Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160855 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jumali
"Kebisingan ruang mesin dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis prevalensi tuli akibat bising Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dan faktor yang memengaruhi pada operator mesin kapal feri penyeberangan Ketapang-Gilimanuk. Penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional ini menggunakan metode pengumpulan data dengan wawancara, pengukuran intensitas kebisingan ruang mesin dan pemeriksaan audiometri terhadap operator. Besar sampel adalah 66 operator dari 36 kapal feri yang memenuhi kriteria inklusi dipilih secara acak. Hasil studi menunjukkan 36% kapal memiliki intensitas kebisingan ≤ 85 dBA dan 64% > 85 dBA. Pemeriksaan audiometri dengan nada murni pada 66 operator didapatkan 34,85% responden mengalami NIHL. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan faktor dominan yang memengaruhi NIHL adalah usia dan lama paparan (p < 0,05). Hasil uji kai kuadrat didapatkan intensitas kebisingan berpengaruh signifikan terhadap NIHL setelah dikoreksi dengan umur dan lama paparan (p < 0,05). Disarankan untuk mengurangi waktu paparan terhadap operator yang terpajan kebisingan tinggi dan menjaga jarak antara operator dengan sumber kebisingan untuk meminimalkan pajanan bising.

Engine room noise can cause hearing loss. The objective of this research was to analyze the prevalence of Noise Induced Hearing Loss (NIHL) and its affecting factors on machinery ferry operators at Ketapang-Gilimanuk. This was an observational with cross sectional design, the techniques for collecting data were interviews, noise intensity measurements and audio-metric examination.The sample was 66 operators who were selected randomly after inclusion. The study results showed that 36% of ferry have noise intensity ≤ 85 dBA and 64% have > 85 dBA. The audiometric examination with pure tone result of the 66 operators showed that 34.85% of respondent had NIHL. The age and length of exposure affected NIHL incidence (p < 0.05). While the noise intensity affected the incidence of NIHL (p > 0.05) together with age and lenght of exposure. It is important to reduce exposure time of noisy operations on workers, automation of activities and increase the distance between workers and noisy equipment to minimise the noise exposure."
Universitas Airlangga, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan Lingkungan, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Adriztina
"Tuberkulosis merupakan masalah yang serius di masyarakat. Pada tahun 2010, World Health Organization mencatat jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia menurun ke posisi empat dengan meningkatnya keberhasilan pengobatan obat antituberkulosis (OAT). Namun, pemberian OAT jangka panjang dapat menyebabkan efek samping ototoksik berupa gangguan pendengaran dan keseimbangan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ototoksik pada penderita tuberkulosis paru dengan pemberian OAT di RSUP H. Adam Malik Medan.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan potong lintang. Analisis univariat dilakukan dengan tabel frekuensi distribusi sedangkan analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji t dan Fisher?s exact test. Didapatkan 35 penderita tuberkulosis yang memenuhi kriteria inklusi, 22 orang dengan pengobatan tuberkulosis kategori 1 dan 13 orang tuberkulosis kategori 2. Dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni dan tes keseimbangan. Tiga orang (33,3%) penderita tuberkulosis kategori 1 dan 6 orang (66,7%) penderita tuberkulosis kategori 2 mengalami gangguan pendengaran (p < 0,05).
Hasil tes keseimbangan menunjukkan perbedaan yang signifikan yaitu 7 orang (100%) tuberkulosis kategori 2 dengan positif tes Romberg dan 11 orang (100%) tuberkulosis kategori 2 positif tes tandem Romberg. Gangguan pendengaran dan keseimbangan pada penderita tuberkulosis paru dengan OAT ditemukan lebih tinggi pada kategori 2 dibandingkan dengan kategori 1 dengan perbedaan yang signifikan.

Tuberculosis remains a serious problem in the community. In 2010, World Health Organization report that Indonesia?s ranking decrease to fourth position due to success of antituberculosis treatment. But the long term administration of antituberculosis treatment may cause ototoxic effect like hearing and balance impairment. The aim of this study was to describe ototoxic effect of subjects who were given tuberculosis treatment in H. Adam Malik General Hospital.
This is a descriptive study with cross sectional approach. Univariat analysis was done by frequency distribution table, meanwhile bivariat analysis was done by t-test and Fisher?s exact test. Thirty five pulmonary tuberculosis patients met the inclusion criteria. Twenty two patients with 1st category, and 13 patients with 2nd category tuberculosis treatment. Pure tone audiometric and balance examination was evaluated. Three patients (33.3%) of 1st category tuberculosis and 6 (66.7%) patients of 2nd category tuberculosis have hearing loss with significant difference (p<0.05).
Balance test showed 7 people (100%) of 2nd category tuberculosis having positive Romberg test and 11 people (100%) of 2nd category tuberculosis having positive tandem Romberg test. Hearing and balance impairment found higher in patients with 2nd category antituberculosis treatment with significantly different."
Medan: Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher FK USU,, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kholidah Hanum
"LATAR BELAKANG: Para penerbang helikopter yang terpajan terhadap bising intensitas tinggi dalam jangka tertentu dan beberapa faktor lainnya meningkatkan risiko tuli akibat bising (TAB). TAB dapat menyebabkan kecelakaan. Oleh karena itu perlu diteliti faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan TAB.
METODE: Desain penelitian adalah nested case-control. Data diekstrak dari rekam medik penerbang helikopter TNI AU yang melaksanakan indoktrinasi latihan aerfisiologi (ILA) di Lakespra Saryanto Jakarta tahun 1980 sampai Maret 2004. Kasus ialah penerbang dengan gambaran audiogram terdapat takik pada intensitas 40 dB atau lebih pada frekuensi 4000 Hertz pada salah satu atau dua telinga. Seorang kasus dipadankan dengan dua orang kontrol (yang tidak menderita TAB sampai tahun 2004) menurut tahun kasus didiagnosis.
HASIL: Rekam medik yang tersedia sebanyak 187. Kasus yang diperoleh sebanyak 32 orang, dan 64 orang kontrol. TAB berkaitan dengan total jam terbang, masa kerja, dan tekanan darah. Subjek dengan total jam terbang 500 jam atau lebih mempunyai risiko TAB hampir 2,5 kali lipat (95% interval kepercayaan (CI) = 0,66-9,29; p=0,180). Jika dilihat dui masa kerja, subjek dengan masa kerja 11-24 tahun mempunyai risiko TAB sebesar 2,7 !tali Iipat (rasio odds suaian = 2,71; 95% CI = 0,90-8,10; p=0,075). Sedangkan subjek dengan prahipertensi dan hipertensi stage 1 mempunyai kecenderungan kenaikan moderat risiko TAB.
KESIMPULAN: TAB berkaitan dengan total jam terbang, masa kerja, dan tekanan darah.

Risk Factors Related To Noise Induced Hearing Loss Among Indonesian Air Force Helicopter PilotsBACKGROUND: Helicopter pilots exposed to high intensity noise for a given period and other risk factors had increased risk to be noise induced hearing loss (NIEL). Therefore, it is beneficial to study several risk factors related to NIHL.
METHODS: This study was a nested case-control. Data was extracted from available medical records among helicopter pilots who performed aerophysiology training indoctrination (ILA) during 1980 through March 2004 at Lakespra Saryanto. Case was a subject who had audiogram with a notch at 40 dB or more and at 4000 Hertz on one site or bilateral ears. A case was matched by 2 controls free from NTHL up to 2004 by the year of respective case was diagnosed.
RESULTS: There were 187 medical records available for this study. A number of 32 cases and 64 controls were identified. The final model reveals that NIHL was related to total duration of works, flight hours, and blood pressure. Those who had 500 hours or more than less 500 hours had moderate increased risk for 2.5 to be NIHL [95% confidence intervals (CI) 0.66-9.29; p=0.180]. Those who had total duration works 11-24 years had a moderate increased to be NIHL for 2.7 times (adjusted OR = 2.71; 95% CI=0.90-8.10; p=0.075). Furthermore, prehypertension and hypertension stage I subjects than normal blood pressure had moderate trend increased risk to be NIHL.
CONCLUSION: Total flight hours for 500 hours or more, total duration works 11-24 years, or prehypertension and hypertension stage 1 increased risk for NIHL."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mandu Chairani
"Ruang Lingkup dan Metodologi Penelitian:
PT. X adalah cabang dari perusahaan multinasional yang memproduksi sepatu basket, sepatu bola, sepatu multifungsi dan sepatu anak-anak. Pemakaian mesin alat kerja dan mekanisme dalam industri dapat menimbulkan kebisingan di tempat kerja. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui intensitas bising lingkungan tempat kerja, prevalensi dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan gangguan pendengaran akibat bising.
Metoda penelitian berupa studi cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 180 tenaga kerja yang terpajan bising lebih dari 85 dB. Mereka telah bekerja kurang lebih 5 tahun dan berumur antara 21 - 40 tahun. Data penelitian didapat dari medical check up, kuesioner, wawancara dan observasi ke tempat kerja.
Hasil Penelitian dan Kesimpulan:
Intensitas bising lingkungan tempat kerja di atas 85 dB ditemukan di bagian sewing, assembling, outsole, power house, rubber, phylon, EVA, mesin penghancur, PU, 1P dan CPED. Kasus gangguan pendengaran akibat bising pada tenaga keija yang terpajan bising di atas 85 dB sebesar 11,7%. Faktor-faktor seperti umur, masa keija, pengetahuan, sikap, perilaku dan jenis ruangan tidak berhubungan dengan gangguan pendengaran akibat bising (p > 0,05). Sedangkan faktor-faktor seperti intensitas bising (p = 0,016) dan tempat tinggal (p = 0,039) berhubungan dengan gangguan pendengaran akibat bising.
Secara statistik terbukti odd ratio intensitas bising sebesar 4,654, artinya risiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising pada intensitas bising yang tinggi (94 - 108 dB) adalah 4,654 kali lebih besar dibanding dengan intensitas bising yang lebih rendah (85 - 93 dB) dan odd ratio tempat tinggal sebesar 3,454, artinya risiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising di mess karyawan adalah 3,454 kali lebih besar dibanding dengan di luar mess.

Prevalence And Analysis The Factors That Related With Noise Induced Hearing Loss Among The Workers That Noise Exposured Louder Than 85 Db In X Shoes Factory, Banten, 2003Scope and Methodology
PT. X is a branch of multinational that produce basketball shoes, soccer shoes, multifunction shoes and baby shoes. Using work equipment and mechanism in industry cause noise exposure in workplace. This case study done with goal to know what areas and number of worker who exposed to the noise level louder than 85 dB in workplace, also the prevalence and the factors that related with noise induced hearing loss.
The research method is a cross sectional study. Sample consist 180 workers who exposed to noise louder than 85 dB. They had been worked about 5 years and their ages varied from 21 to 40 years old. Data were collected from medical check up results, questioners, interview and observation of the working condition.
Result and Conclusions:
The noise level louder than 85 dB in workplace found at sewing, assembling, outsole, power house, rubber, phylon, EVA, smashed machine, PU, IP and CPED. Noise induced hearing loss case among worker with noise exposured louder than 85 dB is 11,7%. The factors such as age, time work, knowledge, attitude, manner and the kind of room were not related with noise induced hearing loss (p > 0,05). But some factors such as noise level (p = 0,016) and type of residence (p = 0,039) were related with noise induced hearing loss.
Statistically proven that odd ratio of noise level is 4,654, it means the likelyhood of risk noise induced hearing loss for exposure to higher noise level (94 - 108 dB) is 4,654 compared to low noise level (85 - 93 dB) and odd ratio of type of residence is 3,454, it means the likelyhood of risk noise induced hearing loss in boarding house is 3,454 compared to beside boarding house."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harpini Endang Sardewi
"Ruang lingkup dan Metodologi Perusahaan "P" melakukan program konservasi pendengaran sejak 1981. Untuk mengetahui efektifitas program tersebut telah dilakulan pengkajian mengenai permasalahan ketulian akibat bising dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada petugas kamar mesin kapal, sehingga dapat dilakukan usaha perbaikan. Telah dilakukan suatu studi intervensi yang terdiri dari 3 tahap: - Pengumpulan data dasar, dilakukan dengan mengukur inlensitas bising pada sebuah kapal tanker , melakukan survei pada pekerja kamar mesin kapal yang berkunjung ke poliklinik jalan Deli bulan Oktober 1998, dan wawancara dengan pihak manajemen, untuk mengetahui program konservasi pendengaran yang sudah dijalankan - Intervensi dilakukan pada pihak manajemen - Evaluasi setelah 3 bulan Hasil: Intensitas bising melampaui NAB diperkenankan (85 dBA selama 8 jam kerja) ditemukan pada kamar mesin saat berjalan dan generator tanker "P 1023" sewaktu bergerak maupun diam, yaitu 86-110 dB. Hasil penelitian pada 30 orang pekerja km mesin yang mengunjungi poliklinik jalan Deli perusahaan bulan September 1998, didapat prevalensi Tali Akibat Bising (TAB) 66,6%. Faktor-faktor yang berhubungan antara lain adalah usia pertama kali bekerja di km. mesin kapal dan sikap terhadap bising dan gunanya ear muff/plug dengan TAB. (p 0.04) Hasil intervensi pada manajemen setelah 3 bulan: telah dilakukan pemeriksaan berkala audiometri pekerja mesin kapal, menyediakan alat pelindung telinga, mutasi pekerja dengan TAB.

Efforts To Improve The Hearing Conservation Program To Prevent Noise Induced Hearing Loss Among Tanker's Engine Room Workers Of "P" Company , Jakarta 1998Scope & Methodology Hearing Conservation Program has been implemented in "P" company since 1981. To study the effectiveness of the program a study on NULL problem and related factors among the company's engine workers. An intervention study consisting of 3 phases was conducted, to increase the effectvvness of the program. - Data base collection, by measuring noise intensity in a tanker's engine room, a survey was conducted an engine's room workers, who were visiting the Deli's policlinic during September 1998, interview to the management to learn about the current hearing conservation program. - Intervention on the management - Evaluation after 3 months The results showed: The noise intensity was above TLV (85 dB A during 8 working hours) either during sailing or when harboured, and the range of noise intensity within the machine room was 86 - 11O dB. The human study on 30 respondents (a total sample), who were visiting Deli's policlinic owned by the company on September 1998, showed that the prevalence of Noise Induced Hearing Loss (NIHL) was 66,6%. Factors found related to NIHL were age when first entering engine room job, attitude towards noise and the use of PPD (personal protective devices). Evaluation after 3 months intervention showed that, management of hearing conservation program, has become more effective, e.g. routine audiometer's examination, ear protective devices are available, rotation among NIHL employees.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T7927
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Yani
"Latar belakang dan lingkup penelitian : Gangguan pendengaran akibat bising merupakan masalah utama dan menempati jumlah yang paling banyak pada penyakit akibat kerja. Data kepustakaan menunjukkan bahwa frekuensi 4 KHz merupakan frekuensi yang paling peka terhadap pengaruh kebisingan. Diperkirakan frekuensi ini dapat memberikan gambaran awal gangguan pendengaran yang berhubungan dengan kebisingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala dan tanda gangguan pendengaran akibat bising yang berhubungan dengan frekuensi 4 KHz serta analisis mengenai faktor faktor yang berhubungan.
Metode penelitian : Penelitian dilakukan dengan desain kasus kontrol pada pekerja pabrik sepatu PT "X" Tangerang Indonesia yang memiliki data audiometri. Analisis dilakukan dengan menggunakan data sekunder mengenai audiometri dan status kesehatan dan hasil pemeriksaan berkala sedangkan pengetahuan, sikap dan perilaku responden didapat dengan menggunakan kuesioner.
Hasil : Didapatkan bahwa faktor yang berhubungan dengan peningkatan ambang dengar pada frekuensi 4 KHz. adalah, umur pekerja (OR=5,67; CI95% =1,96 - 16,40; p=4,041) dan kebiasaan merokok (aR=3,57;CI95% 1,27-10,03;p,02). Didapatkan juga bahwa pekerja yang mempunyai hobi yang berhubungan dengan kebisingan justru mempunyai risiko lebih kecil dibandingkan dengan pekerja yang tidak mempunyai hobi yang berhubungan dengan kebisingan (OR=0,10;CI95% 0,019-0,541; p = 0,007). Gejala telinga berdenging didapatkan dengan frekuensi yang sama pada kelompok kasus dan kelompok kontrol. Faktor-faktor lain yang juga diteliti ternyata tidak mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan peningkatan ambang dengar pada frekuensi 4 KHz seperti, jenis kelamin (p=0,77), penyakit yang berhubungan dengan pendengaran (p=1,0), riwayat hipertensi (p=0,67), pemakaian alat pelindung telinga (APT) (p=0,66), Pengetahuan, sikap, perilaku (p=4l,71) dan lingkungan tempat tinggal (p = 0,39), Kebijakan perusahaan ( p = 0,83) serta hipertensi (p = 0,83).
Kesimpulan : Peningkatan ambang dengar pada frekuensi 4 KHz.akibat bising pada penelitian ini berhubungan dengan umur, hobi yang berhubungan dengan kebisingan dan kebiasaan merokok. Didapatkan faktor risiko yang lebih kecil untuk peningkatan ambang dengar frek 4 KHz, pada pekerja yang mempunyai hobi yang berhubungan dengan kebisingan disebabkan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang kebisingan yang lebih baik. Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk mendapatkan cara deteksi dini ketulian akibat bising.

Background and objectives: Noise induced hearing disorder is the prominent problem and the most prevalent of occupational diseases. Some studies show that 4 KHz is the most sensitive frequency to be affected by noise. It is expected that 4 KHz frequency threshold shift will be able to represent noise related hearing disorder. This study is aimed at recognizing sign and symptom of noise related hearing disorder and determining its related factors.
Methods: using case control design in workers at shoe factory ?X?, Tangerang, Indonesia who have audiogram, carried out the study. Medical record of annual medical examination were used to obtain audiometric and health status as secondary data. Meanwhile the knowledge about, attitude to, and behavior towards occupational noise of respondents were obtained by using questionnaire.
Result : Determinant factors of noise induced hearing disorder with hearing threshold more than 25 dB at 4 KHz frequency which are statistically significant are age of the workers (OR 4,894 C195% 1.84 - 12.96), and smoking habit (OR=3,57; C195% =1,27-10,03). The workers who have noise related hobby activities have a less risk to get 4 KHz frequency threshold shift (OR 0.10; Cl 95 % 0,03 - 0.85). Both the case and the control group have complained tinnitus. The percentage of subject who was complained tinnitus were no difference between the cases and the controls. The study found that another factors have no statistically significant difference including gender (p = 0.76), hearing impairment related disease (p = 1.0), hypertension history (p = 0.67), the use of personal protection equipment (p = 0,661), the knowledge about, attitude to, behavior towards occupational noise (p = 0.708), settlement environment (p = 0.39), company's policy (p =0.83), and hypertension (p = 0.83).
Conclusion: Noise induced hearing disorder related to 4 KHz frequencies has significant association with age, smoking habit and noise related hobby activities. Probably, due to better in knowledge about, attitude to, and behavior towards occupational noise of the workers who have noise related hobby activities tend to be less risk to get 4 KHz frequency threshold shy? then those who have no this hobby. The research should be continued to find the effective way in early detection of noise related hearing disorder.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boy Sinatra Luwia
"Scope and method of study :
The skin is the most commonly injured organ in industry to day with a clinical manifestation as contact dermatitis caused by chemical substances especially nickel and chrome.
A knowledge of the role of risk factors on contact dermatitis is obviously very important to prevent the disease.
This study involved 228 workers in the key manufacturing in Tangerang, west Java. It is necessary to observe all step of production, attitude of the employee and the environment parameters as temperature, humidity, metal & dust concentration in the working environment to prevent the outcome of the disease.
All workers undergo clinical examination, while patch test to nickel & chromium were done to suspected cases of allergic contact dermatitis.
Findings and conclusions :
Prevalence of contact dermatitis is found in 46 workers (20,17 %), which consist of 20 (8,8 %) allergic contact dermatitis ; 11 (4,8 %) irritant contact dermatitis and 15 (6,6 %) other dermatitis aggravated for contact dermatitis.
The results of patch test to nickel is positive in 7 cases (30 %) from 20 cases and chrome in 4 cases (20 %) from 20 cases.
The most risk factors for contact dermatitis are low education, history of allergy and cleaning up after working.

Ruang lingkup dan Cara penelitian :
Kulit merupakan organ tubuh yang paling banyak mendapat trauma dalam dunia industri antara lain bermanifestasi dalam bentuk dermatitis kontak, kelainan tersebut di antaranya disebabkan oleh logam nikel dan krom, yang pemajanannya ditemukan di pabrik kunci. Untuk mengurangi dampak yang terjadi perlu diketahui faktor-faktor yang berperan pada terjadinya dermatitis kontak dalam proses pembuatan kunci agar dapat dilaksanakan usaha-usaha pencegahannya.
Penelitian ini meliputi 228 tenaga kerja di bagian produksi pabrik kunci, dengan mempelajari proses yang terdapat di tiap bagian produksi, perilaku tenaga kerja dan mengukur beberapa parameter lingkungan yaitu panas, kelembaban, kadar logam dan debu.
Anamnesa dan pemeriksaan kulit dilakukan terhadap semua . pekerja sedangkan perlakuan uji tempel terhadap nikel dan krom hanya pada kelompok yang diduga menderita dermatitis kontak alergi.
Hasil dan Kesimpulan :
Prevalensi dermatitis kontak mencapai 46 tenaga kerja (20,17 %) terdiri atas 20 (8,8 %) dermatitis kontak alergi. ; 11 (4,8 %) dermatitis kontak iritan dan 15 (6,8 7) dermatitis lain yang mempermudah terjadinya dermatitis kontak. Hasil uji tempel terhadap nikel 7 kasus (30%) positip dari 20 kasus dan terhadap krom 4 kasus (20%) positip dari 20 kasus.
Faktor yang paling berperan untuk terjadinya dermatitis kontak ialah adanya faktor pendidikan yang rendah, riwayat alergi dan perilaku, cuci tangan setelah bekerja."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nirmawati
"Prevalensi hipertensi yang ditemukan pada Anak Buah Kapal (ABK) yang terpajan bising di Dit Pol Air Babinkam Polri cukup tinggi. Apabila dalam waktu jangka panjang kondisi ini tidak dikendalikan akan berakibat meningkatnya angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Desain penelitian adalah cross sectional. Subjek penelitian Anak Buah Kapal (ABK) yang terpajan bising sejumlah 119 Anak Buah Kapal. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi faktor risiko hipertensi. Hasil analisis data ditemukan 37 (31,1%) cukup tinggi dibandingkan dengan pekerja di Indonesia 15,1% Faktor indeks masa tubuh merupakan faktor yang paling dominan terhadap kejadian hipertensi dengan risiko 2,646 kali dibandingkan dengan indeks masa tubuh yang norm.

Prevalence hypertension found on ship crew who exposed noise, Directorate of Water Police, Centre for safety promotion was enough high. if in long term condition it causes improving morbidity and mortality rate. These case used cross sectional methods. Subjects ship crew who exposed noise that condused 119 ship crew The purpose of this research is to identify risk factors of hypertension. Based on survey as much as 37 or 31,3% .Body mass index factors is a dominant risk factors of hypertension.body mass index of the crew above normal Had a risk of 2,646 times campared with a normal body mass."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T21802
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Pujiati
"Pendahuluan, Obesitas merupakan masalah epidemic global diseluruh dunia. dan memperlihatkan kecendrungan yang meningkat secara tajam. Prevalensi nasional obesitas di Indonesia sebesar 19,1% dan 18,8% diantaranya adalah obesitas sentral. Obesitas sentral memiliki dampak yang lebih buruk terhadap penyakit degenartif dan kematian. Obesitas sentral dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor risiko tersebut dapat berkembang sesuai dengan karakteristik masyarakat dan kondisi ekonomi setempat. Sampai saat ini, penelitian mengenai faktor risiko yang berpengaruh di kota maupun kabupaten masih tergolong langka. Metode penelitian, Disain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Data penelitian adalah data sekunder Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 yang diambil dari 440 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Unit analisa yang digunakan adalah penduduk usia dewasa dengan rentang umur 20 sampai 64 tahun sebanyak 448.352 individu. Analisa data yang digunakan adalah analisa Regresi Logistik Ganda untuk mendapatkan model prediksi dan nilai OR dilanjutkan dengan uji interaksi multivariat terhadap variabel status kota berdasarkan pertimbangan logika substantif.
Hasil penelitian, Prevalensi nasional obesitas sentral populasi dewasa sebesar 23,9%. Dengan prevalensi kota 29,5% dan kabupaten 20,5%. Faktor risiko yang berpengaruh terhadap obesitas sentral dalam model prediksi akhir adalah status kota (OR 1,519) umur (OR 3,314), jenis kelamin (4,480), pendidikan (OR 0,870), aktifitas fisik (OR 1,181), energy total (OR 1,960), Konsumsi karbohidrat (OR 0.860), konsumsi lemak (0,976), perokok (OR 0,616), mantan perokok (0,976) dan alcohol (OR 1,674). Setelah dilakukan uji interaksi terhadap status kota ditemukan bahwa lima variable memiliki interaksi yang bermakna yaitu umur, pendidikan, perokok, karbohidrat dan lemak terhadap status kota. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya pengaruh yang berbeda dari kelima variable tersebut di kota dan kabupaten. Sehingga dapat disimpulkan factor risiko obesitas sentral dikota adalah umur diatas 40 tahun (OR 2,309), pendidikan tinggi (OR 1,107) dan karbohidrat berlebih (OR 1,29), sedangkan di kabupaten factor risiko obesitas sentral adalah umur diatas 40 tahun (OR 3,409).

Introduction, the global epidemic of obesity is a problem worldwide. and showed a tendency to increase significantly. National prevalence of obesity in Indonesia amounted to 19.1% and 18.8% of which were abdominal obesity. Abdominal obesity has a worse impact on degenartif disease and death. Abdominal obesity is influenced by various factors. These risk factors can be developed in accordance with the characteristics of the community and local economic conditions. Until recently, research on risk factors that affect the Urban and district is still relatively rare. Research methods, study design used in this study is cross sectional. The research data is secondary data Health Research Association in 2007 which was taken from the 440 districts throughout Indonesia. Unit of analysis used was the adult population with a lifespan of 20 to 64 years were 448 352 individuals. Analysis of the data used is multiple logistic regression analysis to obtain the model prediction and the value of OR followed by a multivariant interaction test variable logic status of the Urban based on substantive considerations.
Results of research, the national prevalence of abdominal obesity 23.9% of the adult population. With a prevalence of 29.5% and 20.5% district. Factors influencing the risk of abdominal obesity in the final prediction model is the status of the Urban (OR 1.519), age (OR 3.314), gender (4.480), education (OR 0.870), physical activity (OR 1.181), total energy (OR 1.960), Consumption of carbohydrates (OR 0860), consumption of fat (0.976), smoking (OR 0.616), exsmokers (0.976) and alcohol (OR 1.674). After interaction test of the status of the Urban found that five variables had a significant interaction such as age, education, smoking, carbohydrate and fat on the status of the city. This indicates that the influence of five variables that are different from those in the cities and counties. It can be concluded in the city's abdominal obesity risk factors are age above 40 years (OR 2.309), higher education (OR 1.107) and an excess of carbohydrates (OR 1.29), while in districts of abdominal obesity risk factors are age above 40 years (OR 3.409).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T30837
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>