidah
"Banten dikenal sebagai salah satu wilayah yang kaya akan khazanah maupun sastra. Dua antologi cerita rakyat berjudul Legenda Ayam Emas dan Kisah lainnya dan Legenda Keong Gondang menunjukkan kedua hal tersebut. Penelitian ini ditulis dengan tujuan untuk membuktikan pola hidup harmonis warga Banten yang mampu mengawinkan konsep nenek moyang dahulu dan konsep yang terusung dalam agama islam. Selain itu, warga Banten juga tidak menyangkal kehadiran hewan dan benda benda yang dinilai memiliki peranan penting dalam kehidupan mereka."
Serang: Kantor Bahasa Banten, 2019
400 BEBASAN 6:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yusriadi
"Abstrak
Persaingan dan konflik, serta kerukunan dan persaudaraan antara Dayak dan Melayu mewarnai ruang publik di Kalimantan Barat. Kedua kelompok utama (mayoritas) di Kalimantan Barat menjalani hubungan pasang dan surut. Keadaan inilah yang selalu menarik diamati, khususnya dalam konteks identitas. Penulis ingin melihat bagaimana identitas berkelindan di balik isu bipolaritas Dayak-Melayu. Tulisan ini merupakan hasil pemikiran yang diperkuat dengan data pendukung. Data tersebut diperoleh dari berbagai sumber dokumentasi dan terbitan, yang di antaranya menunjukkan bahwa di balik perbedaan identitas antara Dayak dan Melayu dapat ditemukan pula persamaan pada beberapa unsur. Kedua identitas itu tumbuh di ruang yang sama dan sebagian darinya berasal dari sumber atau asal-usul yang sama. Proses selanjutnya memperlihatkan penerimaan dan penggunaan identitas budaya menjadi bahan untuk pengonstruksian bangunan identitas kelompok. Pada mulanya, identitas Dayak digunakan secara terpaksa, sedangkan identitas Melayu diterima dengan terbuka. Seiring perjalanan waktu, kedua identitas itu dipakai oleh dan untuk dua kelompok yang berbeda. Masing-masing memperkuat identitas dengan perubahan-perubahan tertentu pada unsur-unsur budaya yang sudah ada. Identitas budaya Dayak dan Melayu tetap cair tetapi gerakan perubahan itu cenderung ke arah yang berlawanan dan memperlebar jarak di antara keduanya. Itu pulalah yang menyebabkan rivalitas berkelanjutan, sehingga persoalan yang kecil dapat menjadi besar."
Kalimantan Barat: Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat, 2018
900 HAN 1:2 (2018) (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Saktiana Dwi Hastuti
"Skripsi ini membahas latar belakang lahirnya Manifes Kebudayaan dan ide-ide yang terdapat di dalam naskah Manifes Kebudayaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dan kepustakaan dengan pendekatan sosiologi sastra dan historis. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Manifes Kebudayaan lahir sebagai reaksi atas Lekra. Ide-ide yang diusung dalam naskah Manifes Kebudayaan yaitu menolak adanya subordinasi bidang kebudayaan, menolak semboyan 'politik di atas estetika' dan 'estetika di atas politik', menolak semboyan 'tujuan menghalalkan cara' serta menerima paham humanisme universal.

This thesis tells about the background of the birth of the Manifes Kebudayaan and the ideas in its script. The method which is used in this research are analytical description and bibiliography with sociological literature and historical approach. The result of this research concludes that the Manifes Kebudayaan born as the reaction of Lekra. The ideas carried in the Manifes Kebudayaan's script are rejecting the existence of subordinate in culture, rejecting the slogan 'politic on aesthetic' and 'aesthetic on politic', rejecting the slogan 'the end justifies the means', and approving the universal humanism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11101
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Masalah penandaan ke-Islaman yang akan diutarakan dalam makalah
Ini memang akan mengambil kasus Jawa, namun inti permasalahannya akan
berkenaan juga dengan penandaan ke- lslaman pada seni berbagai suku bangsa
lain. Ciri ke-Islaman dalam berbagai bentuk kesenian di Indonesia memang tidak
selalu dapat dikenali dengan mudah. Sebagaimana telah diketahui, agama Islam
sendiri tidak banyak masuk ke dunla kesenian untuk akhirya menumbuhkan
kaidah-kaidah seni yang khas Islam. Satu-satunya wllayah seni yang 'diatur?,
khususnya dalam arti didukung pengaturannya oleh para pemimpin keagamaan
sendiri, adalah seni membaca kitab suci AI-Quran. Seni inilah, yang disebut
qira'ah, merupakan satu-satunya yang tanpa ragu lagi dapat dikatakan "seni
Islam". Perwujudan-perwujudan seni lain, misalnya musik dalam arti luas. Seni
rupa, arsitektur, tari, dan lain-lain, pada umumnya dianggap bercorak Islam
karena perkembangannya bertaut dengan sejarah penyebaran agama Islam. Di
Indonesia misalnya, 'corak seni Islam' itu dikenali sebagai demikian karena
diperkenalkannya, rupanya, bersamaan dengan upaya memperkenalkan agama
Islam. Bahan dasar yang membentuk corak seni tersebut sebenarnya berasal
dari tradisi-tradisi di negeri lain yang semula tidak berkaitan dengan Islam.
Demikian juga dalam seni sastra, langgam sastra yang khas Islam di Indonesia
tidak ada, melainkan isinyalah yang menentukan suatu karya sastra dapat
digolongkan ke dalam kesusastraan Islam atau tidak.
3
"
Jelajah, Vol. 1 (1991) : 3-24, 1991
JSPI-1-1991-3
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
I Kadek Agus Sujiro Putra
"ABSTRACT
I Nyoman Cerita adalah seniman sekaligus akademisi seni pertunjukan khususnya seni tari di Bali yang berasal dari Banjar Sengguan, Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar Bali. Beliau telah mampu membangun sebuah upaya pengembangan kesenian khususnya tari di Bali. Berbagai karya-karya yang hingga kini telah memberikan catatan penting terhadap perkembangan sent tari, I Nyoman Cerita mampu menciptakan karya tari dengan cara Nyeraki. Istilah Nyeraki
yaitu serba ada atau serba bisa. Kemampuan Nyeraki yang dimaksud disini adalah kemampuan Nyoman Cerita yang dapat menyelesaikan segalanya dengan kemampuan yang serba bisa. Nyoman Cerita mampu menciptakan tabuh (musik iringan tari), mampu menciptakan gerak tari, serta mampu menciptakan konsep kostum. Kemampuan Nyeraki sangat jarang dimiliki oleh seniman tari pada umumnya
Tujuan dari penelitian ini menghasilkan sebuah karya tulis tentang tokoh I Nyoman Cerita seniman tari asal Gianyar, menghasilkan karya tulis yang mampu digunakan sebagai informasi tentang tokoh inovatif dalam mencipta tari Bali, ada tiga pokok permasalahan yang akan dikaji yaitu bagaimanakah latar belakang kehidupan I Nyoman Cerita, bagaimanakah proses kreatif I Nyoman cerita sebagai tokoh inovatif dalam mencipta Tari Bali, bagaimanakah kontribusi karya I Nyoman Cerita dalam perkembangan seni tari di Bali? teori yang digunakan untuk membedah ketiga Iatar belakang tersebut yaitu: teori biograifi, teori motivasi,teori Estetika.
Inovatif karya I Nyoman Cerita yaitu beliau mampu memunculkan ide-ide bar seperti pengolahan properti tari yang digunakan dalam berbagai fungsi. Sebagai contohnya adalah properti pajeng dapat di fungsikan sebagai tombak, roda kereta, dan simbol awan, sedangkan properti kipas dapat digunakan sebagai gada dan kereta kencana kontribusi karya-karya Tari Bali beliu menjadi bahan ajar di sanggar dan sebagai sajian seni pertunjukan pariwisata."
Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
700 KJSP 3:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Limbong, Banggas
Depok: Faculty of Humanities University of Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Iskandar
"Trading activities in the Nusantara archipelago had developed into an international trade. According to Ricklef, Europe was not the most developed region in the world. The developing world at the time was in fact the Islamic world, stretching from the Middle East to the Nusantara. If we trace it further back into the past, to the pre-Islamic age, trade in the Nusantara region had developed, espcially during the golden eras of Sriwijaya and Majapahit. This paper describes the economic and trade development in the Nusantara before the 19th century."
Depok: Faculty of Humanities University of Indonesia, 2005
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Setiawati Darmojuwono
Depok: Faculty of Humanities University of Indonesia, 2000
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>